Nim : 201510110311007
Konsentrasi Pidana
MPH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber
daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan
bangsa di masa yang akan datang, yang memiliki peran strategis dan
mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan
dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan
sosial secara seimbang.1
Masa kanak-kanak merupakan periode penaburan benih, pendirian
tiang pancang, pembuatan pondasi, yang dapat disebut juga sebagai periode
pembentukan watak, kepribadian dan karakter diri seorang manusia, agar
mereka kelak memiliki kekuatan dan kemampuan serta berdiri tegar dalam
meniti kehidupan.Permasalahan terhadap Anak-anak sering terjadi didalam
negeri kita ini, sedangkan anak adalah penurus bangsa dan merupakan sumber
daya yang penting bagi pertubuhan, perkembangan dan perubahan bangsa,
Anak sebagai salah satu komponen penggerak generasi muda, menjadikannya
sangat penting untuk diperlakukan secara khusus.
Pesatnya perkembangan dunia saat ini telah merubah wajah dunia
menjadi tanpa batas, yang ditandai dengan kemajuan tehnologi, baik alat
1
Atmasasmita, Romli, Problem Kenakalan Anak-anak Remaja, Bandung: Armico, 1983.
transportasi maupun komunikasi. Sehingga proses perpindahan budaya dan
nilai-nilai sosial dari satu wilayah ke wilayah lain menjadi sangat cepat.
Kasus-kasus tindak pidana yang terjadi di Indonesia tidak hanya
melibatkan orang dewasa, namun juga melibatkan anak-anak. Hal ini telah
menjadi fenomena yang memprihatinkan. Kasus-kasus yang melibatkan anak-
anak sangat bervariasi, mulai dari pencurian, pelaku kekerasan, penganiayaan,
pelecehan dan perkosaan. Yang populer adalah kasus yang menimpa anak
yang masih di bawah umur terlibat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan
beberapa orang meninggal dan luka-luka.
Menurut informasi yang sering kita dapat dan dengarkan melalui
media massa ataupun kita lihat secara langsung, pelanggaran lalu lintas
terhadap anak dibawah umur kerap terjadi di Negara kita ini, sedangkan
Negara kita adalah Negara hukum dan juga menjadi Negara yang memplopori
Hak Asasi Manusia, yang dimana di dalam HAM ada lembaga khusus untuk
melindung anak di bawah umur.
Di Indonesia terdapat beberapa hukum yang mengatur kehidupan
masyarakat tetapi dalam pengaplikasiannya sering terjadi Kesenjangan
hukum, dan masih banyak terjadi pelanggaran dan manipulasi hukum. Salah
satu hukum yang masih belum bisa efektif adalah hukum tentang
perlindungan anak. Di Indonesia hal tersebut sudah diatur dalam Undang-
undang peradilan anak Nomor 3 tahun 1997 dan kemudian digantikan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012. Undang-Undang peradilan anak
diundangkan tanggal 30 juli 2012, banyak perubahan yang terjadi di dalam
Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang system peradilan anak.
Perubahan Undang-Undang tersebut terlihat dari adanya isi didalam Undang-
Undang mengenai batasan umur anak, tindakan dan pidana, subyek hukum
anak, masalah penahanan, kewajiban didampingi penasehat hukum dan proses
administrasi persidangan.2
2
Wordpress.com diakses pada tanggal 13 maret 2018
Pelanggaran yang kerap terjadi di sekitar kita yang dilakukan oleh
anak dibawah umur adalah pelanggaran undang-undang lalu lintas,
Pelanggaran Lalu Lintas banyak terjadi dilakukan oleh Anak Dibawah umur
yang tidak mempunyai surat izin mengemudi (SIM), mengendarai kendaraan
roda dua ataupun roda empat, memakai kendaraan sepeda bermotor ugal-ugal
yang dapatr membahayakan nyawa orang lain ataupun nyawa mereka sendiri,
tidak tertib lalu lintas melanggar rambu-rambu dijalanan, menggunakan
sepeda motor roda dua dengan keadaan kondisi kendaraan tidak standard an
tidak mengendarai kendaraan bermotor tanpa memakai keamaan seperti helm.
Hal seperti ini yang sering terjadi atau yang sering dilanggar anak dibawah
umur dikarenakan masa-masa mereka adalah masa-masa untuk mencari jati
diri dan masa labil.
Masalah pelanggaran lalu lintas dilihat dari banyaknya dan kepadatan
kendaraan bermotor dijalanan seperti di kota-kota besar. Namun dengan
semakin banyaknya kendaraan di jalanan tidak dapat dipungkiri bahwa
kecelakaan lalu lintas sering tidak dapat dihindari. Pelanggaran lalu lintas
sering kali terjadi bahkan sudah menjadi hal yang biasa di kalangan
masyarakat maupun anak sekolah. Sehingga apabila dilakukan operasi tertib
lalu lintas di jalan raya oleh pihak yang berwenang, maka tidak sedikit
yang terjaring kasus pelanggaran lalu lintas dan tidak jarang juga karena
pelanggaran tersebut kerap menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Mengendarai kendaraan kurang hati-hati bahkan melebihi kecepatan
maksimum tampaknya merupakan suatu perilaku yang kurang matang di
tengah masyarakat. Akan tetapi di dalam kenyataannya tidak sedikit
pengemudi yang melakukan hal itu, khususnya anak di bawah umur
sehingga kerap pelanggaran lalu lintas tersebut menimbulkan kecelakaan
lalu lintas dan menjadikan penulis untuk lebih banyak memberikan perhatian,
penaggulangan dan penanganan terhadap anak dibawah umur khususnya
dalam bidang pidana anak atas pelanggaran undang-undang lalu lintas.
Perlindungan terhadap anak sangat berbeda dengan perlindungan
orang dewasa. Indonesia sebagai Negara hukum mempunyai kewajiban khusu
untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan
hukum.3 Orang tua, keluarga dan masyarakat sangat berperaan aktif untuk
menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban hukum.
Demikian pula dengan penyelenggaraan perlindungan anak, pemerintah dan
Negara berperan aktif dalam masalah ini. Negara bertanggung jawab
menyediakan fasilitas bagi anak terutama menjamin pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Kaidah hukum adalah suatu kaidah yang diperlukan guna mengatasi
masalah hukum khususnya pelanggaran lalu lintas. Dalam kemajuan teknik
seperti sekarang ini peranan lalu lintas dianggap memiliki peran
penting.Bukan hanya untuk kemajuan teknik saja tapi juga berguna bagi
kemajuan bangsa. Dengan kendaraan bermotor manusia menjadikan alat
tersebut sebagai transportassi yang efektif untuk berpergian keman-mana.
Dari jarak yang jauh akan teraca cepat bila menggunakannya. Dari penjelasan
diatas terlihat bahwa kendaraan bermotor menjadi alat kebutuhan sehari-hari
bagi masyarakat. Dengan semakin meningkatnya peranan lalu lintas terutama
yang menggunakan kendaraan bermotor, diperlukan peraturan yang efisien
untuk mengaturnya guna mencegah timbulnya suatu pelanggaran lalu lintas.
Ramdlon Naning menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
pelanggaran lalu lintas jalan adalah perbuatan atau tindakan yang
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan lalu
lintas4
Dalam Peraturan tentang Lalu Linta Undang-Undang No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah dijelaskan bahwa
“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib
3
Konsideran undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang system peradilan anak.
4
Ramdlon Naning, Loc.Cit
memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai dengan jenis Kendaraan
Bermotor yang dikemudikan”.
Surat Izin Mengemudi (SIM) ini dapat diperoleh dengan memenuhi
persyaratan dari segi usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian.
Persyaratan dari segi usia tentunya merupakan hal yang paling penting.
Berdasarkan persyaratan tersebut, maka seseorang yang belum mencapai
usia yang ditentukan belum bisa mendapatkan Surat IzinMengemudi
(SIM) dan tidak diperbolehkan mengendarai kendaraan bermotor. Untuk
mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) A, C dan D ditentukan
paling rendah usia 17 tahun. Maka, jelaslah bahwa penggunaan
kendaraan bermotor pada anak dimana belum berusia 17 tahun
merupakan pelanggaran terhadap UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Banyaknya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak dibawah umur
dan mengakibatkan hilangnya nyawa maupun harta benda seseorang
menimbulkan keresahan terhadap pengguna jalan, salah satu faktor
penyebabnya yaitu kurangnya pengawasan oleh orang tua serta pihak yang
bertanggungjawab dalam memberikan izin mengendarai kendaraan roda
empat maupun roda dua tanpa memiliki SIM, hal ini mengakibatkan seorang
anak telah melakukan dua pelanggaran sekaligus, yaitu tidak memenuhi syarat
untuk mengendarai kendaraan di jalan umum dikarenakan belum memiliki
SIM, sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (1). Peraturan tersebut mengikat
setiap pengendara yang akan mengemudikan kendaraan di jalan raya. Adapun
aturan yang ditegaskan tersebut bertujuan untuk menekan jumlah kecelakaan
lalu lintas di jalan raya terutama anak dibawah umur yang belum memiliki
SIM. Pelanggaran kedua yang dilakukan oleh anak yaitu pelanggaran pidana,
karena telah menghilangkan nyawa orang lain dan menyebabkan kerugian
benda.
Namun demikian peraturan dalam mewujudkan keamanan, ketertiban,
kelancaran berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung
pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah yang diharapkan oleh UU
No 22 Thn 2009 tentang LAJ, pada kenyataannya masih belum bisa terwujud
karena tingkat kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi dan meresahkan
pengguna jalan yang melibatkan anak dibawah umur serta mengakibatkan
timbulnya korban jiwa masih tinggi. Hal ini harus dipertanggungjawabkan
setiap pelaku, sebagaimana sanksi yang telah diatur oleh UU Nomor 22 Thn
2009 tentang LAJ dalam Pasal 310 ayat (3) dan ayat (4). Yaitu: Ayat (3)
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka
berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Ayat (4) Dalam hal kecelakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain
meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
Ketentuan sanksi pelanggaran pidana yang diatur dalam pasal 310 ayat
(3) dan ayat (4) dimaksudkan untuk memberikan efek jera terhadap seseorang
yang lalai dalam mengendarai kendaraan bermotor sehingga mengakibatkan
kecelakan lalu lintas dan mengakibatkan seseorang mengalami kerugian baik
harta maupun jiwanya bahkan sampai meninggal dunia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakan Penerapan Pidana terhadap anak dibawah umur yang
melanggar undang-undang lalu lintas ?
2. Bagaimana proses penyelesaian perkara pidana anak yang melanggar
Undang-Undang Lalu Lintas ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penerapan pidana terhadap anak dibawah umur
yang melanggar undang-undang lalu lintas.
2. Untuk mengetahui proses poenyelesaian perkara pidana anak yang
melanggaar undang-undang lalu lintas.
D. Maanfaat penelitian
1) Sebagai pengetahuan bagaimana hukum di indonesia dalam menyikapi
Menurut R.A. Kosnan “Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda
dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk keadaan
sekitarnya”.5 Oleh karna itu anak-anak perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh.
Akan tetapi, sebagai makhluk social yang paling rentan dan lemah, ironisnya anak-
anak justru sering kalidi tempatkan dalam posisi yang paling di rugikan,
tidakmemiliki hak untuk bersuara, dan bahkan mereka sering menjadi korban tindak
kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-haknya.6
Yang disebut anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh
satu) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 butir 2)9
Dijelaskan dalam (Pasal 1 Ayat (3)) Anak adalah anak yang telah berumur 12
(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana.10
8
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita,
2002), hal. 90
9
Redaksi Sinar Grafika, UU Kesejahteraan Anak, (Jakarta : Sinar Grafika, 1997), hal. 52
10
Ibid, hal. 52
11
Bisma Siregar, Keadilan Hukum dalam Berbagai aspek Hukum Nasional, (Jakarta : Rajawali, 1986)
hal. 105
Menurut Sugiri sebagai mana yang dikutip dalam buku karya Maidi Gultom
mengatakan bahwa : "selama di tubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan dan
perkembangan, anak itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses
perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur anak-anak adalah sama
dengan permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun untuk wanita dan
21 (dua puluh) tahun untuk laki-laki.12
Dari beberapa pengertian dan batasan umur anak sebagaimana tersebut di atas
yang cukup bervariasi tersebut, kiranya menjadi perlu untuk menentukan dan
menyepakati batasan umur anak secara jelas dan lugas agar nantinya tidak terjadi
permasalahan yang menyangkut batasan umur anak itu sendiri. Dalam lingkup
Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia serta Undang-undnag tentang
Perlindungan Anak sendiri ditetapkan bahwa anak adalah seseorang yang belum
mencapai usia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, dan belum
pernah menikah.
12
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Cetakan Kedua, (Bandung, P.T.Refika
Aditama, 2010), hlm 32
13
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rieneka Cipta, 2008), hlm. 54.
asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada
perbuataan, (yaitu suatu keadaan atau kejadiaan yang ditimbulkan oleh
kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang
yang menimbulkannya kejadian itu.
Mengenai pengertian tindak pidana diantara menurut para sarjana
tidak ada kesatuan pendapat yang sama. Istilah-istilah yang pernah digunakan
baik dalam perundang- undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur
hukum sebagai terjemahan dari istilah strafaar feit adalah: tindak pidana,
peristiwa pidana, delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum,
perbuatan yang dapat dihukum, perbuatan pidana. sebagai terjemahan dari
istilah strafbaar feit adalah:
5. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini mulai digunakan oleh Mr.
karni dalam bukunya"Ringkasan Tentang Hukum Pidana".
6. Perbuatan yang boleh dihukum, digunakan dalam pembentukan
undang-undang dalam UUD No.12/Drt/1951 tentang senjata api dan
bahan peledak (baca Pasal 3)
1. Sebelum Persidangan
a. Sebagai Pelaku
14
Ibid, hal 98
3) Hak untuk mendapatkan pendamping, penasihat dalam rangka
mempersiapkan diri berpartisipasi dalam persidangan yang akan
datang dengan prodeo;
b. Sebagai Korban
c. Sebagai Saksi
2. Selama Persidangan
a. Sebagai Pelaku
c) sebagai saksi
3. Setelah Persidangan
a. Sebagai Pelaku:
1) Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang
manusiawi sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan ide mengenai
Pemasyarakatan;
b. Sebagai Korban
c. Sebagai Saksi
1) Pengertian Pemidanaan
Pemidanaan adalah suatu proses atau cara untuk menjatuhkan
hukuman/sanksi terhadap orang yang telah melakukan tindak kejahatan
(rechtsdelict) maupun pelanggaran (wetsdelict).
1. Kejahatan (rechtsdelict)
Orang baru menyadari hal tersebut merupakan tindak pidana karena
perbuatan tersebut tercantum dalam undang-undang, istilahnya disebut
wetsdelict (delik undang-undang ). Dimuat dalam buku III KUHP Pasal
489 sampai dengan Pasal 569. Contoh pencurian (Pasal 362 KUHP),
pembunuhan (Pasal 338 KUHP), perkosaan (Pasal 285 KUHP)
2. Pelanggaran (wetsdelict)
Meskipun perbuatan tersebut tidak dirumuskan dalam undang-undang
menjadi tindak pidana, tetapi orang tetap menyadari perbuatan tersebut
adalah kejahatan dan patut dipidana, istilahnya disebut rechtsdelict (delik
hukum). Dimuat dalam buku II KUHP Pasal 104 sampai dengan Pasal
488. Contoh mabuk ditempat umum (Pasal 492 KUHP/536 KUHP),
berjalan diatas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang
memasukinya (Pasal 551 KUHP).
2) Tujuan Pemidanaan
Herbert L. Packer menyatakan bahwa ada dua pandangan konseptual
yang masing-masing mempunyai implikasi moral yang berbeda satu sama
lain, yakni:
1. Pandangan Retributif (Retributive View)
Pandangan retributif mengandaikan pemidanaan sebagai ganjaran
negatif terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh warga
masyarakat sehingga pandangan ini melihat pemindanaan hanya
sebagai pembalasan terhadap kesalahan yang dilakukan atas dasar
tanggung jawab moralnya masing-masing. Pandangan ini dikatakan
bersifat melihat ke belakang (backward-looking).
2.4 DIVERSI
1. Pengertian Diversi
Kata Diversi berasal dari kata bahasa inggris “Diversion”, menjadi
istilah diversi, karena berdasar buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, penyesuaian
akhiran-sion, -tion menjadi-si. Oleh karena itu, kata Diversion di Indonesia
menjadi diversi.
Merujuk pada Pasal 1 angka 7 UU 11/2012, pengertian diversi adalah
pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses
di luar peradilan pidana. Lalu, Pasal 5 ayat (3) menegaskan “dalam Sistem
Peradilan Pidana Anak wajib diupayakan diversi”.
17
https://erlanggafh.wordpress.com/2014/12/17/pidana-dan-pemidanaan/. Diakses pada tanggal 26-04-
2018 pukul 18.00
Di Indonesia, istilah diversi pernah dimunculkan dalam perumusan
hasil seminar nasional peradilan anak yang diselenggarakan oleh Fakultas
Hukum Universitas Padjadjaran Bandung tanggal 5 Oktober 1996. Di dalam
perumusan hasil seminar tersebut tentang hal-hal yang disepakati, antara lain
“Diversi”, yaitu kemungkinan hakim menghentikan atau mengalihkan/ tidak
meneruskan pemeriksaan perkara dan pemeriksaan terhadap anak selama
proses pemeriksaan di muka siding
2. Tujuan diversi
Tujuan diversi bagi pelaku anak adalah untuk menyediakan alternatif yang lebih
baik dibanding dengan prosedur resmi beracara di pengadilan. Anak pelaku
tindak pidana akan dilibatkan dalam kegiatan terarah dan terinteraksi dalam
kelompok yang dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan mengubah
cara pandang mereka terhadap sistem dan penegakan hukum positif yang ada,
meningkatkan rasa percaya diri, mengajarkan pada mereka dalam hal
pengambilan keputusan. Tujuan dari diversi adalah menghindarkan anak
tersebut dari prosedur resmi beracara di pengadilan dan mengurangi
kemungkinan terjadinya bentuk residivisme di masa mendatang.18
Pasal 6 UU SPPA :
Diversi bertujuan :
1. Mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
2. Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
3. Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
4. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
5. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak
Diversi merupakan sebuah sistem yang memberikan kesempatan yang lebih baik
bagi para pelaku kejahatan ringan yang baru pertama kali menjalankan aksinya,
dibanding dengan pemberian hukuman berupa kurungan.
18
Setya Wahyudi, Op Cit, hlm.58.
Dengan adanya program ini maka masyarakat juga dapat turut berperan dalam
memantau perkembangan diri si pelaku serta kembali menerima sebagai warga
masyarakat yang baik, di sisi lain pemerintah juga lebih leluasa dan efektif dalam
pemberian ganti rugi maupun perbaikan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh si
pelaku, memberikan terapi terhadap penderita ketergantungan alkohol dan obat
terlarang atau memberikan konsultasi berkesinambungan terhadap pelaku yang
mengidap kelabilan jiwa ataupun kendala psikologis lainnya. Dalam hal apabila
program ini dapat berjalan lancar dan menunjukan kemajuan berarti, serta didukung
oleh partisipasi aktif warga masyarakat, maka biaya-biaya yang adapun dapat
diturunkan secara berangsur dan bahkan mungkin ditiadakan sama sekali.