Anda di halaman 1dari 18

SISTEM HUKUM YANG DITERAPKAN DI BERBAGAI

NEGARA

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas UTS

Dosen pengampu:
Mabarroh Azizah S.H.I, M.H

Disusun oleh:
Indi Najmi Zaki 234110303063
1 HTN B

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

UIN PROF. K.H SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO

2023
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem hukum didunia merupakan tatanan atau kesatuan yang
utuh yang mengatur kehidupan masyarakat di suatu negara. Setiap
negara di dunia memiliki sistem hukumnya sendiri-sendiri. Sistem
hukum didunia terdiri dari berbagai macam jenis, seperti sistem
hukum Eropa Kontinental, Anglo saxon, islam, adat. Masing -
masing sistem hukum memiliki karakteristiknya sendiri -sendiri
dalam berbagai aspek seperti doktrin, sumber hukum,negara
penganutnya, dan ciri cirinya. Sistem hukum di Indonesia saat ini
merupakan sistem hukum yang berasal dari daratan Eropa
Kontinental. Namun, Indonesia juga memiliki beragam tradisi
dalam masyarakatnya, yang didalamnya berlaku hukum adat
sebagai hukum asli. Sehingga perkembangan hukum di Indonesia
sangat dipengaruhi oleh keanekaragaman agama, adat, masyarakat,
dan sistem hukum yang hidup di Indonesia itu sendiri, Civil law,
Common law, maupun hukum-hukum adat yang ada.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana karakteristik sistem hukum yang ada di dunia dan
sistem hukum apa saja yang diterapkan di Indonesia?
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Hukum


Sistem berasal dari bahasa Yunani "systema" yang dapat diartikan sebagai
keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian. Prof. Subekti, SH
menyebutkan sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu
keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain,
tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan untul
mencapai suatu tujuan. Dalam suatu sistem yang baik tidak boleh terdapat
suatu pertentangan antara bagian-bagian. Selain itu juga tidak boleh terjadi
duplikasi atau tumpang tindih diantara bagian-bagian itu. Suatu sistem
mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya.
Dapat dikatakan bahwa suatu sistem tidak terlepas dari asas. asas yang
mendukungnya. Untuk itu hukum adalah suatu sistem artinya suatu susunan
atau tatanan teratur dari aturan-aturan hidup, keseluruhannya terdiri bagian-
bagian yang berkaitan satu sama lain 3 Dapat disimpulkan bahwa sistem
hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-
bagian atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan
berkaitan secara erat. Untuk mencapai suatu tujuan kesatuan tersebut perlu
kerja sma antara bagian- bagian atau unsur-unsur tersebut menurut rencana
dan pola tertentu.
Sistem hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari
bagian-bagian atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan
berkaitan secara erat. Untuk mencapai suatu tujuan kesatuan tersebut perlu
kerja sma antara bagian-bagian atau unsur- unsur tersebut menurut rencana
dan pola tertentu.
Sistem hukum merupakan suatu tatanan, merupakan suatu kesatuan yang
utuh yan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat
satu sama lain. Dengan kata lain, sistem hukum adalah suatu kesatuan yang
terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja
sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut ditetapkan
terhadap unsur-unsur yuridis seperti; peraturan hukum, asas hukum, dan
pengertian hukum
Menurut Schorde dan Voch pengertian dasar yang terkandung dalam
sistem hukum adalah sebagai berikut:
1. Sistem hukum itu berorientasi kepada tujuan,
2. Keseluruhan adalah dari sekedar jumlah dari bagianya sendiri,
3. Suatu sistem berinteraksi dengan system lebih besar yaitu lingkunganya,1

1 Aris Prio A gus Santoso, SH.,MH. Pengantar Ilmu Hukum(Yogyakarta:Pustaka Baru Press,2023)
hal 31
4.Bekerjanya bagian-bagian dari sistem itu menciptakan sesuatu yang
berharga,
5. Masing-masing harus cocok satu sama lain,
6. Ada kekuatan pemersatu yang mengikat.
Sistem hukum suatu negara bisa terarah kepada tujuan mempertahankan
kedamaian, menjalankan moralitas, melindungi hak- hak asasi, memajukan
kesejahteraan umum, mengembangkan kebaikan umat manusia, melindungi
kebebasan, dan mencapai keadilan. Masing- masing teori menekankan aspek
tertentu yang tentu saja masih terbuka terhadap kritik dan diskusi lebih lanjut.
Sistem hukum perlu diarahkan kepada terjaminnya kedamaian, pengakuan
hak-hak asasi, dan pelestarian lingkungan hidup. Tiga faktor ini bisa
diringkaskan menjadi kebaikan manusia dan keutuhan tata ciptaan. Jadi,
sistem hukum bertujuan untuk mencapai kebaikan bagi manusia dan
menjamin keutuhan tata ciptaan. Hukum harus bisa menjadi instrumen untuk
mencapai keadilan. Pertama, peraturan-peraturan setiap hukum pada dirinya
harus adil, sehingga aplikasinya oleh pengadilan tidak akan memihak. Kedua,
hukum harus bisa memastikan bahwa negara akan memperlakukan setiap
warganya secara adil, dan bahwa setiap warga negara melakukan keadilan
terhadap sesamanya.
Negara negara penganut sistem hukum Eropa Koninental atau civil law
antara lain negara negara Perancis, Jerman, Belanda dan bekas jajahan
Belanda antara lain Indonesia, Jepang dan Thailand. Pada sistem ini, putusan
pengadilan berdasarkan pada peraturan perundang undangan yang berlaku,
contohnya bisa UUD 45, Tap MPR, UU/Perpu, Peraturan Pemerintah,
Perpres/Kep Pres, MA, Keputusan Menteri dan lain lain, jadi, keputusan
pengadilan bersifat fleksibel (berubah ubah) tergantung hakim yang
memutuskan berdasarkan fakta/bukti yang ada.
Tidak menganut sistem juri karena negara negara tersebut menganut faham
bahwa orang awam yang tidak tahu hukum tidak bisa ikut andil/menentukan
nasib seseorang, tetapi putusan Hakim menentukan berdasarkan fakta sumber
sumber dan saksi saksi yang mendukung. Adanya sistem perjanjian "the
receipt rule" yakni perjanjian terbentuk ketika penerimaan terhadap suatu
penawaran sampai ke pemberi tawaran. Jadi, ketika seseorang membatalkan
suatu kontrak perjanjian dengan cara mengirimkan email atau surat fax ke
perusahaan tertentu, maka perjanjian pembatalan terlaksana ketika surat
tersebut dibaca oleh manajer atau pemilik perusahaan yang bersangkutan. jika
karena masalah (belum sampai membaca surat) maka perjanjian masih belum
terlaksana2

2 Aris Prio A gus Santoso, SH.,MH. Pengantar Ilmu Hukum(Yogyakarta:Pustaka Baru Press,2023)
hal 31
B. Subsistem Hukum
Suatu sistem hukum haruslah tersusun dari sejumlah bagian- bagian yang
dinamakan subsistem hukum, yang secara bersama- sama mewujudkan
kesatuan yang utuh. Sistem hukum di Indonesia misalnya, dalam sistem
hukum positifnya terdiri atas subsistem hukum pidana, subsistem hukum
perdata, subsistem hukum tata negara, dan sebagaianya, tentu saja saling
berbeda tetapi tetap dalam satu kesatuan, yaitu sistem hukum Indonesia.
Mengukur hukum sebagai suatu sistem menurut Fuller (Satjipto Rahardjo,
1986: 91-92), harus diletakkan pada delapan asas yang dinamakan principle of
legality yang bukan hanya menjadi syarat keberadaan sistem hukum,
melainkan juga memberikan pengkualifikasian bagi sistem hukum sebagai
satu kesatuan yang mengandung suatu moralitas tertentu. Kedelapan asas
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, yaitu tidak
boleh mengandung keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc belaka.
2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan.
3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, karena tidak bisa dipakai
sebagai pedoman tingkah laku dan merusak integritas peraturan yang
ditujukan pada waktu yang akan datang.
4. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti.
5. Suatu sistem hukum tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang
bertentangan satu sama lain.
6. Peraturan-peraturan itu tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi
apa yang dapat dilakukan.
7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah peraturan, karena akan
menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi.
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelak-
sanaannya sehari-hari.3

Dinamika kehidupan masyarakat yang sangat pesat di berbagai bidang


kehidupan, tentu akan membawa dampak terhadap keberadaan dan
berlakunya hukum. Dampak tersebut dapat menimbulkan berbagai
kemungkinan dalam memenuhi kebutuhan dan rasa keadilan warga
masyarakat. Kemungkinan tersebut antara lain, hukum dapat menimbulkan
masalah baru, atau hukum justru bertentangan dengan nilai nilai sosial yang
dianut oleh warga masyarakat. Di sinilah peran hukum dan peradilannya
dituntut untuk senantiasa menggali nilai- nilai yang hidup, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1974

3 Dr.Marwan Mas,S.H.,M.H.Pengantar Ilmu Hukum.(Bogor:Ghalia Indonesia,2011) hal 116


yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Nonet & Selznick (Peters dan Koesriani Siswosoebroto, 1990: 161-162)


mengemukakan bahwa ada tiga keadaan dasar hukum dalam masyarakat dan
hemat penulis dapat mempengaruhi berlakunya sistem hukum, yaitu sebagai
berikut.
1.Hukum represif, yaitu hukum yang dijadikan sebagai alat kekuasaan
represif, bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan dasar keabsahannya
melalui pengamanan masyarakat. Tipe hukum represif tidak akan
menghasilkan rasa keadilan, karena hukum digunakan sebagai alat
kekuasaan oleh penguasa negara. Bahkan, tipe hukum seperti ini lebih
cenderung sebagai tipe hukum yang "paranoid", karena ketakutan yang
berlebihan, hukum digunakan sebagai alat pemaksa.
Tipe hukum represif berkaitan dengan kekuasaan, menurut Nonet & Selznick
mempunyai ciri sebagai berikut.
a. Institusi hukum langsung terbuka bagi kekuasaan politik, hukum
diidentifikasikan dengan negara dan tunduk pada kepentingan negara
(rasion d'etat).
b. Penguasa cenderung mengidentifikasikan kepentingannya dengan
kepentingan warga masyarakat.
c. Rakyat tetap berkesempatan mendapatkan keadilan.
d. Terdapat badan-badan pengawasan khusus, seperti polisi, yang menjadi
pusat kekuasaan yang bebas.
e. Hukum dan otoritas resmi digunakan untuk menegakkan konfromitas
kebudayaan.

2. Hukum yang otonom, yaitu hukum yang diwujudkan sebagai institusi yang
bebas dari pengaruh masyarakat, bertujuan untuk melakukan legitimasi
berdasarkan atas prosedur-formal sekaligus membatasi diskresi. Di dalam
menangani suatu permasalahan atau konflik dalam masyarakat, selalu
mengedepankan prosedural-legalistik, sehingga yang muncul adalah
"keadilan prosedural" belaka tanpa mempertimbangkan rasa keadilan
masyarakat secara luas.4

4 Dr.Marwan Mas,S.H.,M.H.Pengantar Ilmu Hukum.(Bogor:Ghalia Indonesia,2011) hal 118


Ciri-ciri hukum yang otonom adalah sebagai berikut.
a. Hukum dipisahkan dari politik melalui pemisahan fungsi hukum.
b. Tata hukum mendukung model aturan hukum.
c. Prosedur merupakan pusat hukum.
d. Kepatuhan hukum dipahami sebagai kepatuhan yang ketat.

3. Hukum responsif, yaitu hukum yang diimplementasikan sebagai fasilitator


dari respons terhadap kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Tipe
hukum responsif akan melahirkan "keadilan substansial", karena hukum
dimaknai sebagai sarana rekayasa sosial yang dilakukan secara terencana
menuju pola pikir dan pola perilaku yang lebih baik. Hukum responsif
pada dasarnya bertujuan agar hukum lebih tanggap terhadap kebutuhan
warga masyarakat, serta lebih efektif menangani konflik yang terjadi
dalam kehidupan sosial masyarakat.

Tipe hukum responsiflah yang cocok dimanifestasikan dalam


mengantisipasi besarnya pengaruh globalisasi di berbagai aspek, seperti
kemajuan bidang informasi dan transfortasi. Bagaimanapun, globalisasi
membawa pengaruh terhadap mekanisme kerja sistem hukum Indonesia.
Kendati dikenal adanya perbedaan di antara sistem hukum dan sistem
peradilan yang ada di dunia, tetapi diharapkan perbedaan itu tidak membuat
sistem-sistem tersebut jauh tertinggal di belakang perubahan dan globalisasi
dunia. Paling tidak, sistem hukum dan sistem peradilan itu, senantiasa selaras
dengan tujuan-tujuan hidup kemasyarakatan, termasuk bagaimana peran aktif
para pelaksana hukum untuk membangun masyarakat.5

C. Fungsi Sistem Hukum


Output hukum adalah apa yang dihasilkan oleh sistem hukum sebagai
respon atas tuntutan sosial. Setiap surat yang ditujukan pada seorang anggota
kongres, setiap surat gugatan yang diajukan ke sebuah pengadilan, setiap
panggilan telepon kepada seorang polisi merupakan tuntutan terhadap sistem
hukum. Setiap keputusan, perintah, penangkapan, setiap rancangan undang-
undang yang diloloskan, setiap elevator yang diinspeksi adalah output atau
respon. Output- output umum ini adalah fungsi-fungsi menyeluruh dari
hukum, apa yang diharapkan oleh masyarakat dari sistem.
Pada taraf yang paling umum, sistem hukum memiliki fungsi untuk
mendistribusikan dan menjaga alokasi nilai-nilai yang benar menurut
masyarakat. Alokasi ini, yang tertanam dengan pemahaman akan kebenaran,

5 Dr.Marwan Mas,S.H.,M.H.Pengantar Ilmu Hukum.(Bogor:Ghalia Indonesia,2011) hal 118


adalah apa yang umumnya disebut sebagai keadilan. Aristoteles menarik garis
perbedaan yang terkenal antara keadilan distributif dan keadilan komutatif,
antara prinsip di mana kekayaan dan kehormatan dialokasikan di antara warga
dan yang berkenaan dengan individu dan gugatan hukum." Di tengah konsep
keadilan terdapat 37 gagasan mengenai bagaimana mempertemukan orang
dan hal apa yang pantas mereka dapatkan, ditinjau secara etis-tidak lebih dan
tidak kurang. Seperti apa hal ini dan bagaimana menjalankannya merupakan
masalah yang telah digeluti oleh para filosof hukum selama berabad-abad. Di
sini kita menghadapi gagasan tersebut hanya sebagai fakta sosiologis-sebagai
mandat yang diberikan oleh publik yang relevan dengan sistem hukum.
Dengan kata lain, sistem hukum diandaikan untuk menjamin distribusi yang
benar atau tepat (atau barangkali yang paling nyaman) di antara orang-orang
dan kelompok. Dalam gugatan hukum dan transaksi individu, sistem harus
menerapkan peraturan yang benar atau tepat (atau barangkali yang paling
nyaman).
Fungsi pokok lainnya dari sistem hukum adalah kontrol sosial-yang pada
dasarnya berupa pemberlakuan peraturan mengenai perilaku yang benar. Para
polisi dan hakim mengetahui bahwa para pencuri harus ditangkap dan
dikirimkan ke penjara. Kita bisa menamakan hukum pidana sebagai kontrol
sosial primer. Kontrol sosial sekunder-menasihati, memberi pelajaran,
merehabilitasi-sama saja pentingnya. Pencuri yang tertangkap dan diseret ke
pengadilan tidak semata-mata dikontrol ia jugadiberi pelajaran. Fungsi lain
dari hukum adalah menciptakan norma-norma itu sendiri, bahan-bahan
mentah bagi kontrol sosial. Kekuatan-kekuatan sosial melon- tarkan tekanan-
tekanan; tuntutan-tuntutan ini "membentuk" hukum, namun institusi-institusi
yang ada pada sistem hukum menuai tuntutan- tuntutan itu, menghablurkan
dan mengubahnya menjadi peraturan, prinsip, dan instruksi-instruksi bagi
para pegawai negeri dan penduduk pada umumnya. Dalam menjalankan hal
ini, sistem hukum bisa bertindak sebagai instrumen perubahan yang tertata,
rekayasa sosial (social engineering). Contoh yang paling jelas adalah fungsi
legislatif. Pengadilan-pengadilan juga menciptakan peraturan - khususnya
dalam sistem-sistem hukum umumn, dan ada lusinan dewan, lembaga, komisi,
dll. dengan kekuasaan membuat-peraturan dalam pemerintah modern,
kebanyakan di antara mereka memiliki kekuasaan untuk mengarahkan dan
mengontrol.6

6 Lawrence M. Friedman. Sistem Hukum. (Bandung:Nusa Media, 2018) hal 19


D. Macam Macam Sistem Hukum
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan yang
sering disebut sebagai "Civil Law". Sebenarnya semula berasal dari
kodifikasi hukum yang berlaku di Kekaisaran Roma- wi pada masa
pemerintahan Kaisar Justinianus abad VI Sebelum Masehi. Peraturan-
peraturan hukumnya merupakan kumpulan dari pelbagai kaidah hukum
yang ada sebelum masa Justinianus yang kemudian disebut "Corpus Juris
Civilis". Dalam perkem- bangannya, prinsip-prinsip hukum yang terdapat
pada Corpus Juris Civilis itu dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi
hukum di negara-negara Eropa daratan, seperti Jerman, Belanda, Perancis
dan Italia, juga Amerika Latin dan Asia termasuk Indonesia pada masa
penjajahan pemerintah Belanda.
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental itu
ialah "hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam
peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara
sistematik di dalam kodifika- si atau kompilasi tertentu". Prinsip dasar ini
dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah
"kepastian hukum". Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau
tindakan-tindakan hukum manusia di dalam pergaulan hidup diatur dengan
peraturan-peraturan hukum yang tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan
berdasarkan sistem hukum yang dianut, maka hakim tidak dapat leluasa
untuk menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum.
Hakim hanya berfungsi "menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan
dalam batas- batas wewenangnya". Putusan seorang hakim dalam suatu
perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins Res
Ajudicata).
Sejalan dengan pertumbuhan negara-negara nasional di Eropa, yang
bertitik tolak kepada unsur kedaulatan nasional termasuk kedaulatan untuk
menetapkan hukum, maka yang menjadi sumber hukum di dalam sistem
hukum Eropa Kontinental adalah undang-undang yang dibentuk oleh
pemegang kekuasaan legislatif. Selain itu juga diakui peraturan-peraturan
yang dibuat pegangan kekuasaan eksekutif berdasarkan wewenang yang
telah ditetapkan oleh undang-undang dan "kebiasaan-kebiasaan" 'yang
hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak berten
tangan dengan undang-undang. Berdasarkan sumber-sumber hukum itu,
maka sistem hukum Eropa Kontinental penggolongannya ada dua yaitu
"hukum publik" dan "hukum privat".7

7 R.Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1996) hal 19
2. Sistem Hukum Anlo Saxon (Anglo Amerika)
Sistem hukum Anglo Saxon, yang kemudian dikenal dengan sebutan"
Anglo Amerika", mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang sering
disebut sebagai sistem "Common Law" dan sistem "Unwritten Law" (tidak
tertulis). Walaupun disebut sebagai unwritten law tetapi tidak sepenuhnya
benar, karena di dalam sistem hukum ini dikenal pula adanya sumber-
sumber hukum yang tertulis (statutes). Sistem hukum Anglo Amerika ini
dalam perkembangannya melandasi pula hukum positif di negara-negara
Amerika Utara, seperti Kanada dan beberapa negara Asia yang termasuk
negara-negara persemakmuran Inggris dan Australia, selain di Amerika
Serikat sendiri.
Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo Amerika ialah "putusan-
putusan hakim/pengadilan" (Judicial decisions). Melalui putusan-putusan
hakim yang mewujudkan kepastian hukum, maka prinsip-prinsip dan
kaidah-kaidah hukum dibentuk dan menjadi kaidah yang mengikat umum.
Di samping putusan hakim, maka kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-
peraturan tertulis undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui,
walaupun banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan peraturan
tertulis itu berasal dari putusan-putusan di dalam pengadilan. Sumber-
sumber hukum itu (putusan hakim, kebiasaan dan per- aturan administrasi
negara) tidak tersusun secara sistematik dalam hirarki tertentu seperti pada
sistem hukum Eropa Kontinental. Selain itu juga di dalam sistem hukum
Anglo Amerika adanya Peranan yang diberikan kepada seorang hakim
berbeda dengan sistem hukum Eropa Kontinental. Hakim berfungsi tidak
hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan
peraturan-peraturan hukum saja, melainkan peranannya sangat besar yaitu
membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai
wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang
berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi
pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis.
Sistem hukum Anglo Amerika menganut suatu doktrin yang pada
hakikatnya menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang
hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip hukum yang sudah
ada di dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya
(preseden). Hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai
keadilan, kebenaran dan akal sehat (common sense) yang dimilikinya. 8

8 Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta:Preadamedia Group,2013)


3. Sistem Hukum Adat
Sistem hukum ini hanya terdapat dalam lingkungan kehidupan sosial di
Indonesia dan negara-negara Asia lainnya, seperti Cina, India, Jepang dan
negara lain. Istilahnya berasal dari bahasa Belanda "Adatrecht" yang untuk
pertama kali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje. Pengertian hukum
Adat yang digunakan oleh Mr.C.van Vollenhoven (1928) mengandung
makna bahwa hukum Indonesia dan kesusilaan masyarakat merupakan
hukum Adat dan Adat yang tidak dapat dipisahkan dan hanya mungkin
dibedakan dalam akibat-akibat hukumnya. Kata "hukum" dalam
pengertian hukum Adat lebih luas artinya dari istilah hukum di Eropa,
karena terdapat peraturan-peraturan yang selalu diperta- hankan
keutuhannya oleh pelbagai golongan tertentu dalam lingkungan kehidupan
sosialnya, seperti masalah pakaian, pangkat pertunangan dan sebagainya.
Sedangkan istilah "Indonesia" digunakan untuk membedakan dengan
hukum Adat lainnya di kawasan Asia. Dan kata Indonesia itu untuk
pertama kali dipakai pada tahun 1850 oleh James Richardson Logan dari
salah satu karang- annya di Penang yang dimuat dalam Journal of the
Indian Archi- pelago and Eastern Asia, untuk menunjukkan adanya nama
bangsa-bangsa yang hidup di Asia Tenggara.
Sistem hukum Adat bersumber kepada peraturan-peraturan hukum tidak
tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran
hukum masyarakatnya. Dan hukum Adat itu mempunyai tipe yang bersifat
tradisional dengan berpangkal kepada kehendak nenek moyang. Untuk
ketertiban hukumnya selalu diberikan penghormatan yang sangat besar
bagi kehendak suci nenek moyang itu. Karenanya keinginan untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu selalu dikembalikan kepada
pangkalnya kehendak suci nenek moyang sebagai tolok ukur terhadap
keinginan yang akan dilakukan. Peraturan-peraturan hukum Adat juga
dapat berubah tergantung dari pengaruh kejadi- an-kejadian dan keadaan
hidup yang silih berganti. Perubahannya sering tidak diketahui bahkan
kadang-kadang tanpa disadari masyarakat, karena terjadi pada situasi
sosial tertentu di dalam ehidupan sehari-hari. Dari sumber hukum yang
tidak tertulis itu, maka hukum Adat dapat memperlihatkan
kesanggupannya untuk menyesuaikan diri dan elastik. Misalnya, kalau
seorang dari Minangkabau datang ke daerah Sunda dengan membawa
ikatan-ikatan tradisinya, maka secara cepat ia dapat menyesuaikan dengan
tradisi daerah yang didatangi. Keadaan ini berbeda dengan hukum yang
peraturan- peraturannya ditulis dan dikodifikasikan dalam sebuah kitab
Undang-undang atau peraturan perundangan lainnya yang sulit dapat
diubah secara cepat untuk penyesuaian dalam situasi sosial tertentu, karena
dalam perubahannya masih diperlukan alat peng- ubah melalui
seperangkat alat-alat perlengkapan negara yang berwenang untuk itu
dengan membuat Berdasarkan sumber hukum dan tipe hukum Adat itu,
maka perundangan baru. dari 19 daerah lingkungan hukum (rechtskring) di
IndonesiaSistem hukum Adat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Hukum Adat mengenai Tatanegara (tata susunan rakyat mengatur
tentang susunan dari dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan
hukum (rechtsgemenschappen) sertasusunan dan lingkungan kerja alat-alat
perlengkapan, jabatan jabatan dan penjabatnya.
2. Hukum Adat mengenai Warga (hukum warga) terdiri dari;
a. Hukum pertalian sanak (perkawinan, waris).
b. Hukum tanah (hak ulayat tanah, transaksi-transaksi tanah).
c. Hukum perhutangan (hak-hak atasan, transaksi-transaksi tentang benda
selain tanah dan jasa).
3. Hukum Adat mengenai delik (hukum pidana), memuat peraturan-
peraturan tentang pelbagai delik dan reaksi masyara kat terhadap
pelanggaran hukum pidana itu.
Hukum Adat yang merupakan pencerminan kehidupan masyarakat
Indonesia, sedangkan masyarakat itu sendiri selalu berkembang, dengan
tipe yang mudah berubah dan elastik, maka sejak penjajahan Belanda
banyak mengalami perubahan sebagai akibat dari politik hukum yang
ditanamkan oleh pemerintah penjajah itu. Perubahan secara formal terjadi
dalam penghapusan berlakunya hukum Adat mengenai delik (hukum
pidana) dan diberlakukan peraturan-peraturan hukum pidana tertulis yang
dikodifikasikan di samping perundangan tertulis lainnya bagi seluruh
masyarakat Indonesia. Keadaan ini berlangsung sampai Indonesia merdeka
dan masih diberlakukan untuk mengisi kekosongan dalam bidang hukum
pidana selama belum ada undang-undang hukum pidana nasional. Selain
hukum pidana Adat dihapus, juga diperkenalkan adanya peraturan-
peraturan hukum dalam hukum perdata bidang perikatan yang secara
lambat laun menghapuskan dengan sendirinya sebagian besar hukum
perhutangan Adat. Sedangkan dalam perkembangan selanjutnya untuk
hukum tanah ditanamkan kesadaran hukum tentang kegunaan tanah seperti
yang dituangkan dalam Undang-undang Pokok Agraria. Dan mengenai
hukum pertalian sanak dalam segi tertentu dikembangkan melalui
yurisprudensi.9

9 R.Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1996) hal 70
Hukum adat dalam bidang hukum, ada yang bersifat netral dan non-
netral (sensitif). Menurut Lastuti Abubakar bidang hukum netral berarti
tidak ada kaitannya dengan aspek spritual manusia, seperti: hukum benda,
hukum perjanjian dan bidang hukum ekonomi, sedangkan hukum non-
netral sangat berkaitan erat dengan spritual manusia, seperti hukum
perkawinan, hukum waris dan hukum tanah.
Beberapa penelitian yang menyuguh-kan persolan adat, pernikahan, dan
masya-rakat muslim di Indonesia, seperti penelitian yang dilakukan
Murdan yang membahas mengenai Pluralisme Hukum di Indonesia terkait
Intrlegality dalam perkawinan masya-rakat Islam Sasak, hasilnya bahwa
plura-lisme hukum dalam masyarakat Islam Sasak terus terjadi, beberapa
alasan hokumnya ialah: 1) ketaatan masyarakat Sasak dalam
mempraktikan adat dan agama, 2) pengaruh kebijakan hukum masa
kolonial, 3) hukum di Indonesia yang menghormati dan melindungi
pluralitas, 4) ada kecondongan beberapa masyarakat memilih salah satu
hukum dalam perkawinan, bisa hukum Isam, adat Sasak, atau negara, 5)
ada praktik Arabisasi, 6) pandangan positif masyarakat Sasak atas
perkawinan masyarakat perkotaan, 7) pergumulan otoritas atau wewenang
dalam perkawinan masyarakat Islam Sasak.
Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa realitas masyarakat muslim di
Indonesia mengenai adat dan pernikahan menjadi persoalan hukum yang
hidup di masyarakat.10

4. Sistem Hukum Islam


Sistem hukum ini semula dianut oleh masyarakat Arab sebagai awal
dari timbulnya dan penyebaran agama Islam. Kemudian berkembang ke
negara-negara lain di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika secara individual
atau kelompok. Sedangkan untuk beberapa negara di Afrika dan Asia
perkembangannya sesuai dengan pembentukan negara itu yang berasaskan
ajaran Islam. Bagi negara Indonesia walaupun mayoritas warga negaranya
beragama Islam, pengaruh agama itu tidak besar dalam bernegara, karena
asas pembentukan negara bukanlah menganut ajaran Islam.
Sistem hukum Islam bersumber hukum kepada:
a. Quran, yaitu kitab suci dari kaum muslimin yang diwahyukan oleh Allah
kepada Nabi Rasul Allah Muhammad dengan perantaraan Malaikat
Jibril.
b. Sunnah Nabi, ialah cara hidup dari Nabi Muhammad atau cerita-cerita
(hadis) mengenai Nabi Muhammad.

10Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani Lubis, Relasi Hukum Islam dan Adat dalam Tradisi Pamogih pada
Perkawinan Masyarakat Muslim Bondowoso. Volkgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi
c. Ijma, ialah kesepakatan para ulama besar tentang suatu hal dalam cara
bekerja (berorganisasi).
d. Qiyas, ialah analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara
dua kejadian. Cara ini dapat dijelmakan melalui metode ilmu hukum
berdasarkan deduksi dengan menciptakan atau menarik suatu garis
hukum baru dari garis hukum lama dengan maksud memberlakukan
yang baru itu kepada suatu keadaan karenna persamaan yangg ada
didalamnya.
Agama Islam dengan sengaja diturunkan oleh Allah melal malaikat
Gibrail kepada Nabi Muhammad dengan maksud nyusun ketertiban dan
keamanan serta keselamatan umat manu sia. Karena itu dasar-dasar
hukumnya mengatur mengenai segi pembangunan, politik, sosial ekonomi
dan budaya di ping hukum-hukum pokok tentang kepercayaan dan
kebaktian atau ibadat kepada Allah. 11
berdasarkan sumber-sumber hukumnya, sistem hukum Islam dalam
"Hukum Fikh" terdiri dan dua hukum pokok, ialah:
a. Hukum Rohaniah, lazim disebut "Ibadat", yaitu cara-cara menjalankan
upacara tentang kebaktian terhadap Allah, seperti sholat, puasa, zakat
dan menjalankan haji.
b. Hukum Duniawi, terdiri dari:
-Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan menge nai hubungan
antar manusia dalam bidang jual-beli, sewa menyewa, perburuhan,
hukum tanah, hukum perikatan hak milik, hak kebendaan dan
hubungan ekonomi pada umumnya.
-Nikah, yaitu perkawinan dalam arti membentuk sebuah keluarga yang
terdiri dari syarat-syarat dan rukun-rukun- nya, hak dan kewajiban,
dasar-dasar perkawinan monoga mi dan akibat-akibat hukum
perkawinan.
-Jinayat, yaitu hukum pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap
hukum Allah dan tindak pidana kejahatan.
Sistem hukum Islam ini menganut suatu keyakinan dari ajaran agama
Islam dengan keimanan lahir batin secara individual. Bagi negara-negara
yang menganut asas hukum Islam dalam bernegara melaksanakan
peraturan-peraturan hukumnya secara taat se- suai yang dianggap adil
berdasarkan peraturan perundangan negara yang dibuat dan tidak
bertentangan dengan ajaran Islam.12

11 R.Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1996) hal
73
12 R.Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1996) hal

74
E. Perbedaan Dua Sistem Hukum
Beberapa perbedaan antara sistem hukum Eropa kontinental dengan sistem
anglo saxon sebagai berikut:
1. Sistem hukum eropa kontinental mengenal sistem peradilan administrasi,
sedang sistem hukum anglo saxon hanya mengenal satu peradilan untuk
semua jenis perkara.
2. Sistem hukum eropa kontinental menjadi modern karena pengkajian yang
dilakukan oleh perguruan tinggi sedangkan sistem hukum anglo saxon
dikembangkan melalui praktek prosedur hukum.
3. Hukum menurut sistem hukum eropa kontinental adalah suatu sollen bulan
sein sedang menurut sistem hukum anglo saxon adalah kenyataan yang
berlaku dan ditaati oleh masyarakat.
4. Penemuan kaidah dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan atau
penyelesaian sengketa, jadi bersifat konsep atau abstrak menurut sistem
hukum eropa kontinental sedang penemuan kaidah secara kongkrit langsung
digunakan untuk penyelesaian perkara menurut sistem hukum anglo saxon.
5. Pada sistem hukum eropa kontinental tidak dibutuhkan lembaga untuk
mengoreksi kaidah sedang pada sistem hukum anglo saxon dibutuhkan suatu
lembaga untuk mengoreksi, yaitu lembaga equaty.
6. Pada sistem hukum eropa kontinental dikenal dengan adanta kodifikasi
hukum sedangkan pada sistem hukum anglosaxon tidak ada kodifikasi.
7. Keputusan hakim yang lalu (yurisprudensi) pada sistem hukum eropa
kontinental tidak dianggap sebagai kaidah atau sumber hukum sedang pada
sistem hukum anglo saxon keputusan hakim terdahulu terhadap jenis perkara
yang sama mutlak harus diikuti.
8. Pada sistem hukum eropa kontinental pandangan hakim tentang hukum
adalah lebih tidak tekhnis, tidak terisolasi dengan kasus tertentu sedang pada
sistem hukum anglo saxon pandangan hakim lebih teknis dan tertuju pada
kasus tertentu.
9. Pada sistem hukum eropa kontinental bangunan hukum, sistem hukum, dan
kategorisasi hukum didasarkan pada hukum tentang kewajiban sedang pada
sistem hukum anglo saxon kategorisasi fundamental tidak dikenal. 13

13Aris Prio Agus Santoso, SH.,MH. Penantar Ilmu Hukum. (Yogyakarta:Pustakabarupress,2023) hal
34
Berikut adalah perbedaan antara sistem hukum adat dan sistem hukum Islam
di Indonesia:
Sistem Hukum Adat
-Sistem hukum adat adalah sistem hukum yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat adat di Indonesia.
-Sistem hukum adat berbeda-beda corak dan bentuknya pada masing-masing
daerah.
-Hukum adat merupakan hukum yang hidup di tengah masyarakat, dan
perubahan dalam hukum adat bisa terjadi.
-Hukum adat adalah sumber dari pembentukan hukum nasional.

Sistem Hukum Islam


-Sistem hukum Islam adalah sistem hukum yang bersumberkan dari Al-
Qur'an dan Hadis.
-Hukum Islam memiliki aturan yang ada dalam Al-Qur'an dan Hadis.
-Hukum Islam di Indonesia bukanlah hukum Islam murni yang bersumberkan
dari Al- Qur'an dan Hadis, melainkan hukum Islam yang telah diwarnai
dengan tradisi lokal yang sudah ada sebelumnya.
-Hukum Islam adalah sumber utama dalam pembentukan hukum nasional. 14

14
Mesa Indra Naiborhu,Perbandigan Hukum Adat Hukum Islam dan Hukum Barat. Ilmu
Hukum,2021
KESIMPULAN
Sistem hukum merupakan suatu tatanan yang terdiri dari berbagai
komponen yang berkaitan satu sama lain, dan tujuannya adalah untuk mencapai
keadilan, kepastian hukum, dan kebaikan masyarakat. Teori sistem hukum
melibatkan beberapa prinsip dasar, seperti orientasi kepada tujuan,
keberinteraksian dengan lingkungan, penciptaan nilai, kesesuaian antar bagian,
dan kekuatan pemersatu. Dalam konteks sistem hukum, ada berbagai jenis sistem
yang berkembang di berbagai negara. Dua sistem hukum utama yang umum
dikenal adalah Sistem Hukum Eropa Kontinental dan Sistem Hukum Anglo
Amerika.
Fungsi sistem hukum pada umumnya meliputi distribusi nilai-nilai sosial
yang benar (keadilan), kontrol sosial, pembentukan norma, dan rekayasa sosial.
Fungsi-fungsi ini bertujuan untuk menjaga ketertiban sosial, memastikan
kepatuhan hukum, serta menciptakan perubahan yang sesuai dengan nilai dan
kebutuhan masyarakat. Dalam masyarakat yang terus berubah dan globalisasi
yang semakin memengaruhi peraturan hukum, penting untuk memahami bahwa
sistem hukum perlu beradaptasi dengan perkembangan sosial dan
mempertimbangkan nilai-nilai keadilan, kebenaran, dan kebaikan dalam
pengambilan keputusan hukum. Setiap sistem hukum memiliki karakteristiknya
sendiri, tetapi tujuannya adalah untuk mencapai keadilan dan kebaikan
masyarakat dalam kerangka hukum yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani Lubis, Relasi Hukum Islam dan Adat dalam
Tradisi Pamogih pada Perkawinan Masyarakat Muslim Bondowoso.
Volkgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi
Djamali, R.Abdoel.1996. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada
Lawrence M. Friedman. 2018. Sistem Hukum. Bandung:Nusa Media
Mahmud, Marzuki Peter.2013. Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta:Prenamedia Group
Mas, Dr. Marwan.2011. Pengantar Ilmu Hukum.Bogor:Ghalia Indonesia
Mesa Indra Naiborhu,2021.Perbandigan Hukum Adat Hukum Islam dan Hukum
Barat. Ilmu Hukum,
Prio Agus Santoso, Aris.2023.Pengantar Ilmu Hukum.
Yogyakarta:Pustakabarupress

Anda mungkin juga menyukai