Anda di halaman 1dari 78

Bahan Kuliah

Sistem Hukum Indonesia


Aby Maulana, SH. MH.

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik


Universitas Muhammadiyah Jakarta
2015
Pokok Bahasan
1. Pemahaman mengenai “Sistem Hukum” (legal substance, legal structure
dan legal culture)
2. Sistem Hukum (Keluarga Hukum) Civil law & Common law;
3. Manusia, masyarakat , kaidah sosial dan hukum;
4. Penggolongan Hukum (menurut sumber, isi, kekuatan berlakunya,
fungsinya, bentuknya, luas berlakunya, tempat berlakunya, dan waktu
berlakunya);
5. Sumber Hukum (materiil dan formal);
6. Asas Hukum;
7. Jenis-jenis lapangan hukum:
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Administrasi Negara
c. Hukum Perdata
d. Hukum Dagang
e. Hukum Pidana, dsb.
8. Pembentukan, penegakan dan penerapan hukum.
9. Sistem Hukum Indonesia.
Chapter I
Pemahaman Tentang
“Sistem Hukum”
(legal substance, legal structure & legal culture)
SISTEM HUKUM
 Prof. Satjipto: sistem adalah suatu kesatuan yang bersifat
kompleks yang terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan satu
sama lain, dimana bagian-bagian tersebut bekerjasama secara
aktif untuk mencapai tujuan pokok dari kesatuan tersebut (Schrode
dan Voch, 1974:122)

 Subekti berpendapat bahwa suatu sistem adalah suatu susunan


atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas
bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut
suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan untuk
mencapai suatu tujuan. Dalam suatu sistem yang baik tidak boleh
terdapat suatu pertentangan atau perbenturan antara bagian-
bagian dan juga tidak boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih
(over lapping) di antara bagian-bagian itu.
 Meuwissen mengartikan sistem hukum sebagai konstruksi (teoritis)
yang di dalamnya pelbagai norma/kaidah hukum dipikirkan dalam
suatu hubungan logis-konsisten menjadi suatu kesatuan tertentu.
Sistem hukum merupakan kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang
terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang satu sama lain
saling berhubungan dan berkaitan secara erat.

 Prof. Sudikno: Sistem hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-


tatanan yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang satu
sama lain saling berhubungan dan kait mengait secara erat.

Untuk mencapai tujuan kesatuan itu diperlukan kerjasama antara


unsur-unsur tersebut.
Jadi, tegasnya: Sistem Hukum bukan hanya sekedar kumpulan
peraturan-peraturan hukum tetapi masing-masing peraturan hukum
itu satu sama lain saling berkaitan dan tidak boleh terjadi konflik
atau kontradiksi di dalamnya.
 Fuller: Ada 8 asas sebagai tolak ukur, apakah suatu sistem itu
dapat dikatakan sebagai suatu sistem hukum (Principle of legality):
1. Suatu sistem hukum itu harus mengandung aturan-aturan yang
tidak hanya memuat keputusan yang bersifat sementara (ad-Hoc)
2. Peraturan-peraturan yang dibuat harus diumumkan.
3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut.
4. Peraturan-peraturan harus dirumuskan dengan kata-kata yang
dapat dimengerti.
5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang
bertentangan satu sama lain.
6. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung ketentuan yang
melebihi apa yang dapat dilakukan.
7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering merubah peraturan
sehingga orang akan kehilangan orientasi.
8. Harus ada kecocokan antara satu peraturan dengan
pelaksanaannya.
 Lawrence M. Friedman mengemukakan Teori Legal System, yang
mensyaratkan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan
hukum sangat tergantung pada unsur materi/substansi hukum
(Substance of the Law), struktur hukum (structure of the law), dan
budaya hukum (legal culture).

Substans
i Hukum

Struktur
Hukum

Budaya
Hukum
1. Legal Subtance (Subtansi Hukum)
 Substansi ini merujuk kepada aturan atau peraturan perundang-

undangan yang dibentuk oleh lembaga yang berwenang berdasarkan


tugas dan fungsinya. Bahkan hukum umumnya di Indonesia itu
diidentikkan sebagai aturan. Substansi dalam sistem hukum,
sebenarnya juga dapat diartikan sebagai keseluruhan asas-hukum,
norma hukum dan aturan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis, termasuk putusan pengadilan.

2. Legal Structure (Struktur Hukum)


 Struktur adalah kelembagaan, dalam hal ini kelembagaan hukum sama

pentingnya dengan aturan. Kelembagaan hukum lah yang membuat


aturan-aturan itu bisa bekerja. Struktur meliputi keseluruhan institusi
pembentukan hukum, penerapan hukum dan penegakan hukum,
beserta aparatnya. Jadi mencakup di dalamnya, yakni: Kepolisian;
Kejaksaan; Lembaga Peradilan dan Advokat adalah sebagian saja dari
kelembagaan hukum, yaitu khusus pada penerapan dan penegakan.
 Kelembagaan ini berfungsi untuk membentuk dan melaksanakan
suatu aturan. Adanya suatu aturan tanpa adanya lembaga yang
berfungsi di dalam masyarakat sama saja tidak ada artinya. Bila
hukum itu hanya sebuah aturan, maka hukum itu tidak lebih dari
kata-kata indah di dalam undang-undang. Misalnya, dalam sebuah
undang-undang dikatakan bahwa: “pakir miskin dan anak terlantar
di pelihara oleh negara”, bila tidak ada lembaga yang
menerapkannya, maka aturan itu hanya sebatas kata-kata indah
yang terpajang dalam konstitusi. Menurut Friedmann legal
structure itu terdiri dari: (1). law legislative process, yaitu Lembaga
yang berkaitan dengan pembentukan hukum; (2). law yudikative
process yaitu lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penerapan
hukum; dan (3). law exsecutive process, law enforcement process
yaitu lembaga-lembaga yang berhubungan dengan pelaksanaan.
Tiga hal itu yang dapat menjalankan hukum dengan baik jika
terlaksana, sehingga aturan-aturan itu bukan hanya sebatas kata-
kata indah yang tidak di realisasikan.
3. Legal Culture (Budaya Hukum)
 Hukum itu ibarat sebagai sebuah senjata yang digunakan oleh

seseorang. Hukum itu merupakan alat, yaitu peralatan, yang


digunakan oleh seseorang untuk mencapai tujuannya. Artinya, ada
pandangan pada tingkat sesuatu, keinginan, kepentingan yang
berhubungan dengan seseorang. Misalnya, pisau tersebut bisa
dipakai untuk mengupas mangga atau buah-buahan tetapi pisau
tersebut juga bisa digunakan untuk melukai seseorang. Apa yang
menyebabkan hukum itu sebagai alat atau pun hukum itu sebagai
sebuah culture tergantung pada orang yang menggunakan hukum
itu. Orang yang menggunakan hukum itu tergantung pada sikapnya.
Selain itu, pandangan, kepribadian, pendidikan, pemahaman, dan
apresiasinya terhadap hukum itu sendiri juga ikut menentukan.
Inilah yang menurut Lawrence Friedmann disebut dengan Culture
(Legal Culture). Sehingga bila melihat carut marut hukum saat ini
bisa saja terjadi bukan karena aturan atau pun lembaganya yang
tidak benar, melainkan culture atau budaya hukumnya yang harus
dilihat, mengenai pemahaman, pandangan, apresiasi, sikap dan
pengetahuan masyarakat mengenai hukum itu.
Chapter II
Sistem Hukum (Keluarga Hukum) Civil law & Common law
Eropa Kontinental (Civil law)
 Sistem hukum Eropa Kontinental berkembang di negara-negara
Eropa daratan dan disebut dengan istilah Civil Law. Semula sistem
hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di Kekaisaran
Romawi pada masa Pemerintahan Kaisar Yustinianus. Kodifikasi
hukum itu merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang
ada sebelum masa Yustinianus yang disebut dengan Corpus Juris
Civilis yang dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi
hukum di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda,
Prancis, Italia, Amerika Latin, dan termasuk Indonesia pada waktu
penjajahan Belanda.
 Prinsip utama atau prinsip dasar sistem hukum Eropa Kontinental (civil law)
ialah bahwa hukum itu memperoleh kekuatan mengikat karena berupa
peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistematis
dalam kodifikasi. Kepastian hukum-lah yang menjadi tujuan utama.
Kepastian hukum dapat terwujud apabila segala tingkah laku manusia
dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis. Dalam sistem
hukum ini terkenal adagium “tidak ada hukum selain undang-undang”.
Dengan kata lain, hukum selalu diidentikkan dengan undang-undang. Hakim
dalam hal ini tidak bebas dalam menciptakan hukum baru, karena hakim
hanya menerapkan dan menafsir peraturan yang ada berdasarkan
kewenangan yang ada padanya. Putusan hakim tidak mengikat umum
tetapi hanya mengikat para pihak yang berperkara saja.
 Sebagai sumber hukum utama dalam sistem hukum Eropa
Kontinental adalah undang-undang yang dibentuk oleh badan
legislatif. Selain itu, peraturan-peraturan yang dipakai sebagai
pegangan kekuasaan eksekutif yang dibuat olehnya berdasarkan
kewenangannya dan kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam
masyarakat yang tidak bertentangan dengan undang-undang diakui
pula sebagai sumber hukum.
Anglo Saxon (Common law)
 Sistem hukum Anglo Saxon mula-mula berkembang di negara
Inggris dan dikenal dengan istilah Common law (Unwritten law)
yaitu hukum tidak tertulis. Sistem hukum dianut negara-negara
anggota persemakmuran Inggris, Amerika Utara, Kanada, dan
Amerika Serikat. Sistem hukum ini bersumber pada putusan-
putusan hakim atau putusan pengadilan yang biasa dikenal dengan
sebutan yurisprudensi. Putusan-putusan hakim mewujudkan
kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-
prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum.
 Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan hukum tertulis yang berupa
undang-undang dan peraturan administrasi negara juga diakui,
karena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan
tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan
 Putusan pengadilan, kebiasaan dan peraturan hukum tertulis
tersebut tidak tersusun secara sistematis dalam kodifikasi
sebagaimana pada sistem hukum Eropa Kontinental. Hakim
berperan besar dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum yang
mengatur tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai
wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan-peraturan
hukum dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang berguna
sebagai pegangan bagi hakim lain dalam memutuskan perkara
sejenis. Oleh karena itu, hakim terikat pada prinsip hukum dalam
putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis
(asas doctrine of precedent). Namun, bila dalam putusan
pengadilan terdahulu tidak ditemukan prinsip kebenaran dan akal
sehat, selanjutnya hakim dapat memutuskan perkara dengan
menggunakan metode penafsiran hukum.
Chapter III
Manusia, Masyarakat, Kaidah Sosial dan Hukum
Manusia, masyarakat dan hukum
 Merupakan hukum alam/sunatullah bahwa manusia sejak
dilahirkan sampai meninggal, hidup diantara manusia lain dalam
suatu pergaulan masyarakat.
 Manusia itu cenderung mempunyai keinginan untuk tetap hidup
bersama (appetius societas) zoon politicon: manusia adalah
makhluk sosial dan politik.
 Bouman: manusia itu baru menjadi manusia karena ia hidup
dengan manusia lainnya.
 Di dalam sistem pergaulan hidup pada prinsipnya manusia itu
diciptakan bebas dan sederajat (man are created free and equal)
John Locke and Thomas Jafferson.
 Namun, masing-masing anggota masyarakat sudah tentu
mempunyai kepentingan-kepentingan yang kadang-kadang
sama dan seringkali berbeda. Perbedaan kepentingan-
kepentingan tersebut, apabila dibiarkan, lama-kelamaan akan
berubah menjadi pertentangan konflik benturan
kekacauan pertumpahan darah dan lain-lain.
 Untuk itu diperlukan aturan/norma/kaidah/tatanan, guna
mengatasi pertentangan akan kebutuhan-kebutuhan dasarnya.
 “Dimana ada masyarakat, disitu ada hukum” (Ubi Societas, Ibi
ius – Cicero)
 Hukum adalah gejala fenomena sosial, ia baru ada dan
berkembang di dalam kehidupan manusia/masyarakat, yang
menyerasikan/menyeimbangkan kebutuhan dan kepentingan
warga masyarakat baik yang sesuai maupun yang
bertentangan/berlainan.
Berbagai Norma, Kaidah, Tatanan
dalam masyarakat
 Hukum dapat dilihat sebagai perlengkapan masyarakat untuk
menciptakan ketertiban, keteraturan dan ketentraman.
 Hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang
tingkah laku dan karena itu ia berupa norma.
 Dengan berbagai norma/kaidah/tatanan inilah kehidupan dalam
masyarakat itu sedikit banyak berjalan dengan tertib dan teratur.

 Norma-norma/Kaidah-kaidah itu adalah:


1. Norma agama

2. Norma kesusilaan

3. Norma kesopanan

4. Norma kebiasaan

5. Norma hukum
Norma Agama
 Kaidah sosial yang asalnya dari Tuhan dan berisikan larangan, perintah
dan anjuran. Kaidah ini merupakan tuntunan hidup manusia untuk
menuju ke arah yang baik dan benar. Pelanggaran terhadap kaidah
agama ada sanksinya, namun sanksi itu akan datang dari Tuhan.

Norma Kesusilaan
 Kaidah/peraturan hidup yang berpangkal pada hati nurani manusia
sendiri, yang membisikkan agar melakukan perbuatan-perbuatan yang
baik dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tercela, oleh
karenanya kaidah kesusilaan bergantung pada setiap individu manusia
masing-masing.
 Kaidah Kesusilaan ini bertujuan agar manusia memiliki akhlak yang
baik demi mencapai kesempurnaan hidup manusia itu sendiri.
Penerapan sanksinya berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, bukan
paksaan dari luar.
Norma Kesopanan
 Peraturan hidup yang timbul atau diadakan dalam suatu
masyarakat, yang mengatur sopan santun dan perilaku dalam
pergaulan hidup antar-sesama anggota masyarakat tertentu.
Kaidah kesopanan ini didasarkan pada kebiasaan, kepantasan,
atau kepatutan yang berlaku dalam suatu masyarakat.
 Kaidah ini ditujukan pada sikap lahir manusia (sama dengan
kaidah hukum) yang ditujukan pada pelakunya agar terwujud
ketertiban masyarakat dan suasana keakraban dalam
pergaulan.
 Tujuannya, pada hakikatnya bukan pada manusia sebagai
pribadi, melainkan manusia sebagai makhluk sosial yang hidup
bersama dalam kelompok masyarakat.
Norma Kebiasaan
 Diangkat dan dekat sekali dengan kenyataan, yaitu apa yang
biasa dilakukan orang sehari-hari, itulah yang kemudian
menjelma menjadi norma kebiasaan, melalui ujian keteraturan
dan kesadaran serta kesepakatan anggota-anggota masyarakat
tersebut untuk menerimanya sebagai norma masyarakat.
 Faktor ideal (filosofis) dalam norma ini sangat kecil.
 Norma kebiasaan dinilai banyak mengandung norma yang tidak
sesuai dengan hukum dan kesusilaan.
Norma Hukum
 Peraturan-peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi
oleh penguasa masyarakat atau penguasa Negara, mengikat setiap
orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau
aparat Negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat
dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia
atau perbuatan konkrit yang dilakukan oleh manusia.
 Asal mula dan sanksi bagi pelanggar kaidah hukum datang dari luar diri
manusia maka heteronom sifatnya.
GUSTAV RADBRUCH
MEMBEDAKAN NORMA MENJADI DUA

No. Norma Alam Norma Susila


1. Norma yang mengatakan tentang apa yang Norma yang mengatakan tentang sesuatu
pasti akan terjadi (contoh: manusia akan yang mungkin tidak akan terlaksana
mati).

2. Sesuatu yang dijadikan norma karena Sesuatu yang dijadikan norma, sekalipun ia
kesesuaiannya dengan dunia kenyataan. nantinya ternyata tidak bersesuaian dengan
kenyataannya.

3. Norma menggambarkan dunia kenyataan, Norma yang menggambarkan suatu


yaitu menyatakan sesuatu yang memang rencana, atau suatu keadaan yang ingin
sudah ada. dicapai, norma ini menyatakan sesuatu
yang masih ingin dicapai.
Kaidah Agama Kaidah Kaidah Kesopanan Kaidah Hukum
Kesusilaan
Tujuan • Umat manusia • Pelaku yang konkrit
• Manusia sempuna • Ketertiban masyarakat
• Mencegah manusia menjadi jahat • Ketentraman bersama
• Menghindari jatuh korban

Sasaran Aturan yang ditujukan kepada sikap Aturan yang ditujukan kepada perbuatan
batin konkrit (lahiriah)
Asal/Usul Dari Tuhan Diri sendiri Kekuasaan yang memaksa

Sanksi Dari Tuhan Diri sendiri Dari masyarakat Dari masyarakat


secara tidak resmi secara resmi
Isi Memberi hak dan
Memberi kewajiban kewajiban

Ideal (filosofis-das sollen)


Hukum

Agama/
kesusilaan Kenyataan (sosiologis-das sein)

Kebiasaan
Definisi: “Hukum”
 D. Machmudin: Hukum dalam arti luas dapat disamakan dengan
aturan, kaidah, norma, ketentuan-ketentuan baik tertulis maupun tidak
yang pada dasarnya berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang
harus ditaati dalam kehidupan bermasyarakat dan apabila dilanggar
akan dikenakan sanksi.
 Satjipto Rahardjo: Hukum adalah karya manusia, berupa norma-
norma, berisikan petunjuk-petunjuk tingkah laku, sebagai cerminan dari
kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu
dibina dan kemana harus diarahkan.
 Bellefroid berpendapat bahwa hukum yang berlaku di suatu
masyarakat, mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan pada
kekuasaan yang ada pada masyarakat.
 M. Meyers berpendapat bahwa hukum adalah semua aturan yang
mengandung pertimbangan kesusilaan yang ditujukan pada tingkah laku
manusia dalam amsyarakat dan menajdi pedoman penguasa negara
dalam melakukan tugasnya.
 Leon Duguit berpendapat bahwa hukum adalah aturan tingkah laku
anggota masyarakat yang daya penggunaannya pada saat tertentu yang
diindahkan masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika
dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melanggar
peraturan itu.
 Emmanuel Kant berpendapat bahwa hukum adalah keseluruhan syarat-
syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dengan
menyesuaikan diri dengan kehendak bebas orang yang lain memenuhi
peraturan hukum tentang kemerdekaan.
 Van Kant berpendapat bahwa hukum ialah serumpun peraturan yang
bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur, melindungi kepentingan
orang dalam masyarakat.
 Apeldoorn berpendapat bahwa hukum ialah suatu gejala sosial, tidak ada
masyarakat yang tidak mengenal hukum. Hukum itu menjadi aspek dari
kebudayaan seperti agama, kesusilaan adat istiadat dan kebudayaan.
 Sudiman Kartohadiprodjo berpendapat hukum ialah pikiran atau
gagasan-gagasan tentang adil dan tidaknya mengenai hubungan antar
manusia.
 Utrecht berpendapat bahwa hukum ialah himpunan peraturan-peraturan
(perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan
karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
 Grotius berpendapat bahwa hukum ialah peraturan tentang perbuatan
moral yang menjamin keadilan.
 Van Vollenhoven berpendapat bahwa hukum ialah suatu gejala dalam
pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan bentur
membentur tanpa henti-hentinya dengan gejala-gejala lainnya.
 J.C.T. Simorangkir berpendapat bahwa hukum ialah peraturan yang
bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam
masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwenang,
pelanggaran mana terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan
yaitu dengan hukuman tertentu.
 S.M. Amin hukum ialah kumpulan peraturan yang terdiri dari norma-norma
dan sanksi, dan tujuan hukum adalah mengadakan ketertiban dalam
pergaulan manusia sehingga keamananb ketertiban terpelihara.
 Unsur-unsur hukum:
1. Peraturan tentang tingkah laku manusia
2. Peraturan itu dibuat oleh badan berwenang
3. Bersifat memaksa, namun tidak dapat dipaksakan
4. Mempunyai sanksi yang tegas dan dapat dirasakan nyata bagi
pelakunya.

 Ciri-ciri Hukum:
1. Adanya perintah,larangan dan kebolehan
2. Larangan dan perintah itu harus ditaati
3. Adanya sanksi hukum yang tegas
 Dari berbagai pengertian/definisi hukum dapat disimpulkan bahwa
hukum dapat diartikan sebagai:

1. Ketentuan penguasa (UU, putusan hakim dan sebagainya).


2. Petugas-petugas (penegak hukum)
3. Sikap tindak
4. Jalinan nilai-nilai (tujuan hukum)
5. Tata hukum
6. Ilmu hukum
7. Disiplin hukum
1. Hukum dalam arti keputusan penguasa
 Di sini hukum adalah perangkat-perangkat peraturan tertulis yang dibuat

oleh pemerintah, melalui badan-badan yang berwenang membentuk


berbagai peraturan tertulis seperti undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah. Termasuk
dalam bentuk hukum yang merupakan ketentuan penguasa adalah
keputusan-keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum atau
jurisprudensi sebagai sumber hukum tertulis pula yang mempunyai
kekuatan sebagai hukum.

2. Hukum dalam arti petugas


 Terhadap jawaban yang menunjuk hukum pada para petugas yang

berusaha mengamankan dan menegakan hukum, atau melihat hukum


dalam arti para petugasnya. Hukum dibayangkan dalam wujud petugas
yang berseragam, dan bisa bertindak terhadap orang-orang yang
melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan warga masyarakat.
3. Hukum dalam arti sikap tindak yang ajeg
 Maksudnya hukum sebagai perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang

teratur. Dalam arti hukum sebagai sikap tindak bekerjanya tidak nampak
seperti dalam arti petugas yang berpatroli, yang memeriksa orang yang
mencuri atau hakim yang mengadili, melainkan hidup bersama dengan
perilaku individu terhadap yang lain secara terbiasa, dan senantiasa terasa
wajar serta rasional. Sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur yaitu
perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama yang bertujuan
untuk mencapai kedamaian.

4. Hukum dalam arti kaidah


 Maksudnya adalah pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan

yang pantas atau diharapkan. Sebab kaidah atau norma adalah ketentuan-
ketentuan tentang baik dan buruk perilaku manusia di tengah pergaulan
hidupnya.
5. Hukum dalam arti jalinan nilai
 Hukum dalam arti ini bertujuan menserasikan nilai-nilai obyektif yang

universal tentang baik dan buruk, tentang patut dan tidak patut, sedemikian
rupa untuk mencerminkan rumusan perlindungan kepentingan antar
individu, pemenuhan kebutuhan dan perlindungan hak, dengan ketentuan
yang merupakan kepastian hukum.

6. Hukum dalam arti tata hukum


 Tata hukum atau kerapkali disebut sebagai hukum positif adalah hukum

yang berlaku di suatu tempat, pada saat tertentu, misalnya hukum


Indonesia ditinjau dari segi tata hukum meliputi hukum-hukum yang berlaku
dewasa ini baik hukum publik maupun hukum privatnya. Jadi maksudnya
adalah struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku
pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis.
7. Hukum dalam arti ilmu pengetahuan (hukum)
 Yaitu pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan

pemikiran. Maka jelaslah bahwa dalam arti ini hukum dilihatnya sebagai
ilmu pengetahuan atau science yang merupakan karya manusia yang
berusaha, mencari kebenaran tentang sesuatu yang memiliki cirri-ciri,
sistematis, logis, empiris, metodis, umum dan akumulatif.

8. Hukum dalam arti disiplin hukum


 Suatu disiplin adalah sistem ajaran mengenai kenyataan atau gejala-gejala

yang dihadapi. Dalam hal ini hukum dalam arti disiplin melihat hukum
sebagai gejala dan kenyataan yang ada di tengah masyarakat. Apabila
pembicaraan dibatasi pada disiplin hukum maka secara umum disiplin
hukum menyangkut ilmu hukum, politik hukum, sosiologi hukum dan filsafat
hukum.
Tujuan Hukum
 L.J.van Apeldoorn: Tujuan Hukum adalah mengatur pergaulan hidup
secara damai. Keadaan damai dalam masyarakat dapat terwujud apabila
keseimbangan, kepentingan masing-masing anggota masyarakat benar-
benar dijamin oleh hukum.

 Ada 3 teori Tujuan Hukum:


1. Teori Etis/Keadilan: tujuan hukum itu semata-mata mewujudkan keadilan
(Aristoteles).
 Menurut Aristoteles, keadilan disini adalah memerikan setiap orang apa

yang menjadi bagian atau haknya (jus sum cuique tribuere) Keadilan
Distributif.
 Yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut

jasanya.
 Dengan perkataan lain adalah kewajiban pimpinan suatu oraganisasi

atau lembaga untuk memberikan kepada anggotanya beban sosial,


fungsi, imbalan, balas jasa, dan kehormatan secara proporsional atau
seimbang sesuai kecakapan dan jasanya bukan berdasarkan asumsi “like
and dislike”.
a. Keadilan Komutatif: ialah keadilan yang memberikan jatah kepada setiap
orang sama banyaknya tanpa harus mengingat jasa-jasa perorangan. Asas
dalam keadilan ini adalah asas persamaan yang melandasi hubungan
antar warga masyarakat. Terutama yang bersifat perdagangan. (kesenilaian
antara Prestasi dan kontra prestasi)
b. Keadilan Kreatif: ialah keadilan yang memberikan perlindungan kepada
seseorang yang dianggap kreatif dalam menghasilkan karya ciptanya.
(HaKI)
c. Keadilan Protektif: keadilan yang memberikan bantuan dan perlindungan
kepada setiap orang hingga tidak seorangpun dapat diperlakukan
sewenang-wenang.
d. Keadilan Legalis: keadilan yang ingin diciptakan oleh Undang-Undang.
2. Teori Utilitas:
Menurut Jeremy Bentham, hukum bertujuan mewujudkan apa yang berfaedah
atau yang sesuai dengan daya guna (efektifitas). Adegium yang terkenal:
“greatest happiness for the greatest number” (Utilitarianisme).
Teori ini sangat mangagungkan “kepastian hukum” dan memerlukan adanya
peraturan yang berlaku umum.

3. Teori Pengayoman:
Adalah untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun pasif.
 Secara aktif: sebagai upaya menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan
yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar.
 Secara pasif: mengupayakan pencegahan atas tindakan yang sewenang-
wenang dan penyalahgunaan hak.
Chapter IV
Skema Penggolongan Hukum
-Hukum Undang-Undang
SKEMA PENGGOLONGAN HUKUM -Hukum kebiasaan/adat
-Hukum yurisprudensi
Menurut sumber formalnya -Hukum traktat
-Hukum perjanjian
-Hukum Ilmu

Menurut isinya/kepentingan -Hukum privat


yang diatur -Hukum publik

-Hukum memaksa
Menurut kekuatan -Hukum mengatur
berlakunya/sifatnya
-Hukum materiil
HUKUM Menurut fungsinya -Hukum formal
-Hukum umum
Menurut luas berlakunya -Hukum khusus
-Hukum tertulis
Menurut bentuknya (kodifikasi & tidak dikodifikasi)
-Hukum tidak tertulis

-Hukum nasional
Menurut tempat berlakunya -Hukum internasional
-Hukum asing

-Hukum positif
Menurut waktu berlakunya -Hukum yang diharapkan
Hukum berdasarkan kepentingan yang diatur/isinya:

• Hukum Privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan


antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan
menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

• Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara


Negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara
Negara dengan perseorangan (warganegara).
Perbedaan Hukum Publik dan Hukum Privat
No. Hukum Privat Hukum Publik
1. Mengutamakan kepentingan individu. Mengutamakan pengaturan kepentingan
umum.
2. Mengatur hal ikhwal yang bersifat khusus. Mengatur hal-hal yang bersifat umum.
3. Dipertahankan oleh individu. Dipertahankan oleh negara melalui jaksa.
4. Mengutamakan perdamaian dan hakim Tidak mengenal asas perdamaian.
mengupayakan.
5. Gugatan setiap saat dapat ditarik Tidak dapat dicabut kembali kecuali untuk
kembali/dibatalkan. delik aduan.
6. Sanksinya bersifat perdata. Sanksi pidana
7. Contoh: Hukum Perdata, Hukum Dagang. Contoh: Hukum Pidana, HTN.

Persamaan Hukum Publik dan Hukum Privat


- Keduanya merupakan norma hukum yang mengatur kehidupan manusia
- Keduanya mempunyai sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada
pelanggarnya.
- Keduanya tunduk kepada pengecualian bila dalam keadaan terpaksa.
Hukum berdasarkan kekuatan berlakunya/sifatnya:

 Hukum Memaksa (compulsary law, dwingendrecht, imperatif):


Kaidah hukum yang berisi tentang ketentuan hukum yang dalam situasi
apapun tidak dapat desampingkan melalui perjanjian para pihak. Dia
berlaku bagi siapapun, tanpa kecuali dan tidak dapat seorangpun
membuat perjanjian khusus yang isinya bertentangan dengan isi
peraturan tersebut.

 Hukum Mengatur (melengkapi, fakultatif, dan vullendreht,


regelendrecht):
Yaitu kaidah hukum yang dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan
cara membuat perjanjian khusus dalam suatu perjanjian yang mereka
adakan. Kaidah hukum semacam inibaru akan berlaku apabila para
pihak tidak menetapkan aturan tersendiri di dalam perjanjian yang
mereka adakan.
Hukum berdasarkan bentuknya:

 Hukum Tertulis:
Hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, baik yang
dikodifikasi (contoh: KUHPidana, KUHPerdata, KUHAP, KUH Dagang),
atau tidak dikodifikasikan (Undang-Undang, PP, Perpu, Perpres, dsb.)

 Hukum Tidak Tertulis:


Hukum atau kaidah yang hidup dan diyakini oleh masyarakat serta
ditaati berlakunya sebagai kaidah hukum. Contoh: Kebiasaan (custom)
Hukum berdasarkan luas berlakunya:

 Hukum Umum:
Hukum yang berlaku bagi setiap orang dalam masyarakat tanpa
membedakan jenis kelamin, warga negara, maupun jabatan sesorang.
Contoh: Hukum Pidana

 Hukum Khusus:
Hukum yang berlaku hanya bagi segolongan orang tertentu saja.
Contoh: Hukum Pidana Militer.
Hukum berdasarkan fungsinya:

 Hukum Materiil:
Hukum yang mengatur tentang isi hubungan antara sesama anggota
masyarakat, anggota masyarakat dengan penguasa negara dan
masyarakat dengan negara. Isinya tentang tindakan-tindakan yang
diharuskan (gebod), yang dilarang (verbod), dan yang dibolehkan
(mogen) termasuk akibat hukum dan sanksi hukum bagi pelanggarnya.
Dengan demikian hukum materiil menimbulkan hak dan kewajiban.

 Hukum Formal:
Hukum yang mengatur bagaimana penguasa mempertahankan dan
menegakkan serta melaksanakan hukum materiil dan bagaimana cara
menuntutnya apabila hak seseorang telah dilanggar oleh orang lain.
Hukum berdasarkan waktu berlakunya:

 Ius Constitutum (Hukum Positif) yaitu hukum yang berlaku sekarang


bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
Singkatnya: Hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu
waktu dalam suatu tempat tertentu.
 Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu
yang akan datang.

Hukum berdasarkan tempat berlakunya:

 Hukum Nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.


 Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum
dalam dunia internasional.
 Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku dalam negara lain.
Chapter V
Sumber Hukum
Sumber Hukum
Sumber hukum adalah tempat kita dapat melihat bentuk perwujudan
hukum, dengan perkataan lain, segala sesuatu yang dapat menimbulkan
atau melahirkan hukum (asal mula hukum). (Machmudin, 2001:77)

Sumber hukum adalah “segala sesuatu” yang menimbulkan aturan-


aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu
dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi
pelakunya. (J.B Daliyo, 2001:51)

Istilah “segala sesuatu” yaitu faktor-faktor yang berpengaruh terhadap


timbunya hukum, faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan
berlakunya hukum secara formal, dari mana hukum itu dapat ditemukan,
dari mana asal mulanya hukum dan lain sebagainya.
Menurut Prof. Sudikno

Sumber hukum dapat berarti:


1. Sebagai asas hukum, sesuatu yang merupakan permulaan
hukum. Misalnya: kehendak Tuhan, akal manusia, dll.
2. Sebagai sumber hukum terdahulu yang memberi bahan-
bahan kepadahukum yang saat ini berlaku.
3. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan
berlaku secara formal kepada peraturan hukum, misal:
penguasa, masyarakat.
4. Sebagai sumber darimana hukum itu dapat diketahui, misal
Dokumen, Undang-Undang, Prasasti Dll.
5. Sebagai sumber terbentuknya atau sumber menimbulkan
hukum
Sumber Hukum Materiil
Sumber Hukum Materil
Faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum :
1. Faktor Idiil  Patokan-patokan keadilan bagi pembentuk UU &
Pembentuk hukum dalam tugasnya.
2. Faktor kemasyarakatan (sosial)  yaitu hal-hal yang hidup dalam
masyarakat dan tunduk pada aturan-aturan yang berlaku sebagai
petunjuk masyarakat yang bersangkutan (Daliyo, Hal 52-53)

Sumber Hukum yang bersifat sosial


• Merupakan sumber-sumber yang dapat melahirkan hukum, namun
sumber ini tidak mendapatkan pengakuan secara formal oleh hukum,
sehingga tidak / secara langsung bisa diterima sebagai hukum
(Fitzgerald,1996:109)
• Merupakan sumber bahan yang kekuatannya tidak otoritatfif, melainkan
hanya persuasif (Ibid, -110)
• Menurut Allen sumber hukum ini merupakan kehendak dari vitalitas dari
masyarakat sendiri. Sifatnya bawah ke atas (aliran sejarah) (Raharjo,
1986:111-112).
Sumber Hukum Formal
 Sumber hukum dalam bentuk tertentu yang merupakan dasar
berlakunya hukum secara formal, yakni merupakan dasar kekuatan
mengikatnya peraturan-peraturan agar ditaati oleh masyarakat
maupun oleh para penegak hukum. Dengan perkataan lain, sumber
hukum ini merupakan causa eficient dari hukum. (Daliyo, hal. 53)
 Sumber hukum formal adalah sumber hukum ditinjau dari segi
pembentukannya. (Machmudin, hal. 78)
 Sumber yang bersifat hukum, yaitu sumber yang diakui oleh hukum
sendiri sehingga secara langsung dapat melahirkan atau
menciptakan hukum. Substansi yang dikeluarkan /dihasilkan adalah
ipso jure (yang dengan sendirinya sah).
 Menurut Allen, sumber hukum ini dikaitkan pada kehendak yang
berkuasa (penguasa), bersifat atas ke bawah (positivisme hukum).
Bentuk-bentuk Sumber Hukum Formal:
Undang-Undang (Statute)
Peraturan negara, dibentuk oleh alat perlengkapan negara, yang berwenang dan
mengikat masyarakat.

Sehubungan dengan pengertian undang-undang tersebut, perlu diingat adanya 2 arti


undang-undang, yaitu:
1. Undang-undang dalam arti materil, yaitu setiap peraturan perundang-undangan
yang isinya mengikat langsung masyarakat secara umum, ditinjau dari isinya.
2. Undang-undang dalam arti formil yaitu keputusan alat perlengkapan negara
yang karena pembentukannya disebut undang-undang, ditinjau dari
proses/prosedur pembentukannya.

Keberlakuan Undang-Undang:
- Secara Yuridis: apabila persyaratan formal terbentuknya UU itu terpenuhi.
- Secara Sosiologis: apabila UU itu telah diterima dan ditaati oleh masyarakat tanpa
memperhatikan bagaimana terbentuknya UU itu, dengan perkataan lain apabila UU
itu efektif berlaku di masyarakat.
- Secara Filosofis: apabila UU itu memang sesuai dengan cita-cita hukum dan
nilai-nilai positif yang tertinggi yang dianut masyarakat tersebut.
Tentang berlakunya suatu undang-undang dalam arti materiil dikenal
beberapa asas, antara lain:
1. Undang-undang tidak berlaku surut. Maksud asas ini adalah bahwa
undang-undang hanya boleh dipergunakan terhadap peristiwa yang
disebut dalam undang-undang tersebut, dan terjadi setelah undang-
undang itu dinyatakan berlaku.
2. Undang-undang yang dibuat oleh Penguasa yang lebih tinggi
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula (lex superior derogat legi
inferior)
3. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang
yang bersifat umum jika dibuatnya sama (Lex Specialis derogat Legi
Generalis).
4. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang
yang berlaku terdahulu (Lex Posteriore derogat Legi Priori).
5. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat
mencapai kesejahteraan spiritual dan materiel bagi masyarakat maupun
individu melalui pembaharuan atau pelestarian (asas Welfarestaat). Agar
supaya pembuat undang-undang tidak sewenang-wenang atau undang-
undang itu sendiri tidak merupakan huruf mati sejak diundangkan.
Kebiasaan (custom)

Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang


dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh
masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian
rupa, sehingga tindakan yang berlawan dengan kebiasaan itu dirasakan
sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbullah
suatu kebiasaan hukum yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai
hukum.

Syarat terbentuknya “kebiasaan”:


1. Adanya perbuatan tertentu yang dilakukan berulang-ulang di dalam
masyarakat tertentu.
2. Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan.

Contoh:
3. Pembagian keuntungan bagi penggarap dan pemilik sawah;
4. Pembagian waris
5. Prosesi pernikahan adat
6. Dsb.
Yurisprudensi

Yurisprudensi adalah putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap


(in kracht van gewijsde) yang dapat digunakan hakim berikutnya sebagai
dasar memutus perkara yang serupa atau sama.
Yurisprudensi juga dapat dikatakan hukum yang dibuat oleh hakim (judge
made law), yang dimana hakim sebenarnya tidak hanya menerapkan hukum
semata (menerapkan pasal undang-undang pada peristiwa nyata), tetapi
juga melakukan penemuan hukum (rechtvinding) sebagai suatu cara mengisi
kekosongan hukum.

Syarat Yurisprudensi:
Putusan atas peristiwa hukum yang belum jelas peraturannya;
1. Putusan telah berkekuatan hukum tetap (inkract van gewijsde);
2. Putusan berulang kali dijadikan dasar hukum untuk memutus perkara
sama;
3. Putusan telah memenuhi rasa keadilan masyarakat;
4. Putusan telah dibenarkan oleh MA-RI (teruji berdasarkan hasil
eksaminasi dan anotasi).
Perjanjian

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana dua orang atau lebih


saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan
tertentu. Perjanjian yang telah dibuat, berlaku mengikat pihak-pihak
yang mengadakannya atau bagaikan undang-undang bagi pihak
yang membuatnya.

Syarat sah Perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata):


1. Orang yang membuat perjanjian harus cakap hukum;
2. Adanya kesepakatan dari para pihak (konsensus);
3. Mengenai objek tertentu;
4. Kausa halal.
Traktat (Treaty)

Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih.
Traktat akan menjadi sumber hukum formal apabila telah diratifikasi menjadi
undang-undang oleh DPR bersama Presiden.

Bentuk-bentuk Traktat:
1. Traktat Bilateral, perjanjian antar negara yang diikuti dua negara;
2. Traktat Multilateral, perjanjian antar negara yang diikuti lebih dari dua
negara;
3. Traktat Kolektif, adalah traktat multilateral yang masih memungkinkan
masuknya negara lain menjadi peserta.

Prosedur pembuatan Traktat:


4. Penetapan isi perjanjian;
5. Persetujuan isi perjanjian;
6. Pengesahan isi perjanjian;
7. Tukar menukar perjanjian yang sudah disahkan;
8. Ratifikasi isi perjanjian.
Doktrin

Doktrin adalah Pendapat para sarjana hukum yang ternama juga


mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan
oleh hakim. Dalam Jurisprudensi terlihat bahwa hakim sering
berpegang pada pendapat seorang atau beberapa orang sarjana
hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum. Dalam
penetapan apa yang akan menjadi dasar keputusannya, hakim
sering menyebut (mengutip) pendapat seseorang sarjana hukum
mengenai soal yang harus diselesaikan, apalagi jika sarjana hukum
itu menentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar
keputusan hakim tersebut.
Chapter VI
Asas Hukum
ASAS HUKUM
Eikema Hommes: merupakan dasar-dasar pikiran umum atau petunjuk-
petunjuk bagi hukum yang berlaku atau petunjuk arah dalam
pembentukan hukum positif. Jadi, asas hukum bukanlah norma-norma
hukum yang konkrit.
Satjipto Rahardjo: asas hukum merupakan unsur yang penting dan
pokok dari suatu peraturan hukum atau merupakan “jantungnya”
peraturan hukum, karena:
1. Asas hukum merupakan landasan/pedoman yang paling luas bagi
lahirnya suatu peraturan hukum.
2. Asas hukum merupakan alasan/dasar bagi lahirnya peraturan hukum,
atau merupakan “ratio legis” dari peraturan hukum.
Bellefroid: asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum
positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan yang
lebih umum. Asas hukum merupakan pengendapan dari hukum positif.
 Asas hukum tidak akan habis kekuatannya dengan
terbentuknya atau lahirnya suatu peraturan hukum, akan
tetapi selalu dan tetap akan melahirkan peraturan-peraturan
hukum selanjutnya.
 Asas hukum merupakan sarana yang membuat hukum itu
hidup, tumbuh dan berkembang dan ia menunjukkan bahwa
hukum itu bukan sekedar kumpulan dari peraturan-peraturan
belaka, karena asas hukum mengandung nilai-nilai dan
tuntutan-tuntutan etis.
 Karena asas hukum mengandung nilai-nilai dan tuntutan etis,
maka asas hukum merupakan jembatan/penghubung antara
peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan
pandangan etis masyarakatnya.
Perbedaan Asas & Norma (kaidah)
 Asas merupakan dasar pemikiran (ide) yang
bersifat umum dan abstrak, sedangkan norma
merupakan aturan konkrit.
 Asas adalah suatu konsep/ide, sedangkan norma

adalah penjabaran dari konsep/ide tersebut.


 Asas tidak mempunyai sanksi, sedangkan norma

ada sanksi.

45
Contoh-contoh asas hukum:
 Asas Presumption of innocence (praduga tak bersalah)
 Asas Pacta sunt servanda, bahwa perjanjian yang sudah disepakati
berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang bersangkutan.
 Asas Geen straft zonder schuld, bahwa tiada hukuman tanpa
kesalahan.
 Asas Nebis In idem, mengenai perkara yang sama dan sejenis tidak
boleh disidangkan untuk kedua kalinya.
 Asas Joro suo uti nemo cogitur, tak ada seorangpun yang diwajibkan
menggunakan haknya.
 Asas unus testis nullus testis, satu saksi bukanlah saksi.
 Asas in dubio pro reo, dalam keraguan diberlakukan ketentuan yang
menguntungkan bagi si terdakwa
 Asas koop breekt geen huur, jual beli tidak menggugurkan/memutuskan
sewa menyewa.
 Asas Cogatitoinis poenam nemo patitur, seseorang tidak dapat dihukum
karena hal yang baru dipikirkannya.
 Asas Res Nullius credit occupanti, benda yang ditelantarkan pemiliknya
dapat diambil untuk dimiliki orang lain.
 Asas Qui fact consentire videtur, berdiam diri dianggap setuju.

46
Chapter VII
Jenis-Jenis Lapangan Hukum
Jenis-jenis Lapangan Hukum
1. Hukum Tata Negara
2. Hukum Administrasi Negara
3. Hukum Perdata
4. Hukum Dagang
5. Hukum Pidana
6. Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan
7. Hukum Agraria
8. Hukum Pajak
9. Hukum Antar Golongan
10. Hukum Perdata Internasional
11. Hukum Internasional
12. Hukum Acara (Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata,
dsb.)
13. Hukum Islam
14. Hukum Adat

43
1. Hukum Tata Negara:
Hukum yang mengatur bentuk negara, bentuk
pemerintahan, menunjukkan masyarakat hukum atasan dan
masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya,
menunjukkan alat-alat perlengkapan negara yang berkuasa,
wewenang, dsb.

2. Hukum Administrasi Negara


Aturan-aturan hukum yang mengatur bagaimana cara alat-
alat perlengkapan negara harus berbuat sesuatu dalam
melaksanakan tugasnya.

3. Hukum Perdata
Aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap
orang terhadap orang lain berkaitan dengan hak dan
kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat
maupun pergaulan keluarga.
44
4. Hukum Dagang:
Hukum yang mengatur tentang beberapa perjanjian
(overeenkomst) dan perikatan-perikatan (verbintenissen). Hukum
dagang terkait dengan pengaturan berkenaan dengan perniagaan,
pengangkutan, perlindungan konsumen, dsb.

5. Hukum Pidana
Hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan
kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan
pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam denga hukuman
yang merupakan penderitaan atau siksaan bagi yang
bersangkutan.

6. Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan
Peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur
hubungan kerja antara buruh dan majikan. Buruh bekerja pada
dan dibawah majikan dnegan mendapat upah sebagai balas
jasanya.

44
7. Hukum Agraria:
Hukum yang tertulis dan tidak tertulis yang mengatur
agraria, meliputi seluruh bumi, air, ruang angkasa dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

8. Hukum Pajak
Peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah
untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas
negara.

9. Hukum Antar Golongan (Hukum Antar Tata Hukum)


Keseluruhan kaidah hukum yang menentukan hukum apa
dan hukum mana yang berlaku, apabila dalam satu
peristiwa hukum, ada dua hukum atau lebih yang berlainan
satu sama lain karena berlainan golongan penghuni dalam
suatu negara.
44
10. Hukum Perdata Internasional:
Hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi
batas-batas negara. Subjeknya perorangan atau badan
hukum perdata.

11. Hukum Internasional


Keseluruhan kaidah-kaidah hukum dan asas-asas hukum
yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi
batas-batas negara yang bukan bersifat perdata. Subjeknya
negara atau badan hukum publik.

12. Hukum Acara


Hukum acara adalah aturan-aturan hukum yang mengatur
bagaimana cara mempertahankan hukum materiil melalui
beracara di pengadilan.

44
13. Hukum Islam
Hukum yang bersumber dari wahyu Tuhan, Sunnah Rasul
dan Ijtihad.

14. Hukum Adat


Snouck Hurgronye:
Hukum adat adalah adat yang mempunyai akibat hukum.
Van Vollenhoven:
Hukum adat adalah aturan-aturan kelakuan yang berlaku
bagi orang-orang pribumi dan orang-orang timur asing, yang
disatu pihak mempunyai sanksi, dipihak lain tidak
dikodifikasi.
Soekanto:
Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang kebanyakan
tidak dikitabkan, tidak dikodifikasi, bersifat memaksa dan
mempunyai sanksi, maka mempunyai akibat hukum.

44
Chapter VIII
Pembentukan, Penegakan dan Penerapan Hukum
Pembentukan, Penegakan dan
Penerapan hukum

Pembentukan
Penegakan Hukum Penerapan Hukum
hukum
Pembentukan Hukum
(law making process)

Pembentukan peraturan perundang-undangan (legisme)

Pembentukan hukum melalui putusan yang dibuat oleh lembaga


peradilan (freirechtlehre)
 Proses pembentukan hukum bertumpu pada
pembentukan peraturan perundang-undangan,
artinya hukum Indonesia itu hukum yang berbasis
pada peraturan perundang-undang. Hal ini
dikarenakan Hukum Indonesia masuk ke dalam
keluarga hukum civil (civil law system), sedangkan
keluarga hukum yang lain disebut dengan
common law system, pembentukan hukum melalui
proses peradilan.
Penegakan Hukum
(Law Enforcement)
 Pertama, proses penegakan hukum, dalam pengertian proses
untuk membuat aturan-aturan hukum itu berlaku, dalam
pengertian diterapkan/dilaksanakan di dalam sebuah peristiwa
kongkrit, karena pelanggaran-pelanggaran hukum. Penegakan
hukum dilakukan apabila ada peristiwa kongkrit yang melanggar
undang-undang, dengan menegakkan norma-norma (peraturan)
itu.
 Kedua penegakan hukum dalam pengertian pelayanan hukum
(legal service). Maksudnya, penegakan hukum dalam bentuk
pengenaan kewajiban-kewajiban tertentu bagi anggota
masyarakat. Masyarakat yang akan melaksanakan kewajibannya
itu berurusan dengan lembaga-lembaga pemerintah yang
ditetapkan memberikan pelayanan atas hal itu. Misalnya,
berkenaan dengan perizinan.
Penerapan Hukum
(Law Applying Process)
 Proses penerapan hukum (law applying process) adalah tahapan
terpenting. Dalam hal ini, “peradilan” menjadi sentral utamanya.
Dalam pengertian sistem, maka sistem peradilan adalah suatu
mekanisme penyelesaian masalah hukum melalui jalur formal.
Dengan demikian, masih adanya penerapan hukum “di luar
peradilan (out of court settelment), yang akan dibicarakan dalam
bab tersendiri. Dalam penerapan hukum menjadikan “pengadilan”
sebagai pusat perhatian utama. Boleh dikatakan pengadilan
sebagai “pusat penyelesaian”, masalah hukum melalui proses
peradilan. Dalam hukum pidana misalnya, “pengadilan” adalah
tempat memisahkan orang bersalah dari orang yang tidak
bersalah”, sebagai suatu adagium atau slogan, sehingga orang
harus dipandang tidak bersalah sebelum pengadilan memutuskan
dia bersalah.
 Peradilan di Indonesia dijalankan oleh pemegang
kekuasaan kehakiman, yang merdeka terbatas dari
kekuasaan lain apapun. Seperti layaknya peraturan
perundang-undangan, kekuasaan kehakiman juga
disusun secara hirarkhis. Artinya, peradilan merupakan
organisasi yang tersusun-susun dan bertingkat-tingkat.
Terima Kasih
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Anda mungkin juga menyukai