Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

KETERTIBAN SOSIAL DAN PENGENDALIAN SOSIAL

KELOMPOK 3: ADMINITRASI PUBLIK B

ALIYA RIVANI PUTRI 122090062

NURFADHILAH 122090035

DWIKI FEBRIAN 122090059

BAETY ASIFA 122090037

URFAH MARKHUMAH 122090024

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON

2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta
kesehatan dan kesempatan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan yang
berjudul Ketertiban dan Pengendalian sosial pada mata kuliah Sosiologi dan Budaya Cirebon
tepat pada waktunya. Sholawat beriring salam kita ucapkan kepada Nabi besar kita Muhammad
SAW yang telah membimbing dari alam kebodohan ke alam yang lebih berilmu pengetahuan
seperti yang kita rasakan pada saat sekarang ini.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada bapak YANTO HERYANTO S.Sos.M.Si. Yang telah
membantu dan memberikan ilmunya serta dukungan kepada Penulis.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis sangat menyadari
bahwa makalah ini kurang dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis memohon maaf atas
segala kesalahan dalam pembuatan makalah ini, Penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Dan mengharapkan
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kami dan pembaca umumnya.

Cirebon, 15 Desember 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. 3

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………………………..5

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 5


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
C. Tujuan ..................................................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................. 7

KETERTIBAN ............................................................................................................................... 7

1.1 Pengertian Ketertiban.............................................................................................. 7


1.2 Ketertiban Dalam Hidup .......................................................................................... 8
1.3 Ketertiban dapat membawa kedamaian dan kebahagiaan ....................................... 9

PENGENDALIAN SOSIAL ............................................................................................................. 13

2.1 Pengertian Pengendalian Sosial ............................................................................... 13

2.2 Ciri-Ciri Pengendalian Sosial ..................................................................................... 15

2.3 Tujuan dan Fungsi Pengendalian Sosial..................................................................... 16

2.4 Jenis-Jenis Pengendalian social ................................................................................. 17

2.5 Faktor-faktor Pengendalian Sosial ............................................................................ 18

2.6 Cara Pengendalian Sosial .......................................................................................... 20

2.7 Bentuk-bentuk Pengendalian Sosial.......................................................................... 21

2.8 Peran Lembaga Pengendalian Sosial ......................................................................... 25

BAB III PENUTUP ........................................................................................................................ 26

1. KESIMPULAN.................................................................................................................. 26
2. SARAN ........................................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 27

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Ketertiban ............................................................................................................... 7

Gambar 2.1 Pengendalian Sosial ................................................................................................. 13

Gambar 2.4 Jenis Pengendalian Sosial ........................................................................................ 17

Gambar 2.8 Peran Lembaga Sosial .............................................................................................. 15

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia dilahirkan dan hidup tidak terpisahkan satu sama lain, melainkan
berkelompok. Hidup berkelompok ini merupakan kodrat manusia dalam memenuhi
kebutuhannya. Selain itu juga untuk mempertahankan hidupnya, baik terhadap bahaya dari
dalam maupun yang datang dari luar. Setiap manusia akan terdorong melakukan berbagai usaha
untuk menghindari atau melawan dan mengatasi bahaya-bahaya itu. Dalam hidup berkelompok
itu terjadilah interaksi antar manusia.

Sebagai manusia yang menuntut jaminan kelangsungan hidupnya, harus diingat pula
bahwa manusia adalah mahluk sosial. Menurut Aristoteles, manusia itu adalah Zoon Politikon,
yang dijelaskan lebih lanjut oleh Hans Kelsen “man is a social and politcal being” artinya
manusia itu adalah mahluk sosial yang dikodratkan hidup dalam kebersamaan dengan
sesamanya dalam masyarakat, dan mahluk yang terbawa oleh kodrat sebagai mahluk sosial itu
selalu berorganisasi. Kehidupan dalam kebersamaan (ko-eksistensi) berarti adanya hubungan
antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Hubungan yang dimaksud dengan
hubungan sosial (social relation) atau relasi sosial. Yang dimaksud hubungan sosial adalah
hubungan antar subjek yang saling menyadari kehadirannya masingmasing. Dalam hubungan
sosial itu selalu terjadi interaksi sosial yang mewujudkan jaringan relasi-relasi sosial (a web of
social relationship) yang disebut sebagai masyarakat. Dinamika kehidupan masyarakat
menuntut cara berperilaku antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai suatu ketertiban.

pengendalian social sangat berperan penting bagi kehidupan kita masing-masing.


Oleh karena itu, pengendalian social pun memiliki fungsi dan tujuan. Sebagai pelajar ataupun
masyarakat public juga dapat memahami ciri-ciri pengendalian social,macam-macam,cara dan
bentuk serta aparat penegak atau lembaga penegak pengendalian social.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan ketertiban?
2. Bagaimana ketertiban dalam hidup dan Apakah ketertiban dapat membawa
kedamaian dan kebahagiaan?
3. Apa yang dimaksud Pengendalian social?
4. Apa tujuan, fungsi, Jenis-jenis dari pengendalian social?

5
5. Bagaimana Faktor dan Cara pengendalian sosil?
6. Apa saja bentuk-bentuk dan peran lembaga pengendalian social?

C. TUJUAN

Perilaku-perilaku yang terjadi dimasyarakat pada saat ini telah banyak menyimpang
dari nilai dan norma social yang berlaku di masyarakat. Untuk ini diperlukan adanya ketertiban
dan pengendalian social sangat diperlukan ditengah-tengah masyarakat demi kondisi yang
tenang,aman, dan teratur serta tidak menyimpang dari perundangan-undangan yang berlaku.

6
BAB II

PEMBAHASAN

1. Ketertiban
1.1 Pengertian Ketertiban

Ketertiban asal kata tertib yang berarti teratur; menurut aturan; rapi. Sedangkan
ketertiban yaitu peraturan (dl masyarakat dsb); atau keadaan serba teratur baik. Ketertiban
adakalanya diartikan sebagai “ketertiban, Kesejahteraan, dan Keamanan”, atau disamakan
dengan ketertiban umum, atau synonym dari istilah “keadilan”. Ketertiban umum Dalam
bukunya “Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia” Prof.Dr S.Gautama
mengibaratkan lembaga ketertiban umum ini sebagai “rem darurat” yang kita ketemukan pada
setiap kereta api. Pemakainya harus secara hati-hati dan seirit mungkin karena apabila kita
terlampau lekas menarik rem darurat ini, maka “kereta HPI” tidak dapat berjalan dengan baik.

Ketertiban suatu masyarakat tergantung pada jaringan peran di mana setiap orang
melakukan kewajiban tertentu terhadap orang lain dan berhak menerima haknya dari orang
lain. Masyarakat yang teratur hanya dapat tercipta jika kebanyakan orang melaksana kan
sebagian besar kewajiban mereka kepa- da dan mampu menuntut hak mereka dari orang
lain,Sekelompok orang atau masyarakat sehing ga para anggotanya dapat bertindak sesuai
dengan harapan kelompok atau masyarakat itu.

7
Manusia adalah makhluk social yang selau berinteraksi dan membutuhkan bantuan
dengan sesamanya. Dengan adanya hubungan sesame seperti itulah perlu adanya keteraturan
sehingga individu dapat berhubungan secara harmoni dengan individu lain sekitarnya. Oleh
karena itu diperlukan aturan yang disebut “Hukum”. Hukum diciptakan dengan tujuan yang
berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang
menyatakan kegunaan, ada yang menyatakan kepastian hukum, dll.

1.2 Ketertiban Dalam Hidup

Di setiap aspek kehidupan sudah barang tentu terdapat sebuah aturan yang mengatur.
Baik di lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, atau pun di bidang sosial, politik maupun
agama. Kenapa? Karena dengan adanya aturan akan menciptakan ketertiban dan membuat
keadaan menjadi lebih tenang, damai, aman, dan sentosa. Bahkan, dengan adanya ketertiban
itulah terselenggaralah kehidupan di dunia dan alam semesta ini.

Aturan merupakan sebuah kata yang mempunyai makna sesuatu yang harus dipatuhi.
Aturan juga disebut dengan norma. Sebuah norma adalah sebuah aturan, patokan atau ukuran,
taitu sesuatu yang bersifat pasti dan tidak berubah. Dengan adanya norma kita dapat
memperbandingkan sesuatu hal lain yang hakikatnya, ukurannya, serta kualitasnya kita
ragukan. Norma berguna untuk menilai baik-buruknya tindakan masyarakat sehari-hari.
Sebuah norma bisa bersifat objektif dan bisa pula bersifat subjektif. BIla norma objektif adalah
norma yang dapat diterapkan diterapkan secara langsung apa adanya, maka norma subjektif
adalah norma yang bersifat moral dan tidak dapat emmberikuan ukuran atau patokan yang
memadai.Aturan bisa diterapakan dalam kehidupan keluarga agar tercipta kehidupan rumah
tangga yang berjalan tentram, indah, bersih, dan bahagia. Aturan juga terdapat pada Negara
yang disebut dengan undang-undang. Dalam kehidupan masyarakat, sesuatu yang bersifat
mengatur disebut hukum. Dengan adanya hukum itulah terjadi ketertiban dan ketentraman
dalam kehidupan masyarakat. Bila hukum tidak ada atau tidak berfungsi, maka akan terjadi
hukum rimba. Siapa kuat dialah yang berkuasa. Tentunya, ini akan berbahaya. Bahaya dari
hukum rimba itu adalah anarki, dan kekacauan sosial akan terjadi dimana-mana. Sedikit lebih
rendah dari norma, hukum dalam masyarakat juga berlaku sebagai norma sopan-santun yang
mencerminkan etika seseorang.

Sesuatu yang bersifat aturan juga terdapat dalam alam semesta. Kita mengenal hukum
alam, itulah aturan yang bekerja di alam semesta. Ketertiban alam semesta dikenal di dalam
agama Buddha sebagai Niyama artinya Hukum Tertib Kosmis. Sesungguhnya, di dalam

8
segenap bidang kehidupan berlaku aturan dan ketertiban. Ketertiban itu pulalah yang dikuak
oleh ilmu pengetahuan lewat teori. Sedangkan hukum-hukum di dalamnya sebagai bidangnya.
Pada tingkat kehidupan materi an-organik berlaku hukum ketertiban fisika yang disebut Utu-
Niyama. Pada tingkat organik berlaku hukum ketertiban organik yang disebut Bija-Niyama.
Pada tingkat kesadaran dan batiniah berlaku hukum ketertiban jiwa yang disebut Citta-
Niyama. Pada tingkat kehidupan dunia yang sulit terinderakan, gaib, dan bersifat spiritual juga
ada hukum ketertiban yang terangkum dalam Dharma-Niyama. Dan dalam tingkat perilaku
manusia pun memiliki hukum ketertiban yang disebut Karma-Niyama

Aturan sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena aturan itu akan menciptakan
kedamaian, ketentraman. Aturan juga harus jelas, sehingga antara yang menjalankan maupan
yang melanggarnya tahu akan akibat dari pelanggaran aturan yang ia lakukan. Ketertiban pada
prinsipnya dapat membuat seseorang disiplin, sebab Ketertiban dan Kedisiplinan sebagai
Landasan Kemajuan tertib dan disiplin adalah matra yang amat menentukan keberhasilan
sebuah proses pencapaian tujuan. Dengan ketertiban, kita berusaha mengetahui dan
mencermati aturan agar perjalanan menjadi lebih lancar. Disiplin adalah sikap yang diperlukan
untuk menjalani proses tersebut.

1.3 Ketertiban dapat membawa kedamaian dan kebahagiaan

Sebelum kita masuk kepada bagaimana konsep ketertiban yang membawa kedamaian
dan kebahagiaan sekaligus, kita lihat dulu tujuan akhir dari konsep yang hendak dicapai yakni
kebahagiaan. Menurut Hans Kelsen kebahagiaan sosial merupakan kedilan. Lalu lebih lanjut
Kelsen menjelaskan bahwa konsep keadilan merupakan sebuah konsep pertimbangan nilai
yang bersifat subjektif.

Apa arti sesungguhnya dari pernyataan bahwa tatanan sosial tertentu merupakan sebuah
tatanan sosial yang adil? Pernyataan ini berarti bahwa tatanan tersebut mengatur perbuatan
manusia dengan cara yang memuaskan bagi semua orang sehingga mereka semua menemukan
kebahagiaan di dalamnya. Kerinduan akan kedilan merupakan kerinduan abadi manusia akan
kebahagiaan. Kebahagiaan ini tidak dapat ditemukan oleh manusia sebagai seorang individu
terisolasi dan oleh sebab itu ia berusaha mencarinya di dalam masyarakat. Roscoe Pound
berpendapat tatanan hukum yang adil adalah tatanan hukum yang mengamankan dan
melindungi berbagai kepentingan kodifikasi hukum tradisional yang diwarisi sesuai kondisi
sosial yang ada.

9
Namun menurut Kelsen bahwa jelaslah tidaklah mungkin ada ada tatanan yang adil,
yakni tatanan yang memberikan kebahagiaan bagi setiap individu, bila kita mendefenisikan
kebahagiaan dari pengertian aslinya yang sempit tentang kebahagiaan perseorangan,
mengartikan kebahagiaan sesorang sebagai apa yang menurutnya memang demikian. Karena
itu tidak dipungkiri bahwa pada suatu saat kebahagiaan seseorang akan bertentangan secara
langsung dengan kebahagiaan orang lain. Jadi tidak mungkin pula ada suatu tatanan yang adil
meskipun atas dasar anggapan bahwa tatanan ini berusaha menciptakan kebahagiaan bukan
atas kepada setiap orang perorangan. Menurut Kelsen yang dapat dikatakan adil adalah sebuah
“legalitas” dari suatu aturan yang diterapkan terhadap semua kasus yang memang menurut
isinya aturan ini yang harus diterapkan.

Berdasar atas rasio berpikir tersebut jelaslah bahwa keadilan merupakan suatu
pandangan yang nisbi adanya dan hanya dapat dinilai dengan penilaian secara emosional.
Namun masihlah lebih baik jika pandangan yang subjektif dan nisbi itu bertujuan dapat
memberikan keadilan bagi sebanyak-banyaknya orang, daripada menciptakan sebuah gagasan
yang bersifat memaksa tanpa mempertimbangkan perasaan hukum bagi sebanyak-banyaknya
orang, maka justru akan membuat keadaan menjadi tidak lebih baik. Hal tersebut merupakan
pandangan Jeremi Bentham “the aim of law is the greates happiness for the greates number”.
Dan dengan pandangan itu paling tidak tujuan akhir kebahagiaan yang hendak dicapai dapat
dinikmati oleh sebanyak-banyaknya orang dari pada tidak sama sekali.

Menurut John Rawls keadilan yang diinginkan bagi sebanyak-banyaknya orang belum
tentu keadilan yang objektif dan diterima secara rasio. Rawls memberi contoh apabila sebagian
besar orang lebih menginginkan kondisi sosialnya menghalalkan perbudakan apakah itu bisa
dikatakan sbagai keadilan bagi sebanyak-banyaknya orang dan apakah hal itu bisa diterima
oleh rasio manusia yang beradab?. Rawls lalu mengemukakan teori keadilan yang kemudian
dikenal dengan teori keadilan Rawls, menurutnya keadilan baru bisa didapatkan apabila orang
dalam keadaan bebas/ independen dan tidak mengetahui posisinya di dalam sosial. Dalam teori
ini kebahagiaan dapat diperoleh dengan prinsip kebebasan bertindak.

Menurut Imam Al-Gazali bahagia itu terdiri atas lima hal yaitu:

1. kebahagiaan akherat
2. kebahagiaan yang dikarenakan oleh taufiq atau tuntunan dari yang Maha Kuasa
(kedua jenis kebahagiaan itu merupakan kebahagiaan yang bersifat transedental)

10
3. bahagia yang dikarenakan oleh kutamaan akal budi yaitu kecerdasan
4. keutamaan dari tubuh yaitu kesehatan dan kerupawanan
5. kesehatan dari luar tubuh yaitu harta, keluarga, sosial dan keturunan (ketiga
kebahagiaan itu merupakan kebagiaan yang bersifat lahiriah).

Jenis kebahagiaan transedental hanya dapat dicapai pada kondisi sosial yang berkultur
religius sementara yang bersifat lahiriah dapat dicapai oleh kelompok masyarakat manapun.
Kebahagiaan lahiriah dalam pencapaiannya membutuhkan pola-pola yang tersusun secara
sistemik oleh pemegang kendali dalam masyarakat (dalam hal ini pemerintah). Seperti
pemerintah harus mengusahakan kesejahteraan bagi rakyatnya, mengusahakan pendidikan
yang baik bagi rakyatnya, mengusahakan pelayanan kesehatan yang baik bagi rakyatnya d.l.l.
Kebahagiaan yang bersifat transedental bukan berarti tidak dapat membawa kebahagiaan
sampai ke alam nyata malah justru kebahagiaan transedental terbukti efektif membawa
kebahagiaan itu. Kita sebut saja bagaimana konsep “kesabaran” yang diajarkan dan menjadi
dogma dalam penganut agama Islam menjadikan penganutnya mampu untuk mengatasi
berbagai hal yang selama ini menjadi masalah sosial, contoh kemiskinan, dalam konsep “sabar”
kemiskinan dipandang sebagai cobaan dari yang Maha Kuasa yang mengharuskan orang yang
mengalaminya untuk dapat menerima keadaan tersebut dengan hati yang ikhlas sembari
berusaha untuk keluar dari kesulitan tersebut, sementara orang-orang mampu di sekitarnya
diwajibkan untuk senantiasa membantu orang yang tidak mampu ini. Pembantuan tersebut
dikenal dengan istilah Zakat, Infaq, dan sedekah. Kedua hal itu merupakan keseimbangan
hidup. Dengan menilik hal tersebut dapat dikatakan bahwa keseimbangan hidup dapat diartikan
saling memberi “manfaat”. Atau dengan kata lain tujuan hukum Islam adalah bagaimana
memperoleh kemanfaatan dan kemaslahatan ummat.

Menurut F.K. von Savigny sebagai penganut mazhab sejarah keadilan hukum itu tidak
dibuat namun tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Pendapat ini
mempergunakan dasar volkgiest (jiwa rakyat) yang berbeda-beda menurut waktu dan tempat.
Jadi menurut teori ini kebahagiaan itu tidak perlu dibuat namun dibiarkan tumbuh dengan
sendirinya berdasarkan jiwa rakyat atau volkgiest itu.

Hal selanjutnya adalah persoalan “kedamaian”. Kedamaian dapat ditimbulkan oleh


tatanan hukum yang bukan untuk memuaskan kepentingan satu pihak dengan mengorbankan
kepentingan pihak yang lain, tetapi menghasilkan satu kompromi antara kepentingan-
kepentingan yang bertentangan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya friksi. Hanya

11
tatanan hukum yang seperti itulah yang memungkinkan untuk menjamin perdamaian sosial
bagi para subjeknya atas suatu dasar yang relatif permanen.

Menurut kaum positivis cita-cita keadilan merupakan sesuatu yang sangat berbeda dari
cita-cita pardamaian, ada kecendrungan untuk menyamakan kedua cita-cita tersebut, atau
paling tidak menggantikan cita-cita keadilan dengan cita-cita perdamaian. Perdamaian dapat
tercapai bila tercipta keteraturan dalm masyarakat. Dengan aturan yang dibuat oleh otoritas
tertinggi dari suatu komunitas akan mampu menciptakan kedamaian diantara angggota
masyarakatnya, kedamaian ini paling tidak muncul dari rasa takut terhadap sanksi yang
mengikuti aturan tersebut. Seperti itulah kaum positivis memaknai hukum dalam membawa
perdamaian. Namun jika atas rasio tersebut aturan dibuat maka tujuan untuk mencapai
kebahagiaan akan sulit tercapai

Kedamaian dapat diciptakan dengan barbagai peraturan yang mana peraturan itu
tentunya tidak mengandung tendensi tertentu bagi kalangan tertentu pula. Lalu cara agar aturan
yang dibuat tidak menimbulkan tendensi, disinilah mungkin peran Justice theory dari John
Rawls dibutuhkan, pembuat aturan haruslah bebas dan tidak mengetahui kepentingannya
dalam aturan yang dibuatnya.

Ketertiban akan senantiasa membawa kedamaian, namun perlu juga digaris bawahi
bahwa kedamaian belum tentu membawa kebahagiaan. Lalu ketertiban yang bagaimanakah
yang mampu membawa kedamaian sekaligus kebahagiaan. Konsep dasarnya adalah
“peraturan”. Tujuan yang hendak dicapai adalah “aturan” yang membawa ketertiban, “aturan”
yang membawa kedamaian, “aturan yang membawa kebahagiaan.

Sejak awal dikatakan biasanya peraturan dapat membawa ketertiban dan kita ketahui
bahwa ketertiban ini akan membawa kedamaian antar individu dalam komunitas yang diatur
tersebut, tak peduli apakah peraturan tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan keinginan intern
komunitas yang diatur. Jadi yang terpenting adalah bagaimana peraturan yang mampu
membawa kebahagiaan. Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas bahwa kebahagiaan
merupakan hal relatif dan bersifat subjektif. Namun kita bisa mengombinasi teori-teori yang
telah dipaparkan di atas untuk menjawab permasalahan ini. Jeremi Bentham dengan tujuan
hukumnya yaitu untuk kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya orang, namun perlu juga
memperhatikan kritikan dari John Rawls bahwa keinginan komunitas ini juga haruslah adil dan
beradab olehnya justice theory dari Rawls sepertinya tepat digunakan dalam membuat
peraturan. Selanjutnya peraturan yang akan dibuat sebaiknya sesuai dengan keinginan

12
masyarakat atau jiwa bangsa (volkgiest) dengan demikian apa yang dikemukakan oleh Roscoe
Pound bahwa tatanan hukum yang adil adalah tatanan hukum yang mengamankan dan
melindungi berbagai kepentingan kodifikasi hukum tradisional yang diwarisi sesuai kondisi
sosial yang ada akan dapat terpenuhi.

2. Pengendalian Sosial

2.1 Pengertian Pengendalian Sosial

Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak dapat dipungkiri akan adanya suatu penyimpangan
baik itu perampokan, tawuran, penyalahgunaan narkoba, dan lain sebagainya. Untuk mengatasi
perilaku menyimpang dan mewujudkan keseimbangan dalam masyarakat maka dibutuhkan
pengendalian social.

Pengendalian sosial adalah suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta
mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai
yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan
anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang atau membangkang. Pengendalian social
membantu memastikan bahwa setiap individu maupun kelompok bertindak sesuai dengan
rencana jangka panjang maupun jangka pendek organisasi. Pengendalian juga membantu
memelihara kepatuhan terhadap peraturan dan kebijakan organisasi.

13
Menurut para ahli pengendalian sosial adalah:

 Peter L. Berger (1978)

Pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan
anggota yang membangkang.

 Rober M.Z. Lawang

Pengendalian sosial adalah semua cara yang dipergunakan suatu masyarakat untuk
mengembalikan si penyimpang pada garis yang normal atau yang sebenarnya.

 Joseph S. Roucek

Pengendalian sosial adalah segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak
direncanakan yang bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga masyarakat agar
mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang berlaku. Roucek berpendapat bahwa
pengendalian sosial dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Menurutnya ada
pengendalian sosial yang dijalankan melalui institusi, dan ada yang tidak, ada yang dilakukan
secara lisan dan secara simbolik, dan ada yang dilakukan secara kekerasan, ada yang
menggunakan hukuman, dan ada yang menggunakan imbalan; ada yang bersifat formal, dan
ada yang informal.

 Karel J. Veeger

Pengendalian sosial adalah kelanjutan dari proses sosialisasi dan berhubungan dengan cara-
cara dan metode-metode yang digunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras
dengan kehendak kelompok atau masyarakat.

 Paul B. Horton dan Chester L. Hunt

Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh sekelompok orang
atau masyarakat sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai dengan harapan kelompok
atau masyarakat itu sendiri.

 Bruce J. Cohen

Pengendalian sosial adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk mendorong
seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat luas.

14
 Soerjono Soekanto (1981)

Pengendalian sosial adalah suatu proses baik yang direncanakan atau tidak direncanakan,
yang bertujuan untuk meng- ajak, membimbing atau bahkan memaksa warga masyarakat agar
mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah berlaku.

2.2 Ciri – Ciri Pengendalian Sosial

Untuk mengenali adanya suatu kontrol sosial di masyarakat, maka kita dapat melihat
karakteristiknya. Adapun ciri-ciri pengendalian sosial adalah sebagai berikut;

 Terdapat suatu metode atau cara khusus untuk menertibkan individu atau masyarakat.
 Kontrol sosial dapat dilakukan setiap individu terhadap individu lain, atau kelompok
kepada individu/ kelompok lain.
 Kontrol sosial dilakukan dengan tujuan untuk mewujudkan keserasian dan stabilitas
terhadap berbagai perubahan yang ada di masyarakat.
 Pengendalian sosial dilakukan oleh berbagai pihak meskipun seringkali masing-masing
pihak tidak menyadarinya.

Suatu cara atau metode atau teknik tertentu untuk menertibkan masyarakat atau
individu. Bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan yang
terus terjadi di dalam suatu masyarakat. Dapat dilakukan oleh suatu kelompok terhadap
kelompok lainnya atau oleh suatu kelompok terhadap individu dan antara individu dengan
individu lainnya. Dilakukan secara timbal balik meskipun terkadang tidak disadari oleh kedua
belah pihak.

15
2.3 Tujuan dan Fungsi Pengendalian Sosial
a) Untuk Menjaga Ketertiban Sosial

Apabila nilai-nilai dan norma-norma sosial dijalankan semua masyarakat, maka ketertiban
sosial dalam masyarakat dapat terpelihara. Salah satu cara menanamkan nilai dan norma sosial
adalah melalui lembaga pendidikan dan keluarga. Melalui lembaga tersebut anak diarahkan
untuk meyakini nilai dan norma sosial.

b) Untuk Mencegah Terjadinya Penyimpangan Terhadap Nilai-nilai dan Norma-norma

Dengan adanya pengendalian sosial seseorang atau masyarakat mulai berpikir (akibatnya)
jika akan berperilaku menyimpang.

c) Sosial di Untuk Mengembangkan Budaya Malu

Pada dasarnya setiap individu memiliki “rasa malu“, karena rasa malu berhubungan dengan
harga diri seseorang. Harga diri seseorang akan turun jika seseorang melakukan kesalahan yang
melanggar norma-norma sosial di dalam masyarakat. Jika seseorang melakukan kesalahan
maka masyarakat akan mencela. Celaan tersebut menyadarkan seseorang untuk tidak
mengulangi pelanggaran terhadap norma. Jika setiap perbuatan melanggar norma dicela maka
“budaya malu“ akan timbul dalam diri seseorang.

d) Untuk Menciptakan dan Menegakkan Sistem Hukum

Sistem hukum merupakan aturan yang disusun secara resmi dan disertai sanksi tegas yang
harus diterima oleh seseorang yang melakukan penyimpangan. Singkatnya, pengendalian
sosial bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam
masyarakat atau bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara kepastian
dengan keadilan.

16
2.4 Jenis-jenis Pengendalian social

 Berdasarkan Sifat

1. Tindakan Preventif, Pengendalian sosial yang memiliki tujuan terhadap suatu tidakan untuk
melakukan tindakan pencegahan bersama yang kemungkinan akan memicu terjadinya berbagai
pelanggaran terhadap norma sosial yang ada. Sebagai contoh: Gilang menasihati Safira supaya
tidak terlambat datang ke acara sekolah.

2. Tindakan Represif Bersifat Hidup, Pengendalian sosial yang memiliki tujuan guna dapat
mengembalikan kekompakan yang pernah terganggu sebab pernah terjadi sebuah pelanggaran
dengan panduan yang menjatuhkan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Sebagai
contoh, sanksi skors yang diberikan terhadap murid yang sering melanggar peraturan.

3. Tindakan Kuratif, Pengendalian sosial yang bersifat kuratif adalah pengendalian sosial yang
dilaksanakan sewaktu terjadinya penyimpangan sosial. Sebagai contoh, seorang master yang
menegur serta menasihati muridnya, sebab si murid ketahuan menyontek pada waktu ulangan
berlangsung. Tindakan ini bertujuan guna memberi penyadaran terhadap si perilaku dan
memberikan efek jera.

17
 Berdasarkan Cara Perlakuannya

1. Persuasif (tanpa paksaan), Yakin suatu cara pengendalian sosial yang dilaksanakan tanpa
menggunakan tindakan kekerasan. Sebagai contoh membujuk, membimbing, memberikan
nasihat, dan yang lainnya.

2.. Koersif (paksaan), Yakni suatu kontrol atau pengenadalian sosial yang dilaksanakan dengan
menggunakan paksaan sekaligus menggunakan sanksi yang tegas sesuai dengan
pelanggarannya. Sebgai contoh: penertiban pedagang kaki lima yang melakukan operasi tidak
pada tempatnya.

 Berdasarkan Pelakunya

1. Pengendalian pribadi, Yakni sebuah kontrol atau pengendalian sosial yang dilaksanakan
oleh tiap-tiap individu yang terinspirasi dari berbagai tokoh panutan.

2. Pengendalian institusional, Yakni sebuah kontrol atau pengendalian sosial yang


dilaksanakan oleh lembaga atau institusi tertentu, contohnya yaitu pesantren.

3. Pengendalian resmi, Yakni sebuah kontrol atau pengendalian sosial yang dilaksanakan oleh
lembaga resmi negara yang sesuai undang-undang. Contohnya yaitu Kepolisian, Kejaksaan,
dan yang lainnya.

4. Pengendalian tidak resmi , Yakni sebuah kontrol atau pengendalian sosial yang
dilaksanakan oleh seorang individu atau lembaga masyarakat yang bersifat tidak resmi.

2.5 Faktor-faktor yang mempertimbangankan warga masyarakat perlu dikontrol

Salah satu faktor yang mempertimbangkan alasan mengapa warga masyarakat perlu
dikontrol atau diberi rambu-rambu di dalam berperilaku sehari-hari ada kaitannya dengan
efektivitas-tidaknya proses sosialisasi.

Proses sosialisasi, secara normatif, tidak hanya mendatangkan manfaat bagi masya-
rakat dalam arti memungkinkan terwujudnya tertib sosial--akan tetapi juga mendatangkan
manfaat bagi warga masyarakat secara individual. Melalui proses-proses sosialisasi inilah

18
warga-warga masya- rakat dapat belajar bagaimana bertingkah pekerti dan menyesuaikan diri
di dalam masyarakat tanpa menemui kesulitan apa pun juga.

Norma-norma merupakan petunjuk dan pedoman mengenai bagaimana caranya dan


bagaimana sebaiknya, menyelesaikan urusan- urusan hidup di dalam masyarakat ini.
Demikianlah karena proses sosialisasi itu pada akhirnya bersifat rewarding-artinya,
mendatangkan reward, manfaat atau keuntungan tertentu-bagi individu-individu warga
masyarakat normaliter para warga masyarakat tidak seorang pun akan menentang (secara total)
berbagai sosialisasi yang di- selenggarakan terhadapnya, baik sosialisasi yang bersifat otoriter
maupun (apalagi!) yang bersifat ekualitas. Bahkan apa yang sering kali terjadi adalah para
warga masyarakat itu justru sukarela akan menyerahkan dirinya untuk disosialisasi, tanpa
banyak keberatan apa-apa bersedia menginternalisasi norma-norma dan pola-pola yang
disosialisasikan terhadapnya itu.

Secara rinci, beberapa faktor yang menyebabkan warga masya- rakat berperilaku
menyimpang dari norma yang berlaku adalah sebagai berikut (Soekanto, 1981:45):

1) Karena kaidah-kaidah yang ada tidak memuaskan bagi pihak tertentu atau karena tidak
memenuhi kebutuhan dasarnya,
2) Karena kaidah yang ada kurang jelas perumusannya sehingga menimbulkan aneka
penafsiran dan penerapan.
3) Karena di dalam masyarakat terjadi konflik antara peranan-peranan yang dipegang
warga masyarakat.
4) Karena memang tidak mungkin untuk mengatur semua warga masyarakat secara
merata.

Kontrol sosial yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran atau dalam versi
"mengancam sanksi" disebut kontrol sosial yang bersifat preventif. Sedangkan kontrol sosial
yang dilakukan setelah terjadi pelanggaran dengan maksud hendak memulihkan keadaan agar
bisa berjalan seperti semula disebut kontrol sosial yang bersifat represif.

Kerja kontrol sosial dengan cara mengancamkan dan mem- bebankan sanksi kepada
pelanggar-pelanggar norma seperti tersebut di atas itu sesungguhnya mempunyai efek
psikologik yang kuat terhadap para (kandidat) pelanggar norma untuk tidak (lagi) melanggar
norma itu. Dengan kata lain, kontrol sosial ini mempunyai efek membendung atau
mengembalikan para warga masyarakat dari niatnya melanggar norma. Sanksi yang
diancamkan di dalam usaha kontrol sosial- lebih-lebih karena dirasakan berat dan menyakiti-

19
akan mengecutkan hati para warga masyarakat yang berkecenderung- an hendak melanggar
norma. Sanksi selamanya dirasakan sebagai sesuatu yang tidak mengenakkan, dan merupakan
beban penderitaan. Demikianlah apabila di satu pihak "berpekerti conform dengan norma"
akan mendatangkan reward, sedangkan di lain pihak apabila "me- langgar norma" justru akan
mengalami kerugian akibat sanksi yang menyakiti, maka diharapkan para warga masyarakat
pun akan lebih terdorong untuk selalu berpekerti conform dengan norma daripada berlaku
coba-coba hendak melanggarnya.

2.6 Cara Pengendalian social

Kontrol atau pengendalian sosial mengacu kepada berbagai alat yang dipergunakan oleh
suatu masyarakat untuk mengembalikan anggota-anggota yang kepala batu ke dalam relnya.
Tidak ada masyarakat yang bisa berjalan tanpa adanya kontrol sosial.

Bentuk kontrol sosial atau cara-cara pemaksaan konformitas relatif beragam. Cara
pengendalian masyarakat dapat dijalankan dengan cara persuasif atau dengan cara koersif. Cara
persuasif terjadi apabila pengendalian sosial ditekankan pada usaha untuk mengajak atau
membimbing, sedangkan cara koersif tekanan diletakkan pada kekerasan atau ancaman dengan
mempergunakan atau mengandalkan kekuatan fisik. Menurut Soekanto (1981:42) cara mana
yang lebih baik senantiasa tergantung pada situasi yang dihadapi dan tujuan yang hendak
dicapai, maupun jangka waktu yang dikehendaki.

Ditegaskan Peter L. Berger, bahwa olok-olok dan pergunjingan adalah alat kontrol sosial
yang kuat di dalam kelompok primer segala jenis. Di samping itu, mekanisme yang tak kalah
efektif untuk menegakkan tertib sosial di dalam komunitas primer adalah moralitas, adat-
istiadat, dan tata sopan santun. Seseorang yang dinilai sering bersikap tidak sopan, biasanya
akan jarang atau bahkan tidak pernah diundang ke dalam berbagai pertemuan warga desa. Di
sisi lain, jika ada seseorang bertindak amoral-seperti berzinah, misalnya- ia bukan saja akan
dikucilkan, tetapi tidak jarang juga akan diberi sanksi yang betul-betul memalukan sehingga
membuat orang lain yang ingin berbuat serupa bakal berpikir seribu kali sebelum benar- benar
melanggarnya. Kita pernah membaca di media massa, bahwa di beberapa tempat orang yang
disangka melakukan hubungan seks di luar nikah akan diarak bugil dan bahkan dipaksa
mengulangi perbuatannya di depan umum.

20
Cara terakhir, dan tak syak lagi, yang tertua dalam kontrol sosial adalah kekerasan fisik.
Menurut Peter L. Berger (1985), di berbagai komunitas cara-cara kekerasan dapat digunakan
secara resmi dan sah manakala semua cara paksaan gagal. Kerusuhan yang telah berkembang
menjadi gerakan anarki, misalnya, sering kali secara terpaksa dibubarkan dan diatasi oleh
aparat petugas dengan cara kekerasan, seperti melempar gas air mata atau membubarkan massa
yang berkerumun dengan pukulan pentungan. Kalangan masyarakat umum cukup sering
terpaksa menggunakan kekerasan untuk menegakkan norma sosial yang berlaku. Kita berkali-
kali membaca dalam media massa bahwa seorang tersangka pelaku.

2.7 Bentuk-bentuk sarana pengendalian social

 Sanski

Kontrol sosial-di dalam arti mengendalikan tingkah pekerti-tingkah pekerti warga


masya- rakat agar selalu tetap konform dengan ke- harusan-keharusan norma-hampir selalu di-
jalankan dengan bersarankan kekuatan sanksi (sarana yang lain: pemberian incentive positif).
Adapun yang dimaksud dengan sanksi di dalam pembicaraan-pem- bicaraan di sini ialah
sesuatu bentuk penderitaan yang secara sengaja dibebankan oleh masyarakat kepada seorang
warga masyarakat yang terbukti melanggar atau menyimpangi keharusan norma sosial, dengan
tujuan agar warga masyarakat ini kelak tidak lagi melakukan pe- langgaran dan penyimpangan
terhadap norma tersebut.

Ada tiga jenis sanksi yang digunakan di dalam usaha-usaha pelaksanaan kontrol sosial
ini, yaitu:

a) Sanksi yang bersifat fisik,


b) Sanksi yang bersifat psikologik
c) Sanksi yang bersifat ekonomik

Sanksi fisik adalah sanksi yang mengakibatkan penderitaan fisik pada mereka yang
dibebani sanksi tersebut, misalnya didera, dipenjara, diikat, dijemur di panas matahari, tidak
diberi makan dan sebagainya. Berbeda halnya dengan sanksi fisik, pada sanksi psikologik
beban penderitaan yang dikenakan pada si pelangg norma itu bersifat kejiwaan, dan mengenai
perasaan, misalnya hukum. an dipermalukan di muka umum, diumumkannya segala kejahatan
yang telah pernah di perbuat, dicopot tanda kepangkatan di dalam suatu upacara, dan lain
sebagainya. Pada jenis sanksi yang ketiga, sanksi ekonomik, beban penderitaan yang dikenakan

21
kepada pe langgar norma adalah berupa pengurangan kekayaan atau potensi ekonomiknya,
misalnya pengenaan denda, penyitaan harta kekayaan, dipaksa membayar ganti rugi, dan
sebagainya.

Sementara itu, untuk mengusahakan terjadinya konformitas, kontrol sosial


sesungguhnya juga dilaksanakan dengan menggunakan incentive incentive positif. Incentive
adalah dorongan positif yang akan membantu individu-individu untuk segera meninggalkan
pekerti-pekertinya yang salah.

Sebagaimana halnya dengan sanksi- sanksi, pun incentive itu bisa dibedakan menjadi
tiga jenis, yaitu:

1. Incentive yang bersifat fisik;


2. Incentive yang bersifat psikologik
3. Incentive yang bersifat ekonomik.

Incentive fisik tidaklah begitu banyak ragamnya, serta pula tidak begitu mudah
diadakan. Pun, andaikata bisa diberikan, rasa nikmat jasmaniah yang diperoleh daripadanya
tidaklah akan sampai seekstrem rasa derita yang dirasakan di dalam sanksi fisik. Jabatan
tangan, usapan tangan di kepala, pelukan, ciuman, makan-makan, tidaklah akan sebanding
dengan ekstremitas penderitaan sanksi fisik, seperti hukuman cambuk, hukuman kerja paksa,
hukum gantung sampai mati, dan lain sebagainya. Bernilai sekadar sebagai simbol, kebanyakan
incentive fisik lebih tepat dirasakan sebagai incentive psikologik. Sementara itu, di samping
incentive fisik dan psikologik, tidak kalah seringnya adalah incentive ekonomik. Incentive
ekonomi kebanyakan berwujud hadiah-hadiah barang atau ke arah penghasilan uang yang lebih
banyak

 Teguran

Teguran biasanya dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang
atau sekelompok orang yang dianggap melanggar etika dan/atau mengganggu kenyamanan
warga masyarakat. Teguran merupakan kritik sosial yang dilakukan secara langsung dan
terbuka sehingga yang bersangkutan segera menyadari kekeliruan yang telah diperbuat. Di
dalam tradisi masyarakat kita teguran merupakan suatu hal yang tidak aneh lagi. Misalnya
teguran terhadap sekelompok pemuda yang begadang sampai larut malam sambil membuat
kegaduhan yang mengganggu ketentraman warga yang sedang tidur, teguran yang dilakukan
oleh guru kepada pelajar yang sering meninggalkan pelajaran, dan lain sebagainya.

22
 Hukuman

Hukuman adalah suatu sarana yang dipergunakan untuk menjatuhkan sanksi positif
maupun negatif. Pemberian hukuman dimaksudkan untuk membuat pelaku penyimpangan
sosial jera akan perbuatannya sehingga tidak berani untuk mengulanginya lagi. Cara
pengendalian sosial ini cenderung bersifat represif.

 Pendidikan

Pendidikan berperan sebagai alat pengendalian sosial karena pendidikan dapat membina
dan mengarahkan warga masyarakat terutama anak sekolah kepada pembentukan sikap dan
tindakan yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negaranya.

Menurut para ahli sosiologi dan psikologi, pendidikan sangat menentukan proses
pembentukan kepribadian seseorang. Individu yang berpendidikan cenderung berperilaku lebih
baik daripada individu yang kurang berpendidikan. Berdasarkan asumsi tersebut, pendidikan
dapat berfungsi untuk mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang dari warga masyarakat.

 Intimidasi

Intimidasi adalah suatu bentuk pengendalian sosial dengan cara menekan, mengancam,
menakut-nakuti.

 Agama

Agama memberikan pengajaran kepada semua umat manusia dalam menjaga hubungan
baik antar sesama manusia lain. Serta antara manusia dengan makhluk lainnya, dan juga antara
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hubungan yang baik bisa dibina dengan cara
menjalankan semua syariat dan perintah Allah serta tak lupa untuk menjauhi semua larangan-
Nya. Lewat agama, akan menanamkan keyakinan bahwa melakukan perintah Tuhan
merupakan perbuatan baik yang nantinya akan dapat membawakan banyak manfaat.
Sebaliknya, jika seorang melanggar larangan Allah maka ia akan mendapatkan dosa yang
nantinya dapat membawa bencana. Dengan adanya kepercayaan tersebut, agama akan
memegang peranan yang amat penting dalam mengendalikan perilaku pada kehidupan
manusia.

 Kekerasan

23
Seorang aparat yang memukul demonstran pada saat demonstran mencoba melewati pagar
pembatas, dan hal yang dilakukan oleh aparat adalah sebuah bentuk dari pengendalian sosial.
Tujuan hal tersebut supata demonstran akan lebih tertib sewaktu menjalankan aksinya.
Penerapan kekerasan ini dilakukan secara fisik langsung.

 Ostrasisme

Ostrasisme (pengucilan) adalah bentuk pengendalian sosial dengan mengucilkan atau


menjauhi pelaku penyimpangan sosial. Contohnya ada anggota masyarakat yang telah
melakukan penyimpangan, dia diperbolehkan bekerja sama dalam kelompok masyarakat,
namun ia tidak diajak berkomunikasi bahkan ditegur.Tujuan ostrasisme/pengucilan agar
anggota masyarakat yang bersangkutan atau masyarakat lainnya tidak melanggar norma/nilai
yang serupa.

 Rumor Atau Gosip

Gosip merupakan berita yang menyebar secara cepat dan tak berdasarkan fakta, biasanya
ini terjadi karena tidak adanya kritik sosial secara terbuka yang terlontarkan. Rumor bisa
dengan cepat menyebar dalam masyarakat sehingga akan membuat banyak masyarakat tahu
dan terlibat dalam gosip. Orang yang terpengaruh biasanya akan bersikap sinis terhadap orang
yang digosipkan. Sedangkan orang yang digosipkan berperilaku menyimpang akan merasa
malu dan bersalah sehingga ia akan lebih berhati-hati agar tidak direndahkan atau dikucilkan.

 Cemoohan

Jika anggota masyarakat yang melakukan perbuatan menyimpang dari nilai dan norma
yang berlaku dalam masyarakat, maka mereka akan dicemooh atau diejek oleh anggota
masyarakat lainnya dengan tujuan agar mereka tidak melakukan perbuatan yang melanggar
norma dan nilai kembali dan diharapkan masyarakat lain mengetahui jika perbuatan tersebut
melanggar norma atau nilai dalam masyarakat. Jadi, cemoohan/ejekan bertujuan untuk
mengendalikan penyimpangan sosial.

24
2.8 Peran Lembaga Pengendalian Sosial

1. Polisi, untuk menjaga keamanan dan ketertiban sosial, polisi mengendalikan perilaku
masyarakat agar tidak menyimpang atau melanggar nillai dan norma masyarakat.

2. Pengadilan, yaitu suatu lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk menyeidiki,
mengusut dan menjatuhkan hukuman kepada warga masyarakat yang melanggar hukum.

3. Pengadilan adat, merupakan suatu lembaga yang terdapat pada masyarakat yang masih kuat
memegang adat. hukuman yang dijatuhkan oleh lembaga ini berdasarkan pada peraturan adat.

4. Tokoh Masyarakat, yaitu para pemimpin masyarakat yang memiliki pengaruh atau wibawa
di hadapan masyarakat. Tokoh masyarakat berperan dalam memberi nasehat, membimbing
atau menegur warga masyarakat.

5. Sekolah, merupakan lembaga pendidikan formal yang memiliki fungsi pendidikan dan
pengajaran. Para guru berkewajiban mendidik dan mengajar muridnya agar bertindak sesuai
peraturan.

6. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak-anak untuk belajar hidup sosial.

25
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Ketertiban yaitu peraturan (dl masyarakat dsb)atau keadaan serba teratur baik.
Ketertiban adakalanya diartikan sebagai “ketertiban, Kesejahteraan, dan Keamanan”.
Sedangkan Pengendalian sosial adalah suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial
serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan
nilai yang berlaku.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan ketertiba dan pengendalian social berperan
penting bagi penerus bangsa agar Negara kita dapat menjadi Negara yang maju. Dan kita juga
telah memahami apa itu ketertiban,pengendalian social baik menurut para ahli maupun secara
umum,tujuan/fungsi pengendalian social, ciri-ciri pengendalian social,bentuk-bentuk
pengendalian social, cara pengendalian social,dan peran lembaga pengendalian social.

2. SARAN

Dengan adanya pengendalian social yang dilaksanakan dalam kehidupan social


masyarakat. Diharapkan agar individu-individu dapat berperilaku sesuai dengan nilai dan
norma social yang berlaku dimasyarakat. Dengan ini kehidupan social masyarakat yang
tenang,aman,dan teratur dapat terwujud.

26
DAFTAR PUSTAKA

J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto.(2010).Sosiologi Teks Pengantar &


Terapan.Jakarta:Kencana prenada group.

Kamanto Sunarto.(1993).Pengantar Sosiologi.Jakarta:Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia.

https://id.scribd.com/doc/309235409/pengendalian-sosial

https://www.ag-historis.com/2012/08/ketertiban.html?m=1

https://www.yuksinau.id/pengendalian-sosial/

27
28
LAMPIRAN FOTO KELOMPOK

29
30

Anda mungkin juga menyukai