Anda di halaman 1dari 38

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Pengantar Ilmu Hukum Siti Yulia Makkininnawa, SH.,MH.

MAKALAH
MACAM – MACAM PEMBAGIAN HUKUM

Disusun Oleh
Kelompok 6:
1. Diva Aprilianti 12370520075
2. Kumara Rizki 12370511663
3. Rahmah Ramadhani 12370520956

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


LOKAL 1D
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TA. 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya kepada kita bersama

sehingga kami dari pihak penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah Pengantar

Ilmu Hukum yang membahas tentang “Macam-Macam Pembagian Hukum”.Sholawat dan

salam atas junjungan alam Nabi Muhammad SAW, mudah-mudahan dengan seringnya

bersholawat kita termasuk umat yang mendapat syafaat beliau di akhir kelak nanti.Amin.

Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari berbagai pihak yang telah

memberikan dukungan dan semangat kepada penulis, baik secara langsung maupun tidak

langsung.Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Siti Yulia

Makkininnawa, SH.,MH. selaku dosen Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum,orang tua yang

telah memberikan dukungan dan rekan kelompok kami sehingga makalah ini dapat

diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Semoga makalah ini, dapat bermanfaat dan menjadi

sumber pengetahuan bagi pembaca. Dan apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat

kekurangan kiranya pembaca dapat memakluminya.Akhir kata dengan kerendahan hati, kritik

dan saran sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.Sekian dan terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
2.1 Macam – Macam Pembagian Hukum ......................................................................... 3
2.1.1. Hukum Menurut Bentuknya ................................................................................ 3
2.1.2. Hukum Menurut Sumbernya................................................................................ 5
2.1.3. Hukum Menurut Tempat Berlakunya .................................................................. 7
2.1.4. Hukum Menurut Isinya ...................................................................................... 12
2.1.5. Hukum Menurut Waktu Berlakunya. ................................................................. 18
2.1.6. Hukum Menurut Fungsinya ............................................................................... 19
2.1.7. Hukum Menurut Sifatnya .................................................................................. 29
2.1.8. Hukum Menurut Wujudnya ............................................................................... 31
BAB III .................................................................................................................................... 33
PENUTUP................................................................................................................................ 33
3.1. Kesimpulan................................................................................................................ 33
3.2. Saran .......................................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 35

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum merupakan landasan berpijak dalam pelaksanaan tindakan, baik berhubungan

antar individu maupun kelompok dan hubungannya dengan berbagai hal, serta bersifat

secara formal maupun informal. Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan

atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam

bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai

perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat. Hukum merupakan suatu tata

tertib yang secara langsung maupun tidak langsung ada disekitar kita dan harus dipatuhi

keberadaannya. Indonesia merupakan satu negara yang berlandaskan hukum sebagai

pelaksanaan kegiatannya, oleh sebab itu disebutlah Indonesia sebagai negara hukum.

Hukum merupakan aturan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa

adanya hukum, kehidupan manusia akan menjadi kacau dan tidak teratur. Namun, hukum

tidak hanya terdiri dari satu jenis saja, melainkan dibagi menjadi beberapa macam.

Pembagian hukum ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman dan penerapan aturan-

aturan yang berlaku dalam masyarakat. Dengan memahami pembagian hukum, kita dapat

mengetahui lebih jelas tentang jenis-jenis hukum yang ada dan fungsinya dalam kehidupan

masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada

makalah ini adalah, apa saja macam-macam pembagian hukum ?

1
1.3 Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk mengindentifikasi dan mengetahui macam-macam

pembagian hukum dan memahami macam-macam hukum dapat berkontribusi dalam

menjaga ketertiban sosial,menyelesaikan sengketa dan lain sebagainya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Macam – Macam Pembagian Hukum

Pembagian hukum merujuk pada pengelompokkan hukum ke dalam kategori-kategori

tertentu berdasarkan aspek-aspek tertentu. Pembagian ini membantu dalam memahami dan

menerapkan hukum dengan lebih terorganisir dan sistematis. Berikut macam-macam

pembagian hukum:

2.1.1. Hukum Menurut Bentuknya

Secara umum dan menurut bentuknya hukum dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Hukum Tertulis ( Statute Law/ Written Law )

Hukum tertulis adalah hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundang-

undangan suatu negara. Misalnya, Undang-Undang Dasar 1945,peraturan pemerintah,

peraturan presiden,peraturan daerah. Konstitusi tertulis adalah bentuk konstitusi yang ditulis

dan dimasukkan ke dalam aturan hukum. Hukum tertulis menjadi konstitusi negara sebagai

dasar dan sumber peraturan atau undang-undang lainnya. Hukum tertulis terbagi lagi dalam

hukum tertulis yang dikodifikasikan dan yang tidak dikodifikasikan.

Hukum tertulis Indonesia yang terkodifikasi adalah hukum tertulis yang penyusunannya

secara sistematis, lengkap, teratur, dan telah dibukukan sehingga tidak perlu adanya peraturan

pelaksanaan. Jika hukum tersebut dikodifikasikan maka kelebihannya yaitu adanya kepastian

hukum, adanya kekuasaan hukum dan adanya penyederhanaan hukum.

Berikut hukum tertulis Indonesia yang terkodifikasi seperti:

a. Hukum pidana, yang terkodifikasi di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) tanggal 1 Januari 1918.

3
b. Hukum sipil yang terkodifikasi di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS)

tahun 1948.

c. Hukum dagang yang terkodifikasi di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD) tanggal 1 Mei 1948.

d. Hukum perdata yang terkodifikasi di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPer) tanggal 1 Mei 1948.

e. Hukum Acara Pidana, telah dikodifikasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) tahun 1948.

Adapun hukum tertulis yang tidak terkodifikasi, yaitu hukum yang meskipun tertulis

tetapi tidak disusun secara sistematis, lengkap, dan masih terpisah-pisah, sehingga sering kali

masi memerlukan peraturan pelaksanaan dalam penerapannya.

Berikut hukum Indonesia yang tidak terkodifikasi, seperti:

a. Peraturan Undang-undang Hak Merek Perdagangan.

b. Peraturan Undang-undang Hak Oktroi/Hak menemukan dibidang industri

c. Peraturan Undang-undang Hak Cipta.

d. Peraturan Undang-undang Hak Ikatan Perkreditan.

e. Peraturan pemerintah dan keputusan presiden.

2. Hukum Tidak Tertulis (Unstatutery Law/Unwritten Law)

Hukum tidak tertulis adalah hukum yang hidup dan diyakini oleh warga masyarakat serta

ditaati sebagaimana peraturan perundang-undangan, tetapi tidak dibentuk secara prosedur

formal, namun lahir dan tumbuh di dalam masyarakat itu sendiri. Contohnya seperti hukum

adat atau hukum kebiasaan.

Perbedaan atau kelebihan dan kelemahan antara hukum tertulis dengan hukum tidak

tertulis, menurut Marwan Mas, adalah sebagai berikut :

4
a. Hukum tertulis bersifat status dan tidak mengikuti perkembangan dan perubahan

masyarakat, sedangkan hukum tidak tertulis bersifat luwes dan mampu mengikuti

perkembangan dan perubahan masyarakat.

b. Hukum tertulis lebih menjamin kepastian hukum, sedangkan hukum tidak tertulis tidak

menjamin kepastian hukum tentang isi dan berlakunya.

c. Hukum tertulis dikeluarkan oleh instansi resmi (pemerintahan) yang berwenang dan

pembentukannya secara prosedur, sedangkan hukum tidak tertulis lahir dan terbentuk

dari kesadaran warga masyarakat sebagai kaidah yang bernilai positif.

2.1.2. Hukum Menurut Sumbernya

Hukum menurut sumbernya, dapat dibagi dalam:

1. Hukum Undang-Undang (wetten rech)

Hukum undang-undang adalah hukum tercantum dalam peraturan-peraturan perundang

undangan. Hukum undang-undang merupakan hukum tertulis, baik hokum nasional maupun

hokum internasional. Undang-undang adalah hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif

atau unsur pemerintahan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang disebut sebagai

rancangan Undang-Undang. Undang-undang berfungsi untuk digunakan sebagai otoritas,

untuk mengatur, untuk menganjurkan, untuk menghukum, untuk memberikan, untuk

mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu.

2. Hukum Adat atau Kebiasaan ( gewoonte en adat recht )

Hukum adat adalah hukum yang terletak dalam peraturan kebiasaan atau suatu peraturan

adat istiadat,dan yang mendapat perhatian dari para penguasa masyarakat.Hukum adat adalah

hukum yang tidak tertulis.Sebagian dari hukum adat bisa menjadi hukum tertulis setelah

adanya keputusan dari fungsionaris hokum yang berwenang,yaitu hakim,kepala adat yang

5
diturunkan baik dalam sengketa maupun di luar sengketa. Selain itu dikenal pula masyarakat

hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga

bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar

keturunan.

3. Hukum Traktat ( tractatenrecht )

Hukum Traktat adalah hukum yang ditetapkan oleh negara-negara yang bersama-sama

mengadakan suatu perjanjian (traktat). Hukum yang terbentuk dalam perjanjian internasional.

Hukum traktat ini bisa juga disebut sebagai hukum tertulis internasional. Perjanjian tersebut

biasanya meliputi bidang-bidang politik dan ekonomi.

Dengan kata lain traktat adalah perjanjian yang di buat antar Negara yang di tuangkan

dalam bentuk tertentu yaitu:

a. Traktat Bilateral/Traktat Binasional (Twee Zijdig)

Yaitu perjanjian yang di lakukan oleh 2 negara. Traktat ini dapat meliputi perjanjian

mengenai hubungan kerjasama baik itu dalam hubungan politik, sosial-budaya. Contohnya,

traktat antara pemerintah Indonesia dengan pemerintahan Malaysia tentang perjanjian

ekstradisi menyangkut kejahatan kriminal biasa dan kejahatan politik.

b. Traktat multilateral

Yaitu perjanjian yg dilakukan lebih 2 negara. Perjanjian ini lebih bersifat resmi (official)

karena ditandatangai dan melibatkan pihak-pihak Negara yang bergabung dalam suatu

organisasi tertentu. Contohnya perjanjian kerjasama beberapa Negara di bidang pertahanan dan

ideologi bersama Negara-negara eropa dan Amerika Utara (NATO) yang di ikuti oleh

beberapa Negara eropa.

6
c. Traktat Kolektif/Traktat Terbuka

Yaitu perjanjian yang dilakukan oleh beberapa negara atau multilateral yang kemudian

terbuka untuk negara lain yang terikat pada perjanjian tersebut. Contohnya perjanjian dalam

PBB dimana negara lain terbuka unyuk ikut menjadi anggota PBB yang terikat pada perjanjian

yang di tetapkan oleh PBB tersebut.

4. Hukum Yurisprudensi ( yurisprudensi-recht)

Hukum yurisprudensi adalah termasuk hukum tidak tertulis. hukum yang terbentuk

berdasarkan keputusan hakim. Keputusan hakim kemudian dijadikan rujukan oleh hakim pada

selanjutnya untuk memutuskan sesuatu perkara. Dengan kata lain putusan tersebut tidak di atur

oleh undang-undang.

5. Hukum Ilmu (wetenscaps recht )

Hukum Ilmu adalah hukum sebetulnya, saran-saran, yang dibuat oleh para ahli hukum

dan yang berkuasa dalam pergaulan hukum. Hukum ini terdapat dalam pandangan-pandangan

ahli hukum yang terkenal dan yang sangat berpengaruh.

2.1.3. Hukum Menurut Tempat Berlakunya

Hukum menurut tempat berlakunya dapat dibagi menjadi :

1. Hukum Nasional

Hukum nasional adalah hukum yang hanya berlaku dalam wilayah negara tertentu. Tata

hukum Republik Indonesia hanya dalam batas-batas wilayah Republik Indonesia. Misalnya,

Hukum Nasional Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan menempatkan UUD

1945 sebagai hukum positif tertinggi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia,Kitab

7
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan.

2. Hukum Internasional

Hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antar negara yang satu

dengan negara lain. Hukum internasional berlaku secara universal baik secara keseluruhan

maupun terhadap negara-negara yang meningkatkan dirinya pada suatu perjanjian

internasional (traktat).

Hukum internasional terdiri atas 2 sebagai berikut:

a. Hukum Internasional Publik

Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur

hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara yang bukan bersifat perdata.

Hukum Internasional ini mempunyai subjek yaitu pendukung hak dan kewajiban menurut

hukum internasional. Subjek hukum internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja terdiri

atas :

1. Negara

Negara merupakan subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, semenjak

lahirya hukum internasional negara sudah diakui sebagai subjek hukum internasional.

Oleh karena itu, hingga sampai sekarang pun ada yang beranggapan bahwa hukum

internasional itu pada hakikatnya adalah hukum antar negara.

2. Takhta suci ( Vatikan )

Takhta suci merupakan subjek hukum internasional yang telah ada sejak dahulu di

samping negara-negara.Hal tersebut merupakan peninggalan sejarah sejak zaman dahulu

ketika paus sebagai kepala gereja roma yang memiliki kekuasaan duniawi.Hingga

8
sekarang mempunyai perwakilan diplomatic diberbagai ibukota negara seperti di

Jakarta,yang kedudukannya sejajar dengan wakil-wakil diplomatic negara lain.

Kedudukan takhta suci sebagai subjek sama dengan negara sebagai subjek hukum

penuh.Hal ini terjadi setelah diadakannya perjanjian antara Takhta Suci dan Italia pada

tanggal 11 Februari 1929 yang mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada takhta

suci dan memungkinkan didirikannya Negara Vatikan yang dengan perjanjian itu

sekaligus dibentuk dan diakui.

3. Palang merah internasional

Palang Merah Internasional (PMI) yang berkedudukan di Jenewa mempunyai

tempat terakhir dalam sejarah hukum internasional.Boleh dikatakan bahwa organisasi ini

sebagai suatu subjek hukum internasional lahir karena sejarah,kemudian statusnya

diperkuat dalam perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi Palang Merah

Internasional.

Dewasa ini Palang Merah Internasional secara umum diakui sebagai organisasi

internasional walaupun dengan ruang lingkup yang sangat terbatas.

4. Organisasi internasional

Organisasi Internasional sebagai subjek hukum internasional kedudukannya

sekarang tidak diragukan lagi,meskipun pada mulanya belum ada kepastian mengenai

hal itu.Organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),dan

Organisasi Buruh Internasional mempunyai hak-hak dan kewajiban yang ditetapkan

dalam konvensi internasional yang merupakan anggaran dasarnya.

5. Orang perorangan (individu)

Orang perorangan diakui sebagai subjek hukum internasional,karena kepadanya

diberikan hak untuk menuntut di pengadilan internasional berdasarkan konvensi atau

perjanjian.Sebagai contoh adalah perjanjian perdamaian Versailles tahun 1919 yang

9
mengakhiri perang dunia I antara Jerman dan Inggris dan Prancis dengan masing-masing

sekutunya, sudah terdapat pasal yang memungkinkan orang perorangan mengajukan

perkara ke hadapan Mahkama Abitrase Internasional sehingga dengan demikian sudah

ditinggalkan dalil lama bahwa hanya negara yang bisa menjadi pihak di hadapan suatu

peradilan internasional.

6. Pemberontakan dan pihak dalam sengketa

Pemberontakan dan pihak dalam sengketa menurut hukum, perang dapat

memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dalam keadaan-keadaan

tertentu. Bahkan akhir-akhir gerakan pembebasan diakui pula sebagai subjek hukum

internasional. Seperti Gerakan Pembebasan Palestina (PLO).

Sebagai dasar pengalaman tersebut, pada prinsipnya bangsa-bangsa di dunia

mempunyai hak-hak asasi yang perlu dilindungi, seperti hak untuk menentukan nasib

sendiri, hak untuk secara bebas memilih system ekonomi, politik, dan social sendiri dan

hak untuk menguasai sumber kekayaan alam dari wilayah yang didudukinya.

b. Hukum Perdata Internasional

Hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas-asas hukum yang

mengatur hubungan perdata yang melintasi batas-batas negara.Bayu Seto menjelaskan bahwa

hukum perdata internasional adalah seperangkat kaidah hukum nasional yang mengatur

peristiwa atau hubungan hukum yang mengandung unsur asing.

Hukum Perdata Internasional adalah suatu peraturan hukum yang mengatur hubungan

antara orang yang satu dengan orang lainnnya yang mempunyai kewarganegaraan berbeda

yang sifatnya perdata. Contohnya, Seorang warga negara Indonesia menikah dengan seorang

warna negara Prancis.Perjanjian jual beli antara seorang warga negara Indonesia dengan

10
seorang warga negara Amerika.Seorang warga negara RRC melangsungkan kontrak kerja

dengan seorang warna negara Indonesia.

Dalam contoh di atas dapat dijelaskan bahwa kewarganegaraan dari para pihak dalam

suatu peristiwa hukum tertentu telah menjadi sebab terlahirnya hubungan Hukum Perdata

Internasional.Sebab kewarganegaraan dalam bidang perdata ini dikaitkan stelsel hukum dari

berbagai negara.

Jadi, diantara Hukum Internasional Publik dengan Hukum Perdata Internasional terdapat

persamaan dan perbedaan. Persamaanya adalah keduanya mengatur hubungan atau persoalan

yang melintasi batas-batas negara,sedangkan perbedaannya terletak dalam sifat hukum

daripada hubungan atau persoalan yang diaturnya.

3. Hukum Asing

Hukum asing adalah hukum yang berlaku di negara lain jika di pandang dari suatu negara

tertentu. Biasanya hukum asing lebih mengarah kepada aturan hukum maupun proses hukum

dari suatu negara lain. Dalam hal ini, jika dalam negara tersebut belum ada suatu ketentuan

yang mengatur suatu hal, maka negara tersebut akan memberlakukan hukum asing sebagai

bahan referensi. Mengenai hukum asing ini biasanya lebih banyak mengarah kepada masalah

internasional. Jadi seorang warga negara,hukum tanah airnya adalah hukum nasional,seperti

KUHP Indonesia,adalah hukum nasional Indonesia.Adapun negara-negara lainnya adalah

hukum asing,seperti KUHP Jepang (The Penal Code Of Japan),KUHP Korea (Criminal Code

Of The Republik of Korea) yang selanjutnya disebut C.C.

11
2.1.4. Hukum Menurut Isinya

Hukum menurut isinya dibagi dalam dua golongan, sebagai berikut:

1. Hukum Publik

Hukum publik adalah aturan hukum yang mengatur kepentingan umum, aturan hukum

yang mengatur hubungan antara negara dengan alat perlengkapan atau hubungan antara negara

dengan perseorangan.

Berikut yang termasuk ke dalam golongan hukum publik, sebagai berikut:

a. Hukum Pidana

Hukum pidana adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur atau menerangkan

perbuatan mana yang merupakan kejahatan atau pelanggaran, serta hukuman mana yang dapat

dijatuhkan oleh karena kejahatan atau pelanggaran tersebut.

Hukum Pidana ini dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Hukum Pidana Obyektif (ius poenale)

Hukum Pidana Obyektif adalah semua larangan atau perintah yang dapat berakibat

dijatuhkannya hukuman oleh negara,kepada siapa yang melanggar.

Hukum Pidana Obyektif dapat dibagi sebagai berikut:

• Hukum Pidana Materil berisikan peraturan tentang perbuatan yang dapat diancam

dengan hukuman,siapa-siapa yang dapat dihukum,hukum apa yang dapat dijatuhkan

terhadap orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang.

• Hukum Pidana Formil adalah sejumlah peraturan yang mengandung cara-cara negara

mempergunakan haknya untuk melaksanakan hukuman.

2. Hukum Pidana Subjektif (ius puniendi)

Hukum Pidana Subjektif adalah sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk

menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang atau yang melanggar

peraturan-peraturan hukum pidana obyektif.

12
Adapun hak negara yang tercantum dalam hukum pidana subjektif yaitu:

• Hak negara untuk memberikan ancaman hukuman.

• Hak jaksa untuk menuntut pelaku tindak pidana.

• Hak hakim untuk memutuskan suatu perkara.

3. Hukum Pidana Sipil

Hukum pidana sipil adalah hukum yang hanya berlaku terhadap orang sipil (umum)

saja.

4. Hukum Pidana Militer

Hukum Pidana Militer adalah hukum pidana yang hanya berlaku kepada anggota militer

atau yang dipersamakaj.

5. Hukum Pidana Fiskal

Hukum Pidana Fiskal adalah hukum pidana yang mengatur hal-hal yang berhubungan

dengan pajak negara.

b. Hukum Tata Negara (HTN)

Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur bentuk dan susunan negara yang

meliputi alat-alat perlengkapan negara beserta susunannya, tugas, wewenangnya serta

hubungan dari alat alat perlengkapan negara tersebut. Dengan demikian,hukum tata negara

mengatur negara dalam keadaan diam,karena hanya mengatur bentuk,susunan negara,dan alat

perlengkapannya beserta susunannya,tugas dan wewenangnya,tidak mengatur bagaimana cara

bekerja alat-alat perlengkapam negara itu dalam melaksanakan tugasnya.

c. Hukum Administrasi Negara (HAN)

Hukum administrasi negara adalah terjemahan dari istilah administratief recht.Istilah

administratief recht ada juga yang menerjemahkan menjadi hukum tata usaha negara dan

13
hukum tata pemerintahan.Hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur cara-cara

menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat pelengkap negara.

Defenisi hukum administrasi negara yaitu mengatur negara dalam keadaan

bergerak.Dimana hukum tata negara dengan hukum administrasi negara dapat dibedakan,yakni

hukum tata negara mengatur negara dalam keadaan diam,sedangkan hukum administrasi

negara mengatur negara dalam keadaan bergerak.Akan tetapi,kedua hukum tersebut tidak dapat

dipisahkan secara tajam.

Hukum administrasi negara sangat erat hubungannya dengan hukum tata negara,karena

kedua bidang hukum itu mempunyai objek yang sma,yaitu negara.Selanjutnya Bachsan

Mustafa menjelaskan bahwa hukum administrasi negara merupakan tambahan atau

perpanjangan dari hukum tata negara.

2. Hukum Privat (hukum sipil)

Hukum Privat adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan

yang lain,dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

Berikut yang termasuk kedalam hukum privat adalah :

a. Hukum Perdata

Istilah perdata berasal dari bahasa sansekerta yang berarti warga (burger),pribadi (privat),

sipil(civiel).Hukum perdata berarti peraturan mengenai warga, pribadi, sipil, berkenaan dengan

hak dan kewajiban. Menurut Abdul Kadir Muhammad, bahwa Hukum perdata adalah segala

peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain.

Peraturan yang mengatur soal-soal perdata telah dikodifikasi di dalam kitab undang-undang

hukum perdata KUHPer.

Sistematika hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum maupun Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata ( KUHper ) dapat dibedakan menjadi 4 buku yaitu:

14
1. Menurut ilmu pengetahuan hukum terdiri atas 4 buku yaitu:

• Buku ke I,Hubungan Perorangan : Berisikan peraturan yang mengatur kedudukan

orang dalam hukum,kewenangan seseorang serta akibat hukumnya.

• Buku II, Hukum Keluarga: Berisikan peraturan yang mengatur hubungan antara

orang tua dengan anak-anak hubungan antara suami dan istri serta hak dan

kewajibannya masing-masing.

• Buku III,Hukum Harta Kekayaan: Berisikan peraturan yang mengatur kedudukan

benda dalam hukum yaitu berbagai hak-hak kebendaan.

• Buku IV, Hukum Waris: berisikan peraturan mengenai kedudukan benda-benda yang

ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia.

2. Menurut KUH perdata dapat juga dibedakan ke dalam 4 buku yaitu:

• Buku Ke I, Tentang Orang : Berisikan hukum perorangan dan hukum keluarga.

• Buku ke II ,Tentang Benda : Berisikan hukum harta kekayaan dengan hukum waris.

• Buku ke III Tentang Perikatan : Berisikan hukum perikatan yang lahir dari undang-

undang dan dari persetujuan atau perjanjian.

• Buku ke IV Tentang Pembuktian dan Daluwarsa : Berisikan peraturan tentang alat-

alat bukti dan kedudukan benda-benda akibat lampau waktu.

b. Hukum Dagang

Istilah dagang atau niaga adalah terjemahan dari istilah handel dalam bahasa Belanda

yang oleh beberapa penulis terjemahkan dalam istilah dagang,niaga,atau perniagaan, sehingga

handalsrecht diterjemahkan sebagai hukum dagang ,hukum niaga ,atau hukum perniagaan.

Kaidah hukum dagang sebenarnya merupakan kebiasaan diantara orang yang muncul

dalam pergaulan di bidang perdagangan.Perdagangan atau perniagaan pada umumnya adalah

pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di

tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan.

15
Selanjutnya C.S.T. Kansil mengemukakan bahwa hukum dagang adalah hukum yang

mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan dalam usaha memperoleh

keuntungan.

Kalau diperhatikan kdefinisi hukum dagang yang dikemukakan diatas tersebut terlihat

dengan jelas adanya persamaan, apabila ditarik penjelasan sebenarnya ada beberapa unsur

persamaan antara peraturan hukum, perbuatan manusia atau tingkah laku manusia dan

perdagangan.Bertitik tolak dari unsur-unsur di atas dapat saja dibuat definisi hukum

dagang.Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa hukum dagang adalah peraturan hukum

yang mengatur hubungan perbuatan atau tingkah laku manusia dalam hal perdagangan.

Adapun sumber hukum dagang di Indonesia terdiri atas hukum tertulis yang

dikodifikasikan,yaitu KUHD dan KUHPer, serta hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan,

yakni peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan

dengan perdagangan seperti undang-undang koperasi, undang-undang hak cipta, surat

keputusan menteri di bidang ekonomi dan keuangan.

Adapun hubungan antara KUHD dan KUH perdata adalah sangat erat. Hal ini dapat

dilihat dari pasal 1 KUHD yang mengatakan:

"Kitab undang-undang hukum perdata dapat juga dalam hal-hal yang diatur dalam

KUHD, sepanjang KUH perdata itu tidak khusus menyimpang dari KUHD"

Menurut bunyi pasal 1 KUHD tersebut dapat dijelaskan bahwa hal-hal yang diatur dalam

KUHD sepanjang tidak terdapat peraturan khusus yang menyimpang, juga berlaku peraturan-

peraturan dalam KUH perdata.Dengan demikian, jelaslah bahwa kedudukan KUHD terhadap

KUH perdata sebagai hukum khusus terhadap hukum umum, sehingga berlakulah adagium lex

specialis derogat legi generalis(hukum khusus menghapus atau mengesampingkan hukum

umum)

16
c. Hukum perselisihan

Hukum perselisihan adalah keseluruhan kaidah hukum yang menentukan hukum

manakah atau hukum apakah yang berlaku apabila dalam suatu peristiwa hukum tersangkut

lebih dari satu sistem hukum. Hukum perselisihan ini menurut C.S.T. Kansil terdiri atas:

1. Hubungan Antargolongan (intergentil)

Yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang-orang atau golongan dalam satu negara

atau masyarakat yang tunduk kepada hukum perdata yang berlainan.

Contoh: seorang warga negara Indonesia berketurunan Jepang menjual sebuah mobil kepada

warga negara Indonesia asli (pribumi).

2. Hukum Antartempat (interlokal)

Yaitu peraturan hukum yang menentukan hukum apakah dan hukum manakah yang berlaku

apabila dalam suatu peristiwa hukum tersangkut dua hukum atau lebih yang berlainan,

disebabkan perbedaan tempat dari warga negara dalam suatu negara.

Contoh: orang Bugis nikah dengan orang Jawa Timur

3. Hubungan Antar Bagian (Interregional)

Yaitu peraturan hukum yang menentukan hukum apakah dan hukum manakah yang berlaku

apabila dalam suatu peristiwa hukum tersangkut dua hukum atau lebih yang berlainan,

disebabkan perbedaan bagian negara dalam suatu negara.

Contoh: Mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di negara Belanda nikah dengan orang

Belanda di sana.

4. Hukum Antar Agama

Yaitu peraturan hukum yang menentukan hukum apakah dan hukum manakah yang berlaku

apabila dalam suatu peristiwa hukum tersangka dua hukum atau lebih yang berlainan

disebabkan perbedaan agama dari warga negara dalam suatu negara.

Contoh: orang toraja yang beragama Kristen kawin dengan orang Bugis beragama Islam.

17
5. Hukum Antar Waktu

Yaitu peraturan hukum yang menentukan hukum apakah dan hukum manakah yang berlaku

apabila dalam suatu peristiwa hukum tersangkut dua hukum atau lebih yang berlainan

disebabkan oleh perbedaan waktu berlakunya dalam suatu negara.

2.1.5. Hukum Menurut Waktu Berlakunya.

Hukum menurut waktu berlakunya dibagi sebagai berikut:

1. Hukum positif (Ius Constitutum)

Hukum positif adalah hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu

dalam suatu daerah tertentu.Hukum positif merupakan suatu kaidah yang berlaku,sebenarnya

merumuskan suatu hubungan yang pantas antara fakta hokum dengan akibat hokum yang

merupakan abstraksi dari keputusan-keputusan. Suatu gambaran tentang hokum positif

tertentu,selalu merupakan lukisan tentang tertib hukum yang terikat oleh tempat dan waktu

tertentu pula.

Contoh : Hukum Indonesia yang berlaku pada saat ini dinamakan Ius constitutum, atau

bersifat hukum positif juga dinamakan tata hukum indonesia.Seperti KUHP,Undang-undang

nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,Undang-undang nomor 23 tahun 2003 tentang

tindak pidana pencurian uang,Undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan

menyampaikan pendapat di muka umum.Demikian pula hukum Amerika yang berlaku

sekarang, Inggris, Rusia, Jepang dll.

2. Ius constituendum

Yaitu hukum yang diharapkan atau dicita-citakan akan berlaku pada waktu yang akan

datang,atau hukum yang akan ditetapkan.Misalnya Rancangan Undang-Undang (RUU).

Adanya perbedaan antara Ius constitutum dengan Ius constituendum menurut Soerjono

dirjosisworo didasarkan pada perkembangan sejarah tata hukum tertentu. Seperti dikatakan

18
oleh W.L.G.Lemaire (1952) bahwa hukum menerbitkan pergaulan hidup manusia dalam suatu

tempat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Ia merupakan hasil perkembangan sejarah

yang terbentuk dan akan hilang. Jadi bisa dikatakan Ius constitutum sekarang adalah Ius

constituendum pada masa lampau.

Dengan demikian, hukum merupakan suatu lembaga masyarakat yang selalu mengalami

perkembangan sedemikian rupa, sehingga apa yang dicita-citakan pada akhirnya terwujud

menjadi kenyataan, sebaliknya yang sedang berlaku menjadi pudar ditelan waktu karena telah

tidak cocok lagi (mengalami diskrepansi atau kesenjangan antara kaidah dan kenyataan sosial).

3. Hukum Asasi (Hukum Alam)

Hukum asasi yaitu hukum yang berlaku di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja

(segala bangsa di dunia). Hukum ini tidak mengenal batas waktu, akan tetapi berlaku untuk

selama-lamanya (abadi) bagi siapapun juga di seluruh tempat.

Contoh:Hak asasi manusia dan demokrasi.

2.1.6. Hukum Menurut Fungsinya

Hukum menurut fungsinya dibagi sebagai berikut:

1. Hukum Materil (hukum substantif)

Hukum materil adalah hukum yang mengatur isi perhubungan antara kedua belah belah

pihak atau yang menerangkan perbuatan mana yang dapat dihukum dan hukuman apa yang

dapat dijatuhkan. Dengan kata lain hukum materil adalah hukum yang memuat peraturan-

peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan yang berwujud perintah dan larangan.

Contohnya: Hukum pidana,hukum perdata,hukum dagang.Pada umumnya jika seseorang

membicarakan hukum pidana,hukum perdata,maka yang dimaksud adalah hukum pidana

materil dan hukum perdata materil.

19
Misalnya,Buruh wajib melakukan tugasnya seperti apa yang telah ditetapkan dalam

perjanjian kerjanya dengan bekerja sebaik-baiknya sesuai dengan kecakapannya. (Pasal 1603

baru KUH Perdata)

2. Hukum Formil

Hukum formil adalah hukum yang mengatur cara mempertahankan atau menjalankan

peraturan- peraturan hukum materil,yang sifatnya memaksa,baik yang dilakukan oleh negara

melalui alat perlengkapannya maupun yang dilakukan oleh orang perorangan dengan cara

gugatan.Dalam sengketa perdata, hukum formil mengatur cara menyelesaikan sengketa itu di

muka hakim. Hukum formil disebut juga sebagai hukum proses atau hukum acara.

Dengan demikian,hukum acara meliputi sebagai berikut:

1. Hukum Acara Pidana

Hukum acara pidana yaitu peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara

dan mempertahankan hukum pidana materil.Kemudian R. Wirjono Projodikoro merumuskan

hukum acara pidana sebagai berikut:

Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu

merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan

pemerintah yang berkuasa, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak guna

mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.

Jadi, hukum acara pidana itu berfungsi untuk melaksanakan hukum pidana materil,yakni

memberikan peraturan cara bagaimana negara dengan mempergunakan alat-alatnya dapat

mewujudkan wewenangnya untuk membina atau membebaskan pidana.

Dalam mewujudkan wewenangnya ini ada dua macam kepentingan yang menuntut

kepada alat negara yaitu:

20
a. Kepentingan umum,bahwa seseorang yang melanggar suatu peraturan hukum pidana

harus mendapatkan pidana yang setimpal dengan kesalahannya untuk mempertahankan

keamanan umum.

b. Kepentingan orang yang dituntut,bahwasanya orang yang dituntut perkara itu harus

diperlakukan secara jujur dan adil, artinya harus dijaga jangan sampai orang yang tidak

bersalah dijatuhi pidana, atau apabila ia memang bersalah, jangan sampai ia

memperoleh pidana yang terlampau berat, tidak seimbang dengan kesalahannya.

Adapun tujuan hukum acara pidana antara lain telah dijelaskan dalam pedoman

pelaksanaan Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagai berikut:

Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-

tidaknya mendekati kebenaran materil,ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu

perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat

dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu

pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna

menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang

didakwa itu dapat dipersalahkan.

Adapun ruang lingkup kegiatan hukum acara pidana menurut R. Susilo meliputi hal-hal

sebagai berikut:

a. Penyidikan Perkara Pidana

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang

diatur dalam undang-undang hukum acara pidana untuk mencari serta mengumpulkan bukti

yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya, misalnya pencurian, penipuan, penggelapan, penganiayaan, pembunuhan,dan

sebagainya.Yang telah terjadi atau dilaporkan, dari mulai masih gelap sehingga menjadi

terang.Terang dalam arti bahwa unsur-unsur tindak pidana untuk menuntut peristiwa itu

21
dimuka hakim menjadi lengkap dan siapakah tersangkanya.Penyidikan adalah tugas penyidik.

Adapun penyidik itu di jabat oleh kepolisian.

b. Penuntut Perkara Pidana

Menuntut adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke

pengadilan umum yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-

undang hukum acara pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di

sidang pengadilan. Penuntutan perkara pidana adalah tugas yang dilakukan oleh kejaksaan.

c. Peradilan Perkara Pidana

Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan

memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang

pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana,

yaitu memeriksa dan dengan bukti-bukti yang cukup menentukan:

• Betulkah peristiwa yang telah terjadi dan dituduhkan kepada terdakwa itu merupakan

suatu peristiwa pidana?

• Betulkah terdakwa cukup terbukti kesalahannya telah melakukan peristiwa pidana itu?

• Apabila betul, kemudian menjatuhkan pidana yang setimpal kepada terdakwa atas

kesalahannya itu.

Menjalankan pengadilan perkara adalah tugas pengadilan.

d. Pelaksanaan Keputusan Hakim

Melaksanakan keputusan hakim adalah menyelenggarakan agar segala sesuatu yang

tercantum dalam surat keputusan hakim itu dapat dilaksanakan, misalnya apabila keputusan itu

22
berisi pembebasan terdakwa, agar terdakwah segera dikeluarkan dari tahanan.Pelaksanaan

keputusan pengadilan yang biasa disebut pula eksekusi itu adalah tugas dari kejaksaan.

2. Hukum Acara Perdata

Hukum acara perdata yaitu peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara

dan mempertahankan hukum perdata materil. Menurut Abdul Kadir Muhammad, bahwa

hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara

lewat hakim atau pengadilan sejak dimajukannya gugatan sampai dengan pelaksanaan

keputusan hakim.

Dengan adanya peraturan hukum acara perdata seseorang dapat memulihkan kembali

haknya yang telah dirugikan atau diganggu melalui hakim Dan akan berusaha menghindarkan

diri dari tindakan main hakim sendiri misalnya hak sebagai ahli waris.

Adapun pihak-pihak dalam perkara perdata dapat dilihat sebagai berikut:

• Pihak voluntair dan kontentius

• Pihak-pihak dalam acara verzet.

• Pihak-pihan dalam acara derden verzet.

• Pihak-pihak dalam acara intervensi.

Perkara voluntair, yaitu perkara perdata yang sifatnya permohonan dan di dalamnya tidak

terdapat sengketa, sehingga tidak ada lawan.Contohnya permohonan untuk mengangkat anak,

permohonan pengangkatan wali, permohonan pengangkatan wali pengampu bagi ahli waris

yang tidak mampu untuk melakukan perbuatan hukum. Dalam perkara voluntair hanya ada

pihak pemohon saja, misalnya pohon I,pemohon II.

Perkara kontentius, yaitu perkara gugatan di mana di dalamnya mengandung sengketa

antara pihak-pihak. Dalam perkara kontensius terdapat dua pihak atau lebih yang bersengketa.

Pihak yang mengajukan gugatan disebut penggugat, dan pihak yang digugat disebut dengan

23
tergugat. Jika penggugatnya dan tergugatnya lebih dari satu orang, maka disebut penggugat I,

penggugat II, dan seterusnya. Demikian juga halnya tergugat I,tergugat II dan seterusnya.

Dalam perkara verzet, pihak tergugat yang mengajukan verzet atau perlawanan disebut

pelawan atau semula tergugat, dan pihak penggugat disebut terlawan atau semula penggugat.

Dalam perkara derden verzet, pihak yang mengajukan derden verzet disebut pelawan,

sedangkan penggugat semula disebut terlawan I dan tergugat semula menjadi terlawan II.

Apabila ditelaah kedua hukum acara tersebut (hukum acara pidana dan hukum acara

perdata), terdapat perbedaan yang mendasar. Perbedaan tersebut meliputi 9 hal yaitu sebagai

berikut:

1) Perbedaan Mengadili

• Hukum acara perdata mengatur cara-cara mengadili perkara perdata di muka

pengadilan perdata oleh hakim perdata.

• Hukum acara pidana mengatur cara-cara mengadili perkara pidana di muka

pengadilan pidana oleh hakim pidana

2) Perbedaan Pelaksanaan

• Pada acara perdata inisiatif datang dari pihak yang berkepentingan yang dirugikan.

• Pada acara pidana inisiatifnya itu datang dari penuntut umum (jaksa)

3) Perbedaan Dalam Penuntutan

• Dalam acara perdata yang menuntut si tergugat adalah pihak yang dirugikan.

Penggugat berhadapan dengan tergugat. Jadi,tidak terdapat penuntut umum atau jaksa.

• Dalam acara pidana, jaksa menjadi penuntut terhadap si terdakwa. Jaksa sebagai

penuntut umum yang mewakili negara, berhadapan dengan si terdakwa. Jadi, di sini

terdapat seorang jaksa.

24
4) Perbedaan Alat-Alat Bukti

• Dalam acara perdata sumpah merupakan alat bukti pembuktian (terdapat 5 alat bukti,

yaitu tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah).

• Dalam acara pidana ada lima alat bukti (yaitu saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,

keterangan terdakwa).

5) Perbedaan Penarikan Kembali Suatu Perkara

• Dalam acara perdata, sebelum ada putusan hakim, pihak-pihak yang bersangkutan

boleh menarik kembali perkaranya.

• Dalam acara pidana, tidak dapat ditarik kembali.

6) Perbedaan Kedudukan Para Pihak

• Dalam acara perdata, pihak-pihak mempunyai kedudukan yang sama. Hakim

bertindak hanya sebagai wasit, dan bersifat pasif.

• Dalam acara pidana, jaksa kedudukannya lebih tinggi dari terdakwa. Hakim juga turut

aktif.

7) Perbedaan Dalam Dasar Keputusan Hakim

• Dalam acara perdata, putusan hakim itu cukup dengan mendasarkan diri kepada

kebenaran formil saja (akta tertulis dll).

• Dalam acara pidana, putusan hakim harus mencari kebenaran material (menurut

keyakinan, perasaan keadilan hakim sendiri).

8) Perbedaan Macamnya Hukuman

• Dalam acara perdata tergugat yang terbukti kesalahannya dihukum denda, atau

hukuman kurungan sebagai pengganti denda.

• Dalam acara pidana terdakwa yang terbukti kesalahannya dihukum mati, penjara,

kurungan atau denda, mungkin ditambah dengan hukuman tambahan seperti dicabut

hak-hak tertentu dan lain-lain.

25
9) Perbedaan Dalam Bandingan

• Bandingan perkara perdata dari pengadilan negeri ke pengadilan tinggi disebut appel

• Bandingan perkara pidana dari pengadilan negeri ke pengadilan tinggi disebut revisi.

3. Hukum Acara Tata Usaha Negara

Hukum acara peradilan tata usaha negara adalah serangkaian peraturan yang memuat

cara bagaimana orang harus bertindak terhadap Dan di muka pengadilan dan cara bagaimana

pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan

hukum tata usaha negara (Hukum Administrasi Negara).

Dengan kata lain hukum acara peradilan tata usaha negara adalah hukum yang mengatur

tentang cara-cara berperkara di pengadilan tata usaha negara, serta mengatur hak dan kewajiban

pihak-pihak yang terkait dalam proses penyelesaian sengketa tersebut.

Peradilan tata usaha negara adalah badan peradilan yang bertugas untuk memeriksa atau

mengadili atau memutus sengketa tata usaha negara antara orang perseorangan atau badan

hukum perdata dengan pejabat atau badan tata usaha negara yang dilakukan oleh hakim yang

harus diangkat untuk itu.

Adapun yang dimaksud dengan sengketa tata usaha negara, menurut pasal 1 butir 4

undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara adalah:

“Sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum

perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai

akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara termasuk sengketa kepegawaian

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Yang dimaksud dengan keputusan tata usaha negara menurut pasal 1 butir 3 undang-

undang nomor 5 tahun 1986 yaitu:

26
“Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara

yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat

hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”

Adapun syarat-syarat keputusan atau penetapan pejabat atau badan tata usaha negara

yang dapat menjadi objek gugatan tata usaha negara adalah:

1) Keputusan tertulis

Keputusan atau penetapan yang dikeluarkan oleh pejabat atau badan tata usaha negara

itu haruslah dalam bentuk tertulis. Bentuk tertulis itu haruslah bersifat:

a. Konkret, artinya bahwa objek yang diputuskan dalam keputusan tata usaha negara itu

tidak bersifat abstrak (tidak jelas) atau berwujud tertentu dan dapat ditentukan. Misalnya,

izin usaha bagi B, pemberhentian C sebagai pegawai negeri.

b. Individual, artinya keputusan tata usaha negara itu tidak ditujukan kepada umum, tetapi

tertentu orangnya, bayi alamat maupun hal yang dituju. Seandainya yang dituju oleh

keputusan tata usaha negara itu lebih dari seorang, maka nama tiap-tiap orang itu

disebutkan dalam keputusan tata usaha negara tersebut

c. Final,artinya keputusan tata usaha negara itu sudah dapat dilaksanakan, pelaksanaannya

tidak memerlukan izin atau persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain.

2) Keputusan yang bersifat negatif

Keputusan tata usaha negara bersifat negatif, apabila pejabat atau badan tata usaha negara

tidak mengeluarkan keputusan yang dimohonkan. Perbuatan tersebut disamakan dengan

keputusan tata usaha negara.

3) Dibuat oleh pejabat atau badan tata usaha negara secara sepihak.

Keputusan yang didapat menjadi objek perkara dalam peradilan tata usaha negara,

haruslah yang dikeluarkan oleh peradilan tata usaha negara secara sepihak, walaupun

27
sebelumnya ada permohonan. Keputusan yang dikeluarkan oleh yang bukan beli status sebagai

pejabat atau badan tata usaha negara tidaklah dapat menjadi objek dalam perkara tata usaha

negara.

4) Menimbulkan akibat hukum

Akibat hukum telah timbul, apabila dengan dikeluarkannya keputusan atau penetapan itu

menimbulkan kerugian bagi seorang atau badan hukum perdata.

4. Hukum Acara Peradilan Agama

Hukum acara peradilan agama adalah segala peraturan baik yang bersumber dari

peraturan perundang-undangan negara maupun dari syarat Islam yang menganut bagaimana

cara orang bertindak ke muka pengadilan agama tersebut menyelesaikan perkaranya untuk

mewujudkan hukum materil Islam yang menjadi kekuasaan peradilan agama.

Menurut H.A.Mukti Arto, bahwa hukum acara peradilan agama adalah peraturan hukum

yang mengatur bagaimana cara menaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim

atau bagaimana cara bertindak di muka pengadilan agama dan bagaimana cara hakim bertindak

agar hukum itu berjalan sebagaimana mestinya.

Adapun yang menjadi kewenangan dan kekuasaan pengadilan agama telah disebutkan

dalam bab II pasal 49 sampai dengan pasal 53 undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang

peradilan agama. Adapun ketentuan pasal 49 dan 50 diubah oleh undang-undang nomor 3 tahun

2006 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama.

Pada pasal 49 pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang

perkawinan, waris, hibah,wakaf,zakat, infaq ,shadaqah dan ekonomi syariah.

28
2.1.7. Hukum Menurut Sifatnya

Hukum menurut sifatnya dapat dibagi sebagai berikut:

1. Hukum Memaksa (hukum kompulser)

Hukum memaksa adalah hukum yang dalam keadaan konkrit harus ditaati,atau hukum

yang tidak boleh tidak harus dilaksanakan, atau diikuti oleh para pihak. Dengan kata lain,

hukum memaksa adalah hukum yang secara muthlak harus ditaati.

Contoh: Pasal 338 KUHP pidana yang berbunyi: Barang siapa dengan sengaja

menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, diancam hukuman penjara selama-lamanya 15

tahun.

Pasal 147 KUH perdata yang berbunyi: atas ancaman kebatalan, setiap perjanjian

perkawinan harus dibuat dengan akta notaris sebelum perkawinan berlangsung. Perjanjian

mulai berlaku semenjak saat perkawinan diselenggarakan, lain saat untuk itu tidak boleh

ditetapkannya.

Contoh lainnya :

• Melakukan kejahatan seperti pembunuhan atau pencurian dipaksakan sanksinya oleh

negara melalui suatu Sistem peradilan pidana.

• Sengaja atau lalai memenuhi perjanjian yang disepakati kedua belah pihak, dapat

dipaksakan oleh hakim untuk memenuhinya atau dapat dikenakan sanksi dalam bentuk

pembayaran ganti kerugian.

Jadi, peraturan ini tidak dapat dikesampingkan oleh perjanjian yang bertentangan.

Apabila syarat-syarat perkawinan tersebut tidak dapat dibuat dalam suatu akta notaris, Maka

syarat-syarat itu bagi hukum dianggap tidak ada.

29
2. Hukum Mengatur ( hokum volunter)

Hukum yang mengatur yaitu hukum yang dalam keadaan konkret dapat dikesampingkan

oleh perjanjian yang diadakan para pihak. Dengan kata lain hukum yang mengatur adalah

hukum yang secara muthlak tidaklah mengikat atau wajib ditaati atau dipatuhi.

Dengan demikian, hukum yang mengatur itu hanyalah semata-mata untuk mengatur saja

dengan tidak mengikat. Mengikat di sini apabila dan sepanjang pihak-pihak yang

berkepentingan itu tidak menentukan peraturan lain dengan perjanjian yang dibuat oleh kedua

belah pihak tersebut.

Contoh: Ketentuan dalam pewarisan (pewarisan berdasarkan undang-undang)

dimungkinkan untuk dilaksanakan jika tidak ada surat wasiat dari pewaris. Pewarisan menurut

undang-undang memungkinkan bahwa semua harta warisan jatuh kepada para ahli warisnya

dan dapat dilaksanakan apabila pewaris tidak membuat surat wasiat atas harta yang telah

ditinggalkan sehingga wasiat tadi harus dilaksanakan yang menyebabkan berkurangnya bagian

para ahli waris. Namun surat wasiat tidak boleh melebihi sepertiga dari keseluruhan harta

warisan untuk melindungi bagian mutlak para ahli waris yang sah.

Pada umumnya peraturan hukum yang termuat dalam KUH perdata dan KUH dagang

adalah hukum mengatur.

Contoh: pasal 1559 KUH perdata,"Penyewa tidak boleh menyewakan lagi barang-barang

disewa, dan seterusnya"

Dalam keadaan konkrit, maka penyewa dapat juga menyewakan lagi sebagian yang

disewa.

Umumnya dapat dikatakan bahwa peraturan-peraturan hukum yang tercantum di KUH

perdata dan KUH dagang sebagian besar merupakan hukum mengatur, sedangkan semua

peraturan-peraturan hukum yang tercantum dalam KUH pidana adalah hukum memaksa.

30
Demikian juga halnya dengan kaidah-kaidah hukum yang sangat tersangkut dalam pembelaan

kepentingan di masyarakat itu adalah hukum yang memaksa.

2.1.8. Hukum Menurut Wujudnya

Hukum menurut wujudnya dapat dibagi sebagai berikut:

1. Hukum Obyektif

Hukum obyektif adalah hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak

mengenai orang atau golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebut peraturan hukum saja yang

mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih. Mengatur anggota masyarakat dengan

masyarakat, antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya, serta antara masyarakat

dengan negara.

2. Hukum Subyektif

Hukum subyektif adalah hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap

seseorang tertentu atau lebih. Hukum ini disebut juga hak. Jadi hal ini untuk menyatakan

hubungan yang diatur oleh hukum objektif di mana seseorang mempunyai hak, sedangkan yang

lain mempunyai kewajiban terhadap sesuatu. Pembagian hukum atas hukum objektif dan

hukum subjektif menarik perhatian pemikir hukum.

Di dalam kenyataan hidup masyarakat antara hukum objektif dan hukum subjektif

mempunyai hubungan erat. Dalam hal ini L.J.Van Apeldoorn menegaskan bahwa walaupun

hukum objektif dan subjektif dapat dibeda-bedakan, tetapi ia tak dapat dipisahkan. Ada

perhubungan yang erat antara keduanya. Hukum objektif adalah peraturan hukumnya, hukum

subjektif adalah peraturan hukum yang dihubungkan dengan seseorang yang tertentu dan

dengan demikian menjadi hak dan kewajiban.

31
Dengan perkataan lain hukum subjektif timbul apabila hukum objektif beraksi, karena

hukum objektif yang beraksi itu melakukan dua pekerjaan,pada satu pihak ia memberikan hak

dan pada lain pihak meletakkan kewajiban. Kedua unsur itu, yakni pada satu pihak yang

diberikan oleh hukum objektif, pada pihak lain berkewajiban yang mengikutinya, dijumpai

pada tiap-tiap hubungan hukum.

Apabila menurut hubungan hukum yang terdapat antara si pembeli dan si penjual, si

pembeli wajib membayar harga pembelian pada si penjual, maka termuat di dalamnya bahwa

si penjual berhak menuntut pembayaran dari si pembeli.

32
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Hukum merupakan suatu sistem aturan yang mengatur perilaku manusia dalam

masyarakat.

Pembagian hukum menjadi beberapa macam memudahkan kita untuk memahami dan

menerapkan aturan-aturan yang berlaku dengan lebih baik. Setiap jenis hukum memiliki

cakupan dan tujuan yang berbeda, namun semuanya bertujuan untuk menciptakan ketertiban,

keadilan, dan perlindungan bagi individu dan masyarakat.Dengan memahami pembagian

hukum ini, kita dapat lebih memahami peran dan fungsi hukum dalam kehidupan masyarakat.

Pentingnya memahami dan menghormati hukum yang berlaku dalam suatu negara atau

masyarakat. Dengan mengetahui dan memahami berbagai macam pembagian hukum, kita

dapat menghindari pelanggaran hukum dan menjaga keadilan dalam kehidupan sehari-hari.Ada

beberapa macam pembagian hukum yang dapat dikenali, yaitu menurut sumbernya,menurut

wujudnya,menurut isinya,menurut fungsinya,menurut sifatnya,menurut menurut bentuknya,

Ternyata begitu banyaknya pembagian hukum di Indonesia sehingga kita dapat lebih

mendalami dan memahami tentang hukum secara umum singkat dan jelas yang kedepannya

akan mendorong kita untuk lebih memahami serta berhati-hati dalam segala tindakan yang

hendak kita ambil.

3.2. Saran

Untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan terhadap hukum di masyarakat, perlu

adanya upaya dari pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk memberikan edukasi yang

lebih luas mengenai sistem hukum yang berlaku. Selain itu, diperlukan juga kesadaran dari

33
setiap individu untuk mematuhi hukum dan tidak melanggarnya demi terciptanya masyarakat

yang lebih adil dan sejahtera.

Karena itu makalah ini dihadirkan agar setiap individu dapat lebih memahami aturan

hukum secara umum serta mampu menuntut hak ataupun kewajiban mereka.Demi

kesempurnaan makalah ini kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan,

agar makalah ini dapat menjadikan suatu pedoman untuk kalangan umum. sebagai penyusun

memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Atas

kritik , saran, dan perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

34
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Y. (2012). Dasar-Dasar Ilmu Hukum,Ed .1.Cet.3.Jakarta: Sinar Grafika.

Ali, Y. (2016). Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Edisi Revisi.Cet.1 Jakarta: Sinar Grafika.

Angrayni, L. (2014). Pengantar Ilmu Hukum. Pekanbaru: Suska Press.

Arrasjid, C. (2014). Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Dirdjosisworo, S. (1997). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ishaq. (2018). Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

J.B.Daliyo. (2001). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prenhallindo.

M.Wantu, F. (2015). Pengantar Ilmu Hukum. Gorontalo: UNG Press.

Mas, M. (2004). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nurhadianto, F. (2015). Sistem Hukum dan Posisi Hukum Indonesia. Jurnal TAPIs , Vol 11.No

1.

R.Soeroso, S. (2014). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Sanusi, A. (1977). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Bandung: Tarsito.

Solikin, N. (2014). Pengantar Ilmu Hukum & Tata Hukum Indonesia. Jember: STAIN Jember

Press.

Syah, M. I. (2008). Ilmu Hukum & Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.

Syarifin, P. (1999). Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: CV.PUSTAKA SETIA.

Tutik, T. T. (2006). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Winarwati, I. (2021). Pengantar Ilmu Hukum. Malang: Setara Press.

35

Anda mungkin juga menyukai