Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SISTEM HUKUM DI INDONESIA

Dosen Pengampu
Prihati Yuniarlin S.H, M.Hum.

DISUSUN OLEH

Ananda Nur Asyifa


(20220610410)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
2022
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya
dapat menyusun ataupun menyelesaikan tugas makalah ini dengan lancar serta tanpa suatu halangan
apapun.
Makalah ini disusun dengan mengusung tema “ Hukum di Indonesia” yang mana pada kesempatan
ini saya akan menjelaskan lebih rinci dan khusus lagi mengenai sistem hukum di Indonesia. Semoga
makalah yang saya susun ini dapat bermanfaat dan memberikan pemahaman bagi kita semua terhadap
hukum yang berjalan di Indonesia.
Terlepas dari semua itu, saya mengucapkan terima kasih banyak kepada dosen pengampu mata
kuliah pengantar ilmu hukum ibu Prihati Yuniarlin S.H, M.Hum yang telah mengajar dan memberikan
ilmunya juga memberikan kesempatan saya untuk menyusun makalah ini. Selain itu saya pribadi telah
bersedia menerima saran dan kritik atas makalah yang saya susun, karena saya menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.

Yogyakarta, 19 Desember 2022

Ananda Nur Asyifa


ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………….... i


DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………… ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG……………………………………………………………………1
1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………... 1
1.3 TUJUAN………………………………………………………………………………….1
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 MACAM-MACAM SISTEM HUKUM………………………………………………..... 2
2.2 PERUBAHAN DAN PERKEMBANGAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA ……… 4
2.3 PERAN YURISPRUDENSI DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA………………. 6
BAB III : PENUTUP
3.1 KESIMPULAN…………………………………………………………………………... 8
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………….... 9
1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai
interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan
tesebut diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum, asas hukum
dan pengertian hukum. Ada dua macam sistem, yaitu sistem konkret dan sistem abstrak atau
konseptual. Sistem yang konkret adalah sistem yang dapat dilihat atau diraba, misalnya molekul
atau organisme yang terdiri dari bagian-bagian yang lebih kecil. Sistem yang abstrak atau
konseptual adalah sistem yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak konkret, yang tidak
menunjukkan kesatuan yang dapat dilihat. Sistem hukum termasuk sistem konseptual.
Sistem hukum merupakan sistem yang terbuka. Meskipun dikatakan bahwa sistem hukum
itu terbuka, di dalam sistem hukum itu ada bagian-bagian yang sifatnya tertutup. Ini berarti bahwa
pembentuk undang-undang tidak memberi kebebasan untuk pembentukan hukum. Sebagai negara
hukum, Indonesia menganut tiga sistem hukum sekaligus yang hidup dan berkembang di
masyarakat yakni sistem hukum civil, sistem hukum adat, dan sistem hukum Islam. Hukum yang
ada di Indonesia mengadopsi sistem hukum Belanda. Indonesia menggunakan sistem Hukum
Belanda karena pada saat itu Indonesia merupakan negara jajahan kolonial Belanda dan karena
pada saat yang bersamaan Indonesia belum memiliki hukum yang berasal dari tradisinya sendiri.
Sistem Hukum di Indonesia menggunakan sistem Eropa Kontinental. Seiring berkembangnya
tradisi dan kebiasaan masyarakat Indonesia, menyebabkan Indonesia menjalankan sistem
perpaduan hukum antara Sistem Hukum Eropa Kontinental dan Anglo Saxon.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja macam-macam sistem hukum?
2. Bagaimana perubahan dan perkembangan sistem hukum di Indonesia?
3. Bagaimana peran yurisprudensi dalam sistem hukum Indonesia?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui macam-macam sistem hukum
2. Untuk mengetahui bagaimana perubahan dan perkembangan sistem hukum yang berjalan di
Indonesia
3. Untuk mengetahui peran yurisprudensi dalam sistem hukum di Indonesia
2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 MACAM SISTEM HUKUM


Sistem hukum dibagi menjadi 4 macam diantaranya :
A. Civil Law ( Eropa Kontinental )
Merupakan sistem hukum tertulis (codified law). Berdasarkan sejarahnya, sistem
hukum Eropa Kontinental berasal dari hukum-hukum Romawi. Dikatakan hukum romawi
dikarenakan berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Yustinianus abad V.
Sumber hukumnya adalah Undang-Undang, peraturan-peraturan dan kebiasaan-kebiasaan.
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah “hukum
memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang
berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau
kompilasi tertentu”. Pembentukan hukum yang baru di Eropa Kontinental telah melalui
perjalanan proses yang panjang dan kompleks. Sejarah perkembangannya tidak dapat
dilepaskan dengan faktor-faktor ekonomi, politik, dan intelektual Eropa Barat. Pada akhir
abad XI sampai dengan memasuki awal abad XIV, terjadi divergensi sistem Civil Law
yang berkembang di Eropa Kontinental, sementara Common Lawberkembang di lnggris.
Prinsip ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum
adalah kepastian hukum.Kepastian hukum dapat diwujudkan jika tindakan-tindakan
hukum manusia di dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang
tertulis.Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, maka hakim
tidak dapat leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
hukum.Hakim hanya berfungsi ‘menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam
batas-batas wewenangnya’.Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat
para pihak yang berperkara saja (doktrins Res Ajudicata). Civil Law memiliki karakteristik
dalam membuktikan bahwa pengaturan hukum seperti perundang-undangan tidak
diperkenankan bertentangan satu dengan yang lain. Sistem hukum civi law terdiri atas dua
golongan yaitu hukum privat dan hukum publik. Hukum privat mengatur tentang hubungan
antar individu dalam suatu masyarakat. Sistem ini dianut di Indonesia, namun
yurisprudensi tetap juga diperhatikan.
3
B. Common Law ( Anglo Saxon System )
Berasal dari tradisi Anglo Saxon Inggris yang muncul pada abad VI-XIII Hukum Kerajaan
atau Hukum Gereja (canon law). Sistem hukum common law merupakan sistem hukum
yang tidak dikembangkan di universitas atau tidak melalui penulisan doktrinal-kodifikasi
atau dibukukan. Common law sistem pada dasarnya adalah judge made law. Artinya,
hukum yang dilahirkan oleh para hakim melalui putusan pengadilan dan kekuatan
mengikat terhadap putusan hakim sebelumnya yang dikenal dengan istilah the binding
force of precedent. Common Law: sumber-sumber hukumnya tidak tersusun secara
sistematik dalam hirarki tertentu seperti pada sistem hukum Eropa Kontinental. Dalam
sistem hukum Anglo Saxon adanya „peranan‟ yang diberikan kepada seorang hakim yang
berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-
peraturan hukum saja, melainkan peranannya sangat besar yaitu membentuk seluruh tata
kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan
peraturan hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan
menjadi pegangan bagi hakimhakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis (pola
pikir induktif). Dalam sisitem ini, diberikan prioritas yang besar pada yurisprudensi dan
menganut prinsip judge made precedent sebagai hal utama dari hukum.
C. Hukum Islam
Hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah rasul
tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat
untuk semua umat beragama Islam. Sistem hukum Islam mencakup hukum syari’ah dan
hukum fiqih, karena arti syarak dan fiqh terkandung di dalamnya.
Membicarakan syariat dalam arti hukum Islam, maka terjadi pemisahan-pemisahan bidang
hukum sebagai disiplin ilmu hukum. Sesungguhnya hukum Islam tidak membedakan
secara tegas antara wilayah hukum privat dan hukum publik, seperti yang dipahami dalam
ilmu hukum Barat. Hal ini karena dalam hukum privat Islam terdapat segi-segi hukum
publik; demikian juga sebaliknya. Ruang lingkup hukum Islam dalam arti fiqih Islam
meliputi: ibadah dan muamalah. Subjek hukum dalam hukum Islam berbeda dengan subjek
hukum dalam hukup positif di Indonesia. Dalam hukum positif Indonesia yang dimaksud
dengan subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi
pendukung (dapat memiliki hak dan kewajiban). Dalam kamus Ilmu Hukum subjek hukum
disebut juga dengan “Orang atau pendukung hak dan kewajiban”. Dalam artian subjek
hukum memiliki kewenangan untuk bertindak menurut tata cara yang ditentukan dan
4

dibenarkan hukum. Sehingga di dalam ilmu hukum yang dikenal sebagai subjek hukum
adalah manusia dan badan hukum.
D. Hukum Adat
Istilah adat berasal dari bahasa arab yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia bermakna
“kebiasaan”, adat atau kebiasaan adalah tingkah laku seseorang yang terus menerus
dilakukan dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama.
Adat istiadat terkadang dipertahankan karena kesadaran masyarakatnya, tetapi tidak jarang
pula adat istiadat dipertahankan dengan sanksi atau akibat hukum sehingga menjadi hukum
adat.
Ciri-ciri hukum adat diantaranya tidak tertulis secara sistematis, tidak dihimpun dalam
bentuk kitab perundangan, tidak teratur, keputusannya tidak memakai konsideran
(pertimbangan), serta pasal-pasal aturannya tidak sistematis dan tidak mempunyai
penjelasan. Hukum adat merupakan suatu istilah dimasa silam terkait pemberian ilmu
pengetahuan hukum kepada kelompok hingga beberapa pedoman serta kenyataan yang
mengatur dan menerbitkan kehidupan masyarakat Indonesia. Para ilmuwan melihat bahwa
masyarakat Indonesia hidup di berbagai daerah pelosok yang juga menggunakan peraturan-
peraturan maupun adat istiadat masing-masing. Istilah hukum adat itu sendiri tidak dikenal
di desa-desa, namun mereka hanya berbicara mengenai adat istiadat yang harus dipatuhhi,
yang kadang-kadang mempunyai sanksi-sanksi terhadap pelanggarnya.

2.2 PERUBAHAN DAN PERKEMBANGAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA


Setelah mengalami penjajahan oleh negara Belanda, dimana Indonesia saat itu masih ikut
menggunakan sistem hukum yang berasal dari negara Belanda yakni sistem hukum eropa
continental. Namun, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya kehidupan masyarakat
Indonesia yang setelah itu terjadi perubahan dalam sistem yang berlaku di Indonesia. Awal sistem
hukum yang diterapkan di Indonesia hanya sistem hukum eropa kontinental saja, setelah itu sistem
hukum yang berlaku di Indonesia mengalami perpaduan antara sistem eropa kontinental dengan
sistem hukum anglo saxon. Sistem hukum di Indonesia dewasa ini adalah sistem hukum yang unik,
sistem hukum yang dibangun dari proses penemuan, pengembangan, adaptasi, bahkan kompromi
dari beberapa sistem yang telah ada. Apapun sistem hukum yang dianut, pada dasarnya tidak ada
negara yang hanya didasarkan pada hukum tertulis atau hukum kebiasaan saja. Tidak ada negara
yang sistem hukumnya menafikan pentingnya undang-undang dan pentingnya pengadilan.
5

Perubahan hukum di Indonesia pada kenyataannya berlangsung, baik yang dilakukan oleh
penyelenggara negara yang berwenang (lembaga legislatif dan eksekutif) melalui penciptaan
berbagai peraturan perundangan yang menjangkau semua fase kehidupan baik yang berorientasi
pada kehidupan perorangan, kehidupan sosial maupun kehidupan bernegara (politik) atau yang
diusulkan oleh berbagai lembaga yang memiliki komitmen tentang pemabruan dan pembinaan
hukum, sehingga mampu mengisi kekosongan atau kevakuman hukum dalam berbagai segi
kehidupan.
Perkembangan sistem Hukum Indonesia makin tampak ketika adanya sumbangan dari
pemikiran para filsuf pemikir hukum. Perkembangan itu salah satunya adalah dari madzhab
positivis. Dalam arti ini, positivisme sama tuanya dengan filsafat. Tetapi sebagai gerakan yang
tetap dalam filsafat umum, sosiologi dan ilmu hukum pada hakikatnya adalah gejala modern. Yang
di satu pihak menyertai pentingnya ilmu pengetahuan, dan sisi yang lain menjelaskan tentang
filsafat politik dan teori tentang ilmu hukum (Friedmann. 1960:143). Lahirnya pemikiran mazhab
positivis mempunyai landasan tersendiri sehingga pandangan ini memiliki ciri khas tersendiri,
namun sayangnya pejabat negara yang diberi tugas untuk membentuk dan melaksanakan hukum
kurang memper-hatikan landasan pemikiran mazhab hukum positivis, akibatnya keadilan hukum
selalu menjadi perdebatan dalam masyarakat dan tidak jarang selalu melahirkan konflik baik
vertikal maupun horizontal. Hukum tidak dikonsepkan sebagai asas-asas moral yang abstrak
tentang hakikat keadilan, melainkan sesuatu yang telah dipositifkan sebagai undang-undang guna
menjamin kepastian hukum.
Pembentukan hukum yang dimaksud disini adalah lahirnya aturan tertulis yang memiliki
keabsahan untuk diberlakukan. Lahirnya hukum yang sah karena adanya keputusan dari suatu
badan/lembaga yang diberi berwenang oleh konstitusi untuk menciptakan hukum. Jika
mengartikan hukum sebagai sistem aturan hukum positif, maka lembaga yang membentuk hukum
(legislative functie) dalam sistem Pemerintahan Indonesia dijalankan oleh Lembaga Legislatif
(Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah),
Lembaga Eksekutif (Presiden/Wakil Presiden dibantu para Menteri), dan Lembaga Yudikatif
(kehakiman). Pembentukan Undang-Undang Oleh Lembaga DPR/DPD dengan persetujuan
Presiden. Bentuk hukum yang diciptakan oleh lembaga ini adalah undang-undang. Ciri khas
undang-undang yang dibentuk oleh Lembaga DPR/DPD dengan persetujuan Presiden adalah
materi atau isinya yang bersifat ”umum”. Hal ini sesuai dengan pemikiran Hans Kelsen bahwa
6

Undang-undang sebagai norma hukum yang bersifat umum. Isi undang-undang selalu bersifat
umum, sehingga sebagian besar pasal-pasal yang terdapat di dalamnya masih membutuhkan aturan
pelaksana berupa Peraturan Pemerintah. Di Indonesia, penerapan prinsip ini melahirkan masalah
karena hukum selalu menjadi kendala dalam pembangunan bahkan hukum itu bersifat statis dan
tidak dapat menyesuaikan diri dengan setiap keadaan yang berubah. Oleh karena prinsip yang
mengacu pada aturan hukum tertulis sehingga banyak kasus dalam sengketa lingkungan, para
pelaku kejahatan selalu dinyatakan bebas dari tuntutan hukum karena tidak memenuhi unsur-unsur
dalam aturan hukum lingkungan. Wajar jika dikatakan bahwa wajah penegakan hukum di
Indonesia dinyatakan dengan ungkapan “Hukum hanya berlaku terhadap mereka yang lemah”.
Kenyataan ini sangat bertentangan dengan prinsip “Setiap orang bersamaan kedudukannya di
depan hukum”.

2.3 PERAN YURISPRUDENSI DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA


Yurisprudensi merupakan salah satu dari sumber hukum formil di Indonesia mempunyai
kedudukan penting dalam melakukan pembentukan hukum baru, yang berlaku secara umum
berdasarkan parameter keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Dengan adanya pedoman
atau pegangan yang ada dalam yurisprudensi tersebut, maka akan timbul konsistensi dalam sikap
peradilan. Fungsi yurisprudensi dapat dilakukan antara lain melalui penegasan kualifikasi
yurisprudensi. Sekalipun memiliki fungsi yang penting namun tidak memiliki kedudukan hukum
yang jelas di Indonesia, baik dalam tataran teori dan praktik. Secara historis Indonesia mempunyai
kedekatan keluarga dengan sistem hukum civil law melalui jaman penjajahan Belanda, namun
belum ada pengertian baku mengenai apakah yang dimaksud dengan yurisprudensi itu. Menurut
Jimly Asshiddiqie kendati kedudukan yurisprudensi adalah sedemikian penting namun peranan
yurisprudensi belum mendapat perhatian yang cukup, baik dalam pengajaran hukum maupun
dalam praktik hukum. Hukum yurisprudensial (case-law) mengacu kepada penciptaan dan
penyempurnaan hukum dalam merumuskan putusan pengadilan.
Fungsi yurisprudensi adalah sangat penting karena selain untuk mengisi kekosongan
hukum juga penting untuk mewujudkan standar hukum yang sama/kepastian hukum. Peraturan
perundang-undangan tidak pernah mengatur secara lengkap dan detail, oleh karenanya
yurisprudensi lah yang akan melengkapinya. Dengan adanya standar hukum yang sama, maka
dapat diciptakan rasa kepastian hukum di masyarakat, dan mencegah adanya disparitas putusan.
Dengan diciptakannya rasa kepastian hukum dan kesamaan hukum terhadap kasus yang sama,
maka putusan hakim akan bersifat dapat diperkirakan dan terbuka. Sehubungan dengan hal
7

tersebut, dalam konteks yurisprudensi sebagai sumber hukum bagi hakim dalam mengadili
perkara, beberapa langkah kongkrit dalam mengefektifkan peran yurisprudensi, dapat dilakukan
antara lain melalui pertama penegasan kualifikasi yurisprudensi.
Menurut surojo wignjodipuro menjelaskan putusan hakim mengenai suatu perkara tertentu
dapat dijadikan dasar keputusan hakim lain. Sehingga putusan hakim terhadap persoalan hukum
tertentu tersebut dapat dinamakan sebagai yurisprudensi. Peran dan kedudukan yurisprudensi
dalam sistem hukum di Indonesia sangat penting dilihat dari yurisprudensi sebagai pengisi
kekosongan hukum serta memperjelas atau mempertegas suatu hukum yang kabur atau kurang
jelas, serta mewujudkan kepastian hukum bagi pencari keadilan. Pasal 5 ayat (1) UU No.48/2009
tentang kekuasaan kehakiman mejelaskan. bahwa "hakim dan hakim konstitusi wajib menggali,
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat".
Dalam pembuatan keputusan hakim melihat fakta dan peristiwa yang telah dibuktikan
sehingga hakim dapat menentukan hukumnya. Namun yurisprudensi dianggap menjadi salah satu
sumber hukum putusan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Yurisprudensi merupakan salah
satu sumber hukum yang tidak tertulis Hal ini berdasarkan hal ini berdasar dari kebiasaan
masyarakat yang berulang dan diikuti dan berlanjut sehingga membentuk norma dan membentuk
hukum yang sifatnya turun menurun kebiasaan yang ada dapat menjadi kebiasaan tertulis dengan
syarat materiil yaitu perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dan menimbulkan kebiasaan
serta syarat intelektual yakni keyakinan yang ada dalam masyarakat yang menimbulkan hukum.
Kedudukan yurisprudensi dalam sistem hukum yang ada di Indonesia yaitu sebagai acuan dan
patokan Hakim dalam pengambilan keputusan putusan. Yurisprudensi juga berperan sebagai salah
satu sumber hukum formal yang ada di Indonesia.
8

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Sistem hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-bagian
atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan berkaitan secara erat. Sistem
hukum anglo saxon ialah suatu sitem hukum yang didasarkan pada yurispudensi, yaitu
keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim
selanjutnya. Sistem hukum eropa kontinental merupakan suatu sistem hukum dengan ciri-
ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis
yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hukum Islam adalah
hukum yang berasal dari agama Islam, yaitu hukum yang diturunkan oleh Allah untuk
kemaslahatan hamba-hambaNya di dunia dan akhirat. Hukum Adat adalah aturan yang
tidak tertulis dan merupakan pedoman untuk sebagian besar orang-orang Indonesia dan
dipertahankan dalam pergaulan hidup sehari hari baik di kota maupun di desa.
2. Sistem Hukum Indonesia menggunakan sistem Eropa Kontinental. Seiring berkembangnya
tradisi dan kebiasaan masyarakat Indonesia, menyebabkan Indonesia menjalankan sistem
perpaduan hukum antara Sistem Hukum Eropa Kontinental dan Anglo Saxon. Selain itu
Indonesia juga menjalankan sistem hukum yang sesuai dengan pemikiran para filsuf
dengan aliran/ mazhab Positivisme. Hukum yang ada di Indonesia tidak terlepas dari
konteks sejarah. Hukum yang ada di Indonesia mengadopsi sistem hukum Belanda.
Indonesia menggunakan sistem Hukum Belanda karena pada saat itu Indonesia merupakan
negara jajahan kolonial Belanda dan karena pada saat yang bersamaan Indonesia belum
memiliki hukum yang berasal dari tradisinya sendiri.
3. Peraturan perundang-undangan tidak pernah mengatur secara lengkap dan detail, oleh
karenanya yurisprudensi lah yang akan melengkapinya. Yurisprudensi dapat dijadikan
sebagai acuan atau sumber daya saat membentuk undang-undang; mengambil putusan
terhadap masalah yang sama dalam hal peraturannya belum ada; mengembangkan
ilmu hukum melalui peradilan. Dengan demikian terlihat bahwa peranan
yurisprudensi sangat besar dalam pembangunan nasional.
9

DAFTAR PUSTAKA
Mertokusumo, Sudikno. 2019. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta:
CV.Maha Karya Pustaka
Nurhadianto, Fajar. 2015. Sistem Hukum dan Posisi Hukum Indonesia. Jurnal
TAPIs, Vol.XI No 1.
Nursadi, Harsanto. 2008. Sistem Hukum Indonesia. Jakarta :
Universitas Terbuka
Rohidin. 2016. Pengantar Hukum Islam. Yogyakarta :
Lintang Rasi Aksara Books
Yulia. 2016. Hukum Adat. Sulawesi : UNIMAL PRESS
Maysarah, Andi. 2017. Perubahan dan Perkembangan Sistem Hukum Indonesia. Jurnal Warta Edisi:
Universitas Dharmawangsa
Simanjuntak, Enrico. 2018. Peran Yurisprudensi dalam Sistem Hukum di Indonesia. Jakarta :
Universitas Indonesia
http://eriton.staff.unja.ac.id/2021/04/07/sistem-civil-law/
https://www.kompasiana.com/miladwi3497/60a5a0eed541df65c43f3b52/peran-dan-kedudukan-
yurisprudensi-dalam-sistem-hukum-di-indonesia

Anda mungkin juga menyukai