Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................4
A. Lembaga – lembaga Keagamaan........................................................................................4
1. PengertianLembaga Agama................................................................................................4
2. Unsur-unsur Agama............................................................................................................4
3. Fungsi-fungsiLembaga Agama...........................................................................................5
4. Macam-macam LembagaKeagamaan.................................................................................6
B. Lembaga Masyarakat..........................................................................................................6
1. Pengertian Lembaga Masyarakat........................................................................................6
2. Tujuan Lembaga Kemasyarakatan......................................................................................7
3. Proses Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan................................................................7
4. Sistem Penengendalian Sosial (Sosial Control)..................................................................9
5. Ciri-ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan......................................................................12
6. Tipe Lembaga Kemasyarakatan........................................................................................13
7. Bentuk-bentuk Umum Lembaga Kemasyarakatan...........................................................14
BAB III.....................................................................................................................................16
PENUTUP................................................................................................................................16
A. Simpulan..............................................................................................................................16
B. Saran....................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama merupakan suatu kepercayaan tertentu yang dianut sebagian besar
masyarakat yang merupakan tuntunan hidup. Agama, yang menyangkut kepercayaan-
kepercayaan serta berbagai prakteknya, benar-benar merupakan masalah sosial dan pada
saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia.Karena itu lahir
pertanyaan tentang bagaimana seharusnya dari sudut pandang sosiologis.
 Dalam pandangan sosiologi, perhatian utama terhadap agama adalah pada
fungsinya terhadap masyarakat. Istilah fungsi seperti kita ketahui, menunjuk kepada
sumbangan yang diberikan agama, atau lembaga sosial yang lain, untuk mempertahankan
(keutuhan) masyarakat sebagai usaha-usaha yang aktif dan berjalan terus-
menerus.Agama menurut kamus besar bahasa indonesia adalah sistem yang mengatur
tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada tuhan yang mahakuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bermasyarakat. Untuk membentuk
suatu masyarakat yang terarah, tidak menyimpang dan sesuai dengan tatanan hidup yang
sesuai dengan adat dan aturan yang berlaku, maka dalam beraktivitas manusia
membutuhkan suatu aturan yang berisi nilai dan norma. Aturan, nilai dan norma-norma
yang berada dalam masyarakat dan mengatur segala aktivitasnya disebut dengan lembaga
kemasyarakatan (sosial).
Selain itu, salah satu unsur penting dari kajian tentang struktur sosial adalah
lembaga kemasyarakatan, namun pembahasan tentang lembaga kemasyarakatan dalam
bagian ini sifatnya tidak menyeluruh, tetapi  hanya sekedar pengantar yang menyangkut
hal-hal pokok saja, mengingat pada bagian berikutnya, kajian tentang lembaga
kemasyarakatan ini akan dibahas secara terperinci; maksud penulisannya yaitu untuk
menggambarkan satu bagian dari struktur sosial sehingga kajiannya menjadi utuh. Unsur
penting lain dari struktur sosial adalah apa yang disebut sebagai lembaga sosial atau 
lembaga kemasyarakatan  juga biasa disebut dengan  institusi sosial  sebagai pengertian
dari konsep awal  social institutions, yaitu sebagai himpunan norma-norma segala
tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat;
Koentjaraningrat (1996) mengartikan social institutions ini sebagai  pranata sosial, yaitu
sebagai suatu system norma khusus yang menata serangkaian tindakan berpola mantap

1
guna memenuhi suatu keperluan yang khusus dalam kehidupan masyarakat. Dalam
bahasa sehari-hari istilah institution sering dikacaukan dengan institute, dalam pengertian
Koentjaraningrat di atas institution diartikannya sebagai pranata, sedangkan institute
diartikan sebagai lembaga; namun dalam  sosiologi, pengertian konsep itu tidak demikian
walaupun substansinya sebenarnya sama. Soerjono Soekanto (1998) mengartikan
institution sebagai lembaga dan institute sebagai  asosiasi,  untuk selanjutnya buku ini
lebih mengacu terhadap apa yang dikemukakan oleh Soekanto di atas1.  
Lembaga  kemasyarakatan ini selalu melekat dalam kehidupan masyarakat, tidak
dipersoalkan apakah bentuk masyarakat itu masih sederhana ataupun telah maju; setiap
masyarakat sudah tentu tidak akan terlepas dengan kompleks kebutuhan atau
kepentingan pokok yang apabila dikelompok-kelompokkan, terhimpun menjadi lembaga
kemasyarakatan, dan  wujud konkrit dari lembaga sosial disebut  asosiasi.  Sebagai
contoh, Universitas merupakan lembaga kemasyarakatan, sedangkan Universitas
Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, atau Universitas
Airlangga adalah contoh asosiasi. Selain kegunaan seperti di atas, lembaga
kemasyarakatan memuat arti penting dalam masyarakat, yaitu mengkondisikan
keteraturan dan menjaga  integrasi  dalam masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian lembaga agama?
2. Bagaimana pandangan lembaga agama dalam sosiologi serta pengaruh dalam
kehidupan masyarakat.
3. Apa yang dimaksud lembaga masyarakat?
4. Bagaimana tujuan lembaga kemasyarakatan?
5. Bagaimana proses pertumbuhan lembaga kemasyarakatan?
6. Bagaimana social control dalam masyarakat?
7. Apa ciri-ciri umum lembaga kemasyarakatan?
8. Apa tipe lembaga kemasyarakatan ?
9. Apa bentuk-bentuk umum lembaga kemasyarakatan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian lembaga masyarakat.
2. Menjelaskan tujuan lembaga kemasyarakatan.
1
Zaka. 2014. Pengertian Lembaga Sosial Menurut Para Ahli. (online),
(http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-lembaga-sosial-menurut-ahli.html. Diakses tanggal 12 juni
2023).

2
3. Menjelaskan proses pertumbuhan lembaga kemasyarakatan.
4. Menjelaskan social control.
5. Menjelaskan ciri-ciri umum lembaga kemasyarakatan.
6. Menjelaskan tipe lembaga kemasyarakatan.
7.  Menjelaskan bentuk-bentuk umum lembaga kemasyarakatan.
8. Apa pengertian lembaga agama?
9. Bagaimana pandangan lembaga agama dalam sosiologi serta pengaruh dalam
kehidupan masyarakat.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lembaga – lembaga Keagamaan
1. PengertianLembaga Agama
Agama merupakan suatu kepercayaan tertentu yang dianut sebagaian besar
masyarakat yang merupakan tuntunan hidup. Agama, yang menyangkut kepercayaan
kepercayaan serta berbagai prakteknya, benar-benar merupakan masalah social dan pada
saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia.
Agama menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada tuhan yang mahakuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Menurut William Kornblum, agama adalah sebagai jawaban logis terhadap
permasalahan dari keberadaan manusia yang membuat dunia menjadi berarti.Menurut
Horton dan Hunt, agama adalah sebuah sistem keyakinan dan sarana bagi sekelompok
orang untuk menafsirkan juga menanggapi terhadap hal yang mereka rasakan sebagai
suprantaural dan kudus (suci). Menurut Emile Durkheim, agama adalah suatu sistem
kepercayaan beserta praktiknya dalam suatu komunitas moral.
Sebagai sebuah lembaga sosial, agama berarti sistem keyakinan dan praktik
keagamaan yang penting dari masyarakat, sertatelah dibakukan dan dirumuskan,
sehingga dianut secara luas, dan dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan dan benar.
Asosiasi agama merupakan kelompok orang yang terorganisasi, yang secara bersama-
sama menganut keyakinan dan menjalankan praktik suatu agama.
Lembaga keagamaan adalah organisasi yang dibentuk oleh umat beragama dengan
maksud untuk memajukan kepentingan keagamaan umat yang bersangkutan di dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup keagamaan masing-masing umat beragama2.
2. Unsur-unsur Agama
Beberapa ilmuwan seperti Light, Killer, dan Calhoun (1989), memusatkan perhatian
pada unsur-unsur dasar suatu agama, yaitu sebagai berikut.
a. Kepercayaan
Setiap agama pasti memiliki kepecayaan seperti percaya kepada Tuhan, Nabi, dan
kitab.

2
https://www.scribd.com/document/363616130/Makalah-Lembaga-Agama# (Diakses Pada 12 Juni 2023)

4
b. Simbol
Setiap agama mengenal berbagai lambing atau simbol, baik itu berupa pakaian,
ucapan, tulisan maupun tindakan.
c. Praktek
Setiapajaran agama yang adamemilikipraktekkeagamaansepertisholat, kebaktian,
puasa, semedi, dan lain sebagainya.
d. Pemeluk
Agama memiliki sejumlah pemeluk/ pengikut.
e. Pengalaman keagamaan
Setiap pemeluk agama memiliki beberapa bentuk pengalaman keagamaan
3. Fungsi-fungsiLembaga Agama
Lembaga keagamaan yang ada di Indonesia pada umumnya berfungsi sebagai
berikut:
(a) Tempat untuk membahas dan menyelesaikan segala masalah yang menyangkut
keagamaan.
(b) Memelihara dan meningkatkan kualitas kehidupan beragama umat yang
bersangkutan.
(c) Memelihara dan meningkatkan kerukunan hidup antar umat yang bersangkutan.
(d) Mewakili umat dalam berdialog dan mengembangkan sikap saling menghormati
serta kerjasama dengan umat beragama lain.
(e) Menyalurkan aspires umat kepada pemerintah dan menyebarluaskan kebijakan
pemerintah kepada umat.
(f) Wahana silaturrahmi yang dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan
kekeluargaan.

Adapun menurut Bruce J. Choen, fungsi lembaga keagamaan, yaitu :


(a) Bantuan terhadap pencarian identitas moral.
(b) Memberikan penafsiran-penafsiran untuk membantu memperjelas keadaan
lingkungan fisik dan social seseorang.
(c) Peningkatan kadar keramahan bergaul, kohesisosial, dan solidaritas kelompok.

5
4. Macam-macam LembagaKeagamaan
Di Indonesia terdapat 6 agama yang diakui, dan masing-masing telah memiliki
lembaga keagamaan. Diantaranya:
1. Islam : Majelis Ulama Indonesia (MUI)
2. Kristen : Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI)
3. Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)
4. Hindu : Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)
5. Buddha : PerwakilanUmat Buddha Indonesia (Walubi)
6. Khonghucu : Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia
(Matakin)
B. Lembaga Masyarakat
1. Pengertian Lembaga Masyarakat
Istilah lembaga kemasyarakatan dalam bahasa Inggris adalah social institution.
Namun social institution juga diartikan sebagai pranata sosial. Hal ini dikarenakan
mengatur perilaku para anggota masyarakat.
Menurut Koentjoroningrat, lembaga kemasyarakatan adalah suatu norma khusus
yang menata suatu tindakan yang berpola untuk keperluan bagi manusia dalam
kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain lembaga adalah proses yang terstruktur
(tersusun) untuk melaksanakan berbagai kegiatan dengan  norma tertentu. Serta
menekankan pada sistem tata kelakuan atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan.
Menurut Paul Horton dan Chester L. Hunt, lembaga kemasyarakatan adalah sistem
norma-norma sosial dan hubungan-hubungan yang menyatukan nilai-nilai dan prosedur-
prosedur tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Menurut Peter L. Berger, lembaga kemasyarakatan adalah suatu prosedur yang
menyebabkan perbuatan manusia ditekan oleh pola tertentu dan dipaksa bergerak melalui
jalan yang dianggap sesuai dengan keinginan masyarakat.
Sehingga kesimpulannya, lembaga masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh
anggota masyarakat Warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan visi,
misi, profesi, fungsi dan kegiatan untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka
mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila, yang terdiri dari organisasi keagamaan, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi profesi, organisasi swasta, organisasi sosial, organisasi politik,
media massa, dan bentuk organisasi lainnya3.
3
Soekanto, Soerjono.  1983. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Sturktur Sosial. Jakarta: CV Rajawali.

6
2. Tujuan Lembaga Kemasyarakatan
Tujuan lembaga kemasyarakatan adalah sebagai berikut.
a. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus 
bertingkahlaku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam 
masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan pokok.
b. Menjaga kebutuhan masyarakat yang bersangkutan
c. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem 
pengendalian sosial (social control), artinya, sistem pengawasan dari masyarakat 
terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
3. Proses Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan
Supaya hubungan antarmanusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana
diharapkan, dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula norma-norma tersebut
terbentuk secara tidak disengaja. Namun lama kelamaan norma-norma tersebut dibuat
secara sadar. Misalnya, dahulu didalam jual-beli, seorang perantara tidak harus diberi
bagian keuntungan. Akan tetapi, lama kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara harus
mendapat bagiannya, di mana sekaligus ditetapkan siapa yang menanggung itu, yaitu
pembeli ataukah penjual. Norma-norma yang ada didalam masyarakat, mempunyai
kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang sampai
yang terkuat daya ikatnya.
Menurut Maclver dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima
oleh masyarakat. Selanjutnya, dikatakan bahwa apabila kebiasaan tersebut tidak semata-
mata dianggap sebagai cara perilaku saja. Akan tetapi, bahkan diterima sebagai norma-
norma pengatur, maka kebiasaan tadi disebutkan sebagai mores atau tata kelakuan.
Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang
dilaksanakan sebagi alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat
terhadap anggota-anggotnya. Tata kelakuan disuatu pihak memaksakan suatu perbuatan
dan di lain pihak melarangnya sehingga secara langsung merupakan alat agar anggota
masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. Tata
kelakuan sangat penting karena alasan-alasan berikut.
1. Tata kelakuan memberikan batas-batas pada perilaku individu. Tata kelakuan juga
merupakan alat yang memerintahkan dan sekaligus melarang seorang anggota
masyarakat melakukan suatu perbuatan.

7
2. Tata kelakuan mengidentifikasi individu dengan kelompoknya. Di satu pihak tata
kelakuan memaksa orang agar menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata
kelakuan kemasyarakatan yang berlaku. Di lain pihak mengusahakan agar
masyarakat menerima seseorang karena kesanggupannya untuk menyesuaikan diri.
3. Tata kelakuan menjaga solidaritas antaranggota masyarakat. Seperti telah diuraikan
di atas, setiap masyarakat mempunyai tata kelakuan, misalnya perihal hubungan
antara pria dengan wanita, yang berlaku bagi semua orang, dengan semua usia,
untuk segala golongan masyarakat, dan selanjutnya. Tata kelakuan menjaga
keutuhan dan kerja sama antara anggota-anggota masyarakat itu.
Tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku
masyarakat dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi custom atau adat istiadat.
Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat, akan menderita sanksi yang keras
yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlakukan. Norma-norma tersebut di atas,
setelah mengalami suatu proses pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga
kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (institutionalization),
yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian
dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Maksudnya ialah sampai norma itu oleh
masyarakat dikenal, diakui, dihargai, kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
Mengingat adanya proses termaksud di atas, dibedakan antara lembaga kemasyarakatn
sebagai peraturan (operative social institutions) dan yang sunguh-sungguh berlaku
(operative social institutions).
Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan apabila norma-norma tersebut
membatasi serta mengatur perilaku orang-orang, misalnya lembaga perkawinan
mengatur hubungan antara wanita dengan pria. Lembaga kemasyarakatan dianggap
sungguh-sungguh berlaku apabila norma-normanya sepenuhnya membantu pelaksanaan
pola-pola kemasyarakatan. Perilaku perseorangan yang dianggap sebagai peraturan
merupakan hal sekunder bagi lembaga kemasyarakatan.
Norma-norma tertentu sudah mulai melembaga apabila diketahui, namun taraf
pelembagaan rendah. Misalnya, apabila seorang pasien sudah mengetahui mengenai
norma-norma yang merupakan patokan perilaku di dalam hubungannya dengan seorang
dokter, norma tersebut sudah mulai melembaga pada taraf terendah. Taraf pelembagaan
akan meningkat apabila suatu norma dimengerti oleh manusia yang perilakunya diatur
oleh norma tersebut. Dengan sendirinya di samping mengetahui, maka seharusnya

8
manusia juga memahami mengapa ada norma-norma tertentu yang mengatur kehidupan
bersamanya dengan orang lain.
Apabila manusia memahami norma-norma yang mengatur kehidupan bersamanya,
maka akan timbul kecenderungan untuk menaati norma-norma tersebut. pentataan
tersebut merupakan perkembangan selanjutnya dari proses pelembagaan norma-norma
yang bersangkutan. Apabila norma tersebut diketahui, dimengerti, dan ditaati, maka tidak
mustahil bahwa norma tersebut kemudian dihargai. Penghargaan tersebut merupakan
kelanjutan proses pelembagaan pada taraf yang lebih tinggi lagi.
Proses pelembagaan sebenarnya tidak berhenti demikian saja, tetapi dapat
berlangsung lebih jauh lagi hingga suatu norma kemasyarakatan tidak hanya menjadi
institutionalized dalam masyarakat, tetapi menjadi internalized. Maksudnya adalah suatu
taraf perkembangan di mana para anggota masyarakat dengan sendirinya ingin
berperilaku sejalan dengan perilaku yang memang sebenarnya mematuhi kebutuhan
masyarakat. Dengan kata lain, norma-norma tadi telah mendarah daging (internalized).
Kadang-kadang dibedakan antara norma atau kaidah-kaidah yang mengatur pribadi
manusia dan hubungan antar pribadi. Kaidah-kaidah pribadi mencakup norma
kepercayaan yang bertujuan agar manusia beriman, dan norma kesusilaan bertujuan agar
manusia mempunyai hati nurani yang bersih. Kaidah antar pribadi mencakup kaidah
kesopanan dan kaidah hukum. Kaidah kesopanan bertujuan agar manusia bertingkah laku
dengan baik di dalam pergaulan hidup. Norma hukum pada dasarnya bertujuan untuk
mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban
dengan ketentraman.
4. Sistem Penengendalian Sosial (Sosial Control)
Pengendalian sosial dapat dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya
(misalnya seorang ibu medidik anak-anaknya untuk menyesuaikan diri pada kaidah-
kaidah dan nilai-nilai yang berlaku) atau mungkin dilakukan oleh individu terhadap suatu
kelompok sosial (umpamanya, seorang dosen pada perguruan tinggi memimpin beberapa
orang mahasiswa di dalam kuliah-kuliah kerja). Seterusnya pengendalian sosial dapat
dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompoklainnya, atau oleh suatu kelompok
terhadap individu. Itu semuanya merupakan proses pengendalian sosial yang dapat
terjadi dalam kehidupan sehari-hari, walau sering kali manusia tidak menyadari.
Dengan demikian, pengendalian sosial terutama bertujuan untuk mencapai
keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Atau, suatu

9
sistem pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian
antara kepastian dengan keadilan/kesebandingan.
Dari sudut sifatnya dapatlah dikatakan bahwa pengendalian sosial dapat bersifat
preventif atau represif, atau bahkan kedua-duanya. Prevensi merupakan suatu usaha
pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan pada keserasian antara kepastian
dengan keadilan. Sementara itu, usaha-usaha yang represif bertujuan untuk
mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan. Usaha-usaha preventif,
misalnya dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal, dan informal.
Sementara itu, represif berwujud penjatuhan sanksi terhadap para warga masyarakat
yang melanggar atau menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku.
Cara yang sebaiknya diterapkan di dalam suatu masyarakat yang secara relatif
berbeda dalam keadaan tentram, cara-cara persuasive mungkin akan lebih efektif
daripada penggunaan paksaan karena di dalam masyarakat yang tentram, sebagian
kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah melembaga atau bahkan mendarah daging di dalam
diri para warga masyarakat. Keadaan demikian bukanlah dengan sendirinya berarti
bahwa paksaan sama sekali tidak diperlukan.
Paksaan lebih sering diperlukan di dalam masyarakat yang berubah karena di dalam
keadaan seperti itu pengendalian sosial juga berfungsi untuk membentuk kaidah-kaidah
baru yang menggantikan kaidah-kaidah lama yang telah goyah. Namun demikian, cara-
cara kekerasan ada pula batas-batasnya dan tidak selalu dapat diterapkan karena biasanya
kekerasan atau paksaan akan melahirkan reaksi negatif, setidak-tidaknya secara
potensial. Reaksi yang negatif selalu akan mencari kesempatan dan menunggu saat di
mana agent of social control berada di dalam keadaan lengah. Bila setiap kali paksaan
diterapkan, hasilnya bukan pengendalian sosial yang akan melembaga, tetapi cara
paksaanlah yang akan mendarah daging serta berakar kuat.
Di samping cara-cara tersebut di atas, dikenal pula teknik-teknik seperti complution
dan pervation. Di dalam compultion, diciptakan situasi sedemikian rupa sehingga
seseorang terpaksa taat atau mengubah sikapnya, yang menghasilkan kepatuhan secara
tidak langsung. Pada pervasion, penyampaian norma atau nilai yang ada diulang-ulang
sedemikian rupa dengan harapan hal tersebut masuk dalam aspek bawah sadar seseorang.
Dengan demikian, orang tadi akan mengubah sikapnya sehingga serasi dengan hal-hal
yang diulang-ulang penyampaiannya itu.
Pendidikan, baik di sekolah maupun di luar sekolah, merupakan salah satu alat
pengendalian sosial yang telah melembaga baik pada masyarakat bersahaja maupun yang

10
sudah kompleks. Hukum di dalam arti luas juga merupakan pengendalian sosial yang
biasanya dianggap paling ampuh karena lazimnya disertai dengan sanksi tegas yang
berwujud penderitaan dan dianggap sebagai sarana formal.
Perwujudan pengendalian sosial mungkin adalah pemidanaan, kompensasi, terapi
ataupun konsiliasi. Standar atau patokan pemidanaan adalah suatu larangan yang apabila
dilanggar akan mengakibatkan penderitaan (sanksi negatif) bagi pelanggarnya. Dalam
hal ini kepentingan-kepentingan seluruh kelompok masyarakat dilanggar sehingga
inisiatif datang dari seluruh warga kelompok (yang mungkin dikuasakan kepada pihak-
pihak tertentu).
Pada kompensasi, standar atau patokannya adalah kewajiban, di mana inisiatif untuk
memprosesnya ada pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan akan meminta ganti
rugi karena pihak lawan melakukan cedera janji. Di sini ada pihak yang kalah dan ada
pihak yang menang sehingga halnya dengan pemidanaan, sifatnya adalah akusator.
Berbeda dengan kedua hal tersebut di atas, terapi maupun konsiliasi sifatnya
remedial, artinya bertujuan mengembalikan situasi pada keadaan semula (yakni sebelum
terjadinya perkara atau sengketa). Hal yang pokok bukanlah siapa yang menang atau
siapa yang kalah, tetapi yang penting adalah menghilangkan keadaan yang tidak
menyenangkan bagi para pihak (yang berarti adanya gangguan). Dengan demikian, pada
terapi dan konsiliasi, standarnya adalah normalitas dan keserasian atau harmoni. Pada
terapi, korban mengambil inisiatif sendiri untuk memperbaiki dirinya dengan bantuan
pihak-pihak tertentu, misalnya, pada kasus penyalahgunaan obat bius, di mana korban
kemudian sadar dengan sendirinya. Pada konsiliasi, masing-masing pihak yang
bersengketa mencari upaya untuk menyelesaikannya, baik secara kompromistis ataupun
dengan mengundang pihak ketiga.
Dengan adanya norma-norma tersebut, di dalam setiap masyarakat diselenggarakan
pengendalian sosial atau social control. Lazimnya yang diterapkan terlebih dahulu adalah
pengendalian sosial yang dianggap paling lunak, misalnya, nasihat-nasihat yang tidak
mengikat. Taraf selanjutnya adalah menerapkan pengendalian sosial yang keras. Di
dalam proses tersebut, norma hukum sebaiknya diterapkan pada tahap terakhir apabila
sarana-sarana lain tidak menghasilkan tujuan yang ingin dicapai. Sudah tentu bahwa di
dalam penerapannya senantiasa harus diadakan telaah terhadap masyarakat atau bagian
masyarakat yang dihadapi.
5. Ciri-ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan

11
Gillin di dalam karyanya yang berhudul General Features of Social Institution, telah
menguraikan beberapa ciri umum lembaga kemasyarakatan yaitu sebagai berikut4 :
1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola
perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.
Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat istiadatnya, tata kelakuan, kebiasaan, serta
unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung
tergabung dalam satu unit yang fungsional.
2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan.
Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan baru akan menjadi bagian
lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu relatif lama. Misalnya, suatu sistem
pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu
masa percobaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur lama
karena pada umumnya orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang
berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara.
3. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin
tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang
bersangkutan apabila dipandang dari sudut kebudayaan secara keseluruhan.
Pembedaan antara tujuan dengan fungsi sangat penting karena tujuan suatu lembaga
merupakan tujuan pula bagi golongan masyarakat tertentu dan golongan masyarakat
bersangkutan pasti akan berpegang teguh padanya. Sebaliknya, fungsi solsial lembaga
tersebut, yaitu peranan lembaga tadi dalam sistem sosial dan kebudayaan masyarakat
mungkin tak diketahui atau disadari setelah diwujudkan, yang kemudian ternyata
berbeda dengan tujuannya. Umpamanya lembaga perbudakan, yang bertujuan untuk
mendapatkan tenaga buruh yang semurah-murahnya, tetapi di dalam pelaksanaan
ternyata sangat mahal.
4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan, seperti bangunan, peralatan, mesin,
dan lain sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan
antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Misalnya, gergaji jepang dibuat
sedemikian rupa sehingga alat tersebut akan memotong apabila ditarik. Sebaliknya
gerjagi Indonesia baru memotong apabila didorong.

4
https://www.academia.edu/6922941/Makalah_lembaga_kemasyarakatan (Daikses pada 12 Juni 2023)

12
5. Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri khas lembaga kemasyarakatan.
Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi
lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh, masing-masing kesatuan-kesatuan
angkatan bersenjata, mempunyai panji-panji; perguruan-perguruan tinggi seperti
universitas, institut, dan lain-lainnya mempunyai lambang-lambangnya dan lain-lain
lagi. Kadang-kadang lambang tersebut berwujud tulisan-tulisan atau slogan-slogan.
6. Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis ataupun yang tak tertulis,
yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku, dan lain-lain. Tradisi tersebut
merupakan dasar bagi lembaga itu di dalam pekerjaannya memenuhi kebutuhan-
kebutuhan pokok masyarakat, di mana lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi
bagiannya.
6. Tipe Lembaga Kemasyarakatan
Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut. 
Menurut Gillin dan Gillin :
a) Dari sudut perkembangannya: 
- Crescive Institutions Bahan Ajar Pengantar Sosiologi 
Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si./ Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom
Lembaga-lembaga yang secara tidak sengaja tumbuh dari adat-istiadat masyarakat.
Contoh : hak milik, perkawinan, agama, dsb. 
- Enacted Institution 
Dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya lembaga utang-
piutang, lembaga perdagangan, dan lembaga-lembaga pendidikan, yang kesemuanya
berakar pada kebiasaan-kebiasaan masyarakat.
b) Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat: 
-Basic Institutions 
Lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan 
mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia, 
misalnya keluarga, sekolah-sekolah, segara, dsb. 
- Subsidiary Institutions 
Dianggap kurang penting. Misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi.
c) Dari sudut penerimaan masyarakat: 
- Approved-Socially Sanctioned Institutions 
Lembaga-lembaga yang diterima masyarakat, seperti sekolah, lembaga 
perdagangan, dsb. 

13
- Unsanctioned Institutions 
Lembaga-lembaga yang ditolak masyarakat, walau masyarakat kadang-kadang tidak
berhasil memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, pemeras pencoleng, dsb.
d) Dari sudut penyebarannya : 
- General Institutions 
Contoh : Agama merupakan suatu General Institutions, karena dikenal oleh hampir
semua masyarakat dunia. 
- Restricted Institutions 
Agama Islam, Katolik, Protestan, Budha, dan Hindu, merupakan Restricted
Institutions, karena dianut oleh masyarakat tertentu di dunia ini. 
e) Dari sudut fungsinya : 
- Operative Institutions Bahan Ajar Pengantar Sosiologi 
Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si./ Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom
Berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang
diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan. 
- Restricted Regulative 
Bertujuan untuk mengawasi adat-istiadat atau tata kelakukan yang tidak menjadi
bagian mutlak lembaga itu sendiri
7. Bentuk-bentuk Umum Lembaga Kemasyarakatan
             Dari sudut pandang kompleks atau  sederhananya suatu lembaga
kemasyarakat atau menentukan berapa banyak atau besar lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang ada dalam satu masyarakat, sebenarnya sukar untuk diukur, karena
hal ini tergantung dari sifat kompleks atau sederhananya kebudayaan suatu masyarakat.
Makin besar dan kompleks perkembangan suatu masyarakat, makin banyak  pula jumlah
lembaga kemasyarakatan yang ada. Namun untuk menentukan lembaga–lembaga
kemasyarakatan yang pokok, sekurangnya setiap masyarakat memiliki delapan buah
lembaga kemasyakatan berdasarkan fungsi untuk memenuhi keperluan hidupnya,  yaitu
yang menyangkut lembaga :
1. kekerabatan yang disebut juga sebagai kinship institutions, antara lain mencakup
lembaga perkawinan, tolong menolong antar kerabat, pengasuhan anak, sopan santun
pergaulan antar kerabat, dan lain-lain,
2. ekonomi  (produksi, mengumpulkan dan mendistribusikan hasil produksi, dan lain-
lain), antara lain mencakup pertanian, peternakan, berburu, industri, perbankan,
koperasi, dan sebagainya,

14
3. pendidikan, yaitu yang menyangkut pengasuhan anak, berbagai jenjang pendidikan,
4. pemberantasan buta huruf, perpustakaan umum, pers, dan sebagainya,
5. Ilmu pengetahuan, meliputi pendidikan, penelitian, metodologi ilmiah, dan 
6. Sebagainya,
7. Keindahan dan  rekreasi, menyangkut berbagai cabang kesenian, olah raga,
kesusateraan, dan sebagainya,
8. Agama, menyangkut peribadatan, upacara, semedi, penyiaran agama, doa,  kenduri,
ilmu gaib, ilmu dukun, dan sebagainya,
9. Kekuasaan, menyangkut pemerintahan, kepartaian, demokrasi, ketentaraan dan
sebagainya,
10. Kesehatan  atau  kenyamanan,  menyangkut kecantikan dan kesehatan, kedokteran,
11. pengobatan tradisional, dan sebagainya.
Penggolongan tersebut di atas tentu belum lengkap, karena di dalamnya belum
tercakup semua jenis lembaga kemasyarakatan yang mungkin terdapat dalam suatu
masyarakat. Hal-hal seperti kejahatan, prostitusi, banditisme, dan lain-lain, juga
merupakan lembaga kemasyarakatan. Disamping itu juga ada lembaga kemasyarakatan
yang memiliki sangat banyak aspek, sehingga mereka juga dapat ditempatkan di dalam
lebih dari satu golongan . Feodalisme, yang menciptakan suatu sistem hubungan antara
pemilik tanah dan penggarap, yang sebenarnya menyebabkan terjadinya  produksi dari
hasil bumi, dapat dianggap sebagai lembaga ekonomi; tetapi sebagai suatu sistem
hubungan antara pihak yang berkuasa dengan fihak yang dikuasai, feodalisme dapat
diangga sebagai lembaga politik. Selain itu dalam suatu masyarakat terdapat banyak
lembaga yang tidak secara khusus tumbuh dari dalam adat-istiadat masyarakat yang
bersangkutan, melainkan yang secara tidak disadari ataupun secara terencana diambil
dari masyarakat lain, seperti misalnya demokrasi parlementer, sistem kepartaian,
koperasi, perguruan tinggi, dan lainnya. Lembaga asing itu pada umumnya anya dapat
bertahan apabila lembaga-lembaga itu dapat diselaraskan dengan lembaga-lembaga yang
ada, kecuali apabila kegunaannya dapat disadari  dan difahami sepenuhnya oleh warga
masyarakat yang bersangkutan.

15
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Agama merupakan suatu kepercayaan tertentu yang dianut sebagaian besar
masyarakat yang merupakan tuntunan hidup. Agama, yang menyangkut kepercayaan
kepercayaan serta berbagai prakteknya, benar-benar merupakan masalah social dan pada saat
ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia.
Lembaga keagamaan adalah organisasi yang dibentuk oleh umat beragama dengan
maksud untuk memajukan kepentingan keagamaan umat yang bersangkutan di dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup keagamaan masing-masing umat beragama.
Lembaga agama merupakan suatu lembaga yang sangat penting untuk pemersatu
aspirasi manusia yang paling sublime, dimana saling berkaitan dengan lembaga-lembaga
social lainnya yang mempunyai pandangan sosiologi yang luas untuk di kembangkan dalam
kehidupan bermasyarakat
Lembaga masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga
Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan visi, misi, profesi, fungsi dan kegiatan
untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, yang terdiri dari
organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, organisasi swasta,
organisasi sosial, organisasi politik, media massa, dan bentuk organisasi lainnya.
Lembaga kemasyarakatan berasal dari istilah asing “social-institution” atau pranata-
sosial yaitu suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas
untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam suatu masyarakat.

B. Saran
            Untuk tercapainya tujuan lembaga kemasyarakatan, masyarakat harus saling bekerja
sama dan saling mengawasi terhadap tingkah laku anggota-anggotanya. Social control
memang sangat diperlukan dalam hal ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono.  1983. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Sturktur Sosial. Jakarta: CV
Rajawali.

Zaka. 2014. Pengertian Lembaga Sosial Menurut Para Ahli. (online),


(http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-lembaga-sosial-menurut-ahli.html.
Diakses tanggal 12 juni 2023).

https://www.scribd.com/document/363616130/Makalah-Lembaga-Agama# (Diakses Pada 12


Juni 2023)

https://www.academia.edu/6922941/Makalah_lembaga_kemasyarakatan (Daikses pada 12


Juni 2023)

17

Anda mungkin juga menyukai