Anda di halaman 1dari 15

PARTISIPASI POLITIK

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Pengantar Ilmu Politik

Dosen Pengampu:
KHAIRUL ABDI, S.SOS., M.IP

Oleh:
Kelompok 1
Afif munawwar NIM. 12370511151
Munawarrah NIM. 12370425207
Nama Anggota Kelompok 3 NIM. …
Putri sabrina NIM. 12370521012
Sabran jamil NIM. 12370511534
Nama Anggota Kelompok 6 NIM. …

KELAS 1D
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada
halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Khairul Abdi, S.SOS.,
M.SI sebagai dosen pengampu mata kuliah Pengantar Ilmu Politik yang telah
membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Pekanbaru, 15 November 2023

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………
KATA PENGANTAR…………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………..........
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Definisi partisipasi politik………………….............................................
2.2 Sifat partisipasi politik…………………………………………………..
2.3 Partisipasi politik di negara berkembang………………………...……...
2.4 Partisipasi politik di negara demokrasi……………………..……….......
2.5 Partisipasi politik di negara otoriter…………………………………..…
2.6 Bentuk-bentuk partisipasi politik……………………………..…………
2.7 Tipologi partisipasi politik………………………………………………
2.8 Model partisipasi politik………………………………………...………
2.9 Piramida partisipasi politik………………………………………...……
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………...
3.2 Saran…………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara demokrasi yang mana artinya pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Negara kita juga adalah salah satu negara yang
memilih kepala pemerintahan, maupun wakil – wakil rakyat melalui proses PEMILU
atau pemilihan umum. Yang mana proses Pemilu adalah salah satu wujud dari
partisipasi politik di Indonesia. Namun seiring dengan banyaknya konflik – konflik
politik yang ada di negara kita, membuat beberapa dari masyarakat Indonesia terlebih
kaum kaula muda menjadi apatis terhadap apa yang disebut politik. Hal ini sangat
disayangkan mengingat kita kaula muda adalah generasi penerus bangsa yang harus
memiliki sikap jiwa peduli kepada bangsa dan negara.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa definisi pertisipasi politik?
b. Bagaimana sifat partisipasi politik?
c. Bagaimana partisipasi politik di negara berkembang?
d. Bagaimana partisipasi politik di negara demokrasi?
e. Bagaimana partisipasi politik di negara otoriter?
f. Apa bentuk-bentuk partisipasi politik?
g. Bagaiman tipologi partisipasi politik?
h. Apa model partisipasi politik?
i. Bagaimana bentuk piramida partisipasi politik?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk memahami tentang definisi pertisipasi politik.

4
b. Untuk memahami tentang sifat partisipasi politik
c. Untuk memahami tentang partisipasi politik di negara berkembang.
d. Untuk memahami tentang partisipasi politik di negara demokrasi.
e. Untuk memahami tentang partisipasi politik di negara otoriter.
f. Untuk memahami tentang bantuk-bentuk partisipasi.
g. Untuk memahami tentang tipologi partisipasi politik.
h. Untuk memahami tentang model partisipasi politik.
i. Untuk memahami tentang piramida partisipasi.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI PARTISIPASI POLITIK
Secara etimologis, partisipasi berasal dari bahasa latin pars yang artinya
bagian dan capere, yang artinya mengambil, sehingga diartikan “mengambil bagian”.
Dalam bahasa Inggris, participate atau participation berarti mengambil bagian atau
mengambil peranan. kata politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau
negara kota. Jadi, partisipasi politik adalah keterlibatan atau peranan warga dalam
pembuatan, penilaian, dan termasuk peluang untuk ikut serta melaksanakan
keputusan.
Menurut Prof. Dr. A. Hooogerwerf dalam “Politikologi”, partisipasi
politik adalah keikutsertaan pada kebijakasanaan pemerintah dan pada terwujudnya
kebijaksanaan itu. Lalu, Herbert McClosky seorang tokoh masalah partisipasi politik
berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga
masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan
penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan
kebijakan umum.
Dan Silvia Bolgherini berpendapat bahwa partisipasi politik adalah
segala aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan politik, yang ditujukan untuk
memengaruhi pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung—
dengan cara legal, konvensional, damai, ataupun memaksa. Jadi dari segi etimologis
dan pendapat para ahli, dapat ditarik sebuah pengertian bahwa partisi politik adalah
segala aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengambil bagian baik secara
langsung atau tidak langsung terhadap proses yang berupa pembuatan, penilaian, dan
peluang untuk pembentukan kebijakan umum dan pelaksanaannya.

6
2.2 SIFAT PARTISIPASI POLITIK
1. Positif
Kegiatan partisipasi politik dikatakan positif apabila mendukung kelancaran
usaha bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sebaliknya, partisipasi
menjadi negatif jika menghalangi dan memperlambat usaha bersama tersebut.
Contohnya adalah tidak menjadi golput (golongan putih yang tidak menggunakan hak
pilihnya) dalam pemilihan umum.
2. Kreatif
Bersifat kreatif dalam partisipasi politik dapat dilakukan dengan memberika
gagasan baru, metode atau teknik baru, ataupun cara kerja baru yang lebih efektif dan
efisien untuk mensukseskan kebijakan publik dan kegiatan bersama. Contohnya
adalah anggota parpol yang mengusulkan cara berkampanye yang efektif dan hemat
biaya kepada partainya.
3. Kritis, korektif dan konstruktif
Kegiatan yang dimaksud dari sifat diatas adalah kegiatan yang mengkaji suatu
bentuk usaha bersama, menunjukkan kesalahan atau kekurangan dan memberikan
alternatifnya sehingga usaha bersama dapat memperlancar dan mencegah dampak
negatif yang akan muncul. Contohnya adalah kelompok masyarakat yang member
kritik dan saran melalui wakilnya apabila ada yang tidak beres dalam pelaksanaan
program pemerintah.
4. Realistis
Bersifat realistis maksudnya adalah keikutsertaan rakyat dalam merubah
kebijakan publik disesuaikan dan mempertimbangkan sesuai kenyataan yang terjadi
dalam pelaksanaan kebijakan publik. Contohnya adalah rakyat mengusulkan
pergantian pejabat karena kinerjanya dan keputusannya tidak baik.

7
2.3 PARTISIPASI POLITIK DI NEGARA BERKEMBANG
Negara-negara berkembang yang non-komunis menunjukkan pengalaman
yang berbeda-beda. Kebanyakan negara ini ingin cepat mengadakan pembangunan
untuk mengejar keterbelakangannya, karena dianggap bahwa berhasil-tidaknya
pembangunan banyak bergantung pada partisipasi rakyat. Keikutsertaan masyarakat
kepada negara diharapkan akan ditunjang pertumbuhannya melalui partisipasi politik.
Dan mereka cenderung membutuhkan partisipasi politik dari masyarakat untuk
menangani masalah-masalah yang di timbulkan dari perbedaan etnis, ras, suku, dan
agama. Yang diharapkan akan membentuk identitas nasional dan loyalitas kepada
negara.namun di beberapa negara berkembang partisipasi secara sukarela sangat sulit
di temui. Di beberapa negara berkembang, partisipasi yang bersifat otonom artinya
lahir dari diri mereka sendiri, masih terbatas.
Di negara yang rakyatnya apatis, pemerintah menghadapi masalah bagaimana
meningkatkan partisipasi itu. Dan ini menjadi masalah, sebab jika peningkatan
partisipasi gagal maka dapat terjadi dua hal. Yakni “anomi” atau malah “revolusi”.
Sedang dalam negara yang pembangunannya agak lancar, dimana banyak terjadi
peningkatan urbanisasi, pendidikan, dan komunikasi massa mengakibatkan
peningkatan partisipasi yang drastis juga. Melalui bermacam-macam organisasi.
Sehingga terjadi peningkatan tuntutan pada pemeintah yang dapat mengakibatkan
rusaknya stabilitas nasional menurut elit-elit politik, padahal kestabilan nasional
sangat di butuhkan untuk menjalankan kebijakan publik. Hingga, jalan yang paling
baik ialah dengan peningkatan secara bertahap, sehinga institusi dan rakyat dapat
membiasakan diri. Ikut sertanya masyarakat akan membantu
penanganan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan-perbedaan
etnis, budaya, status sosial, ekonomi,agama, dan sebagainya,serta loyalitas kepada
negara diharapkan akan ditunjang pertumbuhannya melalui partisipasi politik.

8
2.4 PARTISIPASI POLITIK DI NEGARA DEMOKRASI
Tidak seperti di negara komunis yang hanya memiliki satu partai, disini ada
dua atau lebih partai. Jadi partisipasi politik menjadi gambaran tentang kepedulian
masyarakat tentang keadaan pemerintahan atau keadaan politik. Disini jadi dapat
diklasifikasikan menurut intensitas masing-masing kelompok masyarakat terhadap
kegiatan politik. Seperti adanya kelompok yang benar-benar aktif secara intensif
dalam dunia politik seperti pejabat publik atau pejabat publik, elit parpol, ketua
kelompok kepentingan bahkan ada yang memasukan teroris dalam kelompok ini. Ada
pula kelompok yang berpartisipasi dalam kegiatan politik secara temporer. Seperti
tim sukses saat kampanye, anggota partai politik, dll. Ada pula yang di sebut
penonton, sebab hanya seperti pengawas dan tidak banyak terlibat dalam kegiatan
politik, seperti pe-lobby, pemilih dalam pemilu, orang yang terlibat diskusi politik,
dan pengamat dalam pembangunan politik. Dan yang terakhir adalah kelompok yang
sama sekali tak peduli dengan keadaan politik yang di sebut golongan apolitis. di
rezim demokratis warga merupakan aktor utama pembuatan keputusan politik.
Di Negara yang menganut paham demokrasi, bentuk partisipasi politik
masyarakat yang paling mudah diukur adalah ketika pemilihan umum berlangsung.
Prilaku warga Negara yang dapat dihitung itensitasnya adalah melalui perhitungan
persentase orang yang menggunakan hak pilihnya ( voter turnout ) disbanding dengan
warga Negara yang berhak memilih seluruhnya.
Di Amerika Serikat umumnya voter turnout lebih rendah dari Negara –
Negara eropa barat. Orang Amerika tidak terlalu bergairah untuk member suara
dalam pemilihan umum. Akan tetapi mereka lebih aktif mencari pemecahan berbagai
masalah masyarakat serta lingkungan melalui kegiatan lain, dan menggabungkan diri
dengan organisasi organisasi seperti organisasi politik, bisnis, profesi dan sebagainya.

9
2.5 PARTISIPASI POLITIK DI NEGARA OTORITER
Di negara otoriter seperti komunis di masa lampau, partisipasi politik yang
besar adalah hal yang sewajarnya, karna secara formal, kekuasaan ada di tangan
rakyat. Namun tujuan utama dari partisipasi masa ini ialah agar masyarakat yang
terbelakang menjadi modern, produktif, kuat, dan berideologi kuat. Dan itu
membutuhkan disiplin dan pengarahan ketat dari monopoli partai politik.
Presentase partai politik menjadi tinggi di sini sebab rezim yang ada benar-
benar ingin menunjukan ke absahannya. Persentase partisipasi tinggi dalam pemilihan
umum, karena rezim otoriter selalu mengusahakan agar persentase pemilih mencapai
angka tinggi. Contohnya di negara Uni Soviet, salah satu negara yang berhasil
mencapai persentase voter turnout yang sangat tinggi. Dan disini sangat berbeda
dengan negara demokrasi. Sebab hanya ada satu calon dari setiap kursi untuk di
perebutkan. Dan para calon tersebut harus melewati proses penyaringan yang di
selnggarakan oleh partai komunis.
Di negaara otoriter yang sudah mapan menghadapi dilema bagaimana
memperluas partisipasi tanpa kehilangan control yang dianggap mutlak diperlakukan
untuk tercapainya masyarakat yang didambakan.jika control dikendorkan untuk
meningkatkan partisipasi , maka ada bahaya bahwa akan timbul konflik yang dapat
menganggu stabilitas. Dalam rezim otoriter warga tidak tahu-menahu tentang segala
kebijakan dan keputusan politik.

2.6 BENTUK-BENTUK PARTISIPASI POLITIK


Bentuk – bentuk partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk
menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik dan kepuasan atau
ketidakpuasan warga negara.Bentuk – bentuk partisipasi politik yaitu konvensional
dan non konvensional.
• Konvensional

10
Kegiatan politik konvensioanal adalah bentuk partisipasi politik yang normal
dalam demokrasi modern. Beberapa bentuk partisipasi politik konvensional seperti :
 Pemberian suara ( voting)
 Diskusi politik
 Kegiatan kampanye
 Membe
 ntuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan
 Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administrasi
• Non – Konvensional
Beberapa kegiatan politik non – konvensional seperti :
 Pengajuan petisi
 Berdemonstrasi
 Konfrontasi
 Mogok
 Tindak kekerasan politik harta benda ( perusakan, pemboman,
pembakaran )
 Tindakan kekerasan politik terhadap manusia ( penculikan,
pembunuhan )
 Perang gerilya dan revolusi

2.7 TIPOLOGI PARTISIPASI POLITIK


Secara umum tipologi partisipasi sebagai kegiatan dIbedakan menjadi :
1. Partisipasi aktif, yaitu partisipasi yang berorientasi pada proses input dan out put.
Artinya setiap warga negara secara aktif mengajukan usul mengenai kebijakan publik
mengajukan alternatif kebijakan public yang berlainan dengan kebijakan pemerintah,
mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan umum, memilih
pemimpin pemerintah dan lain – lain.

11
2. Partisipasi pasif, yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada out put, dalam arti
hanya menaati peraturan pemerintah, menerima dan melaksanakan saja setiap
keputusan pemerintah.
3. Golongan putih ( GolPut) atau kelompok apatis, karena menganggap sistem politik
yang ada telah menyimpang dari apa yang telah dicita – citakan.
Menurut Milbrath dan Goel, partisipasi dibedakan menjadi
1. Kelompok apatis: orang yang akan berpartisipasi dan menarik diri dari
proses politik.
2. Spektator: orang yang setidak – tidaknya pernah ikut memilih dalam
pemilihan umum.
3. Gladiator: komunikator, spesialis mengadakan kontak tatap muka,
aktivis partai, pekerja kampanye, dan aktivis masyarakat.
4. Pengeritik: dalam bentuk partisipasi yang tidak konvensional.

2.8 MODEL PARTISIPASI POLITIK


Kesadaran politik warga negara menjadi faktor determinan dalam partisipasi
politik masyarakat,artinya berbagai hal yang berhubungan pengetahuan dan
kesadaran akan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat dan
kegiatan politik menjadi ukuran dan kadar seseorang terlibat dalam proses partisipasi
politik. Berdasarkan fenomena ini maka W . Page memberikan model partisipasi
menjadi empat tipe :
1) Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada
pemerintah tinggi maka partisipasi politik cenderung aktif.
2) Sebaliknya kesadaran dan kepercayaan sangat kecil maka partisipasi politik
menjadi pasif dan apatis.
3) Kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan terhadap pemerintah lemah
maka perilaku yang muncul adalah militant radikal.

12
4) Kesadaran politik rendah tetapi kepercayaan pada pemerintah tinggi maka
partisipasinya menjadi sangat pasif, artinya hanya berorientasi pada output politik.
Kedua faktor ini bukan faktor yang berdiri sendiri ( variable independent ) artinya
tinggi rendahnya kedua faktor itu dipengaruhi faktor lain seperti status sosial dan
ekonomi, afiliasi politik orangtua, pengalaman berorganisasi. Oleh karena itu
hubungan dari faktor – faktor itu dapat digambarkan sebagai berikut : status sosila
dan ekonomi, afiliasi politik, pengalaman berorganisasi, merupakan variable
pengaruh / independent. Kesadaran politik dan kepercayaan pada pemerintah sebagai
variable antara / intervening variables dan partisipasi politik merupakan variable
terpengaruh ( dependen ).

2.9 PIRAMIDA PARTISIPASI POLITIK

13
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Bagian

3.2 SARAN
Bagian

14
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai