Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

NANO TEKNOLOGI DAN TANAH JARANG

GURU: SRI BUDI RAHAYU


MATA PELAJARAN: KIMIA

DISUSUN OLEH:
ZAHARA HARYATI

SMA NEGERI 4 PAGAR ALAM


TAHUN AJARAN
2023/2024
BAB I
I. PENDAHULUAN
Stroberi merupakan sumber antioksidan alami yang baik (Wang dan Lin,
2000). Selain nutrisi seperti vitamin dan mineral, stroberi juga kaya akan
antosianin, flavonoid dan asam fenolik (Heinonen et al., 1998). Saat ini, konsumsi
buah dan sayuran segar telah meningkat perhatian karena tingginya nilai gizi yang
terkandung. Dengan demikian, masalah utama buah dan sayuran adalah sifatnya
yang mudah rusak sehingga menimbulkan banyak masalah. Saat ini, metode yang
paling umum digunakan adalah dengan pendinginan cepat setelah panen dan
penyimpanan suhu rendah (Han et al., 2004). Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi
alternatif untuk meminimalkan perubahan fisikokimia dan fisiologis stroberi yang
tidak diinginkan selama penyimpanan. Banyak teknik yang telah dipelajari dalam
hal memperpanjang umur simpan produk segar misalnya, suhu rendah dan
pengaturan kelembaban, kemasan atmosfer (terkontrol dan termodifikasi) dan
sebagainya. Namun, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, yang
kemudian mendominasi. Disamping itu nanoteknologi akhir-akhir ini mendapatkan
perhatian yang serius dari para ilmuwan, khususnya pada industri Food and
Beverages sebagai bahan kemas. Material nanokomposit merupakan salah satu
fokus untuk revolusi bahan kemas yang dapat membantu menjaga kualitas produk
terutama produk pasca panen. Berbagai penelitian yang dilakukan berdasar pada
pemikiran yang sangat sederhana, yaitu menyusun sebuah material yang terdiri atas
blok-blok partikel homogen dengan ukuran nanometer. Hasil penelitian tersebut
melahirkan sifat-sifat fisis yang jauh lebih baik dari material penyusunnya.
I.I TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu, untuk memahami pengaruh
karakterisasi kuantitatif, kualitatif dan pengaruh antibakteri dari nanokomposit
sebagai bahan kemasan,.
BAB II
II. ISI
II.I NANOTEKNOLOGI
Nanokomposit merupakan struktur padat dengan dimensi berskala
nanometer yang berulang pada jarak antar-bentuk penyusun struktur yang berbeda.
Material-materialnya terdiri atas padatan inorganik yang tersusun atas komponen
inorganik atau organik dalam beberapa bentuk kombinasi dengan pembatas antar
keduanya minimal satu molekul atau memiliki ciri berukuran nano. Secara umum,
semakin banyak partikel yang berinteraksi, semakin kuat pula partikel tersebut
(Hadiyawarman et al., 2008).
Nanopartikel perak adalah partikel logam perak yang memiliki ukuran
kurang dari 100 nm. AgNp memiliki banyak keunggulan, antara lain memiliki
aktifitas dengan spektrum yang luas baik terhadap bakteri (Sintubin et al., 2011),
kapang (Vivek et al., 2011), dan bahkan virus (Elechiguerra et al., 2005).
Kemampuan antimikroba perak, antara lain disebabkan karena kemampuannya
merusak dinding sel bakteri, menganggu metabolisme sel dan menghambat sintesis
sel mikroba. Metabolisme sel dapat dihambat karena adanya interaksi perak dengan
makromolekul di dalam sel, seperti protein dan DNA. Selain itu nanopartikel lain
yang sering digunakan sebagai bahan kemas meliputi nanopatikel silika.
Seiring perkembangan teknologi, penerapan konsep nanokomposit telah
terbukti menjadi pilihan yang menjanjikan untuk memperbaiki sifat-sifat sebagai
material dengan baik (Erdawati dan Riskiono, 2011). Penggunaan pelapis
pelindung dan kemasan yang sesuai di industri makanan telah menjadi topik yang
diminati karena berpotensi untuk meningkatkan umur simpan produk pangan (Giles
dan Bain, 2001). Nanoteknologi telah disebut-sebut sebagai revolusi berikutnya
pada banyak industri, termasuk pengolahan makanan dan pengemasan. Kemasan
antimikroba aktif merupakan generasi baru dari kemasan pangan nano berbahan
dasar nanokomposit logam yang dibuat dengan menggabungkan nanopartikel
logam ke dalam polimer film.
Hasil penelitian Damm et al (2007), membandingkan keberhasilan
poliamida 6 / nanoperak dan mikrokomposit, dilaporkan bahwa nanokomposit
dengan kandungan perak rendah menunjukkan peningkatan khasiat lebih baik
terhadap Escherichia coli dibanding mikrokomposit dengan kandungan perak jauh
lebih tinggi. Selanjutnya pada penelitian Li et al. (2009), Apel Fuji dengan nano-
SiOx / kitosan menjaga zat segar yang memiliki keawetan kualitas yang lebih baik.
Dan Teh hijau dengan kemasan nano lebih baik menjaga vitamin C, klorofil,
polifenol dan asam amino dibandingkan dengan kemasan normal
(Huang dan Hu, 2006).
Pada penelitian Emamifar et al. (2011), tingkat pertumbuhan mikroba dalam
jus jeruk berkurang secara signifikan dengan penggunaan kemasan bahan yang
mengandung perak dan nanopartikel ZnO, yang dapat memperpanjang umur
simpan jus jeruk segar sampai 28 hari tanpa efek negatif pada parameter sensorik.
Sesuai keterangan diatas telah diketahui bahwa perak dalam berbagai bentuk kimia
memiliki toksisitas yang kuat pada berbagai mikroorganisme. Secara khusus,
nanopartikel perak terbukti sebagai bahan antimikroba yang menjanjikan
(Spinardi, 2005).

II.II TANAH JARANG


Dengan berkembangnya peradaban dan teknologi yang pesat, kebutuhan
akan mineral semakin meningkat dan beragam. Tren terbaru dalam pengembangan
energi dan industri yang ramah lingkungan adalah menggunakan mineral sebagai
bahan baku sumber energi (baterai listrik), konversi energi (solar cell, wind turbin,
dll.), industri pertahanan, kendaraan listrik, Industri elektronika lainnya (industri
4.0) yang memerlukan beberapa jenis mineral seperti logam tanah jarang (LTJ),
litium, kobal, nikel, mangan, timah, grafit, kuarsit dan lain-lain.
Logam Tanah Jarang (LTJ) merupakan salah satu dari mineral strategis dan
termasuk “critical mineral” terdiri dari kumpulan dari unsur-unsur scandium (Sc),
lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium
(Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium(Tb), dysprosium
(Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan
yttrium (Y). Unsur-unsur tersebut sangat berperan dalam pengembangan industri
maju berbasis teknologi, dan untuk memperkuat hal tersebut dibentuk kesepakatan
6 kementerian/lembaga untuk pengembangan industri berbasis logam tanah jarang
(LTJ) yang terdiri dari beberapa kelompok kerja. Kelompok Kerja Inventarisasi
Dan Eksplorasi Sumber Daya Dan Cadangan Logam Tanah Jarang, yang diketuai
Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara dan Panas bumi (PSDMBP), Badan Geologi,
memiliki tugas melakukan survei, penelitian dan pengembangan, inventarisasi, dan
eksplorasi sumber daya dan cadangan di wilayah yang memiliki potensi LTJ.
Istilah logam tanah jarang didasarkan pada asumsi semula yang menyatakan
bahwa keberadaan LTJ ini tidak banyak dijumpai. Namun pada kenyataannya
kelimpahan LTJ ini melebihi unsur lain dalam kerak bumi. Keterdapatan LTJ
umumnya dijumpai dalam sebaran dengan jumlah yang tidak besar dan menyebar
secara terbatas. Seperti halnya thulium (Tm) dan lutetium (Lu) merupakan dua
unsur yang terkecil kelimpahannya di dalam kerak bumi tetapi 200 kali lebih
banyak dibandingkan kelimpahan emas (Au). Meskipun demikian unsur-unsur
tersebut sangat sukar untuk ditambang karena konsentrasinya tidak cukup tinggi
untuk ditambang secara ekonomis. Ketujuhbelas unsur logamini mempunyai
banyak kemiripan sifat dan sering ditemukan bersamasama dalam satu
endapan secara geologi.
Kelimpahan LTJ Dalam Kerak Bumi dan Batuan Beku konsentrasi unsur
logam termasuk LTJ untuk membentuk endapan ekonomis yang dapat dijadikan
komoditas tambang dalam proses pembentukannya selain dipengaruhi faktor fisika
dan kimia juga nilai kandungan unsur itu di dalam kerak bumi, karena semua proses
pembentukan tersebut berlangsung dalam kerak bumi. Proses yang berlangsung
baik dalam media larutan magmatis maupun fluida sisa magmatis (hidrotermal),
akan membawa unsur- unsur yang ada dalam kerak dan terkonsentrasikan pada
tempat tertentu sesuai kondisi lingkungan fisika dan kimia. Ketika magma naik ke
arah kerak bumi, terjadi perubahan komposisi sebagai respon terhadap variasi
tekanan, suhu dan komposisi batuan-batuan di sekelilingnya. Akibatnya terbentuk
jenis-jenis batuan yang berbeda dengan variasi pengayaan unsurunsur bernilai
ekonomis, termasuk unsur-unsur tanah jarang.
Pembentukan LTJ atas dasar studi cebakan Bayan Obo (Tiongkok)
menunjukkan bahwa cebakan terbentuk pada batuan karbonatit yang menyerupai
data pantai samudera dan berinteraksi dengan Kelompok Bayan Obo. Sementara
jenis cebakan primer LTJ lainnya terbentuk melalui proses replacement hidrotermal
terhadap batuan karbonat asal sedimenter. Larutan hidrotermal bisa berasal dari seri
intrusi karbonatit alkalin. Endapan yang cukup besar seperti itu memerlukan
struktur skala besar yang bertindak sebagai saluran untuk unsur biji.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dilakukan, dapat
dibuat beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Model rekonstruksi pendidikan sangat sesuai untuk mengenalkan topik nanosains
dan nanoteknologi dalam pembelajaran, karena model penelitian ini mengacu pada
kebutuhan untuk menyejajarkan antara isu-isu terkait konten sains dengan isu
pendidikan ketika tahapan pembelajaran dirancang dengan tujuan meningkatkan
pemahaman sains, sehingga dapat mendorong perkembangan tingkat literasi sains
siswa. Model ini secara teoritis mampu menganalisis pentingnya nanosains dan
nanoteknologi dalam pembelajaran dengan menggambarkan karakteristik dan
implikasi dari nanosains dan nanoteknologi.
2. Buku ajar yang disusun memiliki karakeristik sebagai berikut:
a. Memuat aspek pedagogik dalam mengorganisasi konten grafena dan
nanoteknologi yang disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa agar proses
pembelajaran memenuhi kriteria mudah diajarkan dan mudahdijangkau.
b. Mengkompositkan (menggabungkan) materi Ikatan Kimia dengan konteks
aplikasi yang ada pada kehidupan sehari-hari siswa. Konteks yang dipilih sesuai
dengan isu sosio-ilmiah yang diangkat pada pembelajaran berupa pengenalan
grafena (struktur, sifat dan karakteristiknya, serta aplikasinya dalam
nanoteknologi). Konteks ini juga disesuaikan dengan kurikulum yang mengacu
berdasarkan topik utamanya yaitu Ikatan Kimia.
c. Buku ajar menggunakan tahapan pembelajaran STL yang telah dilengkapi tahap
decision making. Dari analisis hasil validasi dengan metode CVR, diperoleh nilai
rata-rata CVI sebesar 0,83 untuk bahan ajar yang dikembangkan. Hal ini
menunjukkan bahwa bahan ajar tersebut sangat sesuai untuk digunakan kepada
siswa dalam pembelajaran di kelas.
3. Secara umum prakonsepsi serta literasi sains siswa mengenai nanosains dan
nanoteknologi sudah cukup baik. Wawasan mereka terhadap perkembangan
teknologi dan sains juga sudah cukup terbuka. Sikap mereka terhadap nanosains
dan nanoteknologi juga terlihat cukup baik. Terbukti dengan minat mereka untuk
mempelajari nanoteknologi yang mereka nilai sangat menarik. Topik nanosains dan
nanoteknologi juga sudah dapat dikenalkan dalam pembelajaran di kelas. Dari hasil
penelitian, rata-rata skor angket siswa adalah sebesar 4,24 dengan persentase
sebesar 86,7%. Hal ini menunjukkan bahwa tanggapan siswa terhadap topik
nanosains dan nanoteknologi adalah baik sekali. Pendapat guru mengenai
pengenalan topik nanosains dan nanoteknologidalam pembelajaran di kelas adalah
bahwa siswa perlu untuk dikenalkan mengenai nanosains dan nanoteknologi ini,
karena dengan mengenalkan topik ini kepada siswa dapat meningkatkan wawasan
dan minat siswa dalam mempelajari sains pada umumnya. Namun para guru perlu
untuk mengembangkan pengetahuan yang mereka miliki dan mempelajari
nanoteknologi secara lebih mendalam, baik melalui pencarian informasi dari
internet, melalui pelatihan, atau media lainnya, sebelum mengenalkan topik
nanosains dan nanoteknologi di kelas

Anda mungkin juga menyukai