Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU NORMA HUKUM

Disusun oleh:

Kelompok 3

Ulin Ni’mah (23060260042)


Luhur Satyo Wirawan (23060260044)

Dosen Pengampu: Bapak Mukharom, S.H.I., M.H.

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
nikmat kesehatan dan kesempatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Ilmu Hukum sebagai Ilmu Norma Hukum”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum, dan juga busa menambah wawasan para pembaca
untuk mengetahui lebih dalam tentang ilmu hukum.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mukharom, S.H.I.,M.H. yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini dan juga beberapa pihak
yang terlibat.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu
saran dan kritik diharapkan dapat membantu menjadi penyempurna makalah ini. Semoga
makalah ini dapat membantu para pembaca untuk menambah wawasan.

Penulis

Tertanda

ii
DAFTAR ISI

COVER.......................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah............................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
2.1 Ilmu Hukum Normatif......................................................................................................2
2.2 Istilah dan Pengertian Norma...........................................................................................2
2.3 Norma Hukum dan Norma-norma Lainnya.....................................................................2
2.4 Norma Hukum Imperatif/Memaksa dan Fakultatif/Menambah.......................................4
2.5 Sollen-Sein.......................................................................................................................5
BAB III PENUTUP....................................................................................................................7
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................7
3.2 Saran.................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam masyarakat, manusia pasti hidup saling berhubungan. Kehidupan


saling berhubungan itu tentu menyebabkan adanya interaksi, kontak hubungan
satu sama lain. Kontak dapat berarti hubungan yang menyenangkan atau
hubungan yang dapat menimbulkan konflik atau pertentangan.

Mengingat akan banyaknya kepentingan tidak mustahil terjadi konflik


sesama manusia, karena kepentingannya itu bertentangan. Konflik atau
pertentangan terjadi apabila dalam melaksanakan atau mengejar kepentingannya
seorang merugikan orang lain. Di dalam kehidupan masyarakat hal itu tidak
dapat dihindarkan.

Maka dari itu pentingnya masyarakat untuk mengenal hukum sebagai


kaidah pengatur norma-norma sosial lebih dalam agar konflik tersebut dapat
dihindarkan sehingga fungsi hukum untuk menjamin rasa aman di masyarakat
dapat terlaksana.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa pengertian ilmu hukum normatif?


2. Apa definisi istilah dan pengertian hukum?
3. Apa yang membedakan antara norma hukum dan norma lainnya?
4. Jelaskan perbedaan norma hukum imperatif dan fakultatif?
5. Apa itu Sollen-Sein?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui lebih dalam apa itu ilmu hukum normatif.


2. Untuk mengetahui istilah dan pengertian hukum secara detail.

1
3. Dapat membedakan antara norma hukum dan norma lainnya.
4. Dapat mengetahui perbedaan norma hukum imperatif dan fakultatif.
5. Menambah wawasan tentang Sollen-Sein.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ilmu Hukum Normatif

Menurut D.H.M. Meuwissen, dogmatika hukum (rechtsdogmatiek) atau


ilmu hukum dogmatik mencakup semua kegiatan ilmiah yang diarahkan untuk
mempelajari isi dari sebuah tatanan hukum positif dan konkret. Jika orang
menonjolkan sifat normatif dari hukum positif maka orang akan cenderung
untuk memandang ilmu hukum dogmatik sebagai ilmu normatif.

Ilmu hukum normatif adalah bagian dari ilmu hukum yang melihat dan
mengkaji hukum dalam perwujudannya sebagai norma-norma hukum. Dengan
kata lain, ilmu tentang hukum normatif. Titik pusat perhatian dari ilmu hukum
normatif adalah pada norma-norma hukum, baik yang terdapat dalam
perundang-undangan maupun tempat-tempat lainnya, antara lain dalam putusan-
putusan pengadilan.

Hukum normatif adalah salah satu jenis hukum yang memiliki sifat
normatif, atau bersifat aturan yang mengikat individu atau kelompok dalam
perilaku mereka.

2.2 Istilah dan Pengertian Norma

Istilah norma dari sudut tata Bahasa berarti: 1) aturan atau ketentuan yang
mengikat warga kelompok di masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan
pengendali tingkah laku yang sesuai dan diterima; 2) aturan, ukuran, atau kaidah
yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu.

Istilah norma (Belanda: norm; Inggris: norm) berasal dari bahasa Latin,
norma yang artinya siku-siku. Fungsi siku-siku, yaitu: (1) untuk membuat sudut
90 derajat; (2) untuk menguji apakah sudut 90 derajat yang digunakan sudah
tepat. Lebih kurang demikian juga fungsi norma, yakni: (1) menentukan

3
bagaimana pergaulan hidup harus berjalan (2) menilai apakah pergaulan hidup
sudah sesuai dengan yang ditentukan. Dapat dikatakan bahwa norma adalah
patokan atau ukuran untuk bersikap atau bertindak.

2.3 Norma Hukum dan Norma-norma Lainnya

Berbagai penggolongan norma, yang paling umum yaitu pembedaan atas


empat macam norma,yaitu:

1. Norma hukum, yaitu norma yang berlakunya dapat dipaksakan dengan


bantuan alat-alat perlengkapan negara yang ditentukan untuk tugas yang
bersangkutan.

Hukum terutama memang merupakan norma-norma, yaitu norma-norma


hukum.

2. Norma kesoponan, yaitu kaidah tentang tata krama dalam pergaulan


Masyarakat. Misalnya, kesopanan dalam berpakaian.

Norma kesopanan sama halnya dengan norma hukum, mempunyai tujuan


untuk melindungi kepentingan-kepentingan manusia dalam hidup
bermasyarakat.

3. Norma kesusilaan, yaitu norma mengenai apa yang baik dan buruk
berdasarkan pertimbangan hati nurani (akhlak) manusia.

Sekalipun manusia tidak pernah membaca undang-undang (norma hukum)


dan tidak menganut suatu agama, tetapi ia tetap mempunyai pertimbangan hati
nurani (akhlak) yang memberitahu bahwa perbuatan-perbuatan seperti
pembunuhan dan pencurian merupakan hal yang tidak benar.

4. Norma agama, dalam hal ini “agama dalam arti sempit, adalah hubungan
antara Tuhan dan manusia”. Norma agama sebenarnya memiliki cakupan
yang lebih luas. Undang-undang di Indonesia juga adakalanya menyerahkan
pengaturan antarmanusia kepada kaidah agama, misalnya untuk sahnya
suatu perkawinan. Dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pada

4
pasal 2 ayat (1) ditentukan bahwa “perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu.”

Dua norma yang pertama, yaitu norma hukum dan norma kesopanan,
memiliki kesamaan tertentu, yaitu:

a. Norma hukum dan norma kesopanan bersifat heteronom, yaitu ketaatan


terutama disebabkan adanya paksaan dari luar individu itu sendiri, yaitu
paksaan berasal dari masyarakat.
b. Norma hukum dan norma kesopanan memberi peraturan-peraturan untuk
perbuatan lahiriah manusia.

Norma hukum dan norma kesopanan memberi peraturan untuk perbuatan


lahiriah manusia, sehingga apabila perbuatan lahiriah tidak melanggar norma-
norma yang ada, orang juga tidak perlu mempertanyakan lebih lanjut apa yang
ada dalam pikirannya. Oleh karena norma hukum terutama ditujukan kepada
perbuatan lahiriah maka dalam hukum dikenal asas cogitationos poenam nemo
patitur, yaitu tidak seseorang pun dapat dihukum hanya atas apa yang
dipikirkannya.

Berbeda halnya dengan norma kesusilaan yang ditujukan pada


kesempurnaan seseorang, oleh karenanya pertama-tama tidak mengindahkan
perbuatan-perbuatan manusia, melainkan lebih mengindahkan sikap batin yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan itu.

Perbedaan antara norma hukum dan norma kesopanan, yaitu:

a. Paksaan (Inggris: coercion) dalam kaidah hukum bersifat lebih keras dan
tegas.
b. Paksaan dalam kaidah hukum, umumnya dilaksanakan dengan bantuan
pemerintah.

5
Dua kaidah yang terakhir, yaitu kaidah kesusilaan dan kaidah agama,
bersifat otonom, yaitu ketaatan terutama karena tuntunan dari dalam diri
individu yang bersangkutan itu sendiri.

2.4 Norma Hukum Imperatif/Memaksa dan Fakultatif/Menambah

Berdasarkan sifatnya, norma hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Norma hukum yang bersifat imperatif (wajib) atau bersifat memaksa.


2. Norma hukum yang bersifat fakultatif atau bersifat menambah/melengkapi.

Norma imperative (wajib) adalah norma terhadap mana orang-orang yang


berkepentingan tidak boleh menyimpang dengan jalan perjanjian.

Contoh norma imperative (wajib) atau memaksa adalah kewajiban memberi


nafkah (alimentatie plicht) dalam Pasal 321 KHUPerdata: “Tiap-tiap anak
berwajib memberikan nafkah, kepada kedua orang tuanya dan para keluarga
sedarahnya dalam garis ke atas, apabila mereka dapat keadaan miskin”. Bahkan
dalam Pasal 329 KHUPerdata ditegaskan bahwa, “Segala perjanjian, dengan
mana kiranya hak untuk menikmati nafkah ditinggalkannya adalah batal atau tak
berdaya”.

Norma fakultatif atau menambah adalah norma yang mengikat sepanjang


para pihak yang berkepentingan tidak menentukan peraturan yang lain dengan
perjanjian.

Contohnya norma dalam Pasal 35 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 tentang
perkawinan yang menentukan bahwa harta bawaan dari masing-masing suami
dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau
warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak
tidak menentukan lain. Jadi, jika antara suami dan isteri tidak dibuat yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, di bawah kekuasaan
masing-masing.

2.5 Sollen-Sein

6
Hans Kelsen (1881-1973), dalam teori hukumnya telah menekankan adanya
perbedaan antara:

1. Das Sollen, yang dapat diungkapkan dalam bahasa Inggris: what ought to
be, atau apa yang seharusnya ada.
2. Dan Sein, yang dapat diungkapkan dalam bahasa Inggris: what is, atau apa
yang ada.

Norma hukum merupakan das Sollen, apa yang seharusnya ada (what ought
to be). Di lain pihak, sosiologi hukum, merupakan suatu ilmu tentang apa yang
ada (what is) karena sosiologi hukum mendeskripsikan apa yang ada atau
kenyataan-kenyataan dalam masyarakat.

Menurut Hans Kelsen, semua materi hukum dapat dirumuskan Kembali


(reformulated) ke dalam bentuk pernyataan (statement) berikut: ‘suatu ketentuan
pengandaian tentang perilaku manusia (a.l. ‘jika A berbuat B’) dihubungkan
dengan kata kerja sollen kepada suatu konsekuensi hukum berupa tindakan
paksaan (‘pejabat C seharusnya memerintahkan Tindakan paksaan D dilakukan
terhadap A’).

Sebagai contoh, materi hukum dalam rumusan Pasal 338 KHUPidana


(barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun) dapat
dirumuskan kembali ke dalam bentuk pernyataan sebagaimana dirumuskan tadi.

Tabel 1. Pasal KUHPidana dirumuskan kembali ke dalam bentuk pernyataan


hukum menurut Kelsen

Bentuk Contoh Kelsen Pasal 338 Dapat


pernyataan KUHPidana dirumuskan
kembali menjadi
Ketentuan Jika A berbuat B Barangsiapa Jika seseorang
pengandaian dengan sengaja merampas nyawa
tentang perilaku merampas nyawa orang lain
manusia orang lain

7
(pembunuhan)
Dihubungkan Pejabat C Diancam Hakim seharusnya
dengan kata kerja seharusnya memerintahkan
sollen memerintahkan
(seharusnya)
Kepada suatu Tindakan paksaan Dengan pidana Pidana penjara
konsekuensi D dilakukan penjara paling paling lama 15
hukum berupa terhadap A lama 15 tahun tahun dilakukan
Tindakan terhadap orang itu
paksaan

Menurut Kelsen jika dirumuskan kembali seperti itu, maka norma hukum
disebut Rechtssatze (dalil hukum), yang dapat diterjemahkan ke Bahasa Inggris
sebagai propositions of law (dalil hukum). Reformulasi materi hukum atau
norma hukum menjadi Rechtssatze (propositions of law, dalil hukum) diperlukan
untuk memperjelas dan mempertegas maksud materi hukum atau norma hukum
untuk digunakan misalnya di depan pengadilan.

Das Sein merupakan apa yang ada (empiris). Das Sein berupa: “terhadap A
dikenakan akibat hukum berupa tindakan paksaan D berdasarkan perintah
pejabat C karena A berbuat perilaku B”. Ini merupakan apa yang ada
(kenyataan), yaitu seseorang telah dikenakan akibat hukum, misalnya pidana
penjara, berdasarkan putusan hakim, karena orang yang bersangkutan telah
melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum.

Untuk menyederhanakan:

1. Jika kehadiran mahasiswa dalam perkuliahan matakuliah Pengantar Ilmu


Hukum tidak mencapai 80% maka Fakultas Hukum seharusnya tidak akan
mengizinkan mahasiswa yang bersangkutan mengukuti ujian semester untuk
matakuliah Pengantar Ilmu Hukum (das Sollen).

8
2. Mahasiswa X tidak diizinkan mengikuti ujian semester matakuliah
Pengantar Ilmu Hukum berdasarkan keputusan Fakultas Hukum karena
kehadiran mahasiswa X dalam perkuliahan matakuliah Pengantar Ilmu
Hukum tidak mencapai 80% (das Sein).

Menurut Hans Kelsen, objek ilmu hukum yaitu norma hukum sebagai das
Sollen, sedangkan das Sein merupakan objek dari sosiologi hukum

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ilmu hukum normatif adalah bagian dari ilmu hukum yang melihat dan
mengkaji hukum dalam perwujudannya sebagai norma-norma hukum. Dengan
kata lain, ilmu tentang hukum normatif. Istilah norma dari sudut tata Bahasa
berarti: 1) aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok di masyarakat,
dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan
diterima; 2) aturan, ukuran, atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur untuk
menilai atau membandingkan sesuatu.

Norma terbagi menjadi 4 bagian yaitu: norma hukum, norma kesoponan,


norma kesusilaan, norma agama. Norma hukum dan norma kesopanan bersifat
heteronom, sedangkan norma kesusilaan dan norma agama bersifat otonom.
Berdasarkan sifatnya, norma hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Norma
hukum yang bersifat imperatif (wajib) atau bersifat memaksa. Norma hukum
yang bersifat fakultatif atau bersifat menambah/melengkapi.

Norma hukum merupakan das Sollen, apa yang seharusnya ada (what ought
to be). Di lain pihak, sosiologi hukum, merupakan suatu ilmu tentang apa yang
ada (what is) karena sosiologi hukum mendeskripsikan apa yang ada atau
kenyataan-kenyataan dalam masyarakat.

3.2 Saran

Kita hidup saling berdampingan yang tentunya tidak terlepas dari yang
namanya interaksi. Berinteraksi tentunya tidak terlepas dari hukum yang

10
mengatur. Dengan adanya ilmu hukum diharapkan dalam membantu pembaca
dalam memahami hukum secara mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Donald Albert Rumokoy, S. M. (2014). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada.

11

Anda mungkin juga menyukai