Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

ENERGI ALTERNATIF BAHARI

KULTUR MIKROALGA

OLEH:
DWI NURYAN FITRI
NIM:
08051281924051
KELAS:
A

DOSEN PENGAMPU:
1. GUSTI DIANSYAH, S. Pi., M. Sc
2. DR. WIKE AYU EKA PUTRI, S. Pi., M. Si

LABORATORIUM OSEANOGRAFI DAN INSTRUMENTASI


KELAUTAN
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertambahan jumlah penduduk diringi dengan meningkatnya kebutuhan
energi untuk melakukan aktivitas baik pada sektor industri, rumah tangga, usaha
maupun lainya, membuat persediaan energi semakin menipis. Saat ini terjadi
ketergantungan energi yang berasal dari bahan bakar fosil dengan persedian
terbatas serta menimbulkan polusi. Telah banyak inovasi baru untuk menggantikan
bahan bakar fosil, salah satunya dengan energi listrik, namun pasokan energi listrik
masih terbatas, sementara konsumsi listrik setiap tahunnya terus meningkat sejalan
dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga diperlukan sumber
energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energy (Jonesti, 2017).
Pengembangan sumber bahan bakar alternatif yang terbarukan terus
dilakukan guna menjawab tantangan besar yang sementara dan akan dihadapi umat
manusia di muka bumi, yaitu ketersediaan energi bahan bakar. Kebutuhan energi
bahan bakar terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dan
meningkatnya kebutuhan dan ekonomi masyarakat. Hingga saat ini, pemenuhan
energi bahan bakar dunia, dan secara khusus di Indonesia masih bergantung
sepenuhnya pada bahan bakar yang berasal dari minyak bumi yang tidak terbarukan
yang mana di masa yang akan datang ketersediaannya semakin berkurang dan
akhirnya akan habis (Boroh, 2012).
Beberapa tahun terakhir telah banyak dilakukan penelitian untuk
mendapatkan sumber energi bahan bakar terbarukan pengganti bahan bakar yang
berasal dari minyak bumi, Salah satunya adalah pengembangan mikroalga. Banyak
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mikroalga memiliki potensi yang besar
sebagai sumber bahan bakar terbarukan karena memiliki kandungan minyak yang
dapat dijadikan sebagai bahan bakar biodiesel (Faris dan Maseha, 2015).
Selain kandungan minyak yang dimiliki, mikroalga juga dikenal sebagai
tumbuhan akuatik yang memiliki keunggulan dibandingkan sumber bahan bakar
lainnya, antara lain tidak membutuhkan lahan yang luar, mampu menghasilkan
biomassa dengan sangat cepat, serta mampu memanfaatkan CO2 dalam
pertumbuhannya sehingga mengurangi pencemaran udara. Dengan berkembangnya
teknologi di dunia pangan, budidaya pakan alami untuk ikan saat ini telah
mengalami perkembangan yang sangat pesat (Faris dan Maseha, 2015).
Berbagai macam pakan ikan untuk masing-masing jenis ikan tersedia, hal
disesuaikan dengan kebutuhan pangan jenis ikan tersebut. Dalam kegiatan budidaya
ikan, pakan memiliki peranan penting dalam peningkatan produksi. Pada budidaya
intensif, pertumbuhan ikan bergantung pada pakan buatan yang disuplai oleh
pembudidaya. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi, bergizi dan memenuhi
syarat untuk dikonsumsi ikan yang dibudidayakan, serta tersedia secara terus
menerus sehingga tidak mengganggu proses produksi dan dapat memberikan
pertumbuhan yang optimal. Pada budidaya intensif, lebih dari 60% biaya produksi
tersedot untuk pengadaan pakan (Anggraini, 2020).
Bahan baku utama dalam penyusunan ransum pakan ikan adalah tepung
ikan, karena tepung ikan merupakan bahan baku utama sumber protein dalam pakan
ikan. Umumnya tepung ikan mengandung protein sebanyak 60-70%, mengandung
lemak 6-14%, mengandung kadar air 4-12 %, mengundung kadar abu 6-18%.
Terdapat beberapa alga mikro yang berpotensi untuk dibudidayakan baik sebagai
pakan alami di bidang perikanan maupun sebagai sumber alternatif baru.
Penambahan alga dalam media budidaya ikan tidak hanya berfungsi sebagai pakan
secara langsung, tetapi berfungsi sebagai penyangga kualitas air dan pakan
zooplankton yang diberikan pada bak pemeliharaan. Dengan adanya alga tersebut
maka kualitas nutrisi zooplankton dapat dipertahankan (Naim, 2016).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini, yaitu:
1. Mahasiswa dapat mengetahui konsep kultur mikroalga.
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses melakukan kultur mikroalga.

1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum kali ini, yaitu:
1. Mahasiswa memahami konsep kultur mikroalga.
2. Mahasiswa memahami proses melakukan kultur mikroalga
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Energi Alternatif


Energi adalah ukuran dari kesanggupan benda untuk melakukan suatu
usaha. Energi berasal dari bahasa Yunani yaitu Energia yang berarti kemampuan
untuk melakukan usaha. Sedangkan menurut KBBI energi secara garis besarnya
didefinisikan daya atau kekuatan yang akan diperlukan untuk dapat melakukan
berbagai rangkaian proses kegiatan. Konsumsi energi dunia terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya, yaitu 406 quadrillion Btu pada tahun 2000 menjadi
500 quadrillion Btu pada tahun 2010 (Kholiq, 2015).
Menurut US Energy Information Administration (2010), konsumsi energi
dunia sebagian besar berasal dari bahan bakar minyak yaitu 34,57%, kemudian
diikuti gas 10 alam 23,45%, batu bara 26,04%, nuklir 5,53% dan bahan bakar
terbarukan 10,41%. Peningkatan kebutuhan akan bahan bakar fosil ini serta
keterbatasan terhadap cadangan persediaan sumber minyak bumi dunia
menyebabkan krisis energi di dunia. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil
sebagai sumber energi utama juga merupakan salah satu faktor utama makin
meningkatnya kadar gas karbondioksida di udara yang menyebabkan timbulnya
pemanasan global (Agung, 2013).
Energi alternatif berarti energi yang bukan berasal dari sumber energi
konvensional (bahan bakar fosil). Salah satu bentuk energi terbarukan atau
alternatif ialah pemanfaatan energi alam, seperti energi angin, surya, dan
gelombang pasang surut. Namun, penggunaan energi ini membutuhkan teknologi
penyimpanan yang baik (Padang et al. 2020).

2.2 Definisi Mikroalga


Alga adalah organisme dengan struktur yang sederhana tidak memiliki akar,
batang, atau daun. Mikroalga merupakan alga yang berukuran mikroskopik bersifat
uniseluler memiliki kemampuan fotosintesis sehinga disebut juga sebagai
organisme fotosintetik penghasil-oksigen. Organisme ini bertindak sebagai salah
satu sumber makanan pokok di dasar jaring makanan laut. Alga uniseluler atau
biasa disebut mikroalga biasanya tumbuh fotosintentik di alam tetapi beberapa
spesies juga memiliki kemampuan untuk tumbuh secara heterotropik yang
mengandalkan pada substrat karbon organik untuk energi (Gultom, 2018).
Kurva pertumbuhan mikroalga khas, dimulai dengan periode lag atau
adaptasi diikuti oleh pertumbuhan yang cepat selama fase eksponensial dan
akhirnya berhenti bereplikasi karena penipisan gizi selama fase stasioner.
Mikroalga yang biasa dikenal dengan fitoplankton memiliki keragaman ukuran
mulai dari diameter hanya 0,2-2,0 nm hingga kelps raksasa dengan daun dengan
panjang hingga 60 nm. Ekologi dan habitat berkoloni, struktur selular, tingkat
organisasi dan morfologi, pigmen untuk fotosintesis, dan tipe sejarah hidupnya
mencerminkan asal-usul evolusi yang beragam menghasilkan kumpulan organisme
yang heterogen, termasuk spesies prokariot dan eukariot (Putri, 2019).
Alga biasanya merujuk pada mikroalga dan kelompok mikroorganisme
yang sangat beragam yang dikenal sebagai ganggang mikro. Jumlah spesies alga
telah diperkirakan mencapai 1-10000000 dan kebanyakan dari alga adalah
mikroalga. Alga tidak memiliki akar, daun, batang dan pembuluh xilem dan floem.
Selain itu, alga tidak membentuk embrio diploid multiseluler. Namun alga dan
tumbuhan memiliki kesamaan dalam memproduksi senyawa hasil metabolisme
yang digunakan untuk melindungi diri dari predator dan parasit (Kurnia, 2016).

2.3 Fotosintesis Mikroalga


Menurut (Prayitno, 2016), Fotosintesis adalah proses yang mengubah
karbon dioksida (CO2) menjadi senyawa organik menggunakan energi cahaya.
Mikroalga merupakan mikroorganisme fotoautrotof. Mikroalga membutuhkan
sinar matahari untuk membantu metabolismenya dengan mengubah CO2 menjadi
komponen organik (CH2O) dan membebaskan oksigen (O2) dengan bantuan
cahaya matahari . CH2O yang mewakili komponen organik yang berguna sebagai
komponen pembangun sel pada pertumbuhan. Fotosintesis mambutuhkan air
(H2O) yang berfungsi sebagai substrat tambahan. Sumber energi cahaya alami
adalah matahari yang memiliki spektrum cahaya infra merah (tidak kelihatan),
merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu dan ultra ungu (tidak kelihatan).
Pada proses fotosintesis, cahaya yang digunakan adalah spektrum cahaya
tampak, dari ungu sampai merah. Infra merah dan ungu tidak digunakan dalam
fotosintesis. Dalam fotosintesis, dihasilkan karbohidrat dan oksigen. Oksigen
merupakan hasil sampingan dari fotosintesis dimana volumenya dapat diukur. Oleh
sebab itu, untuk mengetahui tingkat produksi fotosintesis adalah dengan mengatur
volume oksigen yang dikeluarkan dari tumbuhan (Cecilia dan Kristian, 2017).

2.4 Fase Pertumbuhan Mikroalga


Pertumbuhan sel dapat diamati dengan melihat pertumbuhan sel atau
mengamati ukuran sel dalam satuan tertentu. Cara kedua lebih sering digunakan
untuk mengetahui pertumbuhan mikroalga dalam media kultur dengan menghitung
kepadatan sel atau kelimpahan sel setiap waktu. Selama pertumbuhan, mikroalga
mengalami beberapa tahap fase pertumbuhan. Fase adaptasi Pada fase ini
peningkatan paling signifikan terlihat pada ukuran karena secara fisiologis
mikroalga menjadi sangat aktif (Tewal et al. 2021).
Metabolisme terjadi tetapi pembelahan sel terjadi sangat sedikit disebabkan
oleh adaptasi sel dengan lingkungan baru. Fase logaritmik (fase eksponensial) Fase
ini dimulai dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang meningkat
secara intensif. Jika kondisi kultur optimum maka laju pertumbuhan dapat
mencapai nilai maksimal. Pada fase ini merupakan fase terbaik untuk memanen
metabolit primer. Fase stasioner yaitu fase dimana medium pertumbuhan
mikroorganisme kekurangan nutrien yang dibutuhkan untuk mikroorganisme
tumbuh sehingga pembelahan sel tidak secepat fase eksponensial. Fasa kematian
pada mikroorganisme disebabkan karena nutrien pada medium habis hingga sel
tidak mengalami pertumbuhan dan mencapai fase kematian (Novianti et al. 2017).

2.5 Kultur Mikroalga


Media pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu media alami
dan media sintetik. Media sintetik dibuat dengan mengidentifikasi komposisi dari
media pertumbuhan alami mikroalga. Media sintetik dapat dimodifikasi dengan
komposisi nutrisi lain untuk mendapatkan kondisi optimum pertumbuhan
mikroalga. Media sintetik yang sering digunakan dalam kultur mikroalga adalah
Bold Bassal Medium, Conwy, Walne, dan NPFe. Pertumbuhan mikroalgaakan
dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien dalam media pertumbuhannya. Makronutrien
dalam media yang dibutuhkan yaitu berupa C, H, O, N, P, K, S, Ca, Na dan unsur
mikronutrien yaitu Fe, Cu, Mg, Co, Mn, B, Zn (Widiyanto et al. 2014).
III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Energi Alternatif Bahari dilaksanakan secara virtual melalui
aplikasi Zoom pada hari Selasa, 26 Oktober 2021 pada pukul 08.30 WIB sampai
dengan selesai. Bertempat di Vila Nusa Indah 2 Blok Z.9/75 Bojong Kulur, Kec.
Gunung Putri, Kab. Bogor, Jawa Barat 16969.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini, yaitu:
No. Nama Alat Fungsi
1. Kertas label Untuk memberi label toples
2. Toples kaca 3 liter Wadah kultur
3. Lampu tl 36 watt Penghasil cahaya
4. Aerator, batu dan selang Alat aerasi
5. Erlenmeyer Wadah incolum sampel
6. Gelas ukur Mengukur volume media
7. Kuvet Wadah pengukuran sampel
8. SRCC dan cover glass Penghitung mikroalga
9. Mikroskop Mengamati mikroalga
10. Spectrofotometer Mengukur pertumbuhan
mikroalga
11. Hand refraktometer Mengkukur salinitas air
12. Thermometer Mengkur suhu air
13. pH meter Mengukur pH air
14. DO Meter Mengkur kadar oksigen
15. Kompor dan Panci Merebus sampel
16. Timbangan analitik Menimbang sampel
17. Tisu Mengeringkan alat
18. Centrifuge Memisahkan minyak
19. Pipet tetes Mengambil sampel
20. Tabung reaksi Wadah sampel

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja yang digunakan pada praktikum kali ini, yaitu:

Pertama sediakan media air laut sebanyak 700 ml kemudian dimasukkan ke


dalam wadah toples lalu di tambah inokulum dan pupuk conwy.

Selanjutnya laju pertumbuhan mikroalga di ukur setiap 24 jam sekali dan


kualitas air juga
Lalu sampel mikroalga bubuk ditimbang sebanyak 3 gram

Setelah itu sampel di masukkan ke dalam centrifuge, tambahkan 9 ml


(kloroform, methanol, akuades) centrifuge 3000 rpm dengan durasi 15 menit

Dan terbentuk dua fase, cair di bagian atas dan fase


endapan organik di bagian bawah

Kemudian endapan organik di ambil lalu di masukkan ke tabung reaksi yang


sudah diketahui beratnya

Terakhir endapan organik disimpan pada suhu ruang terbuka selama 3 hari
agar kloroform menguap sehingga tersisa minyakan saja
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pupuk Conwy

Mikroalga adalah organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler


yang umumnya dikenal dengan sebutan fitoplankton. Fitoplankton bagian dari
plankton yang dapat melakukan fotosintesis. Berdasarkan warna pigmentasi, alga
yang termasuk ke dalam fitoplankton terbagi ke dalam beberapa jenis yaitu
Chlorophyta (alga hijau), Chrysophyta (ganggang keemasan), Pyrrhophyta (alga
api), Euglenophyta, Cyanophyta/Cyanobacteria (alga hijau-biru).
Kultur murni plankton adalah kultur yang dilakukan di ruangan tertutup atau
laboratorium dengan tujuan mendapatkan spesies murni (monospesies). kegiatan
kultur murni meliputi tahapan sterilisasi alat dan bahan, isolasi, kultur media agar
dan penyimpanan bibit. Dalam proses kultur diatom dibutuhkan media yang
mengandung nutrisi dalam mendukung pertumbuhan plankton. Kultur sel
mikroalga pada sistem semi terbuka dengan skala semi massal memerlukan
perhatian yang cukup serius, terutama dalam penyediaan unsur hara (pupuk) di
dalam media hidupnya.
Unsur hara/nutrien dalam media kultur ini sangat penting untuk menjaga
kuantitas, kualitas dan kestabilan produksi mikroalga. Conwy adalah media yang
terbaik terhadap kelimpahan sel pada puncak populasi dan nilai nutrisi alga, karena
mengandung protein serta lemak yang lebih tinggi. Pupuk conwy merupakan nutrisi
tambahan yang biasa digunakan pada media kultur, namun harga pupuk ini relatif
mahal yaitu sekitar 400.000/L.
4.2 Analisis Pertumbuhan Mikroalga

Nutrien atau unsur hara merupakan parameter penting yang mendukung


pertumbuhan mikroalga. Secara umum defisiensi nutrien pada mikroalga
mengakibatkan penurunan protein, pigmen fotosintesis, serta kandungan produk
karbohidrat dan lemak. Konsentrasi nutrien untuk mikroalga yang dikultur secara
umum lebih tinggi daripada yang ada di alam. Dalam kultur mikroalga ditambahkan
nutrien antara lain nitrat, phospat, dan silikat untuk memenuhi kurangnya
kandungan nutrien pada air laut alami.
Fase logaritmik (fase eksponensial), fase ini dimulai dengan pembelahan sel
dengan laju pertumbuhan yang meningkat secara intensif. Jika kondisi kultur
optimum maka laju pertumbuhan dapat mencapai nilai maksimal. Pada fase ini
merupakan fase terbaik untuk memanen metabolit primer. Fase stasioner yaitu fase
dimana medium pertumbuhan mikroorganisme kekurangan nutrien yang
dibutuhkan untuk mikroorganisme tumbuh. Fasa kematian pada mikroorganisme
disebabkan karena nutrien pada medium habis hingga sel tidak mengalami
pertumbuhan dan mencapai fase kematian
Dari grafik diatas dapat dikatakan bahwa laju pertumbuhan mikroalga
mencapai fase eksponensial pada hari ke-10 sebesar 5 x 10⁶ sel/mL, lalu pada hari
ke-11 mulai mengalami penurunan yang disebut fase stasioner sebesar 4,5 x 10⁶
sel/mL. Kemudian pada hari ke-16 mikroalga mengalami fase kematian dengan
jumlah sel menjadi 2,5 x 10⁶ sel/mL.
4.3 Pengaruh Temperatur, Aerasi, Ph dan Cahaya Terhadap Pertumbuhan
Mikroalga

Mikroalga merupakan organisme mikroskopis yang diketahui memiliki


kemampuan fotosintesis yang sangat efisien. Organisme ini di alam umumnya
bersifat sebagai fitoplankton yang bertindak sebagai penyusun metabolit sekunder.
Mikroalga merupakan salah satu fitoplankton yang paling menarik di bidang
bioteknologi kelautan karena menjadi memiliki manfaat yang begitu banyak bagi
kehidupan umat manusia. Sebagai contoh adalah kandungan makromolekul dalam
biomassa mikroalga yang telah banyak diteliti dan dimanfaatkan sebagai sumber
energi alternatif, pengganti bahan bakar fosil, seperti biodiesel.
Terkait dengan tingginya permintaan untuk memenuhi manfaat tersebut,
maka kultivasi merupakan cara untuk memenuhi kebutuhan stok biomassa
mikroalga. Proses kultivasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang secara
langsung akan mempengaruhi pertumbuhan dari mikroalga. Faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga diantaranya temperatur,
aerasi, pH dan cahaya. Kondisi lingkungan saat kultivasi tidak hanya berpengaruh
terhadap pertumbuhan sel tetapi juga berpengaruh terhadap kestabilan dari senyawa
antioksidan mikroalga.
Peningkatan temperatur hingga batas tertentu akan merangsang aktivitas
molekul meningkatnya laju difusi dan juga laju fotosintesis peningkatan suhu pada
mikro alga akan meningkatkan laju metabolisme sel yang akan berlangsung
aktivitas metabolisme sehingga laju difusi akan meningkat seiring dengan
meningkatnya temperatur. Laju fotosintesis pada mikro alga yang diberi aerasi akan
memacu sintesis karbohidrat. Karbohidrat yang berlebihan dalam sel mikroalga
akan dikonversi dalam bentuk total lipid.
Derajat keasaman (pH) berpengaruh terhadap kelarutan dan ketersediaan
ion mineral sehingga mempengaruhi penyerapan nutrient oleh sel. Perubahan nilai
pH yang signifikan dapat mempengaruhi kerja enzim dan menghambat proses
fotosintesis dan pertumbuhan mikroalga. Intensitas cahaya merupakan faktor
terpenting dalam laju pertumbuhan mikro alga intensitas cahaya sangat diperlukan
dalam proses fotosintesis karena hal ini berhubungan dengan jumlah energi yang
diterima oleh mikroalga untuk melakukan fotosintesis.
V KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini, yaitu sebagai
berikut:
1. Conwy adalah media yang terbaik terhadap kelimpahan sel pada puncak
populasi dan nilai nutrisi alga, karena mengandung protein serta lemak yang
lebih tinggi.
2. Peningkatan temperatur hingga batas tertentu akan merangsang aktivitas
molekul meningkatnya laju difusi dan juga laju fotosintesis.
3. Laju fotosintesis pada mikro alga yang diberi aerasi akan memacu sintesis
karbohidrat. Karbohidrat yang berlebihan dalam sel mikroalga akan dikonversi
dalam bentuk total lipid.
4. Derajat keasaman (pH) berpengaruh terhadap kelarutan dan ketersediaan ion
mineral sehingga mempengaruhi penyerapan nutrient oleh sel.
5. Intensitas cahaya sangat diperlukan dalam proses fotosintesis karena hal ini
berhubungan dengan jumlah energi yang diterima oleh mikroalga untuk
melakukan fotosintesis.
DAFTAR PUSTAKA

Agung AI. 2013. Potensi sumber energi alternatif dalam mendukung kelistrikan
nasional. Pendidikan Teknik Elektro Vol. 2 (2) : 893-894
Anggraini D. 2020. Modifikasi kondisi kultur dengan penambahan glukosa pada
media untuk peningkatan biomassa Galdiera sp. Sebagai bahan baku pakan
alami. [Skripsi]. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah. Jakarta. Halaman 7-8
Boroh R. 2012. Pengaruh pertumbuhan Chlorella sp. pada beberapa kombinasi
media kultur. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Hasanuddin. Makassar. Halaman 4
Cecilia dan Kristian WD. 2017. Pengaruh siklus pencahayaan terhadap
pertumbuhan dan produktivitas lipid mikroalga Botryococcus braunii
termutasi uv-b dan alami. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Industri. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Halaman 4
Faris M dan Maseha RF. 2015. Pengaruh CO2 dan salinitas terhadap pertumbuhan
mikroalga Spirulina platensis dan Botryococcus braunii sebagai pakan
alami ikan bandeng (Chanos chanos). [Skripsi]. Fakultas Teknologi
Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Halaman 7-8
Gultom SO. 2018. Mikroalga: Sumber energi terbarukan masa depan. Kelautan
Vol. 11 (1) : 95-96
Jonesti WP. 2017. Pemanfaatan sedimen Muaro Padang penghasil energi listrik
menggunakan teknologi Sediment Microbial Fuel Cell (SMFC). [Skripsi].
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas
Padang
Kholiq I. 2015. Pemanfaatan energi alternatif sebagai energi terbarukan untuk
mendukung subtitusi BBM. IPTEK Vol. 19 (2) : 76-77
Kurnia I. 2016. Optimasi pertumbuhan dan hidrolisis lignoselulosa dari mikroalga
Chlorella vulgaris untuk meningkatkan kadar glukosa sebagai bahan baku
bioethanol. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Andalas. Padang. Halaman 4
Naim MA. 2016. Pengaruh penambahan natrium nitrat (NaNO3) terhadap
kandungan lutein pada mikroalga Botryococcus braunii. [Skripsi].
Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Halaman 6-7
Novianti T, Zainuri M, dan Widowati I. Studi tentang pertumbuhan mikroalga
Chlorella vulgaris yang dikultivasi berdasarkan sumber cahaya yang
berbeda. Mangifera Edu Vol. 1 (2) : 3-4
Padang YA, Mirmanto, Syahrul, Sinarep dan Pandiatmi P. 2020. Pemanfaatan
Energi Alternatif dan Terbarukan. Karya Pengabdian Vol. 2 (2) : 77-78
Putri DL. 2019. Optimasi pH pertumbuhan mikroalga Spirulina sp. menggunakan
air laut yang diperkaya media walne. [Skripsi]. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. Halaman 9
Prayitno J. 2016. Pola pertumbuhan dan pemanenan biomassa dalam fotobioreaktor
mikroalga untuk penangkapan karbon. Teknologi Lingkungan Vol. 17 (1) :
46-47
Tewal F, Kemer K, Rimper JRTSL, Mantiri DMH, Pelle WE, Mudeng JD. 2021.
Laju pertumbuhan dan kepadatan mikroalga Dunaliella sp. pada pemberian
timbal asetat dengan konsentrasi yang berbeda. Pesisir dan Laut Tropis
Volume 9 (1) : 31
Widiyanto A, Susilo B, Yulianingsih R. 2014. Studi kultur semi-massal mikroalga
Chlorella sp. pada area tambak dengan media air payau (di Desa
Rayunggumuk, Kec. Glagah, Kab. Lamongan). Bioproses Komoditas
Tropis Vol. 2 (1) : 6

Anda mungkin juga menyukai