Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. atas rahmat, hidayah dan

taufik-Nya yang telah dilimpahkan kepada kami sehingga makalah ini dapat rampung

dalam bentuk yang sederhana. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi

Muhammad saw. sang revolusioner sejati, pembawa rahmat yang mengantar dari alam

biadab menuju alam beradab, dan semoga kita semua menjadi pengikutnya yang setia

dalam ajarannya.

Segala telah dilakukan dalam rangka menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Namun, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan.

Akan tetapi, kami tidak pernah menyerah karena kami yakin ada Allah swt. yang

senantiasa mengirimkan bantuan-Nya dan dukungan dari segala pihak. Semoga Allah swt

selalu merahmati kita semua dan menghimpun kita dalam hidayah -Nya.

Semoga Makalah ini bisa menambah pengetahuan bagi yang membacanya dan

bermanfaat untuk kita semua, Aamiin Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Gowa, 10 September 2023


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i


KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1


A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................. 2

C. Tujuan Makalah............................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 3

A. Pengertian Kesejahteraan Sosial........................................... 3


6
B. Tujuan Kesejahteraan Sosial.................................................
C. Impilkasi Kesejahteraan Sosial......................................... 7
D. Undang-undang Kesejahteraan Sosial.......................... 9
BAB III PENUTUP.............................................................................. 10

A. Kesimpulan........................................................................ 10

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada mulanya, sebelum abad 16 usaha-usaha "kesejahteraan sosial" dilakukan
kelompok keagamaan. Usaha-usaha "kesejahteraan" yang dilakukan pada umumnya
merupakan pelayanan "sosial" yang bersifat amal. keberagaman agama dalam praktek
pekerjaan "sosial" (spiritual diversity in "social" work practice: the heart of helping),
bahwa setiap agama (Budha, Hindu, Islam, Konghucu. Kristen dan Yahudi) memiliki
kepercayaan dan nilai dasar yang berimplikasi pada penerapan atau praktik kerja "sosial".
Sebagaimana yang dituliskan Canda dan Furman dalam bukunya. Pada Abad 13-18,
pemerintah Inggris beberapa peraturan perundangan untuk menangani masalah
kemiskinan. Undang-undang kemiskinan yang dikeluarkan Ratu Elizabeth (Elizabethan
Poor Law), merupakan salah satu undang-undang yang paling terkenal saat itu. Undang-
undang tersebut dianggap sebagai cikal bakal intervensi pemerintah terhadap
"kesejahteraan" warga negaranya karena usaha "kesejahteraan sosial" sebelumnya lebih
banyak dilakukan kelompok keagamaan, seperti pihak gereja. Usaha-usaha
"kesejahteraan sosial" pada dasarnya berasal dari nilai-nilai humanitarianisme yang
percaya bahwa kondisi kemiskinan yang terjadi di masyarakat adalah sesuatu yang tidak
seharusnya terjadi. Kemudian muncul kelompok-kelompok (relawan) yang
mengupayakan pengembangan usaha "kesejahteraan sosial" untuk memperbaiki kondisi
tersebut. Usaha "kesejahteraan sosial" yang dilakukan oleh relawan yang didasari
semangat filantropis selanjutnya berkembang menjadi lebih terarah dan terorganisir.
Organisasi para relawan inilah yang kemudian mendorong terciptanya beragam
usaha "kesejahteraan sosial". Karena itu, baik di Inggris maupun Amerika, sejarah
pekerjaan "sosial" sangat terkait dengan para relawan dan organisasi para relawan. Tahun
1869, organisasi relawan bernama COS (Charity Organization Society) didirikan di
London, Inggris. Perkembangan organisasi relawan di Inggris berpengaruh pula terhadap
perkembangan organisasi relawan di Amerika. Organisasi relawan tersebut
dikembangkan untuk menggalang dan mengkoordinasikan bantuan dana dan material dari
berbagai gereja serta kurang lebih 100 lembaga amal. Tahun 1877. COS kemudian di
kembangkan di Buffalo, New York. Dalam jangka waktu 10 tahun kemudian, terbentuk
25 organisasi "sosial" di Amerika Serikat. Berkembangnya berbagai COS di Amerika,
membuat para relawan aktif yang terlibat di dalamnya merasa perlu lebih memahami
materi yang berhubungan dengan perilaku individu, serta permasalahan "sosial" dan
ekonomi. Karena itu, Mary Richmond, seorang praktisi pekerjaan "sosial", berencana
untuk mengembangkan Sekolah Platihan Filantropi Terapan. Lembaga ini menjadi cikal
bakal kelas pekerjaan "sosial" di New York pada tahun 1898. Perluasan pokok bahasan
dalam sejarah perkembangan bidang pekerjaan "sosial" telah memunculkan suatu kajian
"kesejahteraan sosial" yang lebih luas. Munculnya kajian "kesejahteraan sosial" ini
kemudian mendorong terbentuknya disiplin baru bernama "ilmu kesejahteraan sosial".
Seiring dengan perkembangan filantropi, filantropi tidak lagi hanya berkaitan
dengan penyediaan bantuan kepada yang membutuhkan. Selama abad ke-19, ketika
kegiatan amal berkembang dengan cepat di Eropa dan Amerika utara, beberapa
pemimpin filantropis berusaha membawa isu reformasi "sosial" dan peningkatan kondisi
"sosial". Para pemimpin, yang sering berhubungan baik dengan anggota kelas menengah
atas, berusaha untuk menggunakan pengaruh mereka untuk menjaring dukungan dari para
pemimpin politik dan bisnis. Mereka menggunakan koneksi yang mereka miliki untuk
membujuk pemerintah agar memperkenalkan layanan "sosial" yang baru, membuat
undang-undang yang mencegah eksploitasi dan diskriminasi, atau untuk tindakan
perlindungan terhadap kelompok rentan.
B. RUMUSAN MASALAH
1) Apa Pengertian Kesejahteraan Sosial?
2) Apa Tujuan Kesejahteraan Sosial?
3) Apa saja Implikasi Kesejahteraan Sosial?
4) Apa Undang-undang Kesejahteraan Sosial?

C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH


Untuk memaparkan sebuah ide atau topik yang jelas dan untuk menunjukkan pemahaman
penulis tentang subjek tersebut dengan pemikiran kritis.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KESEJAHTERAAN SOSIAL


Ilmu kesejahteraan sosial adalah ilmu terapan yang mengkaji dan
mengembangkan kerangka pemikiran, serta metodologi yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sedangkan fokus dan ruang lingkup "ilmu
kesejahteraan sosial", bila "ilmu" kedokteran menekankan pada diagnosis dan
penyembuhan, disiplin ini menekankan pada penilaian (assessment) dan intervensi
"sosial". Intervensi "sosial" merupakan metode perubahan "sosial" terencana yang
bertujuan memfungsikan kembali fungsi "sosial" seseorang, kelompok maupun
masyarakat. Ilmu kesejahteraan sosial dalam kaitannya dengan intervensi sosial memiliki
3 ruang lingkup yaitu mikro, mezzo, dan makro. Level mikro membahas intervensi sosial
di tingkat individu, keluarga, dan kelompok kecil, sedangkan level mezzo membahas
intervensi sosial di tingkat komunitas, dan level makro membahas intervensi sosial di
tingkat masyarakat yang lebih luas. Adapun definisi kesejahteraan sosial menurut ahli:

1. W.A. Fridlander mendefinisikan:

Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari usaha-usaha dan


lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun
kelompok dalam mencapai standart hidup dan kesehatan yang memuaskan serta
untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka
mengembangkan kemampuan-kemampuannya secara penuh untuk mempertinggi
kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan
masyarakat.

2. Dalam kamus ilmu kesejahteraan sosial disebutkan:

Kesejahteraan sosial merupakan keadaan sejahtera yang meliputi keadaan


jasmaniah, rohaniah dan sosial tertentu saja. Bonnum Commune, kesejahteraan
sosial adalah kesejahteraan yang menyangkut keseluruhan syarat, sosial yang
memungkinkan dan mempermudah manusia dalam mengembangkan
kepribadiannya secara sempurna.

3. Skidmore, sebagaimana dikutip Drs. Budic Wibawa,

Menuturkan: kesejahteraan sosial dalam arti luas meliputi keadaan yang


baik untuk kepentingan orang banyak yang mencukupi kebutuhan fisik, mental,
emosional, dan ekonominya.

4. Suparlan dalam Suud (2006:5):

Kesejahteraan sosial, menandakan keadaan sejahtera pada umumnya, yang


meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah, dan sosial dan bukan hanya perbaikan dan
pemberantasan keburukan sosial tertentu saja, jadi merupakan suatu keadaan dan
kegiatan.
5. Suharto (2006:3):

Kesejahteraan sosial juga termasuk sebagai suatu proses atau usaha


terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat
maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui
pemberian pelayanan sosial dan tunjangan sosial.

6. Menurut Adi (2003: 41):


Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan yang dirumuskan pada Pasal 2
ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kesejahteraan sosial yaitu suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil
maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman
lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga Negara untuk mengadakan
usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang
sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi
hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.

7. Gertrude Wilson bahwa:

Kesejahteraan sosial adalah kekhawatiran yang diselenggarakan dari


semua orang untuk semua orang.

8. Walter Friedlander:

kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari institusi dan


pelayanan sosial yang dirancang untuk membantu individu atau kelompok untuk
mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih baik.

9. Elizabeth Wickenden:

Kesejahteraan sosial, termasuk undang- undang, program, manfaat dan


jasa yang menjamin atau memperkuat layanan untuk memenuhi kebutuhan sosial
dasar rakyat dan menjaga ketertiban dalam masyarakat.

Jadi, kesejahteraan sosial adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
atau lembaga sosial dan telah terencana secara profesional demi menciptakan individu
atau masyarakat yang terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan selanjutnya
masyarakat atau individu itu dapat mengatasi masalah sosialnya sendiri. Kesejahteraan
sosial tidak bisa ditangani sepihak dan tanpa teroganisir secara jelas kondisi sosial yang
dialami masyarakat. Perubahan sosial yang secara dinamis menyebabkan penanganan
masalah sosial ini harus direncanakan dengan matang dan berkesinambungan karena
masalah sosial akan selalu ada dan muncul selama pemerintahan masih berjalan dan
kehidupan manusia masih ada.

Berdasarkan Pasal 3 UU Nomor 11/2009, penyelenggaraan kesejahteraan sosial


bertujuan:
a) Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup
b) Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian.
c) Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan
menangani masalah kesejahteraan sosial.
d) Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia
usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan
berkelanjutan.
e) Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan
berkelanjutan.
f) Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial.


Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ini ditujukan kepada: perseorangan, keluarga,
kelompok, dan masyarakat. Sedangkan yang menjadi prioritas adalah mereka yang
memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah
sosial:
kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial, dan penyimpangan
perilaku, korban bencana, dan korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
Kesejahteraan sosial merupakan konsep abstrak, ini karena untuk melihat kesejahteraan
sosial bisa bersifat subyektif. Ilmu kesejahteraan sosial dapat dicapai dengan
menciptakan tiga elemen yaitu
a) Sejauh mana masalah-masalah sosial dapat diatur. Masalah sosial yang ada dalam
masyarakat sangat banyak. Dengan banyaknya masalah sosial yang ada, sangat
sulit untuk membuat perencanaan pemecahan masalah sosial yang ada. Untuk
memudahkan hal ini, masalah sosial yang ada harus diidentifikasi dan dipilah-
pilah. Selanjutnya masalah sosial yang sudah dikategorikan dapat dibuat prioritas
pemecahannya.
b) Sejauh mana kebutuhan-kebutuhan sosial dipenuhi.
c) Sejauh mana kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat diselesaikan.

Berdasarkan ketiga elemen tersebut terlihat bahwa keberhasilan dari kesejahteraan


sosial sangat tergantung kepada masyarakat masing-masing dan negara yang
bersangkutan. Untuk melihat kesejahteraan sosial, ada baiknya dilihat terlebih dahulu
definsi kesejahteraan sosial itu sendiri.

B. TUJUAN KESEJAHTERAAN SOSIAL


Tujuan kesejahteraan sosial yaitu untuk dapat mengembalikan keberfungsian
setiap individu, kelompok dan masyarakat dalam menjalani kehidupan, yaitu dengan
mengurangi tekanan dan goncangan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosial.
Tujuan utama dari sistem kesejahteraan sosial yang sampai tingkat tertentu tercermin
dalam semua program kesejahteraan sosial menurut Schneiderman dalam Fahrudin
(2012:10) adalah sebagai berikut :
1. Untuk mencapai kehidupan yg sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan
pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi sosial
yang harmonis dengan lingkungannya.
2. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat di
lingkungannya, misalnya dengan menggali sumbersumber, meningkatkan, dan
mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.
Kesejahteraan sosial selain memiliki tujuan untuk mencapai kehidupan yang layak bagi
masyarakat, juga memiliki fungsi-fungsi yang berkaitan erat terhadap keberfungsian
sosial dalam kehidupan. Selain itu kesejahteraan sosial juga memiliki fungsi khusus yang
berkaitan dengan penyesuaian sosial dan relasi sosial sehingga diharapkan peranan-
peranan sosial yang terganggu dapat kembali sesuai dengan apa yang diinginkan dan
keberfungsian sosial masyarakat dapat kembali normal.
Contohnya, Kesejahteraan sosial sebagai sistem pelayanan sosial menitikberatkan
pada pemberian pelayanan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Untuk dapat memberikan pelayanan sosial, diperlukan adanya sistem perundang-
undangan, kebijakan, program, pelayanan, maupun bantuan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Elizabeth Wickenden (dalam Friedlander,
1974:4) mendefinisikan kesejahteraan sosial, sebagai: "a system of laws, programs,
benefits, and services which strengthen or assure provision for meeting social needs
recognized as basic for the welfare of the population and for the functioning of the social
order" (suatu sistem perundang-undangan, kebijakan, program, pelayanan, dan bantuan;
untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sosial yang dikenal sebagai kebutuhan dasar
terhadap kesejahteraan manusia dan berfungsinya ketertiban sosial secara lebih baik)".
Berdasarkan definisi kesejahteraan sosial dalam sudut pandang pelayanan sosial
tersebut, ada tiga hal yang termaktub, yaitu:

a) Konsep pelayanan sosial (bidang praktik pekerjaan sosial), yaitu semua aktivitas
yang sangat luas, mulai dari perundang-undangan sosial sampai kepada tindakan
langsung pemberian bantuan.
b) Konsep kesejahteraan sosial berbeda dengan kesejahteraan; terpenuhinya
kebutuhan sosial (kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan) menjadi dasar bagi
terciptanya "kesejahteraan" (sebagai keadaan yang baik dalam semua aspek
kehidupan manusia).
c) Pada tingkat masyarakat, kesejahteraan sosial berarti terdapatnya ketertiban
sosial (social order) yang lebih baik.

Walter A. Friedlander (1967) mengartikan bahwa kesejah- teraan sosial adalah


sistem yang terorganisasi dari usaha-usaha sosial dan lembaga-lembaga sosial yang
ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standar hidup
dan kesehatan yang memuaskan, serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial
yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan- kemampuan mereka
secara penuh, serta untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-
kebutuhan keluarga dan masyarakat. Berdasarkan definisi Friedlander bahwa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat perlu adanya lembaga sosial.

Kesejahteraan sosial sebagai disiplin keilmuan, memper- lihatkan bahwa


kesejahteraan sosial tidak dapat dan tidak mungkin mengkaji semua aspek kehidupan
manusia, melainkan harus menentukan dan membatasi kajian (focus of interest) pada satu
aspek kehidupan manusia. Hal ini tentunya, untuk menghindarkan diri benturan dengan
disiplin ilmu lain khususnya ilmu sosial yang mempunyai kajian manusia, lebih khusus
lagi yang melayani manusia seperti kedokteran, psikologi, hukum, maupun ekonomi.
Kesejahteraan sosial dapat juga dilihat dari sudut keadaan hidup.

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendefinisikan kesejahteraan sosial, sebagai


berikut: "kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan yang sejahtera, baik secara fisik,
mental, maupun sosial; dan tidak hanya perbaikan-perbaikan dari penyakit-penyakit
sosial tertentu saja". Demikian juga dengan Undang-Undang No.11 tahun 2009 juga
mendefinisikan kesejahteraan sosial yaitu kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan
diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Berdasarkan definisi tersebut, terlihat bahwa yang dimaksud dengan sejahtera itu
tidak hanya terpenuhinya kebutuhan fisik dan mental (spiritual saja), tetapi juga
terpenuhinya kebutuhan sosial dari anggota masyarakat. Akan tetapi jika ditelaah lebih
mendalam lagi, kebutuhan sosial itu lebih kepada bagaimana seorang individu berfungsi
secara sosial, keberfungsian sosial ini dapat diartikan secara sederhana adalah
kemampuan seseorang untuk menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Dengan
demikian, hubungan antar manusia inilah yang menjadi fokus dari pekerjaan sosial
maupun kesejahteraan sosial. Skidmore and Thackeray (1988:21) menyatakan; "all
profession take cognizance of the wholeness of individuals. However, because life is
complex and science is specialized, each profession must confine itself to some aspect of
human functioning as a focus of its efforts and activities"

Dengan demikian, berdasarakan pandangan kesejahteraan sosial, manusia yang


sejahtera itu adalah manusia yang dapat menjalin hubungan dengan sesamanya dengan
baik. Kesejahteraan sebagai suatu tatanan atau ketertiban sosial dapat dilihat di dalam
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuan- ketentuan
pokok kesejahteraan sosial, pasal 1 ayat 1 sebagai berikut: kesejahteraan sosial ialah
suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, materiil, maupun spirituil, yang diliputi
oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi
setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan- kebutuhan
jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya terhadap diri, keluarga, serta
masyarakat dengan menjunjung ting hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai
dengan pancasila.

Berdasarkan definisi tersebut, kesejateraan sosial merupakan sebuah tatanan


masyarakat. Tatanan masyarakat dikatakan kondusif jika masyarakat merasakan adanya
keterjaminan keselamatan dan ketentraman yang memungkinkan masyarakat dapat
meneuhi kebutuhan hidupnya (UU No.6 tahun 1974, dinyatakan tidak berlaku lagi, sejak
ditetapkannya UU No. 11 Tahun 2011 Tentang Kesejahteraan Sosial).

Kesejahteraan sosial dapat tercapai jika ada institusi yang akan berupaya untuk
mencapai tujuan tersebut. Ada tiga pendekatan dalam mengidentifikasi kesejahteraan
sosial dengan menggunakan institusi, yaitu

a) Kegiatan philantropis, yang mendasarkan kegiatan dalam mencapai kesejahteraan


sosial dengan diri pada donasi yang diberikan. Pencapaian kesejahteraan sosial
dilakukan dengan mencoba mengalihkan sebagian materi dan pelayanan yang
dimiliki oleh seseorang kepada orang lain.

b) Pekerjaan sosial yang merupakan tenaga-tenaga professional yang digunakan


untuk mencapai tujuan kesejahteraan sosial. Pekerjaan sosial dalam usaha untuk
mencapai tujuan kesejahteraan sosial bekerja dengan individu, kelompok dan
komunitas.

c) Pendekatan administrasi sosial yang dikenal dengan pelayanan sosial atau


pendekatan kebijakan sosial. pemerintah merupakan pihak yang bertanggung
jawab untuk menciptakan kesejahteraan sosial kepada seluruh masyarakat.
Sedangkan hubungan pembangunan sosial dengan kesejahteraan sosial dapat
didefinisikan sebagai suatu keadaan. Ber- dasarkan definisi ini, sosial bertujuan untuk
suatu keadaan yang dianggap sejahtera itu secara ekonomi, psikologis, maupun sosial. Di
sisi lain, menurut Edi Suharto, pembangunan kesejahteraan sosial berorientasi untuk
memenuhi kebutuhan dasar (tujuan) dari kelompok yang kurang beruntung melalui
kegiatan-kegiatan pemberdayaan ekonomi dan sosial psikologis. Dengan demikian,
pembangunan sosial secara sempit diarahkan untuk mencapai keadaan yang sejahtera,
terpenuhi semua kebutuhan hidup.

Hubungan yang erat antara pembangunan sosial dan kesejahteraan sosial sebagai
suatu keadaan, menjadikan keduanya tidak akan terlepas dari pembangunan ekonomi.
Kolaborasi antara pembangunan sosial (dalam hal ini sebagai pembangunan kesejah-
teraan sosial) dengan pembangunan ekonomi akan memperlihatkan sebuah negara apakah
termasuk negara sejahtera atau negara tidak sejahtera. Menurut Hill (1996), ia
mengkategorikan negara-negara menjadi empat kategori yang didasarkan pada tingkat
pembangunan. ekonomi yang dilihat dari Gross Domestic Product (GDP) dan tingkat
pembangunan sosial yang dilihat dari persentase pengeluaran negara untuk pembangunan
sosial terhadap GDP.

Dengan demikian Hill (1996) mengkategorikan negara-negara menjadi:

a) Negara gagal yaitu negara dengan pembangunan ekonomi dan pembangunan


sosial yang rendah. GDP negara yang masuk kategori ini kurang dari US$ 1000
dan pengeluaran untuk pembangunan sosial kurang dari 15% terhadap GDP.
b) Negara pelit yaitu negara dengan pembangunan ekonomi yang tinggi tetapi
pembangunan sosialnya rendah (di bawah 15%).
c) Negara baik hati yaitu negara dengan pembangunan ekonomi yang tidak terlalu
tinggi, tetapi pembangunan sosialnya tinggi.
d) Negara sejahtera yaitu negara yang mempunyai pembangunan ekonomi dan
pembangunan sosial yang tinggi.

Berdasarkan kategori Hill tersebut, sebuah negara untuk mencapai kesejahteraan


sosial tidak dapat dilepaskan dari kemauan negara (pemerintah), untuk melaksanakan
pembangunan sosial. Kemauan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan sosial akan
menentukan masyarakatnya dikategorikan sejahtera. Kategori Hill menunjukkan bahwa ada
negara-negara dengan pembangunan ekonomi yang relatif rendah tetapi dengan adanya
kemauan pemerintah membuat pembangunan sosialnya tinggi, sebaliknya ada negara-negara
dengan pembangunan ekonomi yang tinggi tetapi pembangunan sosialnya rendah. Dengan
demikian, untuk mencapai kesejahteraan sosial diperlukan adanya kemauan pemerintah
untuk melaksanakan pembangunan sosial
C. IMPLIKASI KESEJAHTERAAN SOSIAL
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial selanjutnya
disingkat UU KS, telah lahir melalui pengesahan dalam sidang paripurna DPR RI 18
Desember 2008. Implikasi UU KS ini amat luas. Pemerintah, DPR RI, DPD RI, instansi
pemerintah terutama stake holder yang sudah menjadi mitra kerja Kementerian Sosial.
dunia usaha, masyarakat terutama lembaga terkait dengan penyelenggaraan kesejahteraan
sosial harus aktif mendukung dan bekerja sama lebih baik, lebih terbuka, agar
implementasi dari UU KS ini di lapangan tidak terlalu terkendala, akan berjalan dengan
baik, dalam arti pelayanan sosial bagi masyarakat terselenggara dengan sebaik mungkin.
Karena jika kita melihat kesejahteraan sosial pada dasarnya merupakan refleksi dari suatu
kondisi yang diidealkan atau dimajinasikan oleh pemikir dan pemegang kebijakan sosial.
Implikasi UU KS terutama menyangkut penyandang masalah kesejahteraan sosial
(PMKS) dan pekerja sosial profesional, amat berdampak luas.

Kita fokus pada awal tulisan ini tentang penganggaran yang perlu memperoleh
perhatian dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dari segi anggaran
penyelenggaraan kesejahteraan sosial perlu didukung oleh anggaran yang memadai.
Sebab hingga kini masalah yang bersangkutan dengan manusia yang kehilangan fungsi
sosialnya sehingga mereka perlu memperoleh pertolongan luar biasa banyak. Tetapi
penanggulangannya tidak bisa terselenggara dengan baik. Berapa banyak orang miskin
yang kesulitan pangan, sandang, perumahan layak, pendidikan, kesehatan serta
kebutuhan dasar lain?? Berapa banyak orang yang mengalami psikotik yang telantar di
jalan, dalam keluarga? Berapa banyak keluarga yang bermasalah dengan dampak
kekerasan kepada anak atau anak-anak mereka yang tidak tertolong dengan tuntas?
Berapa banyak lanjut usia telantar yang terlunta tanpa jaminan antara lain dari keluarga
atau sanak lainnya, sebab bagaimana mereka mau membantu sedangkan mereka sendiri
membutuhkan bantuan?
Bagaimana anak jalanan bisa berkurang dan kembali ke keluarga atau mulai
menapaki sekolah yang sempat terputus atau belum pernah mereka alami sejak usia
sekolah? Bagaimana dengan pelayanan kepada para penyandang cacat atau difable?
Bagaimana dengan pengentasan kemiskinan melalui Program Keluarga Harapan (PKH)
yang jangkauannya belum meliputi 33 provinsi, padahal seyognya 33 provinsi memiliki
keluarga miskin, dan mereka perlu masuk dalam kegiatan PKH Akibatnya mudah
ditebak, kondisi kehidupan perorangan, keluarga, kelompok, masyarakat yang mengalami
masalah tidak pernah dapat melaksanakan kehidupan mereka dengan baik.

Kita masygul juga, seakan tidak atau belum ada standar yang disepakai
pemerintah dan DPR RI atas besarnya dana APBN untuk membiayai masalah
kesejahteraan sosial. Berapa jumlah anggaran ideal dalam APIN setiap tahun untuk
kesejahteraan sosial? Pemerintah dan DPR RI perlu terbuka hati untuk menetapkan
standar yang ideal dengan landasan permasalahan sosial yang ada dalam masyarakat
Membandingkan dengan bidang pendidikan yang ditetapkan anggaran ideal setidaknya
20 persen dari APBN.

D. UNDANG-UNDANG KESEJAHTERAAN SOSIALL


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Definisi kesejahteraan sosial tentunya sangatlah beragam, namun pada intinya
seluruh definisi kesejahteraan sosial tersebut merujuk pada keberfungsian sosial yang
terjadi dalam upaya untuk dapat meningkatkan kebutuhan dalam masyarakat.
Salah satu definisi yang juga tidaklah jauh berbeda dengan defisini kesejahteraan
sosial yang telah dijelaskan diatas adalah definisi kesejateraan sosial menurut UU No.6
Tahun 1974 Pasal 2 Ayat 1 yang diperbaharui dalam UU No.11 Tahun 2009 yang dikutip
oleh Fahrudin (2012: 10) adalah sebagai berikut :

Menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya


kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup
layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya.

Definisi di atas menjelaskan kesejahteraan sosial merupakan suatu tata kehidupan


yang bertujuan dengan pelayanan untuk individu, kelompok dan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya.

Anda mungkin juga menyukai