Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ALIRAN FILSAFAT HUKUM YANG MEMPENGARUHI


LAHIRNYA SOSIOLOGI HUKUM DAN STRUKTUR SOSIAL
DAN HUKUM

Mata Kuliah Sosiologi Hukum

Dosen Pengampu

Reni Suryani S.H, M.PD.

Disusun oleh
Kelompok 2

RIA ANGELINA (231010201772)

MOHAMMAD AKTAVI NURANSYAH (231010201814)

YAYANG DIO PUTRA (231010201724)

SADAM SILVANO (231010201807)

PUTRI CHOLIDA (231010200742)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM S-1

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2023
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Aliran Filsafat Hukum
yang mempengaruhi lahirnya sosiologi hukum Dan Struktur sosial Dan hukum” dengan tepat
waktu. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kelompok
pada mata kuliah Sosiologi Hukum.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu RENI SURYANI S.H.,M.Pd.. dosen
mata kuliah Sosiologi Hukum, yang telah memberikan tugas ini dan membantu kami baik
secara moral maupun materi.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca sangat kami harapkan,
guna menjadi acuan agar penulis bisa lebih baik lagi di masa mendatang.

Pamulang, 15 September 2023


Penyusun,

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

JUDUL ....................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
1. 1 Latar Belakang ................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………4

BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................................... 5


2.1 Uraian Teori Aliran filsafat hukum yang mempengaruhi lahirnya sosiologi hukum ...... 5
1.1.1 Aliran-Aliran Yang Mempengaruhi Terbentuknya Sosiologi Hukum ......................... 5
2.2 Uraian Teori Struktur sosial dan Hukum ......................................................................... 9
1) Kaedah sosial dan Hukum ................................................................................................ 9
2) Lembaga-Lembaga sosial dan Hukum.............................................................................. 9
3) Kelompok-Kelompok sosial dan Hukum........................................................................ 10
4) Lapisan sosial dan Hukum .............................................................................................. 11
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sosiologi hukum pada dasarnya lahir dari hasil pemikiran para ahli di bidang
filsafat hukum maupun sosiologi. Hasil pemikiran tersebut tidak hanya berasal dari kumpulan
individu, melainkan juga dari mazhab atau aliran yang mewakili sekelompok ahli pemikir
yang memiliki berbagai macam pendapat. Sosiologi hukum saat ini berkembang dengan
pesat, dan sebagaimana diketahui ilmu sosiologi hukum diarahkan untuk menjelaskan hukum
positif yang berlaku. Dalam pengertian lain, isi dan bentuk hukum yang berubah-ubah sesuai
waktu dan tempat, dibantu dengan faktor-faktor sosial atau kemasyarakatan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), struktur sosial merupakan salah satu
konsep perumusan asas hubungan antar individu dalam kehidupan masyarakat yang
merupakan pedoman bagi tingkah laku individu.

Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), struktur sosial dalam sosiologi pengaturan


institusi yang khas dan stabil di mana manusia dalam suatu masyarakat berinteraksi dan
hidup bersama.

Secara umum disepakat bahwa istilah struktur sosial mengacu pada keteraturan dalam
kehidupan sosial, penerapannya tidak konsisten. Struktur sosial kadang-kadang didefinisikan
hanya sebagai hubungan sosial yang terpola, aspek-aspek reguler dan berulang dari interaksi
antara anggota sosial tertentu.

Pada tingkat dekskripsitif, konsepnya sangat abstrak. Hanya memiliki elemen tertentu
dari kegiatan sosial yang sedang berlangsung. Semakin besar satuan sosial dipertimbangkan,
semakin abstraks konsepnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja Aliran Filsat Hukum yang mempengaruhi lahirnya Sosiologi Hukum?

2.Bagaimana Hubungan antara Kaedah-kaedah Sosial dan Hukum ?

3. Bagaimana Hubungan antara Lembaga-lembaga Sosial dan Hukum?

4. Bagaimana Hubungan antara Kelompok-kelompok Sosial dan Hukum?

5. Bagaimana Huhbungan antara Lapisan sosial, kekuasaan dan Hukum ?

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Uraian Teori Aliran filsafat hukum yang mempengaruhi lahirnya sosiologi hukum
1.1.1. Aliran-Aliran Yang Mempengaruhi Terbentuknya Sosiologi Hukum meliputi:
1. Mazhab Formalitas
Tokoh terpenting dalam mazhab ini adalah Jhon Austin (1790-1859), ia mengatakan
bahwa: hukum merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasan tertinggi
(law is command of the lawgivers), atau dari yang memegang kedaulatan. Menurut
Austin, hukum adalah perintah yang dibebankan untuk mengatur mahluk berfikir,
perintah mana yang dilakukan oleh mahluk berfikir yang memegang dan mempunyai
kekuasaan. Austin menganggap hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan
bersifat tertutup dan karena ajarannya dinamakan Analitical Jurisprudence. Ajaran
Austin kurang/tidak memberi tempat bagi hukum yang hidup dalam masyarakat.
Austin membagi hukum dalam 2 (dua) bagian:
1. Hukum yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia
2. Hukum yang dibuat dan disusun oleh manusia, hukum ini terbagi lagi menjadi 2
(dua) bagian:
a. Hukum yang sebenarnya; hukum yang tepat disebut sebagai hukum, jenis hukum
ini disebut juga sebagai hukum positif. Hukum yang sebenarnya mengandung:
perintah, sanksi, kewajiban dan kedaulatan. Hukum yang sebenarnya terbagi 2 (dua):
Hukum yang dibuat oleh penguasa seperti undang-undang, peraturan pemerintah dan
lain-lain. Hukum yang dibuat atau disusun oleh rakyat secara individual yang
dipergunakan untuk melaksanakan hakhak yang diberikan kepadanya, misalnya: hak
kurator terhadap badan/orang dalam kuratele atau hak wali terhadap orang yang
berada dibawah perwalian.
b. Hukum yang tidak sebenarnya; adalah bukan hukum yang merupakan hukum yang
secara langsung berasal dari penguasa, tetapi peraturan-peraturan yang berasal dari
perkumpulan-perkumpulan atau badan-badan tertentu. Tokoh yang kedua adalah Hans
Kelsen (1881), dari unsur Sosiologis berarti bahwa ajaran Hans Kelsen tidak memberi
tempat bagi hukum kebiasaan yang hidup dan berkembang didalam masyarakat.
Ajaran Kelsen memandang hukum sebagai sollen yuridis sematamata yang sama
sekali terlepas dari das sein / kenyataan sosial. Hukum merupakan sollens kategori
(seharusnya) dan bukan seins kategori (adanya): orang menaati hukum karena ia
merasa wajib untuk mentaatinya sebagai suatu kehendak negara. hukum itu tidak lain
merupakan suatu kaidah ketertiban yang menghendaki orang menaatinya sebagaimana
seharusnya. Ajaran stufen theory berpendapat bahwa suatu sistem hukum adalah suatu
hierarkhis dari hukum dimana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada
ketentuan hukum lainnya yang lebih tinggi adalah grundnorm atau norma dasar.
Ringkasnya ajaran Kelsen ini adalah:
- Hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sebagai
mahluk rasional. - Hukum tidak mempersoalkan “bagaimana hukum seharusnya”
(what the law ought to be), tetapi “apa hukumnya” (what the law is).

5
- Hukum tidak lain adalah kemauan negara, namun orang taat kepada hukum bukan
karena negara menghendakinya, tetapi karena ia merasa wajib mentaatinya sebagai
perintah negaranya.
- Bagi Kelsen Hukum berurusan dengan bentuk (forma), bukan dengan isi (materia).
- Suatu hukum dapat saja tidak adil, namun tetap saja merupakan hukum karena
dikeluarkan oleh penguasa.
- Keadilan sebagai isi hukum berada di luar hukum.
- Kelsen dipandang sebagai tokoh pencetus Teori Jenjang (Stufentheorie), yang
semula diperkenalkan oleh Adolf Merkl.
- Hukum adalah suatu sistem yang terdiri dari susunan norma berbentuk piramida.
Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang lebih
tinggi.
- Semakin tinggi suatu norma, maka akan semakin abstrak sifatnya, sebaliknya
semakin rendah suatu norma, maka akan semakin konkrit
2. Mazhab Sejarah dan Kebudayaan
Mazhab sejarah dan kebudayaan ini adalah senyatanya mempunyai pemikiran yang
bertentangan dengan mazhab formalisme. Dalam hal ini mazhab sejarah dan
kebudayaan menekankan bahwasanya hukum hanya dapat dimengerti dengan
menelaah kerangka sejarah dan kebudayaan dimana hukum tersebut timbul.
Munculnya aliran sejarah setidaknya dilatar belakangi oleh tiga hal :
1. Rasionalisme abad XVIII yang didasarkan pada hukum alam yang dipandang tidak
memperhatikan fakta sejarah.
2. Semangat revolusi Perancis yang menentang tradisi dan lebih mengutamakan rasio.
3. Adanya larangan penafsiran oleh hakim karena undang-undang dipandang telah
dapat memecahkan semua masalah hukum. Beberapa pemikir mazhab ini, antara lain
Friedrich Karl von Savigny (1779-1861) berasala dari jerman, tokoh ini juga ini
dianggap sebagai pemuka sejarah hukum (bahkan Georges Gurvitch menyatakan
Savigny dan Puhcha adalah peletak dasar mazhab sejarah ini). Ia berpendapat bahwa
hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat (valksgeist). Yang
mana semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan serta bukan berasal dari
pembentukan undangundang. Ringkasnya pendapat Savigny yaitu:
- Hukum adalah suatu produk dari kekuasaan yang tidak disadari (unconscious force).
- Hukum beroperasi secara diam-diam di tengah masyarakat.
- Sumber utama hukum adalah adanya kesetiaan dari anggota masyarakat, kebiasaan
dan kesadaran dari anggota masyarakat.
- Di setiap masyarakat, tradisi dan kebiasaan tertentu yang secara terus menerus
dipraktekkan berkembang menjadi peraturan hukum dan diakui oleh organ-organ
negara.
Tokoh lain dalam mazhab ini adalah Sir Henry Maine (1822-1888), ia mengatakan
bahwa perkembangan hukum dari status kontrak yang sejalan dengan perkembangan
masyarakat yang mana masih sederhana kepada masyarakat yang senyatanya sudah
modern dan kompleks serta kaidah-kaidah hukum yang ada pada masyarakat
sederhana secara berangsur-angsur akan hilang dan berkembang kepada kaidah-
kaidah hukum sudah modern dan kompleks. Mazhab ini membangun kajian-kajian

6
adaptif atas masyarakat yang relatif bersifat statis homogen, dengan masyarakat yang
komplek (modern), dinamis dan relatif heterogen. Sehingga sangat membantu dalam
perkembangan bahkan memprediksi bangunan Sosiologi hukum baik secara teoritis
maupun secara aplikatif. Sehingga apa yang dikatakan Satjipto Rahardjo bahwa
benturan-benturan antara hukum dan negara dengan masyarakat dengan segala
budayanya yang lebih alami memang tidaklah dapat dihindari, apalgi suatu negara dan
bangsa yang sangat majemuk (seperti Indonesia), makanya agar proses hukum itu
tidak dibatasi sebagai proses hukum, melainkan sebagaimana ditegaskan Satjipto
Rahardjo adalah juga proses sosial. Puchta adalah murid Von Savigny yang
mengembangkan lebih lanjut pemikiran gurunya. Ia berpendapat sama dengan
gurunya, bahwa hukum suatu bangsa terikat pada jiwa bangsa (Volksgeist) yang
bersangkutan. Hukum tersebut menurutnya dapat berbentuk: 1) Langsung berupa adat
istiadat, 2) Melalui undang-undang, 3) Melalui ilmu hukum dalam bentuk karya para
ahli hukum.
3. Aliran Utilitarianisme
Prinsip aliran ini adalah bahwa masyarakat bertindak untuk memperbanyak
kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Jeremy Bentham (1748-1832) yaitu: “Dalam teorinya tentang hukum, Bentham
menggunakan salah satu prinsip dari aliran utilitarianisme yakni bahwa manusia
bertindak untul memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan… setiap
kejahatan harus disertai dengan hukuman-hukuman yang sesuai dengan kejahatan
tersebut. Dan hendaknya penderitaan yang dijatuhkan tidak lebih dari apa yang
diperlakukan untuk mencegah terjadinya kejahatan”.
Jeremy Bentham (1748-1832) Berpendapat : Bahwa alam memberikan kebahagiaan
dan kerusakan. Tugas Hukum adalah memelihara kebahagiaan dan mencegah
kejahatan. Menurutnya pemidanaan haruslah bersifat spesifik untuk tiap jenis
kejahatan, dan seberapa besar pidana itu boleh diberikan, hal ini tidak boleh melebihi
jumlah yang dibutuhkan untuk mencegah timbulnya kejahatan. Yang menjadi
kelemahan teori Bentham ini adalah bahwa ukuran keadilan, kebahagiaan dan
penderitaan itu sendiri diinterpretasikan relatif berbeda antara manusia yang satu
dengan yang lainnya. Sehingga keadilan dan penderitaan tersebut tidaklah menjadi
wujud yang pasti sama bagi setiap manusia.
Tokoh lain dalam aliran ini adalah Rudolph Von Ihering (1818-1892) yang ajarannya
disebut sosial utilitarianisme. Ihering berpendapat: “… hukum sebagai sarana untuk
mengendalikan individu-individu agar tujuannya sesuai dengan tujuan masyarakat
dimana merela menjadi warganya… hukum juga merupakan suatu alat yang dapat
dipergunakan untuk melakukan perubahanperubahan sosial”.
Rudolf Von Jhering (1818-1892) Jhering mengajarkan tentang utilitarian sosial.
Mulanya ia penganut paham sejarah (yang dikembangkan oleh Savigny). Namun pada
akhirnya ia justru menentang pendapat dari Savigny.
Menurut Savigny hukum Romawi adalah pernyataan dari jiwa bangsa Romawi, dan
oleh karena itu ia adalah hukum nasional (Romawi). Hal inilah yang dibantah oleh
Jhering, Jhering mengatakan seperti dalam hidup sebagai perkembangan biologis,
senantiasa terdapat asimilasi dari unsur-unsur yang mempengaruhinya. Demikian pula

7
dalam bidang kebudayaan. Hukum Romawi pada hakekatnya juga mengalami hal ini.
Suatu barang tentu lapisan tertua hukum Romawi adalah bersifat nasionalis tetapi
pada tingkat-tingkat perkembangan berikutnya hukum itu makin mendapat ciri
universal. Lebih lanjut Jhering mengatakan bahwa hukum Romawi dapat menjadi
dasar hukum Jerman bukan karena hukum Romawi bersifat nasional, akan tetapi
justru karena hukum Romawi dalam perkembangannya sudah berhadapan dengan
aturan hidup lain, sehingga hukum tersebut lebih bersifat universal daripada nasional
(Darmodiharjo, 1999: 112-116).
John Stuart Mill (1806-1873) Pemikirannya dipengaruhi oleh pertimbangan psikologi.
Ia menyatakan bahwa tujuan manusia mencari kebahagiaan. Yang ingin dicapai
manusia bukanlah benda atau sesuatu hal tertentu, tetapi kebahagiaan yang dapat
ditimbulkannya. Ia dalam pemikirannya menjelaskan hubungan antara keadilan,
kegunaan, kapentingan individu dan kepentingan umum.
4. Aliran Realisme Hukum
Aliran ini diprakarsai oleh Karl Liewellyn (1893- 1962), Jereme Frank (1889-1957)
dan Justice Oliver Wendell Halmes (1841-1935) ketiga orang tersebut berasal dari
Amerika. Konsep mereka sangat radikal tentang proses peradilan, dikatakannya
bahwa hakimhakim tidaklah hanya menentukan hukuman, tetapi bahkan membentuk
hukum. Seorang hakim selalu harus memilih, dia yang menentukan prinsip-prinsip
mana yang dipakai dalam menentukan pemeriksaan di pengadilan dan pihak-pihak
mana yang akan menang dalam suatu perkara. Sering kali suatu keputusan hakim
telah mendahului penggunaan prinsipprinsip hukum yang formal. Kemudian konsep
keadilan dirasinalisasikan di dalam suatu pendapat tertulis. Aliran realisme hukum
sangat memperhatikan tentang konsep keadilan, namun secara ilmiah mereka
menyadari bahwa keadilan, atau hukum yang adil itu sendiri paling tidak sangat sulit
ditentukan kalau tidak dikatakan tak bisa ditetapkan. Sementara itu tugas hukum tidak
lebih hanyalah proses dugaan bahwa apabila seseorang berbuat dan atau tidak berbuat
sesuatu, maka dia akan menerima derita sebagai sanksi dan atau sebaliknya sesuai
dengan proses keputusan yang ditetapkan.
- Essensi hukum ada pada penerapannya, yang terdapat dalam putusan-putusan
pengadilan.
- Keputusan-keputusan hakim sebagai essensi hukum diputuskan dan dilaksanakan
sesuai kebutuhan masyarakat.
- Hakim harus mendasarkan putusan-putusannya pada akar dari hukum itu sendiri,
yaitu yang berada di dalam kebutuhan masyarakat itu sendiri (in social need).
John Chipman Gray (1839-1915) Gray adalah salah seorang penganut Realisme
hukum di Amerika. Semboyannya terkenal: All the law is judgemade law. Ia
menyatakan di samping logika sebagai unsur undang-undang, maka unsur
kepribadian, prasangka dan faktor-faktor lain yang tidak logis memiliki pengaruh
yang besar dalam pembentukan hukum.
Oliver Wendell Holmes Jr. (1841-1935) Holmes memandang apa yang dilakukan oleh
pengadilan (hakim) itulah yang disebut dengan hukum. Holmes juga menyatakan: Di
samping norma-norma hukum bersama tafsirannya, moralitas hidup dan
kepentingankepentingan sosial ikut menentukan keputusan para hakim.

8
Axel Hagerstorm (1868-1939) Axel adalah tokoh Realisme Hukum Skandinavia.
Pemikirannya tentang (realisme) hukum dapat dilihat dari pendapatnya tentang
bagaimana rakyat Romawi mentaati hukum. Menurutnya, rakyat Romawi mentaati
hukum secara Irrasional, yaitu hukum yang bersumber dari Tuhan.

2.2 Uraian Teori struktur sosial dan hukum


1) Kaedah Sosial dan Hukum
Pergaulan hidup manusia diatur oleh perbagai macam kaidah atau norma, yang
pada hakikatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib
dan tentram. Di dalam pergaulan hidup tersebut, manusia mendapatkan
pengalaman-pengalaman tentang bagaimana memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pokok atau primary needs,yang antara lain, mencakup sandang, pangan, papan,
keselamatan jiwa dan harta, harga diri, potensi untuk berkembang dan kasih
sayang. Pola fikir manusia akan mempengaruhi sikapnya yang cenderung untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu terhadap manusia, benda ataupun
keadaan. Kaidah-kaidah itu ada yang mengatur pribadi manusia dan terdiri dari
kaidah kepercayaan dan kesusilaan. Kaidah kepercayaan bertujuan untuk
mencapai suatu kehidupan yang beriman sedangkan kaidah kesusilaan bertujuan
agar manusia berakhlak atau mempunyai hati nurani bersih. Di lain fihak ada
kaedah-kaedah yang mengatur kehidupan antar manusia atau pribadi, yang terdiri
dari kaidah-kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Kaidah kesopanan bertujuan
agar pergaulan hidup berlangsung dengan menyenangkan, sedangkan kaidah
hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan antar manusia.
Kedamaian tersebut akan tercapai dengan menciptakan suatu keserasian antara
ketertiban (yang bersifat lahiriah) dengan ketentraman (yang bersifat bathiniah).
Kedamaian melalui keserasian antara ketertiban dengan ketentraman, merupakan
suatu ciri yang membedakan hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Ciri-ciri
kaidah hukum yang membedakan dengan kaidah lainnya :
- Hukum bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan.
- Hukum mengatur perbuatan manusia yang bersifat lahiriah
- Hukum dijalankan oleh badan-badan yang diakui oleh masyarakat.
- Hukum mempunyai berbagai jenis sanksi yang tegas dan bertingkat.
- Hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian (ketertiban dan ketentraman).
2) Lembaga-lembaga Sosial dan Hukum
Lembaga kemasyarakatan terdapat di dalam setiap masyarakat, oleh karena setiap
masyarakat tentunya mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila
dikelompokkan, terhimpun menjadi lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam
pelbagai bidang kehidupan..Dan dapat dipahami bahwa suatu lembaga
kemasyarakatan merupakan himpunan daripada kaidah-kaidah dari segala
tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan
masyarakat. Fungsi dari lembaga kemasyarakatan itu sendiri, yaitu:

9
1. Untuk memberikan pedoman kepada para warga masyarakat, bagaimana
mereka bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah
masyarakat yang terutama dalam menyangkut kebutuhan-kebutuhan pokok.
2. Untuk menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan.
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan system
pengendalian sosial (sosial kontrol). Disamping itu terdapat tipe-tipe lembaga
kemasyarakatan, yang antara lain:
1. Dari sudut perkembangannya, lembaga dengan sendirinya tumbuh dari adat
istiadat masyarakat
2. Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, basic institutions dan
subsidiary institution
3. Dari sudut penerimaan masyarakat, socially sanctioned institutions dan
unsanctioned institutions
4. Perbedaan antara general Institutions dan restricted Institution
5. Dari fungsinya, terdapat pembedaan antara operative Institutions dan regulative
institution Tidaklah mudah untuk menentukan hubungan antara hukum dan
Lembagalembaga kemasyarakatan lainnya terutama di dalam menentukan
hubungan timbal balik yang ada. Hal itu semuanya tergantung pada nilai-nilai
masyarakat dan pusat perhatian penguasa terhadap aneka macam lembaga
kemasyarakatan yang ada, dan sedikit banyaknya ada pengaruh-pengaruh pula
dari anggapananggapan tentang kebutuhankebutuhan apa yang pada suatu saat
merupakan kebutuhan pokok.Namun demikian sebaiknya Hukum dapat
berpengaruh terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan, apabila dipenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
1. Sumber dari hukum tersebut mempunyai (authority) wewenang dan berwibawa
(prestigefull)
2. Hukum tadi jelas dan sah secara yuridis, filosofis maupun sosiologis
3. Penegak hukum dapat dijadikan teladan bagi faktor kepatuhan terhadap hukum
4. Diperhatikannya faktor pengendapan hukum didalam jiwa para warga
masyarakat
5. Para penegak dan pelaksanaa hukum merasa dirinya terikat pada hukum yang
diterapkannya dan membuktikannya didalam pola-pola perikelakuannya
6. Sanksi-sanksi yang positif maupun negative dapat dapat dipergunakan untuk
menunjang pelaksanaan hukum
7. Perlindungan yang efektif terhadap mereka yang terkena oleh aturan– aturan
hukum.
3) Kelompok Sosial dan Hukum
Menurut pendapat aristoteles bahwa manusia itu adalah Zoon Politicon, dimana
dalam hidupnya manusia selalu akan membutuhkan orang lain dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, yang hal ini dapat dilihat dari interaksi antara sesama
manusia. Reaksi semacam ini menimbulkan keinginan untuk menjadi satu dengan
masyarakat sekelilingnya (antar manusia) sehingga terjadi sosial groups.
Interakasi manusia berlaku timbal balik yang artinya saling mempengaruhi satu

10
sama lain yang dengan demikian maka suatu kelompok sosial mempunyai syarat-
syarat sebagai berikut:
1. Setiap warga kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebagian
dari kelompok yang bersangkutan.
2. Ada hubungan timbal balik antara warga negara yang satu dengan warga-warga
lainnya.
3. terdapat beberapa faktor yang dimiliki bersama oleh warga-warga kelompok
itu, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Faktor yang tadi
merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi
politik yang sama, dan lain-lain.
4. ada struktur.
5. ada perangkat kaidah - kaidah.
6. menghasilkan sistem tertentu. Interaksi sosial yang dinamis lama kelamaan
karna pengalaman, akan berubah menjadi nilai-nilai social yaitu konsepsi-
konsepsi abstra yang hidup di dalam alam fikran bagian besar warga masyarakat
tentang apa yang dianggap baik dan tidak baik dalam pergaulan hidup. Dapat
disimpulkan betapa pentingnya kelompok- kelompok sosial bagi usaha untuk
mengenal sistem hukum, tulisan ini mencoba menjelaskan pengaruh konflik
anatara para hakim, jaksa, dan polisi terhadap perkembagan lembaga-lembaga
hukum di Indonesia.
4) Lapisan Sosial dan Hukum
Dalam lapisan masyarakat terdapat golongan atas (Upper Class) dan golongan
bawah (Lower Class), dijelaskan bahwa kalangan Upper Class jumlahnya lebih
sedikit dibandingkan Lower Class, karena Kalangan Upper Class jelas-jelas
memiliki kemampuan yang lebih banyak dan dianggap suatu hal yang terpenting
dalam kehidupan bermasyarakat.Upper Class yang memiliki kemampuan yang
lebih tadi akan berwujud kepada kekuasaan yang tentunya dapat menentukan
berjuta-juta kehihupan manusia. Dan baik buruknya suatu kekuasaan senantiasa
diukur dari kegunaanya untuk mencapai suatu tujuan yang disadari oleh
masyarakat. Kekuasaan mempunyai peranan yang sangat penting karena dapat
menentukan nasib beuta-juta nasib manusia. Baik buruknya kekuasaan tadi
senantiasa dapat diukur dengan kegunaanya untuk mencapai suat tujuan yang
telah ditentukan atau disadari oleh masyarakat terlebih dahulu.Kekuasaan
bergantung dari hubungan antara yang berkuasa dan yang dikuasai. Atau dengan
kata lain, antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh
dan pihak lan yang menerima pengaruh itu dengan rela atau karna terpaksa.
Apabila kekuasaan dihubungkan denga hukum, maka paling sedkit dua hal yang
menonjol, pertama para pembentuk,penegak maupun pelaksana hukum adalah
para warga masyarakat yang mempunyai kedudkan yang mengandung
unsureunsur kekuasaan akan tetapi mereka tak dapat mempergunakan
kekuasaannya dengansewenang-wenang karna ada pembatasanpembatasan praktis
dari penggunaan kekuasaan itu sendiri.Yang kedua, karna sistem hukum antara
lain menciptakan dan merupakan hak dan kewajiban beserta pelaksanaanya.
Dalam hal ini ada hak warga masyarakat ang tak dapat dijalankan karna yang tak

11
dapat dijalankan karna ynag bersangkutan tidak mempunyai kekuasaan untuk
melaksanakannya dan sebaliknya adahak-hak yang dengan sendirinya didukung
oleh kekuasaan tertentu. Dapat dikatakan bahwa kekuasaan dan hukum
mempunyai hubungan timbal balik disatu pihak hukum member batas kekuasaan,
dan dilain pihak kekuasan merupakan suatu jaminan berlakunya hukum. Peran
hukum disini adalah untuk menjaga agar kekuasaan tadi tidak melakukan tindakan
yang sewenang-wenangnya dimana ada batasan-batasan tentang perannanya yang
tujuannya tidak lain untuk menciptakan keadilan. Dan hal ini tidak menepis
kemungkinan bahwa: 1. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam stratafikasi,
semakin sedikit hukum yang mengaturnya. 2. Semakin rendah kedudukan
seseorang dalam stratifikasi, semakin banyak hukum yang mengaturnya.

BAB III
KESIMPULAN

penting untuk memahami bahwa sosiologi hukum saat ini berkembang dengan pesat,
serta ilmu sosiologi hukum diarahkan untuk menjelaskan hukum positif yang berlaku.
Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat dua jenis aliran dalam sosiologi hukum yang dikenal
dengan aliran positif dan normatif. Namun selain itu, terdapat juga beberapa mazhab yang
mempengaruhi terbentuknya sosiologi hukum seperti mazhab formalistis, sejarah dan
kebudayaan, utilitarianism, sociological jurisprudence, dan realisme hukum.

Sedangkan Struktur sosial dan Hukum Keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial
pokok yakni kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompokkelompok serta lapisan-
lapisan sosial. Struktur sosial berfungsi sebagai penegas identitas yang dimiliki oleh sebuah
kelompok. Kelompok yang anggotanya memiliki kesamaan dalam latar belakang ras, sosial,
dan budaya akan mengembangkan struktur sosialnya sendiri sebagai pembeda dari kelompok
lainnya

12
DAFTAR PUSTAKA

Soerjono Soekanto. Pokok – Pokok Sosiologi Hukum. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
1999)

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas


Indonesia, 1978)

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi. Setangkai Bunga Sosiologi. (Djakarta: Yayasan
Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964)

I Gusti Ngurah Dharma Laksana (et.al), Sosiologi Hukum, Bali: Pustaka Ekspresi, 2017;

Yesmil Anwar (et.al), Pengantar Sosiologi Hukum, Jakarta: Grasindo, 2011.

(Selo Soemardjan-Soelaeman Soemardi 1964:14)

13

Anda mungkin juga menyukai