Anda di halaman 1dari 23

Nama : Wahyu Ramadhan

Nim : 201510110311007
Konsentrasi Pidana
MPH

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber
daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan
bangsa di masa yang akan datang, yang memiliki peran strategis dan
mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan
dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan
sosial secara seimbang.1 
Masa kanak-kanak merupakan periode penaburan benih, pendirian
tiang pancang, pembuatan pondasi, yang dapat disebut juga sebagai periode
pembentukan watak, kepribadian dan karakter diri seorang manusia, agar
mereka kelak memiliki kekuatan dan kemampuan serta berdiri tegar dalam
meniti kehidupan.Permasalahan terhadap Anak-anak sering terjadi didalam
negeri kita ini, sedangkan anak adalah penurus bangsa dan merupakan sumber
daya yang penting bagi pertubuhan, perkembangan dan perubahan bangsa,
Anak sebagai salah satu komponen penggerak generasi muda, menjadikannya
sangat penting untuk diperlakukan secara khusus.
Pesatnya perkembangan dunia saat ini telah merubah wajah dunia
menjadi tanpa batas, yang ditandai dengan kemajuan tehnologi, baik alat

1
Atmasasmita, Romli, Problem Kenakalan Anak-anak Remaja, Bandung: Armico, 1983.
transportasi maupun komunikasi. Sehingga proses perpindahan budaya dan
nilai-nilai sosial dari satu wilayah ke wilayah lain menjadi sangat cepat.
Kasus-kasus tindak pidana yang terjadi di Indonesia tidak hanya
melibatkan orang dewasa, namun juga melibatkan anak-anak. Hal ini telah
menjadi fenomena yang memprihatinkan. Kasus-kasus yang melibatkan anak-
anak sangat bervariasi, mulai dari pencurian, pelaku kekerasan, penganiayaan,
pelecehan dan perkosaan. Yang populer adalah kasus yang menimpa anak
yang masih di bawah umur terlibat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan
beberapa orang meninggal dan luka-luka.
Menurut informasi yang sering kita dapat dan dengarkan melalui
media massa ataupun kita lihat secara langsung, pelanggaran lalu lintas
terhadap anak dibawah umur kerap terjadi di Negara kita ini, sedangkan
Negara kita adalah Negara hukum dan juga menjadi Negara yang memplopori
Hak Asasi Manusia, yang dimana di dalam HAM ada lembaga khusus untuk
melindung anak di bawah umur.
Di Indonesia terdapat beberapa hukum yang mengatur kehidupan
masyarakat tetapi dalam pengaplikasiannya sering terjadi Kesenjangan
hukum, dan masih banyak terjadi pelanggaran dan manipulasi hukum. Salah
satu hukum yang masih belum bisa efektif adalah  hukum tentang
perlindungan anak. Di Indonesia hal tersebut sudah diatur dalam Undang-
undang peradilan anak Nomor 3 tahun 1997 dan kemudian digantikan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012. Undang-Undang peradilan anak
diundangkan tanggal 30 juli 2012, banyak perubahan yang terjadi di dalam
Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang system peradilan anak.
Perubahan Undang-Undang tersebut terlihat dari adanya isi didalam Undang-
Undang mengenai batasan umur anak, tindakan dan pidana, subyek hukum
anak, masalah penahanan, kewajiban didampingi penasehat hukum dan proses
administrasi persidangan.2
2
Wordpress.com diakses pada tanggal 13 maret 2018
Pelanggaran yang kerap terjadi di sekitar kita yang dilakukan oleh
anak dibawah umur adalah pelanggaran undang-undang lalu lintas,
Pelanggaran Lalu Lintas banyak terjadi dilakukan oleh Anak Dibawah umur
yang tidak mempunyai surat izin mengemudi (SIM), mengendarai kendaraan
roda dua ataupun roda empat, memakai kendaraan sepeda bermotor ugal-ugal
yang dapatr membahayakan nyawa orang lain ataupun nyawa mereka sendiri,
tidak tertib lalu lintas melanggar rambu-rambu dijalanan, menggunakan
sepeda motor roda dua dengan keadaan kondisi kendaraan tidak standard an
tidak mengendarai kendaraan bermotor tanpa memakai keamaan seperti helm.
Hal seperti ini yang sering terjadi atau yang sering dilanggar anak dibawah
umur dikarenakan masa-masa mereka adalah masa-masa untuk mencari jati
diri dan masa labil.
Masalah pelanggaran lalu lintas dilihat dari banyaknya dan kepadatan
kendaraan bermotor dijalanan seperti di kota-kota besar. Namun dengan
semakin banyaknya kendaraan di jalanan tidak dapat dipungkiri bahwa
kecelakaan lalu lintas sering tidak dapat dihindari. Pelanggaran lalu lintas
sering kali terjadi bahkan sudah menjadi hal yang biasa di kalangan
masyarakat maupun anak sekolah. Sehingga apabila dilakukan operasi tertib
lalu lintas di jalan raya oleh pihak yang berwenang, maka tidak sedikit
yang terjaring kasus pelanggaran lalu lintas dan tidak jarang juga karena
pelanggaran tersebut kerap menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Mengendarai kendaraan kurang hati-hati bahkan melebihi kecepatan
maksimum tampaknya merupakan suatu perilaku yang kurang matang di
tengah masyarakat. Akan tetapi di dalam kenyataannya tidak sedikit
pengemudi yang melakukan hal itu, khususnya anak di bawah umur
sehingga kerap pelanggaran lalu lintas tersebut menimbulkan kecelakaan
lalu lintas dan menjadikan penulis untuk lebih banyak memberikan perhatian,
penaggulangan dan penanganan terhadap anak dibawah umur khususnya
dalam bidang pidana anak atas pelanggaran undang-undang lalu lintas.
Perlindungan terhadap anak sangat berbeda dengan perlindungan
orang dewasa. Indonesia sebagai Negara hukum mempunyai kewajiban khusu
untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan
hukum.3 Orang tua, keluarga dan masyarakat sangat berperaan aktif untuk
menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban hukum.
Demikian pula dengan penyelenggaraan perlindungan anak, pemerintah dan
Negara berperan aktif dalam masalah ini. Negara bertanggung jawab
menyediakan fasilitas bagi anak terutama menjamin pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Kaidah hukum adalah suatu kaidah yang diperlukan guna mengatasi
masalah hukum khususnya pelanggaran lalu lintas. Dalam kemajuan teknik
seperti sekarang ini peranan lalu lintas dianggap memiliki peran
penting.Bukan hanya untuk kemajuan teknik saja tapi juga berguna bagi
kemajuan bangsa. Dengan kendaraan bermotor manusia menjadikan alat
tersebut sebagai transportassi yang efektif untuk berpergian keman-mana.
Dari jarak yang jauh akan teraca cepat bila menggunakannya. Dari penjelasan
diatas terlihat bahwa kendaraan bermotor menjadi alat kebutuhan sehari-hari
bagi masyarakat. Dengan semakin meningkatnya peranan lalu lintas terutama
yang menggunakan kendaraan bermotor, diperlukan peraturan yang efisien
untuk mengaturnya guna mencegah timbulnya suatu pelanggaran lalu lintas.
Ramdlon Naning menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
pelanggaran lalu lintas jalan adalah perbuatan atau tindakan yang
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan lalu
lintas4
Dalam Peraturan tentang Lalu Linta Undang-Undang No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah dijelaskan bahwa
“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib

3
Konsideran undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang system peradilan anak.
4
Ramdlon Naning, Loc.Cit
memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai dengan jenis Kendaraan
Bermotor yang dikemudikan”.
Surat Izin Mengemudi (SIM) ini dapat diperoleh dengan memenuhi
persyaratan dari segi usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian.
Persyaratan dari segi usia tentunya merupakan hal yang paling penting.
Berdasarkan persyaratan tersebut, maka seseorang yang belum mencapai
usia yang ditentukan belum bisa mendapatkan Surat IzinMengemudi
(SIM) dan tidak diperbolehkan mengendarai kendaraan bermotor. Untuk
mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) A, C dan D ditentukan
paling rendah usia 17 tahun. Maka, jelaslah bahwa penggunaan
kendaraan bermotor pada anak dimana belum berusia 17 tahun
merupakan pelanggaran terhadap UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Banyaknya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak dibawah umur
dan mengakibatkan hilangnya nyawa maupun harta benda seseorang
menimbulkan keresahan terhadap pengguna jalan, salah satu faktor
penyebabnya yaitu kurangnya pengawasan oleh orang tua serta pihak yang
bertanggungjawab dalam memberikan izin mengendarai kendaraan roda
empat maupun roda dua tanpa memiliki SIM, hal ini mengakibatkan seorang
anak telah melakukan dua pelanggaran sekaligus, yaitu tidak memenuhi syarat
untuk mengendarai kendaraan di jalan umum dikarenakan belum memiliki
SIM, sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (1). Peraturan tersebut mengikat
setiap pengendara yang akan mengemudikan kendaraan di jalan raya. Adapun
aturan yang ditegaskan tersebut bertujuan untuk menekan jumlah kecelakaan
lalu lintas di jalan raya terutama anak dibawah umur yang belum memiliki
SIM. Pelanggaran kedua yang dilakukan oleh anak yaitu pelanggaran pidana,
karena telah menghilangkan nyawa orang lain dan menyebabkan kerugian
benda.
Namun demikian peraturan dalam mewujudkan keamanan, ketertiban,
kelancaran berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung
pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah yang diharapkan oleh UU
No 22 Thn 2009 tentang LAJ, pada kenyataannya masih belum bisa terwujud
karena tingkat kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi dan meresahkan
pengguna jalan yang melibatkan anak dibawah umur serta mengakibatkan
timbulnya korban jiwa masih tinggi. Hal ini harus dipertanggungjawabkan
setiap pelaku, sebagaimana sanksi yang telah diatur oleh UU Nomor 22 Thn
2009 tentang LAJ dalam Pasal 310 ayat (3) dan ayat (4). Yaitu: Ayat (3)
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka
berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Ayat (4) Dalam hal kecelakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain
meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
Ketentuan sanksi pelanggaran pidana yang diatur dalam pasal 310 ayat
(3) dan ayat (4) dimaksudkan untuk memberikan efek jera terhadap seseorang
yang lalai dalam mengendarai kendaraan bermotor sehingga mengakibatkan
kecelakan lalu lintas dan mengakibatkan seseorang mengalami kerugian baik
harta maupun jiwanya bahkan sampai meninggal dunia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakan Penerapan Pidana terhadap anak dibawah umur yang
melanggar undang-undang lalu lintas ?
2. Bagaimana proses penyelesaian perkara pidana anak yang melanggar
Undang-Undang Lalu Lintas ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penerapan pidana terhadap anak dibawah umur
yang melanggar undang-undang lalu lintas.
2. Untuk mengetahui proses poenyelesaian perkara pidana anak yang
melanggaar undang-undang lalu lintas.

D. Maanfaat penelitian
1) Sebagai pengetahuan bagaimana hukum di indonesia dalam menyikapi

tindak pidana yang dilakukan anak dibawah umur.

2) Memberikan saran dan masukan terhadap peradilan anak di indonesia.


BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Anak

Menurut R.A. Kosnan “Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda
dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk keadaan
sekitarnya”.5 Oleh karna itu anak-anak perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh.
Akan tetapi, sebagai makhluk social yang paling rentan dan lemah, ironisnya anak-
anak justru sering kalidi tempatkan dalam posisi yang paling di rugikan,
tidakmemiliki hak untuk bersuara, dan bahkan mereka sering menjadi korban tindak
kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-haknya.6

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa pengertian tentang anak menurut


peraturan perundang- undangan, begitu juga menurut para pakar ahli. Namun di
antara beberapa pengertian tidak ada kesamaan mengenai pengertian anak tersebut,
karna di latar belakangi dari maksud dan tujuan masing-masing undang-undang
maupun para ahli. Pengertian anak menurut peraturan perundang undangan dapat
dilihat sebagai berikut :

a) Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak


Pengertian anak berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.7
b) Anak menurut kitab undang-undang hukum perdata
Di jelaskan dalam Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, mengatakan
orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur 21 tahun dan
tidak lebih dahulu telah kawin. Jadi anak adalah setiap orang yang belum berusia
5
R.A. Koesnan, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, (Bandung :Sumur, 2005) , hal. 113
6
Arif Gosita, Masalah perlindungan Anak, (Jakarta : Sinar Grafika, 1992), hal. 28
7
Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang perlidungan anak, (Jakarta : Visimedia, 2007), hal. 4
21 tahun dan belum meniakah. Seandainya seorang anak telah menikah sebalum
umur 21 tahun kemudian bercerai atau ditinggal mati oleh suaminya sebelum
genap umur 21 tahun, maka ia tetap dianggap sebagai orang yang telah dewasa
bukan anak-anak .8
c). menurut kitab undang-undang hukum pidana
Anak dalam Pasal 45 KUHPidana adalah anak yang umurnya belum mencapai 16
(enam belas) tahun.

d). Menurut Undang-undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Yang disebut anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh
satu) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 butir 2)9

e). Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan


Pidana Anak

Dijelaskan dalam (Pasal 1 Ayat (3)) Anak adalah anak yang telah berumur 12
(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana.10

Sedangkan membicarakan sampai batas usia berapa seseorang dapat dikatakan


tergolong anak, pembatasan pengertian anak menurut menurut beberapa ahli yakni
sebagai berikut :

Menurut Bisma Siregar, dalam bukunya menyatakan bahwa : dalam masyarakat


yang sudah mempunyai hokum tertulis diterapkan batasan umur yaitu 16 tahun atau
18 tahun ataupun usia tertentu yang menurut perhitungan pada usia itulah si anak
bukan lagi termasuk atau tergolong anak tetapi sudah dewasa.11

8
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita,
2002), hal. 90
9
Redaksi Sinar Grafika, UU Kesejahteraan Anak, (Jakarta : Sinar Grafika, 1997), hal. 52
10
Ibid, hal. 52
11
Bisma Siregar, Keadilan Hukum dalam Berbagai aspek Hukum Nasional, (Jakarta : Rajawali, 1986)
hal. 105
Menurut Sugiri sebagai mana yang dikutip dalam buku karya Maidi Gultom
mengatakan bahwa : "selama di tubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan dan
perkembangan, anak itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses
perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur anak-anak adalah sama
dengan permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun untuk wanita dan
21 (dua puluh) tahun untuk laki-laki.12

Dari beberapa pengertian dan batasan umur anak sebagaimana tersebut di atas
yang cukup bervariasi tersebut, kiranya menjadi perlu untuk menentukan dan
menyepakati batasan umur anak secara jelas dan lugas agar nantinya tidak terjadi
permasalahan yang menyangkut batasan umur anak itu sendiri. Dalam lingkup
Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia serta Undang-undnag tentang
Perlindungan Anak sendiri ditetapkan bahwa anak adalah seseorang yang belum
mencapai usia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, dan belum
pernah menikah.

2.2 TINDAK PIDANA MENURUT HOKUM POSITIF


a) Pengertian tindak pidana
Tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum
pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan
istilah "perbuatan jahat: atau "kejahatan" yang bisa diartikan secara yuridis
(hukum) atau secara kriminologis. Pengertian perbuatan pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana
disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa
melanggar larangan tersebut.13 Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana
adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana,

12
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Cetakan Kedua, (Bandung, P.T.Refika
Aditama, 2010), hlm 32
13
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rieneka Cipta, 2008), hlm. 54.
asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada
perbuataan, (yaitu suatu keadaan atau kejadiaan yang ditimbulkan oleh
kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang
yang menimbulkannya kejadian itu.
Mengenai pengertian tindak pidana diantara menurut para sarjana
tidak ada kesatuan pendapat yang sama. Istilah-istilah yang pernah digunakan
baik dalam perundang- undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur
hukum sebagai terjemahan dari istilah strafaar feit adalah: tindak pidana,
peristiwa pidana, delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum,
perbuatan yang dapat dihukum, perbuatan pidana. sebagai terjemahan dari
istilah strafbaar feit adalah:

1. Tindak pidana, berupa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana


kita hampir seluruh peraturan perundang-undangan kita menggunakan
istilah ini.

2. Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya, Mr.R.


Tresna dalam bukunya " Azas-Azas hukum pidana. Dan ahli hukum
lainya.

3. Delik berasal dari bahasa latin, "delictum" digunakan untuk


menggambarkan apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini
dapat dijumpai di beberapa literatur, misalnya Drs.E.Utrect,S.H.

4. Pelanggaran pidana, dijumpai dibeberapa buku pokok-pokok hukum


pidana yang ditulis oleh Mr. M.H Tirtaadmidjaja.

5. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini mulai digunakan oleh Mr.
karni dalam bukunya"Ringkasan Tentang Hukum Pidana".
6. Perbuatan yang boleh dihukum, digunakan dalam pembentukan
undang-undang dalam UUD No.12/Drt/1951 tentang senjata api dan
bahan peledak (baca Pasal 3)

7. Perbuatan pidana, digunakan oleh Prof. Mr. Moeljatno dalam beberapa


tulisan beliau.14

Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu


pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan
kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.
Tindak pidana mempunyai pengertian yang sangat abstrak dari peristiwa-
peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak
pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan
jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam
kehidupan masyarakat.

Terhadap anak-anak yang kebetulan berhadapan dengan hukum,


menurut Arief Gosita ada beberapa hak-hak anak yang harus diperjuangkan
pelaksanaannya secara bersama-sama, yaitu:

1. Sebelum Persidangan

a. Sebagai Pelaku

1) Hak diperlakukan sebagai yang belum terbukti bersalah;

2) Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan


yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari
siapa saja (ancaman, penganiayaan, cara, dan tempat penahanan
misalnya);

14
Ibid, hal 98
3) Hak untuk mendapatkan pendamping, penasihat dalam rangka
mempersiapkan diri berpartisipasi dalam persidangan yang akan
datang dengan prodeo;

4) Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar pemeriksaan


terhadap dirinya (transport, penyuluhan dari yang berwajib).

b. Sebagai Korban

1) Hak mendapatkan pelayanan karena penderitaan mental, fisik, dan


sosialnya;

2) Hak diperhatikan laporan yang disampaikannya dengan suatu tindak


lanjut yang tanggap dan peka tanpa imbalan (kooperatif)

3) Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan


yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari
siapa saja (berbagai ancaman penganiayaan, pemerasan misalnya);

4) Hak untuk mendapatkan pendamping, penasihat dalam rangka


memepersiapkan diri berpartisipasi dalam persidangan yang akan
datang dengan prodeo

5) Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar pemeriksaan


sebagai pelapor, saksi/korban.

c. Sebagai Saksi

1) Hak diperhatikan laporan yang disampaikannya dengan suatu tindak


lanjut yang tanggap dan peka, tanpa mempersulit para pelapor;

2) Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakantindakan yang


merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa
saja yang karena kesaksiannya (berbagai ancaman, penganiayaan
misalnya);
3) Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar pemeriksaan
(transport);

2. Selama Persidangan

a. Sebagai Pelaku

1) Hak untuk mendapatkan penjelasan mengenai tata cara persidangan


dan kasusnya;

2) Hak mendapatkan pendamping, penasihat selama persidangan;

3) Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar persidangan


mengenai dirinya (transport, perawatan, kesehatan);

4) Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan


yang merugikan, yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial
(berbagai macam ancaman, penganiayaan, cara, dan tempat-tempat
penahanan misalnya);

5) Hak untuk menyatakan pendapat;

6) Hak untuk memohon ganti kerugian atas perlakuan yang menimbulkan


penderitaan, karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa
alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang
diatur dalam KUHAP (Pasal 1 ayat 22);

7) Hak untuk mendapatkan perlakuan pembinaan/penghukuman yang


positif, yang masih mengembangkan dirinya sebagai manusia
seutuhnya;

8) Hak akan persidangan tertutup demi kepentingannya.


b. Sebagi Korban

1) Hak untuk mendapatkan fasilitas untuk menghadap sidang sebagai


saksi/korban (trasnport, penyuluhan);

2) Hak untuk mendapatkan penjelasan mengenai tata cara persidangan


dan kasusnya;

3) Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan


yang merugikan, yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial
(berbagai macam ancaman, penganiayaan, pembunuhan misalnya);

4) Hak untuk menyatakan pendapat;

5) Hak untuk mengganti kerugian atas kerugian, penderitaan-nya;

6) Hak untuk memohon persidangan tertutup.

c) sebagai saksi

1) Hak untuk mendapatkan fasilitas untuk menghadap sidang sebagai


saksi (transport, penyuluhan);

2) Hak untuk mendapatkan penjelasan mengenai tata cara persidangan


dan kasusnya;

3) Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan


yang merugikan, yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial
(berbagai macam ancaman, penganiayaan, pembunuhan misalnya);

4) Hak untuk mendapatkan izin dari sekolah untuk menjadi saksi.

3. Setelah Persidangan

a. Sebagai Pelaku:
1) Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang
manusiawi sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan ide mengenai
Pemasyarakatan;

2) Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan


yang merugikan, yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial
(berbagai macam ancaman, penganiayaan, pembunuhan misalnya);

3) Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang tuanya, keluarganya.

b. Sebagai Korban

1) Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan


yang merugikan, yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial
(berbagai macam ancaman, penganiayaan, pembunuhan misalnya);

2) Hak atas pelayanan di bidang mental, fisik, dan sosial;

c. Sebagai Saksi

1) Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan


yang merugikan, yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial
dari siapa saja.15

2.3 Penerapan sanksi pidana kepada anak.

Mengenai penjatuhan sanksi, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012


Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur mengenai penjatuhan sanksi
bagi anak.16

Pasal 82 ayat (1) UU SPPA :


15
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia,PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta,2012, hlm.13
16
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt53f55d0f46878/hal-hal-penting-yangdiatur-dalam-uu-
sistem-peradilan-pidana-anak. Diakses pada tanggal 22-07-2017 pukul 01.30
Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi :
a. Pengembalian kepada orang tua/wali;
b. Penyerahan kepada seseorang;
c. Perawatan di rumah sakit jiwa;
d. Perawatan di LPKS;
e. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan
oleh pemerintah atau badan swasta;
f. Pencabutan surat izin mengemudi;dan/atau
g. Perbaikan akibat tindak pidana;

Pasal 71 ayat (1) dan (2) UU SPPA :


Pidana pokok bagi anak terdiri atas :
a. Pidana Peringatan;
b. Pidana dengan syarat;
1) Pembinaan diluar lembaga;
2) Pelayanan masyarakat;
3) Pengawasan;
c. Pelatihan kerja;
d. Pembinaan dalam lembaga; dan
e. Penjara; Pidana tambahan terdiri atas :
a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
b. Pemenuhan kewajiban adat

1) Pengertian Pemidanaan
Pemidanaan adalah suatu proses atau cara untuk menjatuhkan
hukuman/sanksi terhadap orang yang telah melakukan tindak kejahatan
(rechtsdelict) maupun pelanggaran (wetsdelict).

1. Kejahatan (rechtsdelict)
Orang baru menyadari hal tersebut merupakan tindak pidana karena
perbuatan tersebut tercantum dalam undang-undang, istilahnya disebut
wetsdelict (delik undang-undang ). Dimuat dalam buku III KUHP Pasal
489 sampai dengan Pasal 569. Contoh pencurian (Pasal 362 KUHP),
pembunuhan (Pasal 338 KUHP), perkosaan (Pasal 285 KUHP)

2. Pelanggaran (wetsdelict)
Meskipun perbuatan tersebut tidak dirumuskan dalam undang-undang
menjadi tindak pidana, tetapi orang tetap menyadari perbuatan tersebut
adalah kejahatan dan patut dipidana, istilahnya disebut rechtsdelict (delik
hukum). Dimuat dalam buku II KUHP Pasal 104 sampai dengan Pasal
488. Contoh mabuk ditempat umum (Pasal 492 KUHP/536 KUHP),
berjalan diatas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang
memasukinya (Pasal 551 KUHP).

2) Tujuan Pemidanaan
Herbert L. Packer menyatakan bahwa ada dua pandangan konseptual
yang masing-masing mempunyai implikasi moral yang berbeda satu sama
lain, yakni:
1. Pandangan Retributif (Retributive View)
Pandangan retributif mengandaikan pemidanaan sebagai ganjaran
negatif terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh warga
masyarakat sehingga pandangan ini melihat pemindanaan hanya
sebagai pembalasan terhadap kesalahan yang dilakukan atas dasar
tanggung jawab moralnya masing-masing. Pandangan ini dikatakan
bersifat melihat ke belakang (backward-looking).

2. Pandangan Utilitarian (utilitarian view)


Pandangan untilitarian melihat pemidanaan dari segi manfaat atau
kegunaannya dimana yang dilihat adalah situasi atau keadaan yang
ingin dihasilkan dengan dijatuhkannya pidana itu. Di satu pihak,
pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku
terpidana dan di pihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk
mencegah orang lain dari kemungkinan melakukan perbuatan yang
serupa. Pandangan ini dikatakan berorientasi ke depan (forward
looking) dan sekaligus mempunyai sifat pencegahan (detterence).

Tujuan pemidanaan, yaitu pencegahan (prevention) dan retribusi


(retribution). Dasar retribusi dalam just desert model menganggap bahwa
pelanggar akan dinilai dengan sanksi yang patut diterima oleh mereka
mengingat kejahatankejahatan yang telah dilakukannya, sanksi yang tepat
akan mencegah para kriminal melakukan tindakan-tindakan kejahatan lagi dan
mencegah orang-orang lain melakukan kejahatan.17

2.4 DIVERSI
1. Pengertian Diversi
Kata Diversi berasal dari kata bahasa inggris “Diversion”, menjadi
istilah diversi, karena berdasar buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, penyesuaian
akhiran-sion, -tion menjadi-si. Oleh karena itu, kata Diversion di Indonesia
menjadi diversi.
Merujuk pada Pasal 1 angka 7 UU 11/2012, pengertian diversi adalah
pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses
di luar peradilan pidana. Lalu, Pasal 5 ayat (3) menegaskan “dalam Sistem
Peradilan Pidana Anak wajib diupayakan diversi”.
17
https://erlanggafh.wordpress.com/2014/12/17/pidana-dan-pemidanaan/. Diakses pada tanggal 26-04-
2018 pukul 18.00
Di Indonesia, istilah diversi pernah dimunculkan dalam perumusan
hasil seminar nasional peradilan anak yang diselenggarakan oleh Fakultas
Hukum Universitas Padjadjaran Bandung tanggal 5 Oktober 1996. Di dalam
perumusan hasil seminar tersebut tentang hal-hal yang disepakati, antara lain
“Diversi”, yaitu kemungkinan hakim menghentikan atau mengalihkan/ tidak
meneruskan pemeriksaan perkara dan pemeriksaan terhadap anak selama
proses pemeriksaan di muka siding
2. Tujuan diversi
Tujuan diversi bagi pelaku anak adalah untuk menyediakan alternatif yang lebih
baik dibanding dengan prosedur resmi beracara di pengadilan. Anak pelaku
tindak pidana akan dilibatkan dalam kegiatan terarah dan terinteraksi dalam
kelompok yang dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan mengubah
cara pandang mereka terhadap sistem dan penegakan hukum positif yang ada,
meningkatkan rasa percaya diri, mengajarkan pada mereka dalam hal
pengambilan keputusan. Tujuan dari diversi adalah menghindarkan anak
tersebut dari prosedur resmi beracara di pengadilan dan mengurangi
kemungkinan terjadinya bentuk residivisme di masa mendatang.18
Pasal 6 UU SPPA :
Diversi bertujuan :
1. Mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
2. Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
3. Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
4. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
5. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak

Diversi merupakan sebuah sistem yang memberikan kesempatan yang lebih baik
bagi para pelaku kejahatan ringan yang baru pertama kali menjalankan aksinya,
dibanding dengan pemberian hukuman berupa kurungan.

18
Setya Wahyudi, Op Cit, hlm.58.
Dengan adanya program ini maka masyarakat juga dapat turut berperan dalam
memantau perkembangan diri si pelaku serta kembali menerima sebagai warga
masyarakat yang baik, di sisi lain pemerintah juga lebih leluasa dan efektif dalam
pemberian ganti rugi maupun perbaikan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh si
pelaku, memberikan terapi terhadap penderita ketergantungan alkohol dan obat
terlarang atau memberikan konsultasi berkesinambungan terhadap pelaku yang
mengidap kelabilan jiwa ataupun kendala psikologis lainnya. Dalam hal apabila
program ini dapat berjalan lancar dan menunjukan kemajuan berarti, serta didukung
oleh partisipasi aktif warga masyarakat, maka biaya-biaya yang adapun dapat
diturunkan secara berangsur dan bahkan mungkin ditiadakan sama sekali.

Diversi merupakan program bagi mereka penjahat pemula yang masih


berpotensi untuk dibina, bukan bagi mereka para residisivis. Misi ide diversi bagi
anak-anak menyediakan sebuah alternatif dengan prosedur resmi beracara di
pengadilan untuk memberikan kesempatan kedua bagi para pelaku tindak pidana
ringan dibawah umur yang baru pertama kali melakukan, melalui kegiatan yang
terprogram dan memebrikan bentuk pengabdian sosial secara nyata pada masyarakat,
adapun tujuan utama adalah guna mengurangi residivis bagi peserta program. Dengan
adanya kesempatan ini, para anak muda diberikan kesempatan untuk menjadi sosok
baru yang bersih dari catatan kejahatan.

Diversi sebagai bentuk pengalihan atau penyampingan penanganan tindak


pidana anak dari proses peradilan anak konvensional, ke arah penanganan anak yang
lebih bersifat pelayanan kemasyarakatan, dan ide diversi dilakukan untuk
menghindarkan anak pelaku dari dampak negatf praktek penyelenggaraan peradilan
anak.

Program diversi memberi keuntungan pada masyarakat dalam penanganan yang


awal dan cepat terhadap perilaku menyimpang. Manfaat pelaksanaan program diversi
bagi pelaku anak, dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Membantu anak belajar dari kesalahannya melalui intervensi selepas
mungkin;
2) Memperbaiki luka-luka karena kejadian tersebut, kepada keluarga, Korban
dan masyarakat;
3) Kerjasama dengan pihak orang tua, pengasuh dan diberi nasehat hidup
sehari-hari;
4) Melengkapi dan membangkitkan anak-anak untuk membuat keputusan untuk
bertanggungjawab;
5) Berusaha untuk mengumpulkan dana untuk resitusi kepada korban;
6) Memberikan tanggung jawab anak atas perbuatannya, dan memberikan
pelajaran tentang kesempatan untuk mengamati akibat-akibat dan efek kasus
tersebut;
7) Memberikan pilihan bagi pelaku untuk berkesempatan untuk menjaga agar
tetap bersih atas catatan kejahatan;
8) Mengurangi beban pada peradilan dan lembaga penjara. 9) Pengendalian
kejahatan anak/remaja.19

Kategori Kenakalan Anak Yang Dipertimbangkan Untuk Diversi Menurut


Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Untuk tindak pidana berupa pelanggaran,
tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak
lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat, dapat dilakukan oleh penyidik,
bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat
melibatkan tokoh masyarakat. Adapun bentuknya dapat berupa:

a. Pengembalian kerugian dalam hal ada korban;


b. Rehabilitasi medis dan psikososial;
c. Penyerahan kembali kepada orang tua/wali;
d. Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan
atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
19
Ibid, hlm. 57
e. Pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan. Hasil kesepakatan
diversi dapat berbentuk, antara lain:
a. Perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian
b. Penyerahan kembali kepada orang tua/wali;
c. Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan
atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
d. Pelayanan masyarakat.

Dalam hal proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan


Diversi tidak dilaksanakan, maka proses peradilan pidana anak dilanjutkan. Register
perkara Anak pada kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan Lembaga pembinaan
Khusus Anak dibuat secara khusus. Dalam menangani perkara Anak, Pembimbing
Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat harus
memperhatikan prinsip kepentingan terbaik bagi Anak dan mengusahakan agar
suasana kekeluargaan tetap terpelihara.

Anda mungkin juga menyukai