Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Energi sangat penting bagi kelangsungan kehidupan manusia. Karena dengan adanya energi
akan memudahkan pekerjaan manusia, seperti energi listrik, minyak, gas dan lain-lain. Gas merupakan
salah satu energi yang paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dewasa ini, penggunaan
gas merupakan kebutuhan pokok. Gas yang digunakan adalah gas yang diambil dari persediaan
minyak bumi. Seperti yang kita ketahui, bahwa persediaan minyak bumi semakin hari semakin
menipis.

Meningkatnya harga jual bahan bakar atau gas menjadi pokok permasalahan masyarakat.
Berkurangnya sumber bahan bakar minyak dan gas mengharuskan masyarakat untuk mencari sumber
alternatif lain seperti,pembaharuan energi dengan mengganti pemakaian bahan bakar minyak atau gas
alam.

Alternatif lain yang bisa digunakan untuk menggantikan bahan bakar minyak atau gas alam
yaitu melalui program pengembangan teknologi renewable energy.Sumber renewable energy yang
mampu menyumbangkan andil dalam usaha memenuhi kebutuhan bahan bakar adalah biogas. Bahan
dasar biogas dapat berasal dari limbah pertanian, kotoran hewan, dan manusia, serta limbah organik
lainnya(Abdulkareen A.S. 2005).

Sagu merupakan salah satu komoditi yang tinggi kandungan karbohidrat sehingga dapat
digunakan sebagai sumber karbohidrat disamping beras, jagung, dan singkong. Potensi produk sagu di
Indonesia diperkirakan sebesar 2 juta ton per tahun. Luas areal tanaman di Indonesia diperkirakan
terdiri dari 1.250.000 Ha berasal dari hutan dan 148.000 Ha areal perkebunan.

Daerah penghasil sagu terbesar salah satunya adalah Riau tepatnya di Kabupaten Kepulauan
Meranti. Luas area tanaman sagu di kabupaten termuda di Provinsi Riau ini sekitar 44.657 Ha (BPS,
2006). Kurang lebih 2,98 % luas tanaman sagu Nasional. Produksi sagu(tepung sagu) di Kepulauan
Meranti pertahun mencapai 440.339 ton ( tahun 2006).

Produktivitas lahan tanaman sagu per tahun dalam menghasilkan tepung sagu di Kepulauan
Meranti mencapai 9,89 ton Ha.Proses pengolahan hasil pertanian menghasilkan produk dan buangan
berupa limbah. Limbah yang tidak dimanfaatkan mampu merugikan produsen bila tidak dikelola
dengan baik.Industri sagu umumnya melakukan proses pengolahan didaerah yang dekat sumber air
seperti dipinggir sungai atauapaun dianak sungai, karena batang sagu yang berasal dari perkebunan
1
atau hutan dibawa ketempat produksi dengan menggunakan alat transportasi air. Menurut Bujang dan
Ahmad(2000), untuk mengasilkan 1 kg tepung sagu akan dihasilkan sekitar 20 liter air limbah. Bila
hal ini terus menerus maka akan terjadi akumulasi limbah sagu yang akan mengakibatkan pencemaran
air sungai(Amos, 2010).

Air limbah sagu mengandung bahan organik dalam jumlah besar. Kandungan bahan organik
yang terdapat dalam limbah sagu yaitu berupa pati, serat, lemak, dan protein. Menurut Phang et al.
(2000) dalam singhal et al. (2008) air limbah industri sagu memiliki rasio karbon, nitrogen, dan posfor
yang sangat tinggi yaitu (105:0,12:1). Bahan organik yang sangat cukup tinggi dalam air limbah akan
mempengaruhi kebutuhan oksigen mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik tersebut.

Biogas sendiri dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif untuk menggantikan sumber
energi fosil yang jumlahnya semakin sedikit. Harapannya penelitian ini dapat membantu mengurangi
masalah lingkungan dengan cara memanfaatkan limbah sagu sebagai bahan baku biogas sehingga
dapat digunakan bahan bakar sehari-hari yang murah dan ramah lingkungan. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk mengambil judul “Peran Limbah Sagu Sebagai Energi Baru Terbarukan Untuk
Mewujudkan Kemandirian Energi”

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa kandungan yang terdapat dalam limbah sagu sehingga dapat menghasilkan energi baru
terbarukan?
2. Bagaimana proses pemanfaatan limbah sagu menjadi biogas sederhana?
3. Bagaimana peran limbah sagu dalam mewujudkan kemandirian energi?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam limbah sagu sehingga dapat menghasilkan
energi baru terbarukan.
2. Untuk mengetahui proses pemanfaatan limbah sagu menjadi biogas sederhana.
3. Untuk mengetahui peran limbah sagu dalam mewujudkan kemandirian energi.

1.4 Manfaat Penelitian


2
Manfaat yang kami peroleh dari pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah :

1. Manfaat bagi penulis


Penelitian ini bermanfaat untuk melatih kemampuan penulis dalam memecahkan masalah
yang terjadi pada kehidupan sehari-hari terutama pada pengembangan teori-teori yang telah dipelajari
dalam ilmu alam. Juga sebagai peningkat kreatifitas dalam kehidupan sebagai penyelamat ekonomi
khususnya di negara sendiri.
2. Manfaat bagi masyarakat
Adanya penelitian ini, masyarakat bisa memanfaatkan sumber daya alam yang telah rusak
untuk menjadi sesuatu yang bermanfaat.
3. Manfaat bagi pendidikan
Sebagai media pendidikan, kita bisa mengetahui zat-zat yang terkandung dalam limbah sagu
sehingga bisa menghasilkan biogas sebagai energy baru terbarukan.
4. Manfaat bagi pemerintah
Dengan adanya penelitian ini bisa untuk mengembangkan kreatifitas dalam menghadapi krisis
sumber daya alam (SDA) di Indonesia kedepannya, juga sebagai medium untuk menghemat
pengeluaran negara.

1.5 Ruang Lingkup atau Definisi Operasional

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau,
Indonesia.

1.6 Sistematika Penulisan

3
COVER
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
RINGKASAN
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Ruang Lingkup/Operasional
1.6 Sistematika Penulisan

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Kemandirian Energi
2.2 Energi Baru Terbarukan
2.3 Sagu (Metroxylon Sago)
2.4 Pengolahan Limbah Sagu
2.5 Biogas Sederhana

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2 Metode Penelitian
3.3 Teknik Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil dan Pembahasan
4.1.1 Kandungan yang Terdapat Dalam Limbah Sagu Sehingga Dapat Menghasilkan Energi
Baru Terbarukan.
4.1.2 Proses Pemanfaatan Limbah Sagu Menjadi Biogas Sederhana.
4.1.3 Peran Limbah Sagu Dalam Mewujudkan Kemandirian Energi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

4
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB II

5
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kemandirian Energi

Indonesia adalah negara besar, yang kaya akan sumber daya alam dan manusia yang potensial
serta melimpah. Indonesia sebenarnya memiliki kesempatan untuk bisa berperan lebih dikancah dunia.
Bila membahas potensial energi di Indonesia sangatlah tinggi salah satunya yakni bidang energi
seperti : energi fosil, minyak bumi dan gas. Indonesia harus mampu menjadi negara yang mandiri
dengan sumber energi yang dimilikinya.

Kemandirian energi adalah kemampuan Negara dan bangsa untuk memanfaatkan fotensi
sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat. Kemandirian
energi erat dengan difersifikasi sisi supply. Dalam Blue Print pengolahan Energi Nasional 2006
sampai 2025 sebagai penjabaran dari Perpres 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
ditargetkan bahwa akan ada penyeimbangan komposisi energi primer, dimana energi baru terbarukan
meningkat dari 6,20% menjadi 17%.

2.2 Energi Baru Terbarukan

Energi adalah sebuah ukuran yang dikaitkan dengan keadaan sebuah benda atau lebih. Energi
yang saat ini tersedia dalam bentuk berbagai energi, tetapi semakin bertambahnya penduduk bumi,
menyebabkan sumber energi semakin menipis. Karena alasan-alasan itulah para ilmuwan terus
menerus mencari sumber-sumber energi pengganti yang tidak akan cepat habis atau mencemari
lingkungan.

Energi baru terbarukan adalah energi yang berasal dari proses alam yang berkelanjutan,
seperti sinar matahari, angin, udara yang mengalir, proses biologi, dan panas bumi. Konsep energi
baru terbarukan diperkenalkan pada 1970-an sebagai bagian dari usaha mencoba bergerak melewati
pengembangan bahan bakar nuklir dan fosil. Definisi paling umum adalah sumber energi yang dapat
dengan cepat diisi kembali oleh alam, dengan proses berkelanjutan.

Energi dari sumber daya biologi atau organik pun masuk dalam kategori energi baru
terbarukan. Ada banyak jenis sumber daya ini diantaranya biomasa dan biogas. Biogas bisa diperoleh
dari bahan-bahan organik seperti kotoran hewan, sayur-sayuran busuk dan limbah sagu yang dapat
diolah menjadi biogas untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

2.3 Sagu (Metroxylon Sago)

6
Tanaman sagu (Metroxylon sago) merupakan tanaman yang tersebar di Indonesia, dan
termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, margaMetroxylon, dengan ordo Sfadiciflorae.
Sagu memiliki kandungan pati yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis Metroxylon lainnya,
sehingga sagu banyak dimanfaatkan dalam berbagai industri pertanian. Saat ini pemanfaatan sagu
hanya terfokus pada pati yang terkandung didalamnya.

Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kota di Indonesia yang memiliki lahan perkebunan
sagu terbesar di Indonesia, memiliki kilang sagu terbanyak yang mengolah sagu menjadi tepung sagu
yang dijual hingga keluar negeri. Berikut data luas perkebunan sagu di Kabupaten. Kepulauan.
Meranti, Riau, tahun 2014.

No Jenis Tahun 2014


Komoditi TBM (Ha) TM (Ha) TTR (Ha) Jumlah (Ha) Produksi
(Ton)
1. Sagu 16,381 22,018 - 38,399 198,162
2. Kelapa 2,171 27,622 4,660 34,453 27,898
3. Karet 3,409 9,934 6,295 19,638 9,437
4. Kopi 356 684 135 1,175 1,282
5. Pinang 135 250 9 393 162
Jumlah 60,508 22,452 11,099 94,058 236,941

Sagu memiliki harga jual yang cukup tinggi, di Kabupaten Kepulauan Meranti selain diproses
menjadi tepung sagu, juga di ekspor ke luar negeri seperti, Malaysia dan Singapore.Sagu yang
diekspor bisa dalam keadaan mentah dan keadaan siap pakai, sagu tersebar luas diNegeri Melayu ini.
Hampir seluruh hutan di Kabupaten Kepulauan Meranti ditumbuhidengan pohon sagu.

Banyak negara tetangga yang mengimpor sagu dari Indonesia khususnya dari Kabupaten
Kepulauan Meranti karena kualitas dan kuantitas yang cukup baik. Pemerintah Kabupaten Kepulauan
Meranti membuat keputusan tentang daftar harga produksi perkebunan dan perkiraan perincian, hal
tersebut dilakukan agar kehidupan masyarakat khususnya petani sagu menjadi lebih baik dan
sejahtera.

Berikut daftar harga satuan produksi perkebuanan dan perkiraan perincian:

NO Perkiraan Perincian Jenis Komoditi


Penggunaan Harga Satuan(RP)
1. Harga Benih / bibit dilokasi RP. 8.000
Pembibitan

7
2. Upah angkut dari lokasi Rp. 1.000
bembibitan
ke Pelabuhan local
3. Upah bongkar di pelabuhan Rp. 500
local
4. Upah angkut dari Pelabuhan Rp. 2.000
lokal kepelabuhan tujuan
5. Upah Bongkar di Pelabuhan Rp. 1.000
Tujuan
6. Upah angkut sampai lokasi Rp. 2.500
penanaman
TOTAL Rp. 15.000

2.4 Pengolahan Limbah Sagu

Hasil pengolahan sagu menghasilkan limbah yang berupa ampas sagu yang mengandung air.
Limbah sagu tersebut akan membusuk dalam beberapa hari dan menyebabkan air menjadi berwarna
hitam dan berbau busuk, pencemaran ini terus menerus akan berlangsung. Air yang mengalir dari
sungai hanya berjarak 3 km dari laut, hal ini akan menyebabkan wilayah pencemaran semakin luas.
Apabila hal tersebut tidak ditanggulangi, maka dalam beberapa tahun, laut akan ikut tercemar.
Pada dasarnya limbah sagu tersebut dapat diolah menjadi biogas yang bermanfaat. Seperti yang kita
ketahui persediaan bahan bakar didunia semakin menipis. Inovasi pengolahan limbah sagu menjadi
biogas sederhana mengurangi pencemaran sumber air serta menjadi alternatif lain untuk mengatasi
masalah kurangnya persediaan bahan bakar dunia.
Limbah sagu merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan biogas, sementara perkembangan atau pertumbuhan industri menimbulkan masalah bagi
lingkungan, karena menumpuknya limbah hasil industri. Menurut Jenie dan Rahayu (1993), limbah
dengan kandungan bahan organik dalam konsentrasi tinggi sesuai untuk diproses dengan fermentasi
anaerobik.
Pemanfaatan proses anaerobik untuk pengolahan limbah domestik dan limbah industri
mempunyai tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Air limbah industri sagu yang mengandung bahan
organik yang tinggi, tepat bila dikelola melalui proses fermentasi anaerobik. Pengolahan air limbah
secara anaerobik pada dasarnya merupakan penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme dalam
kondisi tanpa oksigen dan menghasilkan biogas sebagai produk akhir. Produk biogas yang akan
membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar khususnya gas.

8
2.5 Biogas Sederhana

Biogas banyak berasal dari bahan-bahan organik yang dapat melepaskan gas, metabolisasi
bahan organik oleh bakteri. Limbah sagu yang berasal dari kayu sagu menjadi gasifiet untuk
menghasilkan gas. Hal ini sering ditemukan untuk menjadi efisien dari pada pembakaran langsung.
Gas kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan listrik atau panas.

Biogas dapat dengan mudah dihasilkan dari aliran limbah seperti limbah kertas, produksi gula,
kotoran hewan, limbah kayu (sagu) dan lain-lain.Pemanfaatan biogas di Indonesia sebagai energ
alternatif sangat memungkinkan untuk diterapkan di masyarakat, apalagi sekarang ini harga bahan
bakar minyak yang makin mahal dan kadang-kadang langka keberadaannya. Besarnya potensi limbah
biomassa padat di seluruh Indonesia adalah 49.807,43 MW.

Biomassa seperti kayu, dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian dan perkebunan,
limbah kotoran hewan. Pada saat ini sebagai sumber bahan baku biogas tersedia secara melimpah dan
belum dimanfaatkan secara maksimal (Soeparjo, 2005).Bahan biomassa yang dapat diperoleh secara
mudah akan menghasilkan biogas sederhana yang sangat bermanfaat.

Biogas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk memasak dan penerangan listrik dalam
skala rumah tangga. Pemanfaatan limbah sagu menjadi biogas sederhana dapat mengurangi
pencemaran lingkungan dan pencemaran sumber air. Pemanfaatan energi yang lebih
berkesinambungan serta berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca.Teknologi biogas
adalah suatu teknologi yang dapat digunakan dimana saja selama tersedia limbah yang akan diolah dan
cukup air. Teknologi biogas di Indonesia masih belum populer tetapi dengan upaya sosialisasi dan
penelitian agar biaya konstruksi dan pengoperasian lebih murah dan sederhana akan meningkatkan
minat masyarakat untuk menggunakannya.

Tidak seperti teknologi penyedia energi yang tersentralisasi seperti pembangkit tenaga listrik.
Untuk membuat instalasi biogas tidak memerlukan modal dasar yang terlalu besar dan tidak
menimbulkan masalah lingkungan bahkan merupakan solusi dari masalah lingkungan dan mengurangi
pencemaran sumber air.

BAB III
9
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penilitian ini dilakukan pada tanggal 25 Oktober – 7 November 2016 di Kilang sagu Desa
Tenan Kecamatan Tebing Tinggi Barat, KabupatenKepulauanMeranti, Riau.

3.2 Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan teknik observasi (pengamatan), dan
wawancara. Adapun data yang berasal dari lapangan dikumpulkan dengan menggunakan teknik:

1. Observasi
Observasi dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung proses pengolahan sagu hingga
menghasilkan limbah yang bisa menghasilkan biogas sebagai energi baru terbarukan.
2. Wawancara
Penulis melakukan wawancara dengan beberapa orang pekerja pengolahan sagu untuk
mengetahui bagaimana pengolahan sagu hingga menghasilkan limbah yang bisa menghasilkan biogas
sebagai energi baru terbarukan.

3.3 Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini penulis melakukan beberapa proses. Penulis mengumpulkan data yang
didapatkan dari hasil wawancara, serta mengelompokkan data tersebut ke dalam beberapa bagian.
Selain itu, penulis melakukan survei untuk mendapatkan data-data tersebut. Penulis juga banyak
melakukan perbaikan terhadap karya ilmiah ini, mulai dari latar belakang sampai kesimpulan dan
saran yang siap dikemas menjadi sebuah panduan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
4.1 Hasil dan Pembahasan

4.1.1 Kandungan yang Terdapat Dalam Limbah Sagu Sehingga Dapat Menghasilkan Energi
Baru Terbarukan.

Limbah merupakan buangan yang tidak dimanfaatkan dan merugikan produsen bila tidak
dikelola dengan baik. Menurut Bujang dan Ahmad (2000), untuk menghasilkan 1 Kg tepung sagu akan
dihasilkan sekitar 20 Liter air limbah. Keberadaan limbah yang dihasilkan dari proses produksi akan
menjadi kendala pengembangan usaha bila tidak ditangani dengan benar yang berpotensi merusak
lingkungan. Air limbah industri sagu mengandung bahan organik dalam jumlah besar. Kandungan
bahan organik yang terdapat dalam air limbah industri sagu yaitu berupa pati, serat, lemak, dan
protein.

Menurut Flach (1977) dalam Syakir et al. (2008), menyatakan bahwa dalam batang sagu
terdapat asam - asam fenolat. Komposisi senyawa fenol batang sagu adalah kurang dari 1% sedangkan
kadar lignin berkisar antara 9 hingga 22% (Pei-Lang et al., 2006). Senyawa fenol dapat bersifat racun
bagi pertumbuhan mikroorganisme. Sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap sumber
mikroorganisme yang dapat bertahan Rasio (C:N:P) pada air limbah industri sagu cukup tinggi yaitu
(105:0,12:1). Rasio karbon menunjukkan adanya bahan organik berupa carbon dan nitrogen.

Didalam limbah sagu yang mengandung karbon dan nitrogen membahayakan mikroorgansme
yang hidup didalam air, menyebabkan degradasi mikroorganisme. Dampak yang paling merugikan
dari pencemaran limbah sagu adalah perusakan terhadap sumber daya air, merugikan untuk kita dan
generasi yang akan datang.

Beberapa dampak pencemaran limbah sagu terhadap sumber daya air sebagai berikut:

1. Air menjadi berwarna hitam dan tidak layak konsumsi.


2. Air menjadi berbau busuk karena limbah yang terus menerus disimpan akan semakin busuk.
3. Menjadi sumber penyakit, penumpukan sampah limbah sagu membuat nyamuk berkembang biak
dengan pesat dan menghasilkan nyamuk yang berbahaya seperti nyamuk aides aigepti yang dapat
menyebabkan penyakit demam berdarah.
4. Merusak keindahan laut karena tercemar air busuk dan berwarna hitam dari limbah sagu.

Mengolah dan memproses kembali limbah sagu menjadi salah satu solusi mengurangi
pencemaran terhadap sumber air, agar dapat dinikmati oleh anak cucu kita kelak, karena sumber yang

11
ada akan terus berkurang, kita harus menjaga, memelihara, sumber daya air. Pengolahan menjadi
biogas menjadi salah satu solusi yang bermanfaat.
Pengolahan limbah sagu menjadi biogas sederhana memiliki cara pembuatan yang cukup
mudah dan praktis, bahan yang akan dijadikan sebagai biogas sangat mudah didapatkan, karena selain
menggunakan limbah industri bisa menggunakan kotoran hewan atau manusia. Berbagai manfaat yang
didapatkan seperti, menghemat bahan bakar minyak, mengurangi pencemaran air serta lingkungan,
dan lebih ekonomis.

4.1.2 Proses Pengolahan Limbah Sagu Menjadi Biogas Sederhana

a. Alat dan bahan

12
Alat : Bahan :

1. Shoulder 1. Ampas sagu


2. Kuas 2. Galon beserta tutupnya
3. Tang 3. Ban motor
4. Korek api 4. Cat hitam
5. Gergaji besi 5. Paralon beserta tutupnya
6. Pena 6. Selang air
7. Kapur 7. Liter Y
8. Pisau 8. Kunci gas
9. Lem

Manfaat masing- masing alat dan bahan yang akan digunakan :

1. Shoulder, digunakan untuk melubangi galon pada bagian leher galon, atas galon, dan pada
samping galon sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.
2. Kuas, digunakan untuk membantu dan mempermudah proses pencatan .
3. Tang, digunakan untuk mencabut pentil pada bagian ban motor.
4. Korek api, digunakan untuk melelehkan lem lilin
5. Gergaji besi, digunakan untuk memotong paralon sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.
6. Pena, digunakan untuk menandai bagian pada paralon yang akan dipotong sesuai dengan ukuran
yang telah ditentuakan.
7. Kapur, digunakan untuk menandai galon yang akan dilubangi.
8. Pisau, digunakan untuk memotong selang menjadi bagian yang dibutuhkan.
9. Ampas sagu, digunakan sebagai bahan utama pembuatan biogas sederhana dari limbah sagu.
13
10. Cat hitam, digunakan untuk melapisi seluruh permukaan galon, agar terhindar dari sinar matahari.
11. Paralon beserta tutupnya, digunakan sebagai tempat pembuangan dan membantu menunci gas.
12. Selang air, digunakan sebagai pembawa gas yang akan dihubugkan keban, dan kekunci gas.
13. Liter Y, diguanakan untuk menyambung selang yang sudah dipotong menjadi beberapa bagian.
14. Kunci gas, digunakan untuk mengunci gas.
15. Lem lilin, digunakan untuk menutupi bagian galon yang terbuka.

b. Skema Pembuatan Biogas Sederhana

Proses pembuatan biogas sederhana melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Mengukur paralon sesuai dengan tinggi galon, kemudian tandai dengan menggunakan pulpen.
2. Selanjutnya, memotong paralon tersebut sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.
3. Mengukur paralon sesuai dengan diameter galon, kemudian tandai dengan menggunakan pulpen.
4. Potong paralon tersebut sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.
5. Cat seluruh bagian galon dengan menggunakan kuas dan cat yang berwarna hitam.
6. Melubangi paralon bagian dan samping sesuai dengan ukurang lubang paralon, kemudian tandai
dengan kapur.
7. Melubangi paralon bagian leher sesuai dengan ukurang lubang selang air, kemudian tandai dengan
kapur.
8. Lubangi paralon bagian atas dan samping yang telah ditandai dengan menggunakan shoulder.
9. Lubangi paralon bagian leher yang telah ditandai dengan menggunakan shoulder.
10. Masukkan paralon bagian atas dan samping galon yang sudah dilubangi.
11. Masukkan selang air bagian leher galon yang sudah ditandai.
12. Potong selang air menjadi tiga bagian, lalu dihubungkan dengan menggunakan liter Y, dan pada
salah satu ujung selang hubungkan dengan kunci gas, dan satu ujung yang lain masukkan kedalam
ban yang sudah dicabut pentilnya dengan menggunakan tang.
13. Sediakan bahan utama, yaitu limbah sagu kemudian, campurkan limbah sagu dengan air, lalu
aduk hingga merata.
14. Masukkan limbah sagu yang sudah dicamur dengan air kedalam galon yang sudah kita siapkan
hingga cukup.
15. Tutup bagian atas galon, dan pastikan tidak ada lubang, supaya gas tersebut tidak terbuang.
16. Simpan beberapa hari untuk menghasilkan biogas.

14
Limbah sagu yang akan dijadikan biogas harus slurried bersama-sama dan dibiarkan secara alami
berpermentasi, untuk menghasilkan gas etana. Kita hanya perlu membangun lebih banyak pusat lokal
biogas kecil dengan perencanaan yang baik untuk masa depan. Produksi biogas khususnya dari limbah
sagu memiliki kafasitas untuk menyediakan sekitar setengah dari kebutuhan energi kita baik dibakar untuk
produksi listrik atau pipa ke pipa gas.
Pengolahan biogas dari limbah sagu sangat bermanfaat,karena sagu hanya terpaku pada pati sagu
yang dapat dijadikan tepung, sehingga pati sagu yang sudah tidak digunakan lagi dibuang tanpa diproses
kembali. Limbah sagu yang sudah dianggap sampah karena tidak mempunyai nilai jual, dibiarkan dan
dibuang kesungai dan laut. Limbah sagu tersebut menjadi sumber masalah dan sumber penyakit,
mengakibatkan air sungai dan laut menjadi kotor dan berbau busuk, menimbulkan penyakit seperti,
demam berdarah dan penyakit lainnya.
Limbah sagu membuat daya air rusak dan tercemar, air yang seharusnya dipelihara keberadaannya
untuk generasi yang akan datang, tetapi sudah dicemari dengan limbah yang seharusnya dapat diatasi.
Kerugian yang diperoleh semakin bertambah dengan pembiaran yang dilakukan . Limbah sagu yang sudah
tidak dimanfaatkan lagi, bisa menjadi sumber energi bahan bakar khususnya gas. Biogas adalah salah satu
bahan bakar alternatif yang dapat digunakan masyarakat dalam skala rumah tangga, ditengah
berkurangnya bahan bakar minyak. Pemanfaatan yang menguntungkan semua pihak, dan menanggualangi
serta memulihkan sumber air yang tercemar.

Proses pembuatan yang sangat sederhana dapat dilakukan sendiri, dengan menggunakan alat yang
sangat mudah dan pencarian bahan utama yakni limbah sagu yang tersedia dalam jumlah yang cukup
besar. Hasil yang diperoleh menjadikan biogas dapat dijadikan pengganti bahan bakar gas alam atau
minyak .

Dalam pembuatan biogas dalam penelitian ini, digunakan bahan baku limbah sagu sebagai starter.
Penelitian ini dilakukan selama 18 hari. Pembuatan biogas limbah sagu dilakukan dengan mencampur
limbah sagu dengan air didalam biodiegester sederhana. Setelah terjadi proses pencernaan dihasilkan gas
yang dibuktikan dengan mengembangnya ban dan keluarnya api pada kunci gas yang kami teliti.

Gas tersebut dapat diukur volumenya setiap hari. Volume komulatif gas yang dihasilkan untuk
tiap variable selama 18 hari:

N Variabel Volume komulatif


o Konsentrasi Komposisi (ml)
1. 2% 1 : 0,5 910

15
2. 4% 1 : 0,5 1.109
3. 5% 1 : 0,5 2.125
4. 6% 1 : 0,5 2.564
5. 7% 1 : 0,5 750

Pada penelitian ini variable yang berpengaruh adalah kosentrasi. Berikut adalah tabel pengaruh
kosentrasi dalam proses pembuatan biogas dari limbah sagu :

No Waktu (hari) Persentase gas Volume


1. 3 hari 2% 910
2. 6 hari 4% 1.109
3. 9 hari 5% 2.125
4. 14 hari 6% 2.564
5. 17 hari 7% 1.970

Dari tabel diatas bahwa volume gas meningkat setiap hari, namun produksi gas akan mengalami
penurunan ketika bakteri metan memasuki deathphase. Deathphase terjadi karena berkurangnya nutrient
dan karbon yang didapat dari subtrat, sehingga bakteri metan akan menurun dan banyak bakteri yang mati
(Abdulkareem, 2005). Berkurangnya jumlah bakteri menyebabkan biogas yang diproduksi semakin
sedikit.

Berdasarkan hasil penelitian variable kosentrasi sangat berpengaruh terhadap produksi biogas dari
limbah sagu. Semakin tinggi kosentrasi, maka semakin tinggi volume gas yang dihasilkan. Pada variabel
2% dihasilkan biogas sebanyak 910, pada variabel 4% sebanyak 1.109, pada variabel 5% sebanyak 2.125.
Biogas mencapai hasil opitimum pada variabel 6% sebanyak 2.564. Sedangkan setelah melebihi
kosentrasi 6% produksi biogas lebih rendah.

Hal ini disebabkan karena proses digesti anaerobic yang beroperasi pada kandungan air terlalu
rendah sehingga menghambat pertumbuhan bakteri (Deublein et al. 2008, hal. 112). Ini dapat dilihat dari
volume gas yang dihasilkan 7% lebih rendah dari pada variable 6%. Setelah didapatkan kosentrasi dan
komposisi terbaik, dilakukan uji biogas dengan uji bakar dan melihat perkembangan ban yang terisi gas.

16
Uji bakar dilakukan untuk mengetahui nilai kalor dari biogas yang terbentuk. Hasil uji bakar yang
berupa nilai kalor biogas per-hari dapat dilihat Dari hasil penelitian bahwa biogas dapat dibakar pada hari
ke enam. Nilai kalor biogas mengalami peningkatan sampai hari ke 14 dan kemudian menurun.Seiring
dengan penurunan volume gas, kalor biogas juga mengalami penurunan hingga tidak bisa dibakar lagi.
Hal ini sesuai dengan teori regenerasi dari bakteri pencerna yang terdapat dalam diegester. Biogas baru
dapat dibakar setelah tahap pembentukan gas metan terjadi diawal pengisian diegester terjadi proses
hidrolisis selulosa dan senyawa organik dalam substrat.

Kemudian berlangsung tahap acidogenesis yang merukan pembentukan asam-asam organik dan
dilanjutkan tahap acedogenesis yang normalnya berlangsung selama 80-90 jam (Deublein et la. 2008,
hal.102). Pada 6 hari pertama gas yang terbentuk adalah CO 2, baru kemudian tahap metanogenesis
berlangsung secara anaerobic.

Pembentukan metan ditandai dengan gas yang dapat dibakar. Bakteri metanogen yang berperan
kedalam perombakan asam asetat menjadi CH4 memiliki waktu regenerasi 5 sampai 16 hari. Biogas
sederhana yang kami teliti dalam ranah percobaan dan dalam skala sederhana. Dalam skala rumah tangga
yang dapat digunakan masyarakat dapat dengan cara instalasi pencernaan anaerobik biogas (reaktor).
Pencernaan anaerobik biogas (reaktor) adalah bangunan yang dibuat di bawah tanah, tersusun dari semen,
batu-bata/batu, pasir dan pipa serta peralatan untuk mengurai bahan organik menjadi biogas. Biogas yang
dihasilkan adalah salah satu pilihan dari sumber bahan bakar konvensional yang ada.

4.1.3 Peran Peran Limbah Sagu Dalam Mewujudkan Kemandirian Energi

Kemandirian energi tidak sebatas terlalu tergantung kepada negara lain, namun juga terkait
dengan  langkah optimalisasi terhadap pengelolaan seluruh sumber daya energi nasional, baik yang
berbasis fosil maupun non fosil.Kemandirian energi akan dapat dicapai jika memenuhi tiga faktor yaitu,
aksesbilitas, daya beli dan ketersediaan energi.
“Kemandirian energi akan dapat dicapai jika tiga kriteria utama terpenuhi, pertama aksesbility,
yaitu kemampuan untuk mendapatkan akses energi. Hal ini terkait dengan ketersediaan infrastruktur.
Kedua, daya beli masyarakat terhadap energi dan ketiga adalah ketersediaan energi”, ungkap Menteri
ESDM pada acara inspiring talk dengan tema, ”Mampukan Sektor Migas Berkontribusi Menuju
Kemandirian Energi Nasional”.
Apabila kita merujuk pada faktor yang dapat mencapai kemandirian energi tersebut, pengolahan
limbah sagu merupakan salah satu usaha yang dapat memenuhi salah satu faktor, yaitu ketersediaan
energi. Hal ini dikarenakan dari pengolahan limbah sagu tersebut dapat menghasilkan biogas sebagai
17
energi baru terbarukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pengolahan limbah sagu dapat
mewujudkan kemandirian energi.

18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Jadi dapat ditarik kesimpulan dari penelitian yang kami teliti bahwa:
 Energi sangat penting bagi kelangsungan kehidupan manusia. Karena dengan adanya energi akan
memudahkan pekerjaan manusia, seperti energi listrik, minyak, gas dan lain-lain.
 Kemandirian energi adalah kemampuan Negara dan bangsa untuk memanfaatkan fotensi sumber
daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat.
 Energi baru terbarukan adalah energi yang berasal dari proses alam yang berkelanjutan, seperti
sinar matahari, angin, udara yang mengalir, proses biologi, dan panas bumi.
 Air limbah industri sagu yang mengandung bahan organik yang tinggi, tepat bila dikelola melalui
proses fermentasi anaerobik.
 Tanaman sagu (Metroxylon sago) merupakan tanaman yang tersebar di Indonesia, dan termasuk
tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, margaMetroxylon, dengan ordo Sfadiciflorae.
 Potensi produk sagu di Indonesia diperkirakan sebesar 2 juta ton per tahun. Luas areal tanaman di
Indonesia diperkirakan terdiri dari 1.250.000 Ha berasal dari hutan dan 148.000 Ha areal
perkebunan.
 Daerah penghasil sagu terbesar salah satunya adalah Riau tepatnya di Kabupaten Kepulauan
Meranti. Luas area tanaman sagu di kabupaten termuda di Provinsi Riau ini sekitar 44.657 Ha
(BPS, 2006). Kurang lebih 2,98 % luas tanaman sagu Nasional. Produksi sagu (tepung sagu) di
Kepulauan Meranti pertahun mencapai 440.339 ton
 Dalam pembuatan biogas dalam penelitian ini, digunakan bahan baku limbah sagu sebagai starter.
Penelitian ini dilakukan selama 18 hari. Pembuatan biogas limbah sagu dilakukan dengan
mencampur limbah sagu dengan air didalam biodiegester sederhana. Setelah terjadi proses
pencernaan dihasilkan gas yang dibuktikan dengan mengembangnya ban dan keluarnya api pada
kunci gas yang kami teliti.
 Berdasarkan hasil penelitian variable kosentrasi sangat berpengaruh terhadap produksi biogas dari
limbah sagu. Semakin tinggi kosentrasi, maka semakin tinggi volume gas yang dihasilkan. Pada
variabel 2% dihasilkan biogas sebanyak 910, pada variabel 4% sebanyak 1.109, pada variabel
5% sebanyak 2.125. Biogas mencapai hasil opitimum pada variabel 6% sebanyak 2.564.
Sedangkan setelah melebihi kosentrasi 6% produksi biogas lebih rendah.

19
 Kemandirian energi tidak sebatas terlalu tergantung kepada negara lain, namun juga terkait
dengan  langkah optimalisasi terhadap pengelolaan seluruh sumber daya energi nasional, baik
yang berbasis fosil maupun non fosil.
 Kemandirian energi akan dapat dicapai jika memenuhi tiga faktor yaitu, aksesbilitas, daya beli dan
ketersediaan energi.
 Apabila kita merujuk pada faktor yang dapat mencapai kemandirian energi tersebut, pengolahan
limbah sagu merupakan salah satu usaha yang dapat memenuhi salah satu faktor, yaitu
ketersediaan energi.

5.2 Saran
Bahan bakar akhir-akhir ini menjadi topik yang ramai diperbincangkan. Meningkatmya harga jual
bahan bakar menjadi pokok permasalahan masyarakat. Berkurangnya sumber bahan bakar minyak dan
gas mengharuskan masyarakat untuk mencari sumber alternatif lain seperti, pembaharuan energi dengan
mengganti pemakaian bahan bakar minyak atau gas alam.

Saran penulis kepada masyarakat yaitu harus cerdas dalam menghadapi kemajuan zaman, dan
masyarakat harus cerdas mengolah sesuatu yang tidak berharga menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi
kelangsungan hidup manusia. Dengan adanya usaha untuk menciptakan energi baru terbarukan, berarti
kita telah membantu negara untuk mewujudkan kemandirian energi.

20
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Meranti. Kabupaten Kepulauan Meranti dalam Angka tahun
2014.
Basuki, R.S. and W.G. Koster. 1990. Identification of Farmers’ problem as a basis for development of
appropriate technology : A case study on shallot production development. Bul. Peneliti. Hort. Edisi
Khusus XVIII (hal.2, 3, 12).
Biru Biogas Rumah. Model Instalasi Biogas Indonesia (diakses tanggal 3 November 2016).

Botanri S, Setiadu D, Guhardja E, Qayim I, Prasetyo LB. 2011. Karakteristik habitat tumbuhansagu
(Metroxylon spp). Pulau Seram, Maluku. Forum Pascasarjana Vol. (hal: 33-44).
Enie AB. 1992. Prospekpemanfaatan sagu dan Nipah secara Industri. Dalam M Toha, Sumarna K,
Rasyid HKBintoro HMH. 2008. Bercocok Tanam Sagu. IPB Press. Bogor.

Lima, Aries. 1993. Ensiklopedia Sains Jilid 1. Jakarta: PT. Aries Lima (hal.34)

Lima, Aries. 1993. Ensiklopedia Sains Jilid 2. Jakarta: PT. Aries Lima. (hal.32-33)

Lima, Aries. 1993. Ensiklopedia Sains Jilid 3. Jakarta: PT. Aries Lima. (hal.41)

Press, Hans Jurgen. 1999. Bergembira dengan Sains. Bandung: Titian Ilmu.

Suroso, Anna P dkk. 2002. Ensiklopedi Sains dan Kehidupan. Jakarta: CV. Tarity Samudra Berlian.

http: // enjournal s-1. undip. ac. id./ index. php/ jkti (diakses tanggal 3 November 2016).

21

Anda mungkin juga menyukai