Anda di halaman 1dari 26

Tugas Mata Kuliah :

Hukum Islam

Eksistensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Di Indonesia

Dosen Pengampu :

Tinuk Dwi Cahyani, SH., S.HI., M.Hum

Ditulis oleh :

Kurnia Azhar nuswantoro (201610110311131)


Tanzizal Afuw (201610110311145)
Septianes Nora Kartika (201610110311151)
Qad Jaffal Qalam (201610110311163)
Izalatus Syidda (201610110311169)
Bagus Rizky handoko (201610110311196)
Mila Fatma (201610110311218)

Ilmu Hukum

Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Malang

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami,  Karena anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Hukum Adat. Terlepas dari itu
semua, kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini banyak sekali terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Kami juga menyampaikan terima kasih banyak kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini, baik materil maupun formil.
Demikian makalah ini dibuat, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kami khususnya dan juga kepada para pembaca.

Malang, 05 Desember 2017

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG..................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

A. Pengertian Hukum menurut para Ahli..........................................................3

B. Pengertian Sistem Hukum.............................................................................3

BAB III....................................................................................................................5

A. BERBAGAI SISTEM HUKUM DI INDONESIA.......................................5

B. PERBEDAAN HUKUM ISLAM DENGAN HUKUM LAINNYA


(HUKUM KONVENSIONAL)..........................................................................13

C. HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT DI INDONESIA......................16

BAB IV..................................................................................................................22

A. KESIMPULAN...........................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berbicara mengeni system hukum , walaupun secara singkat ,
hendaknya harus diketahui terlebih dahulu arti dari system itu.Dalam
sebuah system terdapat Ciri ciri tertentu yaitu terdapat pada komponen
komponen yang saling berhubungan , saling mengalami ketergantungan
dalam keutuhan organisasi yang teratur secara terintegrasi. Kaitanya
dengan hukum , Prof.Subekti ,S.H. berpendapat bahwa “suatu system
adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur ,suatu keseluruhan
yang terdiri atas bagian bagian yang berkaitan satu sama lain , tersusun
menurut suatu rencana atau pola hasil dari suatu penulisan untuk mencapai
sebuah tujuan”.Dalam suatu system yang baik tidak boleh tidak boleh
terdapat suatu pertentangan atau benturan antara bagian bagian itu.
Dicontohkan ,Prof. B ter Haar Bzn dalam bukunya yang terkenal berbicara
tentang “beginselen” en “stelsel”. Menurutnya yang dinamakan “stelsel”
itu adalah system yang kita maksudkan .Sementara itu “beginselen” adalah
asas asas (basic principles) atau pondasi yang mendukung system .
Setiap system mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman
dalam pembentukanya .Dapat dikatakan bahwa suatu system tidak terlepas
dari asas asas yang mendukungnya .Dengan demikian , sifat system ini
menyeluruh dan berstruktur yang keseluruhan komponen komponenya
berkerja sama dalam hubungan fungsional. Jadi, hukum adalah suatu
sisatem.Artinya , suatu susunan atau tataan teratur dari aturan aturan hidup
, keseluruhanya terdiri dari bagian bagian yang berkaitan satu sama
lain.Misalnya saja dalam “hukum perdata” sebagai system dari bagian
bagian yang mengatur tentang hidup sejak lahir sampai meninggal
dunia .Dari bagian-bagian itu dapat dilihat kaitan aturannya sejak
seseorang dilahirkan , hidup sebagai manusia yang mempunyai hak dan
kewajiban , dan suatu waktu keinginan untuk melanjutkan keturunan
dilaksanakan dengan membentuk keluarga .Dalam kehidupan sehari hari

1
manusia juga mempunyai kekayaan yang dipelihara dan dipertahankan
dengan baik.Pada saat meninggal dunia semuanya akan ditinggalkan untuk
diwariskan kepada yang berhak .Dari bagian-bagian system hukum perdata
itu ,ada aturan-aturan dan hukumnya yang berkaitan secara teratur
.Keseluruhannya merupakan peraturan hidup manusia dalam keperdataan
(hubungan manusia yang satu dengan lainya).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa sajakah sistem hukum di indonesia?
2. Bagaimana perbedaan hukum islam dengan hukum lainnya (hukum
konvensional) ?
3. Apa hubungan antara hukum islam dan hukum adat di indonesia?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hukum menurut para Ahli


Simorangkir (J.C.T. Simorangkir: 2006) mengatakan bahwa hukum
adalah peraturan yang bersifat memaksa dan sebagai pecloman tingkah
laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh lembaga berwenang
serta bagi siapa yang melanggarnya akan mendapatkan hukuman.

Sudikno Mertokusumo (Sudikno Mertokusumo: 1999), hukum


adalah sekumpulan peraturan-peraturan atau kaidah dalam suatu
kehidupan bersama; keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang
berlaku clalarn kehidupan bersama yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya dengan suatu sanksi.

E. Utrecht (E. Utrecht: 1966), hukum adalah himpunan petunjuk


hidup (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib kehidupan
bermasyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang
bersangkutan karena pelanggaran petunjuk hidup itu dapat
menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.

B. Pengertian Sistem Hukum


Pengertian Sistem Hukum menurut pendapat Sudikno
Mertukusumo adalah Suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur
yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk
mencapai tujuan kesatuan tersebut.

Menurut Bellefroid, Pengertian Sistem Hukum adalah rangkaian


kesatuan peraturan-peraturan hukum yang disusun secara tertib
menurut asas-asasnya.

3
Scolten mengatakan, Pengertian Sistem Hukum adalah kesatuan di
dalam sistem hukum tidak ada peraturan hukum yang bertentangan
dengan peraturan-peraturan hukum lain dari sistem itu.

Pengertian Sistem Hukum Menurut pendapat Subekti merupakan


suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan dimana
terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusunan
menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran tersebut
untuk mencapai suatu tujuan.

4
BAB III
PEMBAHASAN

A. BERBAGAI SISTEM HUKUM DI INDONESIA


1. Sistem Hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum ini berkembang dinegara Eropa daratan yang sering
disebut sebagai “Civil Law” sebenarnya semula berasal dari kodifikasi
hukum yang berlaku di kekaisaran  Romawi pada masa pemerintahan
Kaisar Justinianus abad VI sebelum masehi. Peraturan-peraturan
hukumnya merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yan ada
sebelum masa Justinianus yang kemudian disebut “Corpus Juris
Civilis”. Dalam perkembangannya, prinsip-prinsip hukum yang
terdapat pada Corpus Juris Civilis itu dijadikan dasar perumusan dan
kodifikasi hukum dinegara-negara Eropa daratan. seperti Jerman,
Belanda, Prancis dan Italia juga Amerika Latin dan Asia termasuk
Indonesia pada masa penjajahan pemerintah Belanda.
Prinsip utama yang menjadi dasar system hukum Eropa
Kontinental itu ialah “hukum memperoleh kekuatan mengikat,karena
diwujuAdkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-
undang yang tersusun secara sistematik didalam kodifikasi atau
kompilasi tertentu”. Prinsip dasar ini dianut mengingat bahwa nilai
utama yang merupakan tujuan hukum adalah “kepastian hukum”.
Kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan
hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-
peraturan hukum yang tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan
berdasarkan sistem hukum yang dianut, hakim tidak dapat leluasa
menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum.
Hakim hanya berfungsi “menetapkan dan menafsirkan peraturan-
peraturan dalam batas-batas wewenangnya”. Putusan seorang hakim
dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja
(doktrins Res Ajudicata).
Sejalan dengan pertumbuhan negara-negara nasional di Eropa yang
bertitik tolak kepada unsur kedaulatan (sovereignty) nasional termsuk

5
kedaulatan untuk menetapkan hukum, maka yang menjadi sumber
hukum di dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah “undang-
undang.” Undang-undang itu dibentuk oleh pemegang kekuasaan
legeslatif. Selain itu, diakui “peraturan-peraturan” yang dibuat
pemegang kekuasaan eksekutif berdasarkan wewenang yang telah
ditetapkan oleh undang-undang (peraturan-peraturan hukum
administrasi negara) dan “kebiasaan-kebiasaan” yang hidup dan
diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan
dengan undang-undang. Berdasarkan sumber-sumber hukum itu, maka
sistem hukum Eropa Kontinental penggolongannya ada dua yaitu
penggolongan ke dalam bidang “hukum publik” dan “hukum privat”.
Hukum public mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur
kekuasaan dan wewenang penguasa /negara serta hubungan-hubungan
antara masyarakat dan negara. Termasuk dalam hukum publik ini
ialah:
a. Hukum Tata Negara;
b. Hukum Administrasi Negara;
c. Hukum pidana.
Hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur
tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi
kebutuhan hidup demi hidupnya. Yang termasuk dalam hukum privat
ialah:
a. Hukum Sipil; dan
b. Hukum Dagang
2. Hukum Anglo Saxon
Sistem hukum Anglo Saxon kemudian dikenal dengan sebutan
“Anglo Amerika.” Sistem hukum mulai berkembang di Inggris pada
abad XI yang sering disebut sebagai sistem “Common Law” dan
sistem “Unwritten Law” (tidak tertulis. Walaupun disebut sebagai
unwritten law, hal ini tidak sepenuhnya benar. Alasannya adalah di
dalam sistem hukumini dikenal pula adanya sumber-sumber hukum
yang tertulis (statuse). Sistem hukum Anglo Amerika ini dalam

6
perkembangannya melandasi pula hukum positif di negara-negara
Amerika Utara, seperti Kanada dan beberapa negara Asia yang
termasuk negara-negara persemakmuran Inggris dan  Australia, selain
di Amerika Serikat sendiri.
Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo Amerika ialah
“putusan-putusan hakim/pengadilan” (Judicial decisions). Melalui
putusan-putusan hakim yang mewujudkan kepastian hukum, prinsip-
prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan menjadi kaidah yang
mengikat umum. Di samping putusan hakim, kebiasaan-kebiasaan dan
peraturan-peraturan tertulis undang-undang dan peraturan administrasi
negara diakui, walaupun banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan
dan peraturan tertulis itu berasal dari putusan-putusan dalam
pengadilan. Sumber-sumber hukum itu (putusan hakim, kebiasaan, dan
peraturan administrasi negara) tidak tersusun secara sistematis dalam
hierarki tertentu seperti pada sistemhukum Eropa Kontinental. Selain
itu, dalam sistem hukum Anglo Amerika ada “Peranan” yang diberikan
kepada seorang hakim yang berbeda dengan sistem hukum Eropa
Kontinental. Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas
menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim
juga berperan besar dalam membentuk sluruh tata kehidupan
masyarakat. Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas untuk
menafsirkan peraturan hukum yang berlaku. Selain itu, menciptakan
prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-
hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis.
Sistem hukum Anglo Amerika menganut suatu doktrin yang
dikenal dengan nama “the doctrine of precedent/Stare Decisis”. Pada
hakikatnya doktrin ini menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu
perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya pada prinsip
hukum yang sudah ada dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis
sebelumnya (preseden). Dalam hal itu tidak ada putusan hakim lain
dari perkara atau putusan hakim yang telah ada sebelumnya. Kalau itu
dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, hakim dapat

7
menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai keadilan, kebenaran,
dan akal sehat (common sense) yang dimilikinya. Melihat kenyataan
bahwa banyak prinsip-prinsip hukum yang timbul dan berkembang
dari putusan-putusan hakim untuk suatu perkara atau kasus yang
dihadapi, sistem hukum Anglo Amerika, secara berlebihan, sering
disebut sebagai Case Law.
Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu
mengenal pula pembagian “Hukum Publik dan Hukum Privat”.
Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan
pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental.
Sementara itu bagi hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem
hukum Anglo Amerika agak berbeda dengan pengertian yang
diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental. Dalam sistem hukum
Eropa Kontinental “hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-
kaidah hukum perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam
kodifikasi kedua hukum itu.” Berbeda dengan itu bagi sistem hukum
Anglo Amerika pengertian “hukum privat lebih ditujukan kepada
kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum
tentang orang (lawof persons), hukum perjanjian (law of contract), dan
hukum tentang perbuatan melawan hukum (law of torts). Seluruhnya
tersebar di dalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim
dan hukum kebiasaan.

3. Sistem Hukum Adat


Sistem hukum ini hanya terdapat dalam lingkungan kehidupan
sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya, seperti Cina, India,
Jepang, dan negara lain. Istilahnya berasal dari bahasa Belanda
“Adatrecht” yang untuk pertama kali dikemukakan oleh Snouck
Hurgronje. Pengertian hukum adat yang digunakan oleh Mr. C. Van
Vollenhoven (1928) mengandung makna bahwa hukum Indonesia dan
kesusilaan masyarakat merupakan hukum adat. Adat tidak dapat
dipisahkan dan hanya mungkin dibedakan dalam akibat-akibat

8
hukumnya. Kata “hukum” dalam pengertian hukum adat lebih luas
artinya dari istilah hukum di Eropa. Hal itu karena terdapat peraturan-
peraturan yang selalu dipertahankan keutuhannya oleh berbagai
golongan tertentu dalam lingkungan kehidupan sosialnya, seperti
masalah pakaian, pangkat pertunangan dan sebagainya.
Sementara itu, istilah “Indonesia” digunakan untuk membedakan
dengan hukum adat lainnya di kawasan Asia. Kata Indonesia untuk
pertama kali dipakai pada tahun 1850 oleh James Richardson Logan
dalam salah satu karangannya di Penang yang dimuat dalam Journal
of the Indian Archipelago and Eastern Asia. Sebutan itu untuk
menunjukkan adanya nama bangsa-bangsa yang hidup di Asia
Tenggara. Sistem hukum adat bersumber peraturan-peraturan hukum
tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan
kesadaran hukum masyarakatnya.hukum adat itu mempunyaitipe yang
bersifat tradisional dengan berpangkal kepada kehendak nenek
moyang. Untuk ketertiban hukumnya selalu diberikan penghormatan
yang sangat besar bagikehendak suci nenek moyang itu. Oleh karena
itu, keinginan untuk melakukan sesuatu selalu dikembalikan kepada
pangkalnya – kehendak suci nenek moyang – sebagai tolok ukur
terhadap keinginan yang akan dilakukan. Peraturan-peraturan hukum
adat juga dapat berubah tergantung dari pengaruh kejadian-kejadian
dan keadaan hidup yang silih berganti. Perubahannya sering tidak
diketahui, bahkan kadang-kadang tidak disadari masyarakat. Hal itu
karena terjadi pada situasi sosial tertentu di dalam kehidupan sehari-
hari.
Dari sumber hukum yang tidak tertulis itu, hukum adat dapat
memperlihatkan kesanggupannya untuk menyesuaikan diri dan elastis.
Misalnya saja kalau seorang dari Minangkabau datang ke daerah
Sunda dengan membawa ikatan-ikatan trdisinya, secara cepat ia dapat
menyesuaikan dengan tradisi daerah yang didatangi. Keadaan ini
berbeda dengan hukum yang peraturan-peraturannya ditulis daan
dikodifikasikan dalam sebuah kitab undang-undang atau peraturan

9
perundangan lainnya. Undang-undang sulit dapat diubah secara cepat
untuk penyesuaian dalam situasi sosial tertent, karena dalam
perubahannya masih diperlakukan alat pengubah. Perubahan harus
melalui seperangkat alat-alat perlengkapan negara yang berwenang
untuk itu dengan membuat perundangan baru.
Yang berperan dalam melaksanakan sistem hukum adat  ialah
pengemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani, besar
pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat. Adat untuk menjaga
keutuhan hidup sejahtera. Pengemuka adat itu dianggap sebagai orang
yang paling mampu menjalankan dan memelihara peraturan serta
selalu ditaati oleh anggota masyarakatnya berdasarkan kepercayaan
kepada nenek moyanng. Peranan inilah yang sebenarnya dapat
mengubah hukum adat sesuai kebutuhan masyarakat tanpa menghapus
kepercayaan dan kehendak suci nenek moyang.
Hukum adat merupakan pencerminan kehidupan masyarakat
Indonesia. Masyarakat itu sendiri selalu berkembang, dengan tipe yang
mudah berubbah dan elastis. Maka, sejak penjajahan Belanda  banyak
mengalami perubahan sebagai akibat dari politik hukum yang
ditanamkanoleh pemerintah penjajah itu. Perubahan secara formal
terjadi dalam penghapusan berlakunya hukum adat mengenai delik
(hukum pidana).
Diberlakukan pula peraturan-peraturan hukum pidana tertulis yang
dikodifikasikan di samping perundangan tertulis lainnya bagi seluruh
masyarakat Indonesia. Keadaan ini berlangsung sampai Indonesia
merdeka dan masih diberlakukan untuk mengisi kekosongan dalam
bidang hukum pidana nasional. Selain hukum pidana adat dihapus,juga
diperkenalkan adanya peraturan-peraturan hukum dalam hukum
perdata bidang perikatan yang secara lambat laun menghapuskan
dengan sendirinya sebagian besar hukum perutangan adat. Sementara
itu, dalam perkembangan selanjutnya untuk hukum tanah ditanamkan
kesadaran hukum tentang kegunaan tanah seperti yang dituangkan

10
dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Mengenai hukum pertalian
sanak, dalam segi tertentu dikembangkan melalui yurisprudensi.

4. Sistem Hukum Islam


Sistem hukum ini semula dianut oleh masyarakat Arab sebagai
awal dari timbulnya dan penyebaran agama Islam. Kemudian
berkembang ke negara-negara lain di Asia, Afrika, Eropa, dan
Amerika secara individual atau kelompok. Sementara itu untuk
beberapa negara di Afrika dan Asia perkembangannya sesuai dengan
pembentukan negara yang berasaskan ajaran Islam. Bagi negara
Indonesia, walaupun mayoritas warga negaranya beragama Islam,
pengaruh agama itu tidak besar dalam bernegara. Hal itu karena asas
pembentukan negara bukanlah menganut ajaran Islam. Berikut ini
sumber hukum dalam sistem hukum Islam:
1. Al-quran, yaitu kitab suci dari kaum Muslimin yang diwahyukan
oleh Allah kepada Nabi Muhammad Rasul Allah, dengan
perantaraan Jibril.
2. Sunnah nabi, ialah cara hidup dari Nabi Muhammad atau cerita-
cerita (hadis) mengenai Nabi Muhammad.
3. Ijma’ ialah kesepakatan para ulama besar tentang suatu hal dalam
cara bekerja (berorganisasi).
4. Qiyas, ialah analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan
antara dua kejadian. Cara ini dapat dijelmakan melalui metode
ilmu hukum berdasarkan deduksi. Hal itu dilakukan dengan
menciptakan  atau menarik suatu garis hukum baru dari garis
hukum lama dengan maksud memberlakukan yang baru itu
kepada suatu keadaan karena  persamaan yang ada di dalamnya.
Agama Islam dengan sengaja diturunkan oleh Allah melalui
malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad dengan maksud menyusun
ketertiban dan keamanan serta keselamatan umat manusia. Oleh karena
itu, dasar-dasar hukumnya mengatur mengenai segi-segi
pembangunan, politik,sosial ekonomi, dan budaya. Di samping

11
itu,mengatur hukum-hukum pokok tentang kepercayaan dan kebaktian
atau ibadah kepada Allah. Karena itu berdasarkan sumber-sumber
hukumnya, sistem hukum Islam dalam “Hukum Fiqh” terdiri dari dua
hukum pokok:
1. Hukum rohaniah, lazim disebut “ibadat”, yaitu cara-cara
menjalankan upacara tentang kebaktian terhadap Allah, seperti
shalat, puasa, zakat, dan menjalankan haji. Kelima kegiatan
menjalankan upacara kebaktian kepada Allah itu lazim disebut “Al-
Arkanul Islam  Al-Hamzah”.
2. Hukum duniawi, terdiri dari:
a. Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai
hubungan antar manusiadalam bidang jual-beli, sewa-menyew,
perburuhan, hukum tanah,hukum perikatan, hak milik, hak
kebendaan dan hubungan ekonomi pada umumnya;
b. Nikah, yaitu perkawinan dalam arti membentuk sebuah
keluarga yang terdiri dari syarat-syarat dan rukun-rukun-nya,
hak dan kewajiban, dasar-dasar perkawinan monogami dan
akibat-akibat hukum perkawinan:
c. Jinayat, yaitu hukum pidana yang meliputi ancaman hukuman
terhadap hukum Allah dan tindak pidana kejahatan.

Dalam perkembangan hukum Islam, lahir cabang  hukum lain-nya.


Hukum itu meliputi sebagai berikut:
1. Aqdiyah, ialah peraturan hukum pengadilan, meliputi kesopanan
hakim, saksi, beberapa hak peradilan, dan cara-cara memerdekakan
budak belian (kalau masih ada).
2. Al-Khilafah, ialah mengatur mengenai kehidupan bernegara,
meliputi bentuk negara dan dasar-dasar pemerintahan, hak dan
kewajiban warga negara, kepemimpinan, dan pandangan Islam
terhadappemeluk agama lain.
Sistem hukum Islam ini menganut suatu keyakinan dari ajaran
agama Islam dengan keimanan lahir batin secara individual. Negara-

12
negara yang menganut asas hukum Islam, dalam bernegara
melaksanakan peraturan-peraturan hukumnya secara taat. Hal itu
berdasarkan peraturan perundangan negara yang dibuat dan tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Dari sistem-sistem hukum seperti
tersebut di atas yang perlu diketahui dalam mempelajari hukum
Indonesia akan diuraikan jenis-jenisnya yang penting saja.

B. PERBEDAAN HUKUM ISLAM DENGAN HUKUM LAINNYA


(HUKUM KONVENSIONAL)
Hukum Islam tidak sama dengan hukum konvensional. Menurut
Abdul Qadir Audah dalam At-Tasyri al-Jinai al-Islamy Muqaran bil bil
Qanunil Wad’iy,  sejatinya hukum Islam tidak dapat dianalogikan dengan
hukum konvensional. Betapa tidak. Hukum Islam merupakan produk Sang
Pencipta, sedangkan hukum konvensional hasil pemikiran manusia.

Berikut ini perbedaan dasar antara hukum Islam dan hukum konvensional:

1. Sumber Hukum

Pada prinsipnya, perbedaan yang paling mendasar antara hukum


Islam dan hukum konvensional  adalah sumber hukumnya. Kedua
hukum tersebut dengan jelas merepresentasikan sifat pembuat masing-
masingnya. Hukum konvensional bersumber dari hasil pemikiran
manusia yang ditetapkan untuk memenuhi segala kebutuhan mereka
yang bersifat temporal. Hukum ini juga dibuat dengan kemampuan
akal manusia yang memiliki keterbatasan dan kekurangan untuk
memahami perkara gaib dan menghukumi perkara yang belum terjadi.
Sedangkan hukum Islam bersumber dari Allah SWT. Sejak diturunkan,
hukum Islam mempunyai teori hukum yang terbaru yang baru dicapai
oleh hukum konvensional akhir-akhir ini, padahal hukum konvensional
lebih tua dari hkum Islam. Lebih dari itu, hukum Islam lebih banyak
mencapai sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh hukum konvensional.

13
Sebagai hukum hasil ciptaan manusia, hukum konvensional
merepresentasikan kekurangan, kelemahan, dan ketidakmampuan
manusia serta sedikitnya kecerdasan mereka.  Hukum konvensional
tentunya sarat dengan perubahan dan pergantian atau yang dinamakan
dengan perkembangan (evolusi) seiring dengan perkembangan
masyarakat, tingkatan, kedudukan, dan situasi mereka. Karena itu,
hukum konvensional selalu akan kekurangan dan mustahil sampai
pada tingkat kesempurnaan selama pembuatnya tidak mungkin disifati
dengan kesempurnaan (manusia), dan ia mustahil dapat memahami
dengan baik apa yang akan terjadi meskipun dapat memahami apa
yang telah terjadi.

Adapun hukum Islam yang merupakan ciptaan Allah SWT


merepresentasikan sifat kekuasaan, kesempurnaan, keagungan, dan
pengetahuan-Nya yang mengetahui hal-hal yang telah terjadi dan akan
terjadi di masa mendatang. Karena itu,  menurut Audah, Allah telah
menciptakan hukum Islam yang meliputi segala sesuatu untuk masa
sekarang dan masa mendatang karena ilmu-Nya meliputi segala
sesuatu. Ketetapannya tidak akan berubah hingga kapan pun dan
dimana pun, sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surat Yunus ayat
64: "...Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah..".

2. Kaidah hukum

Hukum konvensional adalah kaidah-kaidah yang terbaru untuk


masyarakat pada saat itu, tetapi terbelakang untuk masyarakat masa
depan. Ini karena hukum konvensional tidak berubah secepat
perkembangan masyarakat dan tidak lain merupakan kaidah-kaidah
yang temporal yang sejalan dengan kondisi masyarakat yang juga
temporal. Jika kondisi masyaraatnya berubah, secara otomatis hukum-
hukum mereka juga turut mengalami perubahan. Adapun hukum Islam
merupakan kaidah-kaidah yang dibuat oleh Allah SWT yang bersifat
selalu kekal (permanen) untuk mengatur urusan-urusan masyarakat.

14
Berbeda dengan hukum konvensional, kaidah-kaidah dan nas-nas
hukum Islam harus bersifat umum dan fleksibel sehingga mampu
memenuhi segala kebutuhan umat meskipun sampai akhir zaman dan
kondisi masyarakat telah berkembang. Disamping kaidah dan nas
hukum Islam harus juga bersifat mulia dan luhur sehingga tidak
mungkin terlambat atau ketinggalan zaman.

3. Dasar hukum

Dasar dalam hukum konvensional disusun untuk mengatur urusan


dan kehidupan masyarakat, bukan mengarahkan mereka. Karena itu,
hukum yang disusun akan berubah dan mengalami perkembangan
seiring dengan berkembangnya masyarakat tersebut. Artinya,
masyarakat lah yang membentuk hukum, bukannya hukum yang
membentuk masyarakat. Dasar hukum hukum konvensional yang
demikian sejak kelahirannya telah berubah setelah Perang Dunia I, di
mana banyak negara yang mulai menyerukan untuk menggunakan
sistem baru yang dapat digunakan oleh hukum untuk mengarahkan
masyarakat pada arah tertentu sebagaimana juga dipakai untuk tujuan
tertentu.

Negara yang pertama mengadopsi teori ini adalah negara Komunis


Soviet lalu diikuti oleh Turki dengan ajaran sekuler Kemal Attaturk,
Italia dengan ajaran fasisnya, Jerman dengan Nazinya, kemudian
diikuti juga oleh negara-negara lainnya. Pada akhirnya, tujuan hukum
konvensional saat ini adalah untuk menjadi sebuah aturan yang
mengatur dan mengarahkan masyarakat menurut pandangan para
pemimpinnya. Sementara dasar hukum Islam tidak hanya mengatur
urusan dan kehidupan masyarakat sebagaimana halnya pada hukum
konvensional. Tetapi, lebih dari itu, hukum Islam juga berperan
sebagai pembentuk individu-individu yang saleh, masyarakat yang
saleh, membentuk format negara, dan tatanan dunia yang ideal. Atas
dasar inilah, hukum Islam lebih tinggi daripada seluruh tingkatan

15
hukum dunia pada saat diturunkannya dan hal tersebut masih tetap
seperti itu hingga sekarang. Prinsip-prinsip dasar dan teori-teori hukum
Islam ini baru dapat disadari dan dipahami oleh bangsa-bangsa non-
Muslim setelah berabad-abad lamanya dan bahkan hingga masa kini.

C. HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT DI INDONESIA


Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam
lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-
negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Sumbernya
adalah peraturan peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan
berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan
tumbuh kembang, maka hokum adat memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dan elastic Dari 19 daerah lingkungan hukum
(rechtskring) di Indonesia, sistem hukum adat dibagi dalam tiga
kelompok, yaitu:
1. Hukum Adat mengenai tata negara
2. Hukum Adat mengenai warga (hukum pertalian sanak, hukum
tanah, hukum perhutangan).

3. Hukum Adat mengenai delik (hukum pidana).

Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh


Prof. Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, Prof. Dr.
C. Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul "De Atjehers"
menyebutkan istilah hukum adat sebagai "adat recht" (bahasa Belanda)
yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial
(social control) yang hidup dalam Masyarakat Indonesia.
Istilah ini kemudian dikembangkan secara ilmiah oleh Cornelis van
Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di Hindia
Belanda (sebelum menjadi Indonesia).
Pendapat lain terkait bentuk dari hukum adat, selain hukum tidak
tertulis, ada juga hukum tertulis. Hukum tertulis ini secara lebih detil
terdiri dari hukum ada yang tercatat (beschreven), seperti yang

16
dituliskan oleh para penulis sarjana hukum yang cukup terkenal di
Indonesia, dan hukum adat yang didokumentasikan (gedocumenteerch)
seperti dokumentasi awig-awig di Bali.

Macam-Macam Teori dalam Hukum Adat

1) Teori Receptie

Teori ini di kembangkan oleh Christian Snouck Hoergronje (1857-


1936), penasehat Pemerintah Hindia Belanda tentang masalah-masalah
islam dan Cornelis van Vollenhoven (1874-1833). Teori ini
menyatakan Hukum yang berlaku bagi orang-orang islam adalah
hukum adat mereka masing-masing. Hukum islam dapat berlaku
apabila diresepsi oleh hukum adat. Jadi adatlah yang menentukan ada
tidaknya hukum islam.

2) Teori Receptie in Complexu

Teori ini digagas oleh Salamon Keyzer (1823-1868) yang


kemudian dikuatkan oleh Lodewijke Willwm Christian van den Berg
(1845-1927) yang pada tahun 1884 menulis buku dengan nama
Muhammadagch recht (Asas-Asas Hukum Islam). Teori ini
menyatakan bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-
masing. Bagi orang islam berlaku hukum islam demikian juga bagi
pemeluk agama lain.

3) Receptie a Contrario

Sayuti Thalib mengembangkan teori receptie a contrario yang


berarti hukum adat baru bisa diterima apabila telah diresepsi oleh
hukum islam.

Teori yang sesuai dengan pandangan islam

17
Yang sesuai dengan pandangan Islam dari teori – teori tersebut ada
teori Receptie a Contrario dari Sayuti Thalib, karena teori tersebut
mengatakan hukum adat baru bisa diterima apabila telah diresepsi oleh
hukum Islam. Hal itu menjadikan hukum Islam adalah panutan dari
hukum adat dan hukum adat harus tidak keluar dari kaedah – kaedah
Hukum Islam dan itu menurut saya sesuai dengan pandangan Islam.

Hubungan Antara Hukum Islam dan Hukum Adat di Indonesia

Hubungan hukum Adat dengan hukum Islam di Indonesia, dalam


bahasa Aceh dikatakan bahwa hukum Islam dengan hukum Adat tidak
dapat diceraikan. Di Miangkabau juga dikatakan bahwa hukum Adat
dengan hukum Islam saling menopang, karena yang disebut adat itu
adalah bagaimana melaksanakan syara' (Agama). 

Menurut Prof. Van Vollen Houven mengatakan "hukum adat harus


dipertahankan sebagai golongan bumiputra, sebab kalau hukum Adat
didesak, maka hukum Islam yang akan berlaku", dan menurut Bzn Ter
Harr "anatara hukum Adat dengan hukum Islam tidak mungkin
bersatu karena titik tolaknya berbeda (complit)".  Hukum Adat bertitik
tolak dari kenyataan hidup yang seseungguhnya dan hukum Islam dari
kitab-kitab hukum saja. 
Masalah hubungan hukum Adat dengan hukum Islam, dapat dilihat
dari sudut al ahkam al khamsah, yaitu lima kaidah hukum Islam yang
mengatur tingkah laku manusia, yaitu:
1. Larangan (haram);
2. Fardh (kewajiban);
3. Makruh (celaan);
4. Sunah (anjuran); 
5. Jaiz atau mubah.

18
Dalam kaidah terkahir yaitu mubah ini, hukum Adat dapat dimasukkan
asal tidak bertentangan dengan akidah hukum Islam. Menurut T.M
Hasbi Ash-Shidiqie, dalam bukunya Pengantar Hukum
Islam mengatakan "Urf atau Adat itu sebagai salah satu alat atau
metode pembentukan hukum Islam". Pernyataan ini sejalan dengan
patokan pembentukan garis hukum: Al adatu muhaksamat, artinya adat
dapat dijadikan hukum. Adat yang dimaksud adalah kebiasaan dalam
pergaulan hidup sehari-hari yang tercakup dalam istilah muamalah
bukan ibadah.

Perbandingan Hukum Adat dan Hukum Islam


Perbandingan hukum adat dan hukum islam antara lain dapat dilihat
dari segi,:

1) Keadaan,
Hukum adat : lebih dahulu berlaku di Indonesia
Hukum islam : M.D. Mansyur mengatakan islam masuk
keindonesia pada abad ke 7 M/I H, Hamkamenyebut pada tahun
684 M terdapat tokoh arab di Sumatra Barat.

2) Bentuk,
Hukum adat : tidak tertulis, namun ada upaya untuk menjadi
Undang-Undang, antara lain pasal 22 ayat UUPA No.5 Th 1960
(L.N. 1960 No.104).
Hukum islam : tidak tertulis dalam Undang-Undan NKRI.

3) Tujuan,
Hukum adat : menyelenggarakan kehidupan masyarakat yang
aman, tentram, dan damai.
Hukum Islam : menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-
laranganNya.

19
4) Sumber,
a. Pengenal,
Hukum adat : menurut Prof. Bzn Ter Haar adalah putusan
penguasa adat sedangkan menurut Prof.Koesnoe adalah apa
yang terlaksana dalam pergaulan hukum masyarakat berupa
tingkah laku nyata.
Hukum Islam : dalam pengertian syari’ah adalah Al-Qur’an
dan Hadits sedangkan dalam hal fiqh adalahkitab-kitab fiqh.
b. Isi,
Hukum adat : kesadaran hukumyang hidup dalam masyarakat.
Hukum Islam : kemauan Allah berupa wahyu dalam Al-Qur’an
dan Sunnah Nabi SAW.
c. Pengikat,
Hukum adat : sumber yang menjadi kekuatan.
Hukum Islam : iman dan taqwa kepada Allah.

5) Struktur,
Hukum adat : Adat nan sabana adat dan adat pustaka.
Hukum Islam : Al-Quran, Hadits, Ijtihad, dan Ijma.

6) Ruang lingkup masalah,


Hukum adat : mengatur lahiriah antara manusia dengan manusia
serta penguasa dalam masyarakat.
Hukum Islam : hamlumminannas dan hablumminallah.

7) Kewajiban dan hak,


Hukum adat : mendahulukan hak.
Hukum Islam : mendahulukan kewajiban.

8) Norma dan kaidah,


Hukum adat : kesusilaan, hukum, dan agama.

20
Hukum Islam : Al-ahkam al-khamsah yaitu fardhu, sunnah, jaiz,
makruh, dan haram

21
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Ada 4 macam sistem hukum yang dianut Indonesia, yaitu:
a. Sistem hukum Eropa Kontinental
b. Sistem Hukum Anglo Saxon
c. Sistem Hukum Adat
d. Sistem Hukum Islam
2. Hukum Islam tidak sama dengan hukum konvensional. Menurut
Abdul Qadir Audah dalam At-Tasyri al-Jinai al-Islamy Muqaran
bil bil Qanunil Wad’iy,  sejatinya hukum Islam tidak dapat
dianalogikan dengan hukum konvensional. Betapa tidak. Hukum
Islam merupakan produk Sang Pencipta, sedangkan hukum
konvensional hasil pemikiran manusia. Perbedaannya difokuskan
terhadap 3 hal, yaitu:
a. sumber hukum
b. kaidah hukum
c. dasar hukum
3. Hubungan hukum Adat dengan hukum Islam di Indonesia, dalam
bahasa Aceh dikatakan bahwa hukum Islam dengan hukum Adat
tidak dapat diceraikan. Di Miangkabau juga dikatakan bahwa
hukum Adat dengan hukum Islam saling menopang, karena yang
disebut adat itu adalah bagaimana melaksanakan syara' (Agama). 
Menurut Prof. Van Vollen Houven mengatakan "hukum adat harus
dipertahankan sebagai golongan bumiputra, sebab kalau hukum
Adat didesak, maka hukum Islam yang akan berlaku", dan menurut
Bzn Ter Harr "anatara hukum Adat dengan hukum Islam tidak
mungkin bersatu karena titik tolaknya berbeda (complit)". 

22
DAFTAR PUSTAKA

Adikanina, Keterkaitan Hukum Islam dan Hukum Adat di


Indonesia, https://adikanina1987.wordpress.com, di Akses
04 Desember 2017.

Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta:


Akademika Pressindo

Daud Ali, Muhamad. Hukum Islam: Pengantar Tata Hukum Islam


di Indonesia. Jakrta: Rajawali Press. 2003

Wignjodipoero, Soerojo. Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat.


Jakarta: Gunung Agung. 1995

R.abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia ,PT Raja Grafindo


Persada, Jakarta, 2007, hal. 67.

23

Anda mungkin juga menyukai