Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH

PARTISIPASI POLITIK DAN


LEGITIMASI SISTEM POLITIK

DI SUSUN OLEH :

TEGUH SUPRIYANTO

NIM : 100565201233

UNIVERSITAS RAJA ALI HAJI ( UMRAH)

FAKULTAS FISIP

TAHUN 2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Alloh SWT, yang atas rahmat-Nya maka

penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Partisipasi Politik

dan Legitimasi Sistem Politik

Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas dari Dosen mata kuliah Partisipasi Politik

dan Legitimasi Sistem Politik yaitu Bapak Afrizal M.Si.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan

baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki

penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi

penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semoga Makalah ini memberikan informasi bagi mahasiswa dan mahasiswi dan

bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Tanjungpinang, 18 Oktober 2011

Penulis

Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik ii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ . iii
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH......................................................... 1
1.2. PEMBATASAN MASALAH................................................................... 1
1.3. TUJUAN PENULISAN............................................................................ 2

BAB II
PERMASALAHAN...................................................................................................... 3
1. PARTAI POLITIK............................................................................................... 4
2. PARTISIPASI POLITIK..................................................................................... 7
3. LEGITIMASI PARTAI POLITIK..................................................................... 13

BAB III
KESIMPULAN............................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA .. 21

Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik iii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Partisipasi politik dan Legitimasi Sistem Politik adalah merupakan hal yang
saling berkaitan, karena tanpa adanya legitimasi dari masyarakat sudah tentu dukungan
yang diberikan sia-sia saja.
Legitimasi dan Partisipasi sama-sama merupakan dukungan,sokongan,keikutsertaan
dalam menentukan sikap terhadap pemerintah dalam menggerakkan roda pemerintahan.
Keterkaitan antara keduanya merupakan suatu titik tolak kesuksesan dalam menentukan
figure atau sosok seorang pemimpin dalam pesta demokrasi yang dikenal dengan
PEMILU.
Konsep legitimasi berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap kewenangan.
Artinya apakah masyarakat menerima dan mengakui hak moral pemimpin untuk
membuat dan melaksanakan keputusan yang mengikat masyarakat ataukah tidak
Partisipasi politik amat urgen dalam kontes dinamika perpolitikan di suatu
masyarakat. Sebab dengan partisipasi politik dari setiap individu maupun kelompok
masyarakat maka niscaya terwujud segala yang menyangkut kebutuhan warga
masyarakat secara universal.

1.2. Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas dapat
dirumuskan sebagai berikut :

1. PartaiPolitik.

2. Patisipasi Politik.

3. Legitimasi Partai Politik

Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 1


1.3 Tujuan penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dalam hal
tentang politik yang tumbuh di negara Indonesia dan untuk memahami bagaimana
sistem yang berlaku dalam mengelola negara yang tidak terlepas dari politik yang begitu
prular dan universal yang melibatkan banyak elemen dalam mengambil suatu kebijakan
dan keputusan yang arif dan bijaksana.
Banyak permasalahan di negara ini belum di selesaikan dengan cara baik,namun dengan
adanya makalah ini semoga dapat menambah wawasan bagaimana sebenarnya
berpolitik yang baik dan benar.
Tidak terlepas pula dengan hukum-hukum yang berlaku di Indonesia dalam persoalan
politik dan legitimasi dalam berpolitik.

Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 2


BAB II
Permasalahan
Merujuk pemikiran politik tersebut dalam konteks sejarah penyelenggaraan
pemilihan umum sebagai pesta demokrasi, secara empirik dapat dicermati tingkat
partisipasi politik dan perkembangan golput di Indonesia. Salah satu yang terjadi dari
Pemilihan Umum hingga saat ini adalah tingginya angka pemilih yang tidak ikut dalam
pemilihan.
Partisipasi politik tidak melulu harus dilekatkan dengan keterlibatan secara individu /
personal.
Masih sebagian besar anggota masyarakat enggan melakukan hak pilih dalam
pilkada. Adanya rasa pasif dalam mengikuti kegiatan politik (kampanye)
Adanya pengaruh negatif propaganda politik dari elit penguasa
personifikasi kaum perempuan dalam sturuktur politik juga merupakan partisipasi dan
emansipasi perempuan dalam perkembangan politik di tanah air.
Meningkatkan jumlah perempuan di panggung politik merupakan isu yang banyak
diperdebatkan sepanjang tahun 2002.
Beberapa alasan tersebut seolah menjadi sebuah bentuk afirmasi (pengakuan /
pernyataan ) terhadap keterlibatan perempuan dalam konstelasi politik tanah air. Namun
yang harus dipikirkan lebih jauh adalah tidak hanya sekedar memberikan porsi
struktural dengan jatah sekian persen kepada kaum perempuan. Masyarakat tersebut
kurang menyadari rasa partisipasi politik, sehingga lebih kompleks lagi apabila
mengarah pada sikap apatis dan sinisme terhadap pemilihan kepala daerah.

Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 3


1. PARTAI POLITIK
a. Sejarah.
Merujuk sejarah pemikiran politik telah timbul sejak pada zaman yunani kuno,
dimana pemikiran tentang Negara yang di kuasi sebagian organisasi yang mencari
kekuasaan dan menentang raja pada saat itu dan masih belum dikenal dengan adanya
partai politik.
Di Indonesia pemikiran itu telah timbul pada zaman majapahit sekitar abad 13 15.
Pada masa itu telah ada sebuah karangan yang terkenal yakni kitab Kartenagara, dan
pada saat itu pula ada seorang pujangga yang mengarang cerita Babat Tanah Jawi,
yang menceritakan perkembangan politik pada zaman itu. Secara sejarah berarti partai
politik telah di kenal oleh para kerajaan dan beserta rakyatnya pada saat itu.
Karena pada saat itu juga di belahan dunia manapun telah terjadi perebuatan kekuasaan
dan telah dikuasai oleh pemikiran barat seperti contohnya ,Socrates,Aris Toteles, Max
Weber dll,dengan pemikiran mereka itulah maka pemikiran barat telah menguasai
sebagian belahan dunia.
Dalam hal itu pemikiran-pemikiran dari Negara Asia terabaikan dalam arti tidak
banyak yang terungkap,akibatnya pemikiran tentang politik sampai saat ini di dominasi
oleh pemikiran barat.
Pada saat ini politik merupakan suatu wadah dalam solusi untuk mempertahankan
kehidupan dan jabatan dalam arti kekuasaan.Dengan demikian telah banyak organisasi-
organisasi yang memberikakn iklim politik yang demokratis yakni dengan berdirinya
partai-partai politik di tanah air.
Partai politik pada era Soekarno telah pun ada contohnya, partai
PNI,PPTA,Masyumi,PKI, dll,
Partai politik juga merupakan hal yang tidak terlepas dari pada kekuasaan
pemerintahn,tanpa politik pemerintahan tidak ada apa-apanya.
Disini saya akan memberikan pandanagn dengan beberapa pendapat ahli mengenai apa
arti pada partai politik itu antara lain;
- Meriam Budihardjo mengatakan , bahwa partao politik merupakan suatu
kesatuan atau kelompok orang yang tertata dalalm arti terorganisir, dimana
anggota-anggoatanya mempunyai orientasi / pandangan , cita-cita yang sama
dan dengan tujuan memperoleh kekuasaan dengan cara konstitusional.

Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 4


- Sigmund Neumann mengatakan, partai politik adalah suatu kelompok aktivis-
aktivvis yang berusaha untuk menguasai kekuasaan dalam pemerintahan serta
merebut simpatisan / dukungan dari rakyat.
Demikianlah segelumit ahli mengatakan tentang pandangan partai politik.

b. Masa Era Orde Baru dan Reformasi


Dalam masa orba partai politik hanya ada beberapa partai saja yakni hanya tiga parati
saja yakni; partai PPP, Golkar, PDI, diamana pada era pra-kemerdekaan partai yang
begitu banyak di lebur menjadi tiga saja pada zaman era orde baru.
Namun pada era reformasi saat ini partai-partai berkembang bak jamur yang
tumbuh di musim hujan,di karenakan semua elemen masyarakat untuk ikut bergabung
dan mendirikan partai yang dapat memberikan suasana atau iklim politik yang baru
sehingga partai yang ada pada saat ini hanya dapat memeberikan janji semu, meskipun
masih ada partai yang memberikan solusi yang baik buat mayarakat.
Partai di Indonesia pada umumnya, mempunyai sejarah yang positif artinya muncul
sebagai bagian strategi untuk mempertahankan Nusantara menjadi negara Indonesia.
Jika partai politik masa pra-kemerdekaan itu lebih berfungsi sebagi strategi untuk
mendapatkan keerdekaan, maka partsai politik si zaman era reformasi dan demokrasi
justru mempunyai fungsi demokratik dan diplomatis.
Peran partai politik sebaiknya di arahkan kerah pendidikan berdemokrasi sehat dan
profesionalisme. Jangan sampai partsai politik merupakakn sekumpulan orang yang
mempunyai kode etik yang tidak jelas dan tujuan yanag semu.
Perkembangan jumlah partai politik pada saat ini harus ada aturan yang tegas.
Masyarakat jangan dibuat bingung oleh jumlah partai politik. Sebaiknya parati politik
tidak boleh terlalu berlebihan, karena mengakibatkan sektor perpolitikan di Indonesia
tidak stabil, sebaiknya di atur dengan undang-undang untuk membatasi jumlah partai
politik.
Saat ini yang terpenting adalah rakyat bisa mendewasakan parati politik yang benar-
benar berorientasi mempunyai pandangan kedepan kepada kesejahteraan rakyat.
Gunakan alam demookrasi ini dengan professional, bukan dengan tawuran, demo yang
tak jelas, merebut kekuasan dengan segala cara, dan lain-lain yang berkaitan dengan
khalayak hidup orang banyak.

Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 5


2. PARTISIPASI POLITIK
Partisipasi politik secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal
ini mengacu pada pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik.
Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung
keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau
ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik. Partisipasi politik
adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan
keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta
dalam pelaksanaan keputusan.
Partisipasi politik merupakan kehendak sukarela masyarakat baik individu
maupun kelompok dalam mewujudkan kepentingan umum. Sebagaimana dikemukakan
oleh Herbert Miclosky (1991:9) bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan
sukarela dari warga masyarakat melalui dimana mereka mengambil bagian dalam proses
pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses
pembentukan kebijakan umum. Dalam hal ini setiap sikap dan perilaku politik individu
seyogyanya mendasari pada kehendak hati nurani secara suka rela dalam konsep
kehidupan politik.
Partisipasi politik amat penting dalam kontes dinamika perpolitikan di suatu
negara. Sebab dengan partisipasi politik dari setiap individu maupun kelompok
masyarakat maka niscaya terwujud segala yang menyangkut kebutuhan warga
masyarakat secara universal / keseluruhan. Sehingga demikian, keikutsertaan individu
dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan
kepentingan umum. Dan paling ditekankan dalam hal ini terutama sikap dan perilaku
masyarakat dalam kegiatan politik yang ada. Dalam artian setiap individu harus
menyadari peranan mereka dalam mendirikan kontribusi sebagai insan politik. Dalam
hal ini peranan meliputi pemberian suara, kegiatan menghadiri kampanye serta aksi
demonstrasi.

Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 6


Namun kegiatan-kegiatan sudah barang tentu harus dibarengi rasa sukarela sebagai
kehendak spontanitas individu maupun kelompok masyarakat dalam partisipasi politik.
. Pemilihan kepala daerah sebagai wahana menyalurkan segala aspirasi
masyarakat melalui suksesi dalam pemilihan kepala daerah, peran warga masyarakat
terutama dalam mempengaruhi keputusan politik sangat prioritas. Dengan adanya
pemilihan kepala daerah setiap individu maupun kelompok masyarakat dapat
memanifestasikan kehendak mereka secara sukarela, tanpa pengaruh dari siapapun.
Di Indonesia saat ini penggunaan kata partisipasi (politik) lebih sering mengacu
pada dukungan yang diberikan warga untuk pelaksanaan keputusan yang sudah dibuat
oleh para pemimpin politik dan pemerintahan. Misalnya ungkapan pemimpin "Saya
mengharapkan partispasi masyarakat untuk menghemat BBM dengan membatasi
penggunaan listrik di rumah masing-masing". Sebaliknya jarang kita mendengar
ungkapan yang menempatkan warga sebagai aktor utama pembuatan keputusan.
Oleh karena kesadaran dan pemahaman politik merupakan penunjang dalam
mewujudkan stabilitas politik masyarakat dengan kesadaran dan pemahaman politik
pula setiap sikap dan perilaku masyarakat secara partisipasi dapat terwujud sebagaimana
mestinya.
Dari uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa partisipasi warga masyarakat,
tindakan yang dilakukan demi mencapai kepentingan umum, yang berdasarkan pada
nilai-nilai yang legal.
Dalam hal ini partisipasi politik lebih menekankan pada beberapa hal yaitu:
a.Sikap warga masyarakat terhadap pemimpin
b.Kerjasama antara anggota masyarakat dengan pemimpin dalam
mempengaruhi keputusan politik
c.Perilaku warga masyarakat dalam kegiatan politik harus didorong
oleh nilai-nilai kejujuran dalam memilih.
d.Keikutsertaan warga masyarakat memberikan hal suara dalam
pemilihan suka rela.

Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 7


Bentuk Partisipasi Politik
Jika mode partisipasi politik bersumber pada faktor kebiasaan partisipasi politik di
suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan
politik tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk
partisipasi politik menjadi :
Kegiatan Pemilihan yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari
dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif,
atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
Lobby yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan
maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;
Kegiatan Organisasi yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku
anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh
pemerintah;
Contacting yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan
pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
Tindakan Kekerasan (violence) yaitu tindakan individu atau kelompok guna
mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia
atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik
(assassination), revolusi dan pemberontakan.
Untuk itu partisipasi politik menjadi jaminan bagi fungsi kontrol yang baik bagi
kekuasaan lokal. Inilah pentingnya pendidikan politik melalui partisipasi politik.
Partisipasi politik merupakan keterlibatan rakyat secara perseorangan untuk mengerti,
menyadari, mengkaji, melobi dan memprotes suatu kebijakan yang ditelurkan oleh
pemerintah dengan tujuan mempengaruhi kebijakan agar aspiratif terhadap kepentingan
mereka. Partisipasi masyarakat dapat dipahami sebagai keterlibatan rakyat dalam
pengertian politik secara sempit yaitu hubungan negara dan masyarakat dalam bingkai
governance. Sedangkan dalam pengertian secara luas dapat dikatakan semua bentuk
keterlibatan masyarakat dalam proses berhimpun untuk mempengaruhi ataupun
melakukan perubahan terhadap keputusan yang diambil.

Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 8


Namun sayangnya Selama ini partisipasi politik hanya terbatas pada angka
tingkat partisipasi masyarakat dalam setiap pemilihan umum ataupun Pilkada. Sebelum
reformasi bergulir, angka itu selalu berada pada kisaran 90 persen, hal ini dapat
dikatakan partispasi politik masyarakat tinggi. Sebenarnya realitas tidak mengehendaki
pemahaman partisipasi politik yang demikian, tepatnya bukan satu-satunya ukuran
tentang tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum atau Pilkada.
Partisipasi politik yang lebih penting adalah adanya jaminan dan mekanisme yang baku,
dan comfortable bagi semua rakyat untuk dapat menyalurkan pikiran-pikirannya
kedalam sebuah institusi formal.
Partisipasi politik dapat pula dikategorikan berdasarkan jumlah pelaku, yakni
individual dan kolektif. Maksudnya, seseorang yang ikut memberikan keputusan politik
lewat kegiatan politik. Sebaliknya partisipasi secara kolektif tentu menyangkut kegiatan
warga negara secara serentak untuk mempengaruhi penguasa seperti dalam proses
pemilihan.
Diselenggarakannya pemilihan umum (pemilu) pada tahun 1999 yang melibatkan tidak
kurang dari 48 partai politik menandai kembali dimulainya era demokrasi yang
sesungguhnya di Indonesia. Kemunculan banyaknya partai politik baru peserta pesta
demokrasi lewat momentum pemilu, telah mengarahkan Indonesia pada tatanan sistem
multi partai yang cukup besar.
Eksistensi sitem multi partai di Indonesia pasca reformasi di satu sisi
mengandung implikasi negatif. Inkonsistensi sistem presidensial yang dipahami dalam
pelaksanaan sistem ketatanegaraan di Indonesia harus dihadapkan dengan realita sistem
multipartai yang terindakasi dapat berimplikasi terhadap ketidakstabilan pemerintahan.
Namun, di sisi lain keberadaan sistem multi partai tersebut juga mengandung implikasi
yang positif, di mana dengan keberadaan sistem multi partai tersebut memungkinkan
adanya suatu akomodasi politik yang cukup luas bagi seluruh elemen rakyat Indonesia,
pemuda salah satunya. Cukup banyaknya ruang yang terbuka dalam konteks
keterlibatan politik tersebut, seyogyanya dipahami sebagai peluang yang besar bagi
pemuda untuk mentransformasikan perannya.
Namun patut disayangkan, ketika partisipasi politik yang cukup luas tersebut tidak serta
merta membuka kesempatan bagi pemuda dalam mengambil peranan yang luas dalam
gelanggang kepemimpinan nasional.
Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 9
Hal yang melatarbelakangi kurangnya partisipasi politik pemuda tersebut setidaknya
dapat dianalisis dengan teori tiga elemen sistem hukum yang dikemukakan oleh
Friedman, yakni struktur hukum, substansi hukum, dan kultur hukum. Secara
substansi, pemuda telah diberikan kesempatan yang besar untuk berpartisipasi politik
secara luas, hal tersebut dapat dilihat secara legal formalistik terhadap peraturan
perundang-undangan yang ada, yakni Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008, Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2008 dan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2008. Secara
struktural, lembaga yang ada telah mengambil peran untuk menjalankan dan
menegakkan aturan yang berkaitan. Hal tersebut dikarenakan, struktur yang ada,
merupakan penjelmaan dari ketentuan formal dalam substansi. Namun secara kultur
hukum, keterlibatan tersebut dibenturkan oleh stigmasi tentang kompetensi pemuda oleh
masyarakat.
Bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai usaha terorganisir oleh warga masyarakat
untuk mempengaruhi bentuk dan jalannya public policy. Sehingga kualitas dari hierarki
partisipasi politik masyarakat dilihat dalam keaktifan atau kepasifan (apatis) dari bentuk

partisipasi politik masyarakat.

Secara umum bentuk-bentuk partisipasi sebagai kegiatan dibedakan sebagai berikut :

1. Partisipasi aktif, yaitu partisipasi yang berorientasi pada proses input dan output.
Artinya setiap orang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah
tinggi. Warga negara secara aktif mengajukan usul mengenai kebijakan public,
mengajukan alternative kebijakan public yang berlainan dengan kebijakan pemerintah,
mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan umum, memilih
pemimpin pemerintah dan lain-lain.
2. Partisipasi pasif, yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada output, dalam arti
hanya mentaati peraturan pemerintah, menerima dan melaksanakan saja setiap
keputusan pemerintah.
3. Golongan putih (golput) atau kelompok apatis, karena menganggap system politik
yang ada telah menyimpang dari apa yang di cita-citakan.

Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 10


Pada era transparasi dan globalisasi terjadi perubahan yang sangat mendasar
dibandingkan dengan pada era-era sebelumnya. Bila pada era sebelumnya pengaruh
faktor-faktor pada tataran global relatif kecil dibandingkan dengan pengaruh faktor-
faktor yang berkembang pada tataran regional maupun nasional, maka pada era
sekarang ini tidak mustahil justru faktor-faktor perkembangan pada tataran global jauh
lebih menyentuh langsung terhadap kepentingan dan kebutuhan akan perubahan
dibandingkan dengan faktor-faktor yang berkembang di lingkungan regional dan
bahkan nasional sekalipun. Banyak masalah nasional sangat sulit diselesaikan hanya
dengan mempertimbangkan faktor-faktor dominan yang berada pada tataran nasional.
Untuk menurunkan fenomena golput, tergantung pada tiga hal. Yaitu, apakah akan ada
perubahan keadaan ke arah yang lebih baik setelah pemilihan? Kedua, situasi yang
kondusif untuk mendatangi tempat pemungutan suara. Terakhir, sosialisasi pemilihan
sudah cukup atau tidak, termasuk daftar pemilihan.
Adalah realitas historis sebagai bahan introspeksi bagi bangsa Indonesia untuk pertama,
memperteguh komitmen bagi pengamalan Pancasila dan UUD '45 secara murni dan
konsekuen. Kedua, menumbuhkan kesadaran kita guna mewujudkan cita-cita politik
yang diwarnai akhlakulkarimah. Ketiga, menyadarkan kita bahwa demokrasi adalah
sebuah sistem politik yang bertumpu pada otoritas dari rakyat oleh rakyat dan untuk
rakyat atau dengan kata lain Government from people, by the people and for the
people.

Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 11


3. LEGITIMASI PARTAI POLITIK
Pemahaman mengenai kata Legitimasi adalah pengakuan, penerimaan atau pengesahan
atau secara konstitusional merupakan suatu yang perlu di akui keberadaannya.
Legitimasi bisa diberikan pada pemegang kekuasaan dalam berbagai cara di masyarakat
yang berbeda pula.Legitimasi ini banyak juga para penguasa yang menggunakan lebih
sedikit pemaksaan fisik, contohnya melalui aparat, atau militer untuk menegakkkan
keputusan mereka dari pada penguasa yang kekurangan legitimasi.
Legitimasi bisa diartikan sebagai kewenangan dan dapat juga sebagai kekuasaan
perbedaannya terletak pada cara penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk
mempengaruhi pembuat dan pelaksanaan kebijakan politik, sedangkan kewenangan
merupakan hak moral untuk membuat suatu keputusan dan melaksankan politik.
Beberapa pakar politik membedakan legitimasi ini menjadi beberapa tipe sebagai dasar
prinsip dukungan , pengakuan ,terhadap pemerintah, antara lain;
1. Legitimasi tradisional;
2. Legitimasi ideology;
3. Legitimasi kualitas pribadi;
4. Legitimasi procedural;
5. Legitimasi instrumental;
Disini saya tidak menerangkan yang berkaitan tipe tersebut, karena setiap legitimasi
saling keterkaitan dan sudah tentunya dasar dari semua itu adalah pengakuan yang
datangnya dari masyarakat.
Apabila dukungan terhadap komunitas politik belum cukup tinggi maka dlam
masyarakat terdapat masalah penciptaan indentitas ( krisis indentitas ) bagi seorang
yang menjalankan kegiatan dalam mempromosikan partai politiknya.
Legitimasi memang sangat penting untuk mendapatkan aspiratif dari masyarakat
terhadapa komunitas partai politik,tanpa itu akan sia-sia belaka.
Pada waktu yang bersamaan juga legitimasi sangat penting bagi tingkat stabilitas suatu
negara, karena tanpa legitimasi yang kuat pemerintah yang menjalankan roda
pemerintahan akan menjadi goyah atau labil.

Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 12


Persoalan lain yang berhubungan erat dengan masalah legitimasi sebagai
penyebab kegagalan suatu pemerintah adalah tidak adanya konsensus / kesepakatan
bersama.
Tidak adanya tindakan politik yang tepat untuk membangun pemerintahan yang bersih
adalah salah satu contoh pada saat ini.
Di alam demokrasi dewasa ini, legitimasi formal didapatkan oleh suatu kepimpinan
pada umumnya di peroleh melalui pertarungan partai politik. Di samping adanya
legitimasi formal sebagai penguatan kepimpinan seringkali didapatkan dengan cara
legitimasi spiritual, yang artinya setiap kepimpinan biasanya diiringi dengan sumpah
atau janji yang di sesuaikan dengan agama yang dipeluknya.
Demikianlah legitimasi yang memang harus mendapat dukungan, keabsahannya dalam
menciptakan suatu pemerintahan yang berjalan untuk kepentingan masyarakat banyak.

Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 13


BAB III .

Kesimpulan
Secara umum, sejarah politik berfokus pada peristiwa-peristiwa yang berkaitan
dengan negara-negara dan proses politik formal. Sejarah Politik "adalah gagasan tentang
negara dengan kekuatan moral dan spiritual di luar kepentingan materi pelajaran: itu
diikuti bahwa negara merupakan agen utama dalam perubahan sejarah" Ini salah satu
perbedaan dengan, misalnya, sejarah sosial, yang berfokus terutama pada tindakan dan
gaya hidup orang biasa, atau manusia dalam sejarah yang merupakan karya sejarah dari
sudut pandang orang biasa.
Partisipasi politik adalah aktivitas warganegara yang bertujuan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik dilakukan orang
dalam posisinya sebagai warganegara, bukan politikus ataupun pegawai negeri. Sifat
partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi oleh negara ataupun partai
yang berkuasa.
Ruang bagi partisipasi politik adalah sistem politik. Sistem politik memiliki pengaruh
untuk menuai perbedaan dalam pola partisipasi politik warganegaranya. Pola partisipasi
politik di negara dengan sistem politik.
Bahwa Legitimas Pengakuan dan penerimaan masyarakat kepada pemimpin
untuk memerintah, membuat dan melaksanakan keputusan politik. Persamaan antara
kekuasaan, kewenangan dan legitimasi karena ketiganya berkaitan dengan hubungan
antara pemimpin dan yang dipimpin atau masyarakat.Perbedaannya kekuasaan adalah
penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana
kebijakan politik.
Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 14

Daftar Pustaka

- Budiarjo, Miriam, "Dasar-Dasar Ilmu Politik", (Jakarta: PT. Gramedia,


1989), hal.159.

- UU No.2 tentang Partai Politik tahun 2011

- Budiardjo, MiriamDasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta. 2008

- Huntington, P Samuel dan Joan Nelson. Partisipasi Politik di Negara


Berkembang. Rineka Cipta. Jakarta. 1994

- Norman H. Hie. 2002. Partisipasi Politik. Jakarta: Gramedia.

- Koran FAJAR, Makasar, Kamis 12 Januari 2011

- Al-Khalidi,
Mahmud. (2002). Baiat dalam Perspektif Pemikiran Politik
Islam. Bangil: Al-Izzah
Partisipasi Politik dan Legitimasi Politik 21

Anda mungkin juga menyukai