Anda di halaman 1dari 18

INSTITUSI SOSIAL

Makalah ini disusun guna menyelesaikan tugas mata kuliah


Pengantar Sosiologi

Oleh :
Dede Chandra (202115500164)
Haryo Anom Pambudi (202115500172)

Program Studi Pendidikan Sejarah


Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial
Universitas Indraprasta PGRI Jakarta 2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kami
panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-
Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang INSTITUSI SOSIAL

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami
dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami, kami mengucapkan banyak terima kasih. Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat maupun menginspirasi untuk para pembaca.

Jakarta, 26 Oktober 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
2.1 Institusi Sosial..................................................................................................................2
2.2 Institusi Keluarga..............................................................................................................3
2.2.1 Tipe Keluarga.............................................................................................................3
2.2.2 Aturan Mengenai perkawinan....................................................................................4
2.2.3 Incest Taboo...............................................................................................................4
2.2.4 Bentuk Perkawinan....................................................................................................4
2.2.5 Aturan Mengenai Keturunan......................................................................................5
2.2.6 Pola Menetap.............................................................................................................5
2.2.7 Fungsi Keluarga.........................................................................................................6
2.3 Institusi Agama.................................................................................................................7
2.3.1 Fungsi Agama............................................................................................................8
2.3.2 Agama dan Perubahan Sosial.....................................................................................9
2.3.3 Agama dan Institusi Lain Dalam Masyarakat............................................................9
2.4 Institusi Pendidikan........................................................................................................10
2.4.1 Macam-macam Institusi Pendidikan........................................................................10
2.4.2 Pokok Bahasan Sosiologi Pendidikan......................................................................11
2.4.3 Fungsi Institusi Pendidikan......................................................................................11
2.5 Institusi Ekonomi............................................................................................................12
2.6 Institusi Politik................................................................................................................13
BAB III PENUTUP..................................................................................................................15
3.1 Penutup...........................................................................................................................15
3.2 Kritik/Saran....................................................................................................................15
DAFTAR ISI............................................................................................................................16

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial, mereka akan hidup berdampingan satu sama lainnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah aturan dalam bermasyarakat sehingga dibentuklah
norma-norma masyarakat. Ketika norma-norma tersebut dibentuk, maka dibutuhkan
panduan dalam bertingkah laku. Pada akhirnya, dibentuklah institusi sosial. Institusi
sosial dapat disebut juga dengan lembaga sosial atau pranata sosial.
Institusi sosial merupakan himpunan dari norma-norma yang menyebabkan manusia
harus bertingkah laku sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, tujuannya untuk
mengatur hubungan sosial dan memenuhi kebutuhan sosial. Walaupun, institusi sosial
terdiri dari norma-norma, tetapi tidak semua norma yang ada dalam masyarakat
merupakan institusi sosial. Hal itu karena, untuk menjadi suatu institusi sosial, norma-
norma tersebut harus melalui proses yang tidak sebentar. Dengan dibentuknya institusi
sosial, kehidupan dalam bermasyarakat menjadi lebih terarah karena kita tidak bisa
bertindak dengan bebas sesuai keinginan kita dan dapat menciptakan hubungan yang erat
dalam kehidupan bermasyarakat.
Pada awalnya Institusi sosial terbentuk secara tidak sengaja, misalnya seperti bentuk-
bentuk pernikahan yang tidak sengaja tumbuh dari adat istiadat. Namun, lama-kelamaan
terbentuk secara sadar untuk mencapai suatu tujuan tertentu, misalnya pada institusi
pendidikan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam bidang pendidikan.
Institusi sosial terdiri dari berbagai macam bentuk, yaitu institusi keluarga, institusi
pendidikan, institusi agama, institusi ekonomi, dan institusi politik. Setiap institusi-
institusi tersebut terbentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan memiliki fungsinya
masing-masing.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Institusi Sosial ?
2. Apa yang dimaksud dengan Institusi Keluarga ?
3. Apa yang dimaksud dengan Institusi Agama ?
4. Apa yang dimaksud dengan Institusi Pendidikan ?
5. Apa yang dimaksud dengan Institusi Ekonomi ?
6. Apa yang dimaksud dnegan Institudi Politik ?
I.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa saja bagian dari Institusi Sosial
2. Mengetahui apa yang dimaksud dari Institusi Keluarga
3. Mencermati apa yang dimaksud dengan Institusi agama
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Institusi Pendidikan
5. Mencermati apa yang dimaksud dengan Institusi Ekonomi
6. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Institusi Politik

1
2

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Institusi Sosial
Secara etimologi, istilah institusi sosial berasal dari bahasa Inggris yaitu social institution.
Lalu diterjemahkan kedalam bahasa diterjemahkan sebagai pranata sosial. Hal ini
dikarenakan social institution merujuk pada perlakuan perilaku anggota masyarakat.
Soerjono Soekanto menyebut istilah institusi sosial dengan lembaga sosial atau lembaga
kemasyarakatan. Ia mendefinisikan lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan sebagai
himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di
dalam masyarakat.
Sebagaimana pendapat yang telah dikemukakan oleh Emile Durkheim, Sosiologi adalah
ilmu yang mempelajari tentang institusi. Menurut Koentjaraningrat (1964), institusi sosial
adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik sebagai makhluk individu maupun
sebagai makhluk sosial.
Institusi sosial memiliki beberapa ciri umum yang telah diuraikan oleh Gillin dan Gillin
dalam karyanya yang berjudul General Features of Social Institution, yakni sebagai
berikut2 :
a. Institusi sosial adalah organisasi dari pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang
terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Institusi sosial
terdiri atas adat istiadat, tata kelakuan kebiasaan, dan unsur-unsur kebudayaan lainnya
yang secara langsung ataupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional.
b. Setiap institusi sosial memiliki tingkat kekekalan tertentu. Sistem-sistem kepercayaan
dan aneka macam tindakan baru akan menjadi bagian dari lembaga sosial setelah
melewati waktu yang relatif lama. Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu baru akan
dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa percobaan.
c. Institusi sosial memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu. Misalnya, institusi ekonomi
bertujuan memenuhi kebutuhan ekonomi.
d. Institusi sosial memiliki alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan lembaga yang ber sangkutan. Misalnya, bangunan, peralatan, dan mesin-mesin.
e. Institusi sosial biasanya memiliki lambang-lambang. Lambang-lambang tersebut secara
simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Contohnya, tiap
negara di dunia memiliki bendera sebagai lambang atau panji-panji kebesaran sebagai ciri
yang membedakan negara satu dengan negara yang lainnya.
f. Institusi sosial memiliki suatu tradisi yang tertulis ataupun tidak tertulis yang
merumuskan tujuannya dan tata tertib yang berlaku.
Oleh karena itu, pada materi ini kita akan mempelajari institusi-institusi sosial yang
utama yaitu institusi di bidang keluarga, pendidikan, agama, politik, dan ekonomi. Unsur-
unsur penting dalam pembentuk institusi sosial :
1) Persetujuan : Sebagian besar anggota masyarakat atau sistem sosial menerima
pembentukan institusi sosial.
2) Tujuan : Bertujuan memenuhi kebutuhan khusus masyarakat.
3) Nilai pokok : Memiliki nilai pokok yang bersumber dari anggotanya.
4) Tata krama : Mempunyai bentuk tata krama perilaku.
5) Simbol : Memperhatikan simbol-simbol kebudayaan

II.2 Institusi Keluarga


Menurut Barwoko dan Suryanto (2004), Keluarga adalah institusi sosial dasar dari mana
semua institusi atau pranata sosial lainnya berkembang. Keluarga adalah institusi awal
dan terkecil dari institusi sosial yang utama karena menjadi satu-satunya institusi di
samping institusi agama yang secara resmi telah berkembang di seluruh masyarakat.
Keluarga yang menjadi lingkungan pertama bagi anak yang telah lahir ke dunia. Selain
itu, keluarga juga menjadi tempat untuk membimbing anak dan memenuhi kebutuhan
hidup anak, baik secara fisik maupun secara psikis. Dalam keluarga ini akan terbentuk
norma-norma sosial yang berupa frame of refencedan sense of belonging. Pengalaman
berinteraksi seseorang di dalam keluarga akan menentukan tingkah laku dalam kehidupan
sosial yang lebih besar di luar keluarga.
II.2.1 Tipe Keluarga
Dalam sosiologi, keluarga memiliki beberapa tipe yang biasa dikenal yang menjadi
pembedaan, berikut adalah penjelasan beberapa tipe keluarga :
a. Keluarga bersistem konsanguinal dan keluarga bersistem konjugal
Keluarga dengan sistem konsanguinal lebih menekankan pada pentingnya ikatan
darah seseorang. Misalnya, hubungan antara seseorang dengan orang tuanya. Ikatan
seseorang dengan orang tuanya condong dianggap lebih penting daripada ikatannya
dengan suami atau istrinya. Begitu pun dalam keluarga Jepang atau Tionghoa
tradisional, contohnya seperti seorang anak laki-laki akan memihak orang tuanya
manakala orang tuanya berselisih dengan istrinya. Sebaliknya, keluarga dengan sistem
konjugal lebih menekankan pada pentingnya hubungan perkawinan (antara suami dan
istri ikatan dengan suami atau istri cenderung dianggap lebih penting daripada ikatan
dengan orang tua. Menurut William Goode, keluarga termasuk sistem konjugal
apabila suatu pasangan atau orang tua beserta anak mempunyai hubungan dengan
kerabat dari keluarga orientasi salah satu atau kedua belah pihak.
b. Keluarga orientasi dan keluarga prokreasi
Keluarga orientasi adalah salah keluarga yang di dalamnya seseorang dilahirkan atau
biasa disebut saudara kandung atau orang tua kandung, sedangkan keluarga prokreasi
adalah keluarga yang dibentuk seseorang dengan jalan menikah dan mempunyai
keturunan.
c. Keluarga batih dan keluarga luas

3
Keluarga batih adalah satuan keluarga terkecil yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak.
Menurut William Goode, keluarga batih tidak mengandung hubungan fungsional
dengan kerabat dari keluarga salah satu pihak. Sedangkan keluarga luas adalah
keluarga yang terdiri atas beberapa keluarga batih. Salah satu bentuk keluarga luas
ialah joint family, joint family adalah keluarga yang terdiri atas beberapa orang laki-
laki kakak-beradik beserta anak-anak mereka, dan saudara kandung mereka yang
belum menikah. Lalu, laki-laki tertua di antara kakak-beradik menjadi kepala keluarga
saat ayah mereka sudah meninggal dunia. Menurut Clayton, bentuk keluarga seperti
ini dijumpai di India dan Pakistan. Ada pula bentuk keluarga luas virilokal yaitu
keluarga yang terdiri atas suatu keluarga batih ditambah keluarga batih para putra
dalam keluarga batih senior tersebut. Bentuk keluarga seperti ini kita jumpai di
masyarakat Nias.
II.2.2 Aturan Mengenai perkawinan
Setiap masyarakat mengenal berbagai aturan mengenai perkawinan. Ada aturan
mengenai apakah jodoh itu harus berasal dari anggota kelompok sendiri ataukah harus
dari kelompok lainnya, dan siapa di antara anggota kelompok sendiri yang boleh
ataupun tidak boleh dinikahi. Ada pula aturan mengenai jumlah orang yang boleh
dinikah pada waktu yang sama. Selain kedua aturan itu, ada pula aturan mengenai
penentuan garis keturunan keluarga.
II.2.3 Incest Taboo
Satu aturan yang kita jumpai dalam semua masyarakat mengatur mengenai siapa yang
boleh dan tidak boleh dinikah. Salah satu di antaranya ialah incest taboo (larangan
hubungan sumbang inses, sumbang muhrim), aturan yang melarang hubungan
perkawinan dengan keluarga yang sangat dekat, seperti perkawinan seorang anak
dengan salah seorang orang tuanya atau perkawinan antara saudara kandung. Menurut
Clayton, larangan hubungan sumbang ini tidak terbatas pada orang yang mempunyai
hubungan darah sangat dekat, seperti orang tua dengan anak, saudara kandung. Akan
tetapi, sering mencakup pula kerabat di luar orang tua dan saudara kandung.
Meskipun incest taboo dijumpai dalam semua masyarakat, namun para ahli sosiologi
mencatat bahwa pada kelompok tertentu dalam masyarakat dapat dijumpai
pengecualian, Russel Middleton mengemukakan, misalnya, bahwa di kalangan raja
Mesir kuno, Yunani kuno dan Romawi kuno banyak dijumpai perkawinan kakak
dengan adik atau perkawinan anak dengan orang tua.
II.2.4 Bentuk Perkawinan
Pada umumnya kita mengenal beberapa macam bentuk perkawinan dalam semua
masyarakat, yaitu:
1. Monogami, adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
pada saat yang sama
2. Poligami, adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa orang
perempuan pada waktu yang sama, atau perkawinan antara seorang perempuan
dengan beberapa orang laki-laki pada waktu yang sama. Bentuk perkawinan poligami
ini terbagi menjadi beberapa ben1. Poligini, adalah perkawinan antara seorang laki-
laki dengan lebih dari seorang

4
perempuan pada waktu yang sama.
2. Poliandri, adalah perkawinan antara seorang perempuan dengan lebih dari seorang
laki-laki pada waktu yang sama.
3. Perkawinan Kelompok, adalah perkawinan antara dua orang laki-laki atau lebih
dengan dua orang perempuan atau lebih pada waktu yang sama.
4. Eksogami, adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
yang berasal dari luar golongannya. Golongan di sini dapat berupa golongan etnis
seperti ras, suku, bangsa, klen, agama, daerah, dan sebagainya ataupun golongan
sosial.
5. Endogami, adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
yang berasal dari dalam golongannya. Golongan di sini dapat berupa golongan etnis
seperti ras, suku, bangsa, klen, agama, daerah, dan sebagainya ataupun golongan
sosial.
II.2.5 Pola Menetap
Pasangan suami istri setelah akan menetap di suatu keluarga. Dalam hal ini,
masyarakat mengenal beberapa pola yang berbeda untuk menetapkan pasangan suami
istri setelah menikah
sebagai berikut :
1. Pola Patrilokal, pola ini menetapkan pasangan suami istri yang baru menikah
menetap bersama keluarga pihak laki-laki atau suami.
2. Pola Matri-Patrilokal, pola ini menetapkan pasangan suami istri yang baru menikah
ini laki-laki atau suami mula-mula menetap bersama keluarga pihak perempuan atau
istri, tetapi kemudian pasangan suami istri akan menetap bersama keluarga pihak laki-
laki atau istri.
3. Pola Matrilokal, pola ini menetapkan pasangan suami istri yang baru menikah
menetap bersama keluarga pihak perempuan atau istri.
4. Pola Patri-Matrilokal, pola ini menetapkan pasangan yang baru menikah ini
perempuan atau istri mula-mula menetap bersama keluarga pihak laki-laki atau suami,
tetapi kemudian pasangan suami istri akan menetap bersama keluarga pihak
perempuan atau istri.
5. Pola Bilokal, pola ini memberikan pilihan kepada pasangan suami istri yang baru
menikah untuk menetap di keluarga laki-laki (suami) ataupun perempuan (istri).
6. Pola Neolokal, pola ini memberikan kebebasan kepada pasangan suami istri yang
baru menikah untuk memilih tempat menetap di luar tempat keluarga laki-laki (suami)
ataupun perempuan (istri).
7. Pola Avunculokal, merupakan suatu pola matrilineal yang di dalamnya seorang
laki-laki menetap di desa paman dari pihak ibu (kakak laki-laki ibunya).

5
II.2.6 Fungsi Keluarga
Dalam pandangan sosiologi, keluarga memiliki fungsi-fungsi pokok yang secara
umum terbagi menjadi 7 fungsi pokok. Berikut ini adalah penjelasan dari 7 fungsi
pokok tersebut :
1. Fungsi Reproduksi
Dalam fungsi reproduksi, keluarga berfungsi sebagai pengatur penyalur dorongan
seks untuk memiliki keturunan. Dalam masyarakat yang berpedoman dengan nilai dan
norma sosial tentu jalan terbaik untuk memiliki anak adalah dengan menikah atau
berkeluarga. Oleh karena itu, keluarga lah yang menjadi tempat lahirnya untuk
memiliki keturunan guna melanjutkan generasi berikutnya.
2. Fungsi Afeksi
Dalam fungsi afeksi, keluarga berfungsi untuk mewujudkan rasa kasih sayang atau
rasa cinta kepada anak. Di dalam keluarga, seorang anak pertama kalinya merasa
dicintai dan diperhatikan oleh orang lain atau anggota keluarganya.
3. Fungsi Ekonomi
Dalam fungsi ekonomi, keluarga terutama orang tua berfungsi untuk menjalankan
semua kewajiban dalam memenuhi kebutuhan ekonomi anak-anaknya. Di dalam
masyarakat sederhana, kewajiban atau tugas ini ditanggung oleh seorang suami atau
ayah. Akan tetapi, di dalam masyarakat modern, kewajiban ini ditanggung oleh suami
dan istri atau kedua orang tua memiliki tanggung jawab ekonomi yang sama kepada
anak-anak mereka.
4. Fungsi Sosialisasi
Dalam fungsi sosialisasi, keluarga berfungsi untuk membentuk suatu kepribadian
anak supaya dapat sesuai dengan harapan orang tua dan masyarakat. Di dalam
keluarga, anak diberikan pengetahuan dasar tentang bagaimana seseorang harus dapat
hidup bersama dengan orang lain. Selain itu, anak pun diberikan pengetahuan tentang
bagaimana seseorang harus memosisikan dirinya dalam kehidupan yang lebih luas di
luar keluarga yaitu di masyarakat.
5. Fungsi Perlindungan
Dalam fungsi perlindungan, keluarga berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi
seluruh anggota keluarga, terutama anak, sehingga anak akan merasa aman hidup di
tengah-tengah keluarganya. Anak sangat membutuhkan perlindungan keluarga tidak
hanya secara fisik, tetapi juga secara psikis.
6. Fungsi Pemberian Status
Dalam fungsi pemberian status, keluarga berfungsi untuk menganugerahkan sebuah
status kepada anggota keluarga, baik yang didapatkan karena keturunan maupun yang
didapatkan melalui prestasi.
7. Fungsi Pengawasan Sosial

6
Dalam fungsi pengawasan sosial, keluarga berfungsi untuk menindak lanjuti dari
upaya untuk menjaga keharmonisan dalam suatu keluarga. Setiap anggota keluarga
harus saling mengontrol dan saling mengawasi anggota keluarga lainnya agar tidak
melakukan suatu perbuatan yang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku di
dalam masyarakat.Suatu keluarga akan menjalankan semua fungsi tersebut. Jika suatu
keluarga tidak menjalankan satu fungsi yang sesuai fungsinya, maka suatu keluarga
telah menjalankan satu disfungsi keluarga.
II.3 Institusi Agama
Kata agama yang digunakan dalam institusi berasal dara kata religion. Para ilmuan
menggunakan kata religion karena memiliki arti meliputi seluruh agama atau kepercayaan
yang ada. Agama-agama tersebut, yaitu agama Islam, agama Protestan, agama Katolik,
agama Budha, agama Hindu, animisme (percaya kepada makhluk halus dan roh),
totemisme (kepercayaan bahwa hewan tertentu memiliki kekuatan supranatural dan
dianggap suci), Konfusianisme (agama humanisme optimis, nilai-nilai etika kehidupan),
Taoisme (ajaran tentang keserasian hubungan manusia dengan alam), dan Yudaisme
(Yahudi).Para sosiolog mengalami kesulitan dalam mendefinisikan agama. Menurut
Durkheim, agama merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri dari kepercayaan dan
praktik yang berkaitan dengan hal-hal suci, kepercayaan dan praktik tersebut
mempersatukan semua orang yang beriman ke dalam suatu komunitas moral yang disebut
dengan umat.
Setiap agama memiliki unsur-unsur dasar agama, seperti kepercayaan agama, simbol
agama, praktik agama, umat agama, dan pengalaman agama.
1) Kepercayaan agama. Kepercayaan agama ialah suatu prinsip yang dianggap benar oleh
penganutnya dan tidak ada keraguan. Setiap agama memiliki kepercayaannya masing-
masing, ada yang percaya kepada satu Tuhan, percaya kepada lebih dari satu Tuhan,
percaya kepada roh atau makhluk halus, percaya kepada hewan-hewan tertentu, dan lain
sebagainya.
2) Simbol agama. Simbol pada setiap agama dapat dijadikan sebagai ciri dari agama
tersebut. Simbol agama dapat berupa gambar, seperti agama Islam berupa bintang dan
bulan sabit atau kaligrafi berlafadzkan Allah, agama Kristen berupa salib Kristen, agama
Budha berupa roda dharma, dan lain sebagainya. Simbol agama juga dapat berupa
pakaian, seperti peci dan sarung identik dengan busana pria agama Islam.
3) Praktik agama. Praktik agama merupakan hubungan antara manusia dengan Tuhan dan
hubungan antar umat beragama sesuai dengan ajaran agama. Praktik tersebut dapat
berupa berpuasa, sholat/sembahyang, berpuasa, dan melaksanakan perintah serta
menjauhi larangan yang telah di ajarkan pada setiap agama.
4) Umat agama. Umat agama ialah para penganut agama masing-masing. Biasanya dalam
umat beragama terdapat suatu komunitas atau kelompok keagamaan, seperti kelompok
pengajian dan komunitas pada suatu gereja.
5) Pengalaman agama. Bentuk dari pengalaman keagamaan yang dialami secara pribadi
oleh penganut agama. Contohnya, pada agama Islam seseorang tergerak untuk
menunaikan ibadah haji, sedangkan pada agama Katolik dikenal panggilan Tuhan kepada
seseorang untuk menjadi rohaniwan atau rohaniwati.

7
II.3.1 Fungsi Agama
Institusi agama berfungsi untuk mengurusi hal-hal di masyarakat yang bersifat non
duniawi. kaitannya dengan manusia dan Tuhan mereka. Borton dan Hunt membagi
fungsi agama menjadi dua kriteria, yaitu :
1) Fungsi manifes atau fungsi nyata
a. Mempersatukan komunitas dalam satu ideologi;
b. Mengatur individu melalui penanaman keyakinan;
c. Adanya ajaran atau doktrin yang menggariskan hubungan antara manusia dengan
Tuhannya dan manusia dengan manusia;
d. Ritual agama sebagai lambang keyakinan dan dapat mengingatkan manusia dengan
keyakinan tersebut;
e. Menjadikan keyakinannya sebagai acuan untuk membentuk norma perilaku.
2) Fungsi laten atau fungsi tersembunyi
Membagi masyarakat ke dalam golongan sosial atas dasar tingkat keimanan atau
keyakinan. Individu yang memiliki tingkat keimanan yang lebih tinggi akan lebih
dihormati, sebaliknya jika tingkat keimanannya kurang maka ia juga akan kurang
dihormati pada lingkungannya. Akibatnya dapat terjadi konflik atau pertentangan di
antara sesama penganut keyakinan tersebut. Untuk mencegah hal tersebut, maka
diperlukan suatu pola hidup yang baik antar sesama.
Selain memiliki fungsi, agama juga memiliki disfungsi. Terkadang pemicu dari
keretakan atau perpecahan masyarakat bersumber pada faktor agama. Konflik tersebut
umumnya terjadi pada agam yang berbeda. Contohnya, konflik agama antara agama
Katolik dan Protestan di Irlandia Utara, Konflik orang yang beragama Islam di
Palestina dengan orang yang beragama Yahudi di Israel, konflik umat Muslim dengan
Hindu di India, konflik kelompok Hindu dengan kelompok Muslim dan Kristen di
India, dan lain sebagainya.
II.3.2 Agama dan Perubahan Sosial
Para ahli sosiolog mengkaji hubungan antara agama dengan perubahan sosial. Salah
satu ahli sosiolog, yaitu Marx mengatakan bahwa agama hanya dapat menghambat
perubahan sosial. Menurutnya masyarakat menjadi malas untuk maju atau melakukan
perubahan karena dalam agama di ajarkan salah satunya tentang takdir. Akibatnya
masyarakat memilih untuk mengikuti takdir tersebut dibandingkan harus berusaha
memperbaiki keadaan. Namun, terdapat beberapa ahli sosiolog yang menyatakan
bahwa dengan adanya agama dapat mengubah masyarakat. Dengan adanya agama,
masyarakat diajarkan atau diarahkan untuk menjadi pribadi yang lebih baik sesuai
dengan ajaran agamanya masing-masing, seperti disiplin, jujur dan cinta damai; dapat
memberikan kekuatan revolusioner, seperti gerakan perlawanan kaum ulama di
Indonesia terhadap penjajah Belanda dan perlawanan para rohaniawan Katolik di
Polandia terhadap rezim komunis; agama dapat dijadikan sebagai pengawasan sosial,
baik secara individu maupun kelompok; dan dapat meningkatkan tali persaudaraan
dan kesatuan dalam bermasyarakat.

8
Tidak hanya agama yang dapat memberikan perubahan pada lingkungan sosial, tetapi
perubahan sosial juga dapat memberikan perubahan pada agama. Menurut Bellah,
agama secara bertahap berlangsung evolusi ke arah diferensiasi, kekomprehensifan,
dan rasionalitas yang lebih besar.
II.3.3 Agama dan Institusi Lain Dalam Masyarakat
1) Agama dan Keluarga
Keberadaan agama dalam keluarga dapat dijadikan sebagai pengendali dalam
keluarga tersebut. Keluarga yang tidak berpegang pada keyakinan agama, maka akan
lebih mudah goyah, tidak teratur, dan dapat mengalami kesulitan dalam bersosialisasi
dalam masyarakat. Sedangkan keluarga yang berpegang teguh pada agama, maka
hidupnya akan lebih baik karena perilaku dan kehidupannya mengikuti ajaran-ajaran
agama. Masuknya agama Katolik dapat menghilangkan praktik poligami dan
perceraian di Pulau Flores. Bagi agama yang memperbolehkan untuk memiliki anak
banyak, maka akan dijumpai keluarga yang memiliki anak banyak. Selain itu, bagi
agama yang melarang perzinaandan pelacuran, maka keluarga yang berpegang teguh
pada agama akan menjauhi dan tidak melakukannya.
2) Agama dan Politik
Politik tidak lepas kaitannya dengan kekuasaan. Setiap agama tidak ada yang
melarang umatnya untuk memiliki kekuasaan atau pemimpin. Untuk memperoleh
kekuasaan, setiap agama menganjurkan untuk memperoleh dengan cara yang baik,
jujur, tidak merugikan banyak pihak, dan dapat dipertanggungjawabkan secra moral
pada masyarakat. Selain itu, agama juga pernah berkaitan dengan partai politik di
Indonesia, tepatnya sebelum diberlakukannya penyederhanaan partai politik. Partai
politik berbasis agama di antaranya, Masyumi, Nahdatul Ulama, Partai Syarikat Islam
Indonesia (PSII), Partai Kristen Indonesia, dan Partai Katolik.
3) Agama dan Ekonomi
Kegiatan ekonomi, seperti produksi, distribusi, dan konsumsi akan berjalan dengan
baik ketika mengikuti ajaran agama sehingga tidak akan menimbulkan kerugian.
Agama tidak melarang umatnya untuk mencari harta, asalkan ketika sudah mencapai
kepuasan ia tidak lupa terhadap agama. Selai itu dalam proses mencari harta,
seseorang harus memperolehnya dengan cara yang baik sehingga tidak timbul
kerugian, kecurangan-kecurangan, korupsi, kolusi, nepotisme, dan lain sebagainya.
Kewiraswastaan merupakan salah satu bentuk kegiatan ekonomi. Kewiraswastaan
juga di jalankan oleh kelompok agama, seperti kaum santri di kota Pare dan kaum
bangsawan Hindu di kota Tabanan.
4) Agama dan Pendidikan
Pendidikan yang tidak didasari dengan agama, maka akan runtuh. Jika agama tanpa
ilmu, maka tidak dapat melihat ilmu atau fungsi agama secara utuh. Ketika ilmu tanpa
agama, maka akan kehilangan arah dan dapat melakukan penyimpangan-
penyimpangan yang ada dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa agama dan
pendidikan memiliki kaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan.

9
Dalam sistem pendidikan dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah,
sekolah atas, sampai pendidikan tinggi sudah diberikan pembelajaran tentang agama.
Bahkan lembaga pendidikan tersebut sudah ada yang dikelola oleh organisasi agama,
seperti Universitas Muhammadiyah dan Universitas Kristen Indonesia. Selain itu,
juga terdapat lembaga pendidikan yang mengkhususkan pembelajarannya pada bidang
agama, seperti pesantren.

II.4 Institusi Pendidikan


Pendidikan merupakan institusi yang juga mendapat perhatian besar dari para ahli
sosiologi. Institusi pendidikan juga merupakan institusi yang sangat penting pada
masyarakat. Institusi pendidikan ini terlahir dari kebutuhan masyarakat akan pendidikan
atau pengetahuan.Menurut Mahmud Yunus, institusi pendidikan adalah institusi yang
dengan sengaja dibentuk dan dipilih untuk memengaruhi dan membantu seseorang dalam
meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani, dan perilaku sehingga diharapkan dapat
mengantarkan impian atau cita-cita seseorang tersebut.
II.4.1 Macam-macam Institusi Pendidikan
1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan formal ini terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi, baik pendidikan yang bersifat umum maupun khusus seperti
sekolah agama dan Sekolah Luar Biasa (SLB). Adapun contoh institusi untuk
pendidikan formal ini adalah Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP), Sekolah Menengah Akhir (SMA), dan Perguruan Tinggi (PT).
2. Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Adapun institusi contoh untuk
pendidikan nonformal ini adalah tempat kursus, seperti kursus keterampilan, kursus
bahasa, kursus komputer, dan lain sebagainya.
3. Pendidikan Informal
Pendidikan informal merupakan jalur pendidikan yang dilakukan dalam lingkungan
keluarga dan lingkungan sekitarnya. Pendidikan informal biasanya terjadi di dalam
rumah atau melalui media massa. Adapun contoh pendidikan informal ini adalah
sosialisasi orang tua kepada anak-anaknya yang ada dalam lingkungan keluarga.
II.4.2 Fungsi Institusi Pendidikan
Setiap institusi pendidikan memiliki fungsi yang terbagi menjadi dua fungsi yang
berbeda. Ahli sosiologi membedakan fungsi institusi pendidikan menjadi fungsi
manifes dan fungsi laten. Berikut ini penjelasan mengenai kedua fungsi tersebut :
1. Fungsi Manifes
Fungsi manifes adalah fungsi yang utama dan nampak dari suatu institusi. Fungsi
manifes institusi pendidikan adalah fungsi yang utama dan nampak dari setiap
institusi pendidikan. Menurut Horton dan Hunt (1984) fungsi manifes institusi
10
pendidikan ialah, antara lain, mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari
nafkah, mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi maupun bagi
kepentingan masyarakat, melestarikan kebudayaan, menanamkan keterampilan yang
perlu bagi partisipasi dalam demokrasi dan sebagainya.
2. Fungsi Laten
Fungsi laten adalah fungsi yang tidak nampak atau tersembunyi dari suatu institusi.
Fungsi laten ini biasanya tidak terlalu disadari oleh para peserta didik. Menurut
Horton dan Hunt fungsi laten institusi pendidikan ialah, antara lain, pemupukan
keremajaan atau memperpanjang masa remaja dan menunda masa dewasa para
peserta didik, pengurangan pengendalian orang tua, penyediaan sarana untuk
pembangkangan, mengajarkan para peserta didik bersikap kritis untuk menciptakan
pola pikir yang bersifat positif, dan dipertahankannya sistem kelas sosial yang
ditempati dengan status orang tuanya.
Adapun fungsi institusi pendidikan yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Salah
satunya menurut Bruce J. Cohen, fungsi institusi pendidikan adalah memberikan
persiapan bagi peranan-peranan pekerjaan, sebagai perantara perpindahan warisan
kebudayaan, memperkenalkan peranan dalam masyarakat, mempersiapkan individu
dengan berbagai peranan sosial, memberikan landasan penilaian dan pemahaman,
meningkatkan kemajuan melalui riset-riset ilmiah yang dilakukan, dan memperkuat
penyesuaian diri dan mengembangkan hubungan sosial. institusi pendidikan juga
berfungsi sebagai pengajaran, untuk mensosialisasikan norma-norma di masyarakat
sehingga mereka mengetahui dan memahami status atau peran mereka di
masyarakat.
II.5 Institusi Ekonomi
Sektor Ekonomi sangat berkaitan erat dengan kajian sosiologi, sejalan dengan pandangan
evolusioner Spencer masyarakat secara silih berganti mengalami proses integrasi dan
diferensiasi sehingga lambat laun tumbuh dari masyarakat homogen menjadi heterogen.
Melalui proses evolusi ini pula masyarakat berkembang dua tipe militer yang
diintegrasikan secara paksa menjadi tipe masyarakat industri yang diintegrasikan oleh
hubungan kerja sama secara sukarela yang didasarkan pada kontrak.11 Dengan demikian
Sosiologi institusi perekonomian mempelajari institusi yang terlibat dalam produksi dan
distribusi barang dan jasa dalam masyarakat.
Menurut Kornblum penelitian terhadap institusi ekonomi difokuskan pada pokok bahasan
seputar pasar dan pembagian kerja, interaksi antara pemerintah dan institusi ekonomi, dan
perubahan pada pekerjaan. Bahasan di sini akan meliputi ideologi ekonomi yang
mempengaruhi Perkembangan masyarakat, pekerjaan, dan institusi yang berkaitan dengan
dunia usaha. Di bawah ini merupakan 3 Ideologi ekonomi, yaitu sebagai berikut:
A. Kapitalisme
Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada pemilikan pribadi atas sarana
produksi dan distribusi untuk kepentingan pencarian laba pribadi ke arah pemupukan
modal melalui persaingan bebas.Giddens membedakan antara tiga macam kapitalisme,
salah satunya adalah family capitalism dan yang lain adalah managerial capitalism dan
institutional capitalism. Menurut Giddens pada awalnya yang dijumpai ialah kapitalisme

11
keluarga perusahaan yang dikelola oleh seorang wiraswasta atau oleh beberapa orang
pengusaha yang mempunyai hubungan keluarga, sering kali secara turun-temurun. Dalam
perusahaan sangat besar lambat laun kapitalisme keluarga digeser oleh managerial
capitalism, yang di dalamnya keluarga wiraswasta digantikan oleh manajer dan
kepentingan perusahaan ditempatkan di atas kepentingan keluarga. Dengan semakin
berkembangnya perusahaan sehingga jangkauannya meluas ke luar perusahaan dan ke
arah penguasaan saham perusahaan lain serta ada yang berkembang menjadi konglomerat
dan perusahaan transnasional atau multinasional maka pola kepemimpinan
perusahaannya-pun mengalami perkembangan ke arah terbentuknya suatu jaringan
sehingga terbentuk pola institutional capitalism.
B. Sosialisme
Ideologi sosialisme bermula dari ketidakpuasan dengan terjadinya penderitaan,
ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan sebagal akibat berkembangnya industrialisasi
dan kapitalisme telah melahirkan gerakan sosial di berbagai negara Eropa abad 19, yang
bertujuan merombak masyarakat ke arah persamaan hak dan pembatasan terhadap hak
milik pribadi. Gerakan ini dipelopori oleh para tokoh apa yang dinamakan sosialisme
utopis.
Negara-negara yang menganut paham sosialis seperti penguasaan alat produksi dan
pengaturan distribusi komoditas dipegang penuh oleh oleh negara. pengaturan produksi
dan distribusi komoditas dasar negara dilaksanakan secara terpusat seperti yang
diterapkan oleh negara Tiongkok.
C. Perusahaan
Di dalam masyarakat sering kali kita menjumpai berbagai bentuk organisasi yang terlibat
dalam proses produksi dan distribusi barang dan jasa ini. Dalam bidang perindustrian
dikenal adanya oligopoli, yaitu industri yang didominasi beberapa perusahaan raksasa
yang menguasai pasar. Ada juga yang disebut dengan berat, yaitu kelompok perusahaan
seperti kelompok salim, Astra, Gudang Garam, Djarum, dan sebagainya. Di samping
perusahaan-perusahaan raksasa dijumpai adanya sejumlah besar usaha kecil yang
biasanya memiliki masalah seputar kekurangan modal karena kesulitan memperoleh
kredit usaha dan kerentanan terhadap fluktuasi besar.

II.6 Institusi Politik


Konsep Institusi politik diartikan sama dengan lembaga negara, secara terminologis
memiliki banyak istilah. Kepustakaan Inggris menggunakan istilah "political Institution,
sedangkan dalam kepustakaan Belanda dikenal dengan istilah "staat organen". Sementara
itu, bahasa Indonesia menggunakan istilah "lembaga negara atau badan negara". Istilah
institusi, dari bahasa latin, instituere, artinya sesuatu yang diwujudkan. Maksudnya,
institusi adalah kegiatan manusia yang berwujud. Lembaga politik adalah lembaga yang
mengatur pelaksanaan dan wewenang yang menyangkut kepentingan masyarakat agar
tercapai keteraturan dan tata tertib kehidupan bermasyarakat. Lembaga politik adalah
keseluruhan tata nilai dan norma terkait kekuasaan. Kekuasaan bergantung pada
hubungan antara yang berkuasa dan yang dikuasai. Kekuasaan selalu ada dalam setiap
masyarakat, yang sederhana maupun kompleks. Namun pada umumnya kekuasaan

12
tertinggi ada di organisasi tertinggi yang disebut negara. Lembaga politik lahir dari
serangkaian nilai dan norma yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan akan
kekuasaan, khususnya kekuasaan pada tingkat negara. Institusi politik merupakan bentuk
dari proses-proses sosial yang mengalur susunan masyarakat Ini menggambarkan bahwa
kepentingan kumpulan manusia tertentu dijaga dan dipertahankan oleh mereka melalui
proses penyertaan dan keterlibatan politik.
Dalam sistem pemerintahan negara terdapat tiga institusi politik utama yaitu Legislatif,
Eksekutif dan Kehakiman. Namun, fungsi beberapa institusi politik lain juga memainkan
peran dalam pemerintahan sebuah negara. Antara lain partai politik, birokrasi, dan
kelompok kepentingan. Menurut Kornblum, dasar politik persaingan untuk memiliki
kekuasaan. kekuasaan sendiri memungkinkan untuk dapat memaksakan kehendak
terhadap orang lain dan dilaksanakan dalam berbagai bidang kehidupan.
Perbedaan paling jelas antara kekuasaan dengan dominasi yaitu gimana dominasi
memerlukan suatu wewenang khusus atau legalisasi dalam memaksakan kewenangannya.
Weber membagi dominasi menjadi tiga jenis, yaitu dominasi kharismatik, dominasi
tradisional, dan dominasi legal-rasional.
Dominasi karismatik yaitu di mana sang pemimpin memiliki kemampuan yang luar biasa,
seperti nabi, rasul, dam pahlawan. Lalu dominasi tradisional yaitu Sang pemimpin
melanjutkan tradisi yang ditegakkan oleh pemimpin karismatik sebelumnya seperti
halnya pejabat yang mendapatkan jabatan dari orang tuanya. Ketiga adalah dominasi
legal-rasional kekuasaan didasari oleh aturan hukum yang dibuat dengan sengaja atas
dasar pertimbangan rasional.
Karena dasar politik adalah kekuasaan maka hal tersebut dapat mengarah pada konflik
yang terjadi di masyarakat. menurut seorang ahli sosiologi ia tidak melihat adanya
kombinasi antara konflik dan konsensus yang ada adalah masyarakat konflik atau
masyarakat harmonis. Alexis de tocqueville melihat adanya kemungkinan bagi konflik
dan konsensus untuk berjalan bersamaan. Ia sangat mengkhawatirkan dampak
industrialisasi, birokratisasi, dan nasionalisme terhadap sistem politik yang majemuk.
dikhawatirkan bahwa kekuasaan pusat akan sangat berkuasa tanpa ada yang mampu
menyaingi kekuasaannya.
Institusi politik memiliki kekuasaan dalam hal kewenangan terhadap orang lain dan
memerlukan aturan-aturan, agar yang diatur dan mangatur ini berjalan dengan baik. oleh
karena itu, diperlukan institusi politik untuk menaungi perihal tersebut.

13
14

BAB III
PENUTUP
III.1 Penutup
Menurut Koentjaraningrat (1964), institusi sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan
hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Institusi sosial
terdiri atas adat istiadat, tata kelakuan kebiasaan, dan unsur-unsur kebudayaan lainnya
yang secara langsung ataupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional.
Dalam makalah ini membahas institusi di berbagai bidang, yaitu di bidang keluarga,
bidang pendidikan, bidang agama, bidang politik, dan bidang ekonomi. Dalam institusi
keluarga, akan terbentuk norma-norma di dalam keluarga, seperti aturan mengenai
perkawinan sesuai dengan tipe keluarga tersebut yang mengatur boleh menikah dengan
siapa dan bentuk-bentuk perkawinan, aturan mengenai keturunan, dan pola menetap.
Agama merupakan suatu institusi yang mengatur kehidupan manusia. Agama dalam
sebuah institusi memiliki fungsi manifes (nyata) dan laten (tersembunyi) dan juga
memiliki disfungsi yang dapat menimbulkan konflik. Institusi agama memiliki
kesalingterkaitan dengan institusi keluarga, pendidikan, ekonomi, dan politik.
Pendidikan merupakan institusi yang juga mendapat perhatian besar dari para ahli
sosiologi. Para ahli sosiologi pendidikan membagi pokok bahasan menjadi tiga bagian,
yaitu makro, meso, dan mikro. Dalam institusi ekonomi, difokuskan pada pokok bahasan
seputar pasar dan pembagian kerja, interaksi antara pemerintah dan institusi ekonomi, dan
perubahan pada pekerjaan. Terdapat tiga ideologi ekonomi, yaitu kapitalisme, sosialisme,
dan perusahaan yang mempengaruhi perkembangan masyarakat.
Institusi politik adalah institusi yang mengatur pelaksanaan dan wewenang yang
menyangkut kepentingan masyarakat agar tercapai keteraturan dan tata tertib kehidupan
bermasyarakat. Dalam sistem pemerintahan negara terdapat tiga institusi politik utama
yaitu Legislatif, Eksekutif dan Kehakiman.

III.2 Kritik/Saran
Dengan mengetahui berbagai macam institusi di bidang keluarga, agama, pendidikan,
ekonomi, dan politik, kita juga akan mengetahui bahwa institusi-institusi tersebut
dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu tujuan tersebut ialah agar masyarakat
dapat bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam institusi
tersebut. Oleh karena itu, masyarakat tidak dapat bertindak semaunya sendiri demi
mewujudkan kedamaian dalam bermasyarakat. Namun aturan dalam institusi tidak hanya
harus dipatuhi oleh masyarakat biasa, tetapi juga oleh para petinggi negara
15

DAFTAR PUSTAKA
1. Kamanto Sunarto (2004), Pengantar Sosiologi, Edisi Revisi, Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta
2. J. Dwi Narwoko dan Bagong Suryanto (ed), (2007), Sosiologi, Teks Pengantar dan
Terapan, Kencana, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai