7. Bagaimana cara menyikapi sebagai bangsa yang tinggal di negara yang memiliki
Sistem Hukum dan HAM?
1.3 TUJUAN
6. Memperlajari kasus kasus yang berkaitan dengan sistem hukum negara dan HAM
BAB II
PEMBAHASAN
Forum Pelajar Sadar Hukum dan Hak Asasi Manusia (FPSH HAM) diadakan
oleh Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Barat pada tahun 2020.
Pada peringatan Hari Dharma Karya Dhika, Menteri Hukum dan HAM
menyampaikan pesan kepada masyarakat, bangsa, dan negara mengenai
pengabdian.
Kementerian Hukum dan HAM juga terlibat dalam studi mengenai warga negara
Indonesia yang dideportasi di Propinsi Kalimantan Barat.
Komnas HAM RI menolak hukuman mati karena melanggar hak atas hidup dan
hak untuk bebas dari penyiksaan, serta tidak sesuai dengan prinsip hak asasi
manusia, kemanusiaan, dan Pancasila.
2. SISTEM HUKUM
Dalam lingkup hukum, untuk memahami sistem yang bekerja, maka pendapat dari
Lawrence M. Friedman dapat dijadikan batasan, yaitu sistem hukum dapat dibagi ke dalam
tiga komponen atau fungsi, yaitu komponen struktural, komponen substansi dan komponen
budaya hukum. Ketiga komponen tersebut dalam suatu sistem hukum saling berhubungan dan
saling tergantung.
Pada komponen struktural akan dijelaskan tentang bagian-bagian sistem hukum yang
berfungsi dalam suatu mekanisme kelembagaan, yaitu lembaga lembaga pembuat undang-
undang, pengadilan dan lembaga-lembaga lain yang memiliki wewenang sebagai penegak dan
penerap hukum. Hubungan antara lembaga tersebut terdapat pada UUD 1945 dan
amandemennya.
Komponen substansi berisikan hasil nyata yang diterbitkan oleh sistem hukum. Hasil
nyata ini dapat berwujud in concerto (kaidah hukum individual) dan in abstraco (kaidah
hukum umum). Disebut kaidah hukum individual karena kaidah-kaidah tersebut berlakunya
hanya ditujukan pada pihak-pihak atau individu-individu tertentu saja, contohnya
1. Putusan yang ditetapkan oleh pengadilan, misalnya seseorang diputuskan dihukum selama 5
tahun karena telah melakukan pembunuhan.
2. Keputusan (bestuur) yang dikeluarkan oleh pemerintah, misalnya seseorang yang diberi izin
untuk melakukan impor bahan makanan atau seseorang yang diberi izin untuk mengemudikan
kendaraan bermotor (diberi SIM).
3. Panggilan yang dilakukan oleh Kepolisian, yaitu seseorang yang dipanggil untuk keperluan
memberi keterangan kepada polisi.
4. Persetujuan dalam suatu perjanjian, misalnya seseorang yang akan menyerahkan haknya
(dalam bentuk jual beli atau sewa), atau seseorang yang harus menyerahkan kewajibannya
(dalam membayar sewa atau piutang).
Pada kaidah hukum yang in-abstraco, merupakan kaidah umum yang bersifat abstrak
karena berlakunya kaidah semacam itu tidak ditujukan kepada individu-individu tertentu
tetapi kaidah ini ditujukan kepada siapa saja yang dikenai perumusan kaidah umum tersebut.
Kaidah ini dapat dibaca pada perumusan berbagai UU yang ada. Dari contoh kedua kaidah
tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum in abstraco adalah menyangkut aturan-aturan
hukum baik yang berupa UU atau bentuknya yang lain. Sedangkan hukum in-concreto adalah
keputusan atau putusan dalam kasus-kasus konkret yang mempunyai kekuatan mengikat
karena sah menurut hukum.
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental itu ialah “hukum
memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang
berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi
tertentu”. Prinsip dasar itu dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan
hukum adalah “kepastian hukum”. Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau
tindakan-tindakan hukum manusia di dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-
peraturan hukum yang tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang
dianut, maka hakim tidak dapat leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat umum. Hakim hanya berfungsi “menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan
dalam batas-batas wewenangnya”. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya
mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins Res Ajudicata).
Sejalan dengan pertumbuhan negara-negara nasional di Eropa, yang bertitik tolak
kepada unsur kedaulatan (sovereignty) nasional termasuk kedaulatan untuk menetapkan hukum,
maka yang menjadi sumber hukum di dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah undang-
undang yang dibentuk oleh pemegang kekuasaan legislatife. Selain itu juga diakui “peraturan-
peraturan” yang dibuat pegangan kekuasaan eksekutif berdasarkan wewenang yang telah
ditetapkan oleh undang-undang (peraturan-peraturan hukum administrasi negara) dan
kebiasaan-kebiasaan yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak
bertentangan dengan undang-undang. Berdasarkan sumber-sumber hukum itu, maka sistem
hukum Eropa Kontinental penggolongannya ada dua yaitu penggolongan ke dalam bidang
“hukum publik” dan hukum privat”. Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang
mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara
masyarakat dan negara. Termasuk dalam hukum publik ini adalah :
1) Hukum Sipil
2) Hukum Dagang
Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia sekarang, maka batas-batas yang jelas
antara hukum publik dan hukum privat itu semakin sulit ditentukan, karena :
a. Terjadinya proses sosialisasi di dalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya
bidang-bidang kehidupan masyarakat yang walaupun pada dasarnya memperlihatkan
adanya unsur “kepentingan umum/masyarakat” yang perlu dilindungi dan dijamin.
Misalnya bidang Hukum Perburuhan dan Hukum Agraria.
b. Makin banyaknya ikut campur negara di dalam bidang kehidupan yang sebelumnya
hanya menyangkut hubungan perorangan. Misalnya bidang perdagangan, bidang
perjanjian dan sebagainya.
B. Sistem Hukum Anglo Saxis (Anglo Amerika)
Sistem hukum Anglo Saxon, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Anglo Amerika”,
mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang sering disebut sebagai sistem “Common Law”
dan sistem “Unwritten Law” (tidak tertulis). Walaupun disebut sebagai unwritten law tetapi
tidak sepenuhnya benar, karena di dalam sistem hukum ini dikenal pula adanya sumber-sumber
hukum yang tertulis (statutes). Sistem hukum Anglo Amerika ini dalam perkembangannya
melandasi pula hukum positif di negara-negara Amerika Utara, seperti Kanada dan beberapa
negara Asia yang termasuk negara-negara persemakmuran Inggris dan Australia selain di
Amerika Serikat sendiri.
Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo Amerika ialah “putusan-putusan
hakim/pengadilan” (judicial decision). Melalui putusan-putusan hakim yang mewujudkan
kepastian hukum, maka prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan menjadi kaidah
yang mengikat umum. Di samping putusan hakim, maka kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-
peraturan tertulis undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui, walaupun banyak
landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis itu berasal dari putusan-putusan di
dalam pengadilan. Sumber-sumber hakim itu (putusan hakim, kebiasaan dan peraturan
administrasi negara) tidak tersusun secara sistematik dalam hirarki tertentu seperti pada sistem
hukum Eropa Kontinental. Selain itu juga di dalam sistem hukum Anglo Amerika adanya
“peranan” yang diberikan kepada seorang hakim berbeda dengan sistem hukum Eropa
Kontinental. Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan
menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja, melainkan peranannya sangat besar yaitu
membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas
untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru
yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis.
Sistem hukum Anglo Amerika menganut suatu doktrin yang dikenal dengan nama “the
doctrine of precedent / state decisis “ yang pada hakikatnya menyatakan bahwa dalam
memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip
hukum yang sudah ada di dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (preseden).
Dalam hal tidak lain ada putusan hakim lain dari perkara atau putusan hakim yang telah ada
sebelumnya kalau dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, maka hakim dapat
menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal sehat (common
sense) yang dimiliknya. Melihat kenyataan bahwa banyak prinsip-prinsip hukum yang timbul
dan berkembang dari putusan-putusan hakim untuk suatu perkara atau kasus yang dihadapi,
maka sistem hukum Anglo Amerika secara berlebihan sering disebut juga sebagai Case Law.
Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian
“Hukum publik dan hukum privat”. Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir
sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental. Sedangkan bagi
hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Anglo Amerika agak berbeda
dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental. Kalau di dalam sistem
hukum Eropa Kontinental “ hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum
perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu”, maka bagi
sistem Hukum Anglo Amerika pengertian “hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah
hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of persons), hukum
perjanjian (laws of contract) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (laws of torts) yang
tersebar di dalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim dan hukum kebiasaan.
Perlindungan terhadap HAM dalam negara hukum juga terwujud dalam bentuk
konstitusi dan undang-undang, yang kemudian penegakannya dilakukan melalui
badan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman
dalam negara hukum adalah kekuasaan yang bebas dan merdeka, dalam
pengertian lain terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Pihak eksekutif,
legislatif, pihak atasan langsung hakim tidak memiliki kewenangan untuk
mepengaruhi kehendaknya kepada hakim yang sedang mengurusi perkara.
Dari penjelasan tersebut terlihat jelas hubungan HAM dengan negara hukum,
yakni sebuah hubungan yang bukan hanya dalam bentuk formal, melainkan juga
hubungan tersebut dilihat secara materil. Hubungan secara formal terlihat dari
perlindungan HAM merupakan ciri utama konsep negara hukum. Sedangkan
hubungan secara materil digambarkan dengan setiap tindakan penyelenggara
negara harus berpedoman pada aturan hukum sebagai asas legalitas. Konstruksi
tersebut menunjukkan bahwa pada hakikatnya seluruh kebijakan dan sikap
maupun tindakan penguasa bertujuan untuk melindungi HAM. Kekuasaan
kehakiman yang bebas dan merdeka tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan mana pun
juga merupakan wujud perlindungan dan penghormatan terhadap HAM dalam
negara hukum.