Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan industri saat ini meningkatkan kebutuhan energi nasional.


Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya industri kecil maupun menengah dan
berkembang sesuai dengan program pemerintah yang mendorong perekonomian
rakyat agar bisa lebih sejahtera. Pada umumnya, banyak industri yang masih
banyak menggunakan bahan bakar fosil seperti gas elpiji dan bahan bakar minyak
yang akan dapat mengantarkan Indonesia kepada krisis energi. Salah satu cara
untuk mengurangi ketergantungan atas energi fosil adalah dengan cara
mengembangkan sumber energi alternatif terbarukan.

Salah satu energi terbarukan yang dapat dijadikan energi alternatif untuk
sumber energi industri dan masyarakat yaitu biobriket. Biobriket adalah briket
atau arang yang berasal dari limbah biomass dan campuran lainnya melalui proses
karbonasi dan ditambahkan bahan perekat. Biobriket memiliki beberapa kelebihan
diantaranya yaitu nilai kalor yang cukup tinggi menghasilkan asap yang sangat
sedikit dan ramah lingkungan serta penggunaan yang cukup mudah dengan harga
yang ekonomis sehingga bahan bakar biobriket memiliki prospek yang baik untuk
dijadikan sebagai energi alternatif di masa depan sekaligus mendukung upaya
pelestarian lingkungan. Penggunaan bahan baku briket akan lebih baik lagi jika
berasal dari sumber energi yang dapat menimbulkan efek negatif bagi lingkungan
seperti limbah rumah tangga, pasar, perkantoran maupun tempat lainnya
[ CITATION Ros17 \l 1033 ].

Salah satu, sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui yang cukup
potensial adalah limbah sampah organik seperti rumput, dedaunan dan ranting
pohon yang banyak dihasilkan oleh suatu industri atau perusahaan, seperti PT.
Indonesia Power PRO POMU. Sebagai suatu perusahaan pembangkit listrik yang
berada di Wilayah DKI Jakarta, PT. Indonesia Power PRO POMU dalam kegiatan
operasionalnya menghasilkan sampah organik. Berdasarkan data pengelolaan
Lingkungan PT. Indonesia Power PRO POMU, timbulan sampah organic (kebun)

1
perusahaan mulai dari tahun 2016-2019 berturut-turut sebesar 135,4 ton, 122,8
ton, 112,7 ton, dan 101 ton. Sementara itu, PT. Indonesia Power PRO POMU
sebagai perusahaan dengan predikat peraih PROPER Hijau (Beyond Complience)
harus melakukan upaya 3R untuk mengurangi timbulan sampah organic yang
dihasilkan. Pada saat ini, PT. Indonesia Power PRO POMU hanya melakukan
kegiatan composting sebagai upaya pemanfaatan sampah organic menjadi pupuk
kompos. Namun, kegiatan composting tersebut hanya dapat mengelola sampah
organic 26% dari timbulan sampah organic total sehingga masih ada timbulan
sampah organic yang masih belum terkelola. Hal ini masih membutuhkan invoasi
lebih lanjut dalam mengelola sampah organic menjadi produk yang lebih
bermanfaat dan tidak berpotensi dalam pencemaran lingkungan.

Tabel 1.1 Timbulan Sampah Organik dan Pengolahan Komposting

Timbulan Sampah
Komposting
Tahun Organik1)
Kg Ton Kg Ton Presentase (%)
2016 135.408 135,4 25.546 25,5 19%
2017 122.812 122,8 25.735 25,7 21%
2018 112.700 112,7 26.078 26,1 23%
2019 101.028 101,0 32.420 32,4 32%
20202) 32.383 32,4 10.603 10,6 33%
Total 504.332 504,3 120.382,0 120,4 Avg = 26%
Keterangan:
1)
Komposisi sampah organik yaitu daun, rumput dan ranting
2)
Data sampai bulan Juni 2020

Berdasarkan penilitian yang dilakukan oleh Dian (2010), menyebutkan


bahwa sampah organik memiliki potensi nilai kalor yang tinggi yaitu nilai kalor
daun sebesar 3998,02 Kcal/kg, Rumput sebesar 4153,51 Kcal/kg dan Ranting
Pohon sebesar 4715,66 Kcal/kg. Dengan nilai kalor yang tinggi, maka sampah
organik kebun sangat berpotenesi untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
dalam pembuatan biobriket.
Selain itu, potensi sampah perkotaan yang mengalami kecenderungan
peningkatan yaitu ampas kopi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Reza (2018)
menjelaskan bahwa salah satu gerai kopi ternama yakni “Starbuck” di daerah
Cempaka Putih, dalam sehari ampas kopi yang dibuang sekitar 5-8 kantong
(karung), hal ini tidak termasuk ketika mereka mengadakan promo (meningkat

2
secara signifikan sekitar 12 hingga 15 kantong per hari). Jumlah gerai kopi di
Indonesia mungkin sudah mencapai ratusan ribu gerai. Dari kondisi ini, maka bisa
diasumsikan bahwa jumlah ampas kopi yang terbuang dalam jangka waktu
kedepan sangat tinggi. Padahal Ampas kopi dapat menjadi racun bagi lingkungan
karena mengandung kafein, tanin, dan polifenol. Namun di sisi lain, ampas kopi
ini memiliki nilai kalor yang cukup tinggi yaitu 4.504 cal/gr yang berpotensi
untuk dijadikan bahan baku pembuatan biobriket dengan treatment tertentu
[ CITATION Wah12 \l 1033 ]. Sementara itu, bahan baku biobriket yang banyak
dikembangkan juga berupa tempurung kelapa. Selain ketersediaan limbah
tempurung kelapa cukup melimpah dan banyak dimanfaatkan sebagai arang,
limbah ini memiliki kandungan serat kasar yang tinggi seperti selulosa dan lignin
serta memiliki nilai kalor yang cukup baik sebesar 30.750 kJ/kg [ CITATION
Esm11 \l 1033 ].

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka dibutuhkan adanya


penelitian dan pengembangan lebih lanjut untuk mendapatkan solusi dari
optimalisasi pemanfaatan sampah organik di lingkungan PT. Indonesai Power
PRO POMU dan pemanfaatan ampas kopi serta tempurung kelapa melalui
optimalisasi kelebihan nilai kalor yang dimiliki oleh masing-masing bahan baku
untuk dijadikan sebagai bahan baku campuran dalam pembuatan biobriket
sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif (renewable energy)
yang aman dan ramah lingkungan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan diatas, maka rumusan masalah
yang mendasari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh komposisi bahan baku terhadap kualitas biobriket
komposit dari sampah organik, tempurung kelapa, dan ampas kopi?
2. Berapa komposisi biobriket komposit dari sampah organik, tempurung
kelapa, dan ampas kopi yang terbaik sesuai dengan standar mutu briket?
3. Bagaimanakah aspek ekonomi dari pembuatan biobriket dari sampah organik,
tempurung kelapa, dan ampas kopi sesuai dengan standar mutu briket?

3
1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian studi karakteristik bioriket komposit dari sampah


organik, tempurung kelapa, dan ampas kopi sebagai bahan bakar alternatif adalah:
1. Mengetahui pengaruh komposisi bahan baku terhadap kualitas biobriket
komposit dari sampah organik, tempurung kelapa, dan ampas kopi.
2. Menentukan komposisi terbaik biobriket komposit dari sampah organik,
tempurung kelapa, dan ampas kopi yang sesuai dengan standar mutu briket.
3. Mengetahui aspek ekonomi dari pembuatan biobriket dari sampah organik,
tempurung kelapa, dan ampas kopi sesuai dengan standar mutu briket.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian studi karakteristik bioriket komposit dari sampah


organik, tempurung kelapa, dan ampas kopi sebagai bahan bakar alternatif adalah:
1. Memberikan alternatif solusi bagi PT. Indonesia Power PRO POMU dalam
meningkatkan kinerja pemanfaatan sampah organik atau sampah kebun
2. Memiliki refrensi tambahan dalam pemilihan bahan baku untuk pembuatan
biobriket komposit sebagai bahan bakar alternatif dengan bahan baku dasar
sampah organik, tempurung kelapa dan ampas kopi
3. Mendapatkan biobriket komposit sebagai bahan bakar alternatif dengan
kualitas yang memenuhi standar mutu briket.
4. Memberikan alternatif solusi dalam pemanfaatan limbah ampas kopi yang
memiliki potensi timbulan yang banyak dan mencemari lingkungan
5. Memiliki refrensi tambahan dalam pengembangan konsep dan produk waste
to energy

1.5. Luaran Penelitian

1. Laporan karakterisasi biobriket komposit dari sampah organik, tempurung


kelapa dan ampas kopi
2. Laporan akhir komposisi terbaik dari biobriket komposit sampah organik,
tempurung kelapa dan ampas kopi yang memenuhi standar mutu briket.
3. Artikel ilmiah di jurnal Nasional/Internasional

4
4. Produk biobriket komposit dari sampah organik, tempurung kelapa dan
ampas kopi

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku


2.1.1 Sampah Organik
Sampah organik merupakan sampah yang paling banyak ditemukan yang
dihasilkan dari aktivitas kita sehari-hari. Contohnya sampah sisa sayur - sayuran
maupun buah-buahan, sampah dedaunan dan lain-lain. Jika tidak dikelola dengan
baik akan menjadi persoalan besar dengan semakin menumpuk sampah tersebut.
Untuk dapat kering secara alami sampah organik membutuhkan waktu yang
relative lama sekitar 30-50 hari dengan komposting (jurnal tenik pomits vol.2 no.
2). Maka dari itu sampah organik perlu dimanfaatkan salah satunya yaitu sebagai
energi alternative atau biobriket.

2.1.2 Tempurung Kelapa


Pohon kelapa dapat ditemukan mulai dari pulau Sumatera hingga Papua.
Pemanfaatan kelapa hingga saat ini dirasakan belum optimal. Luas perkebunan
kelapa di Indonesia sendiri saat ini mencapai 3,8 juta hektar (Ha) yang terdiri atas
perkebunan rakyat seluas 3,7 juta Ha; perkebunan milik pemerintah seluas 4669
Ha; serta milik swasta seluas 66189 Ha. Selama 34 tahun, luas tanaman kelapa
meningkat dari 1,66 juta hektar pada tahun 1969 menjadi 3,8 juta hektar pada
tahun 2011 (Mahmud, Ferry, 2005).
Penggunaan arang tempurung kelapa (cocos nucifera) sebagai bahan
bakar sudah lama dikenal masyarakat urban negara berkembang dan mampu
berkontribusi pada keberlanjutan pasokan energi bagi masyarakat (Lohri et al.,
2016). Pemanfaatan arang tempurung kelapa dalam briket arang tempurung
kelapa saat ini digunakan oleh masyarakat untuk keperluan rumah tangga, usaha
maupun industri. Pemanfaatan briket arang tempurung kelapa telah mendorong
kajian teknologi energi pengganti yang terbarukan (Panwara et al., 2011).

6
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa (Suhardiyono, 1995)

Komposisi Persentase (%)


Lignin 29,40
Pentosan 27,70
Selulosa 26,60
Abu 0,6
Nitrogen 0,1
Air 8,0

Tempurung kelapa dapat diolah menjadi sumber energi dalam bentuk


arang melalui proses karbonisasi. Arang tempurung kelapa sering digunakan
sebagai bahan bakar karena memiliki nilai kalor yang tinggi mencapai 7000
kal/gram. Modifikasi penggunaan arang dilakukan melalui konversi arang
menjadi briket, arang dihaluskan dan diberi tekanan serta dicetak menjadi briket
maupun biobriket yang penggunaannya lebih mudah serta mudah untuk
dinyalakan

2.1.3 Plastik Polyethylene


Timbulan sampah plastik saat ini semakin meningkat setiap harinya dan
belum ditemukan solusi yang tepat untuk menanggulangi sampah plastik ini
namun salah satu untuk mengurangi sampah ini yaitu dengan menjadikan sampah
plastic sebagai briket.
 Plastik PET (Polyetylene Terephthalate), memiliki sifat jernih, kuat, tahan
bahan kimia dan panas, serta mempunyai sifat elektrikal baik yang Jika.
Pemakaiannya dilakukan secara berulang, terutama menampung air panas,
lapisan polimer botol meleleh mengeluarkan zat karsinogenik dan dapat
menyebabkan Kanker.” PET digunakan sebagi pembungkus minuman
berkarbonasi sifat tidak tahan panas, keras, tembus cahaya (Nurhalima, 2015).
 Plastik HDPE (High Density Polyethylene) memiliki massa jenis ± 0,941
g/cm3 dengan percabangan rendah sehingga memiliki kekuatan antar molekul
yang tinggi. Plastik HDPE sering ditemukan sebagai botol deterjen, botol
susu, botol shampo, botol minum, botol pelembab, ember, maupun beberapa
jenis tas plastik. Selain dalam bentuk botol, HDPE juga dapat ditemukan pada

7
tempat sampah, maupun produk lain yang sering dipakai untuk kegiatan
outdoor (Anggraini, 2008).
 Plastik LDPE (Low Density Polyethylene) meruapakan jenis plastik yang
berasal dari hasil pengolahan minyak bumi. Nilai kalor LDPE lebih tinggi
dibandingkan dengan plastik HDPE yaitu sebesar 12.318,4 kkal/gr
(Damanhuri, 2010). Plastik LDPE sering digunakan sebagai pembungkus
makanan karena tidak bereaksi terhadap makanan ataupun minuman sehingga
aman digunakan. Kekurangan plastik LDPE adalah sangat sulit daur ulang
(Johansyah, 2014).

2.1.4 Tepung Tapioka atau Kanji


Pada umumnya kanji digunakan sebagai bahan perekat dalam pembuatan
briket karena mudah didapatkan dan harga yang relative murah. Selain itu
penggunaan kanji sebagai perekat menimbulkan asap yang lebih sedikit
dibandingkan bahan perekat lainnya. Peneltian yang dilakukan Anggraini (2010)
menunjukkan nilai perekat kanji lebih efektif dari kanji.

2.2 Produk
2.2.1 Briket

Briket merupakan sumber energi alternative sebagai pengganti bahan


bakar yang terbuat dari batu bara, limbah organik, limbah pabrik maupun dari
limbah perkotaan dengan cara mengkonversi bahan baku padat menjadi suatu
bentuk hasil kompaksi yang lebih efektif, efisien dan mudah digunakan (Asip dkk,
2014).
Briket memiliki parameter yang harus dipenuhi sebagai bahan bakar yang
baik, yaitu:
 Mudah untuk dinyalakan
 Tidak menghasilkan asap pada saat pembakaran
 Emisi gas yang ditimbulkan rendah dan tidak mengandung racun
 Kedap air dan tidak berjamur apabila disimpan dalam waktu yang lama
 Memiliki waktu, laju, dan temperatur pembakaran yang baik

8
Parameter Kualitas Briket Parameter kualitas briket dapat diketahui
melalui metode, seperti metode ASTM (American Society for Testing and
Materials) yaitu analisa proksimat dan nilai kalor.

Keunggulan penggunaan briket yaitu sebagai berikut :


 Lebih ekonomis (murah),
 Tidak berasa dan berbau,
 Panas nyala bara tinggi,
 Tidak beracun,
 Ramah lingkungan,
 Tidak cepat menjadi abu, dan
 Bahan baku untuk membuat briket mudah didapat.

Sementara itu, untuk karakteristik briket yang baik dan memenuhi standar yaitu :
1. Nilai kalornya tinggi
2. Mudah dinyalakan
3. Menghasilkan bara api yang baik
4. Tidak berasap
5. Tidak menimbulkan bau yang tidak sedap
6. Tidak mudah pecah
7. Kadar abu rendah
8. Tidak cepat habis terbakar
9. Emisi gas COx, NOx, dan SOx rendah
10. Dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama

2.3 Proses
2.3.1 Karbonisasi

Karbonisasi merupakan suatu proses pengarangan material organik yang


dilakukan dengan suplai udara yang sedikit dan tanpa adanya oksigen. Hal
tersebut dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kadar fixed carbon dari
material organik itu sendiri (Kindriani, 2012).
Proses karbonisasi atau pengarangan umumnya dilakukan pada temperatur
sekitar 500 – 800°C, sehingga kandungan zat terbang yang terdapat pada material

9
akan menguap (Widowati, 2003). Karbon terbentuk pada proses karbonisasi
dengan temperatur 400 – 600°C selama waktu 1 – 2 jam dalam kondisi yang
sedikit kontak dengan udara. Menurut Maryono (2013), reaksi yang terjadi pada
proses karbonisasi yaitu :

Reaksi Penguraian Selulosa

270-310oC
(C6H10O5)n CH3COOH + 3CO2 + 2H2O + CH3OH + 5H2 + 3CO

Reaksi Penguraian Lignin

310-500oC
[(C6H10O3)(CH3O)]n C18H11CH3 (ter) + C6H5OH + CO + CO2 + CH4 + H2

Reaksi Umum Pembentukan Karbon

500-1000oC
(CxHyOz)n + O2 C (grafit) + CO + H2O

Hasil karbonisasi adalah berupa arang yang tersusun atas karbon dan
berwarna hitam. Prinsip proses karbonisasi adalah pembakaran biomassa tanpa
adanya oksigen. Sehingga yang terlepas hanya volatile matter, sedangkan
karbonnya tetap tinggal di dalamnya. Temperature karbonisasi akan sangat
berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan sehingga penentuan temperature
yang tepat akan menentukan kualitas arang (Tobing, dkk 2007).

2.4 Metode Analisa

Analisa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisa nilai kalor dan
Analisa proksimat yang meliputi kandungan air, zat terbang, kadar abu, dan
karbon terikat. Metoda standar dalam perdagangan batu bara pada umumnya,
yaitu :

 ASTM (American Society for Testing and Materials).


 ISO (International Organization for Standarisation).

10
 BS (British Standards).
 AS (Australia Standards).
(sumber : Irlanda Palupi, 2012)

Tabel 2.2. Standar Kualitas Briket (Coniwanti, 2019)

Metode analisa untuk pengujian kualitas briket pada umumnya


menggunakan parameter analisa proximate dan nilai kalor :
1. Analisa proksimat
Pada analisa proksimat parameter yang diuji yang berupa kadar air, kadar
abu, volatile matter, dan fixed carbon dengan menggunakan metode ASTM
D7582-15.
a) Analisa Nilai Kalor (Heating Value)
Nilai kalor menunjukkan jumlah panas yang akan dilepaskan ke
lingkungan ketika briket dibakar. Nilai kalor mempengaruhi efisiensi
pembakaran briket sehingga proses pembakaran lebih cepat. Semakin tinggi
nilai kalor maka semakin baik kualitas briket tersebut.
b) Analisa Kandungan Air (Moisture)
Kandungan air yang terdapat pada batu bara sebagai inherent moisture,
surface atau free moisture, air terikat di mineral matter dan dekomposition
moisture. Inherent moisture yaitu kadar ait yang terikat dalam pori-pori suatu
material. Surface atau free moisture merupakan air yang terdapat bebas di
permukaan material. Air yang terikat di mineral matter merupakan air yang

11
terikat secara kimia pada bahan-bahan mineral dalam briket. Sedangkan
decomposition moisture merupakan air yang dihasilkan pada saat terjadi
dekomposisi senyawa-senyawa dalam batu bara/briket.
Semakin tinggi kadar air dalam briket maka dapat menurunkan nilai
kalor yang dapat menyulitkan penyalaan karena meningkatkan jumlah energi
yang diperlukan untuk memulai pembakaran serta menimbulkan asap.

c) Zat Terbang (Volatile Matter)


Zat terbang merupakan senyawa-senyawa yang mudah menguap yang
dihasilkan melalui pembakaran pada temperatur tertentu dalam kondidi
sedikit oksigen. Apabila kandungan zat terbang atau volatile matter tinggi
maka briket lebih mudah dinyalakan dan nyala api yang terbentuk Panjang
dengan waktu penyalaan yang lama namiun briket lebih cepat habis terbakar
dan mengeluarkan asap yang banyak.
d) Kadar Abu (Ash Content)
Abu merupakan bahan sisa pembakaran sampel yang berasal dari
mineral matter dan unsur pengotor yang ikut terbakar pada saat proses
pembakaran berlangsung mneral-mineral ini berpotensi menimbulkan kerak
dan menyebabkan korosi pada peralatan yang dipakai. Semakin rendah kadar
abu suatu briket maka semakin baik kualitas briket tersebut.
e) Karbon Terikat (Fixed Carbon)
Karbon terikat merupakan unsur karbon dalam fase padat yang tersisa
dan terikat dalam bahan. Kandungan karbon terikat dalam briket karbonisasi
lebih tinggi dibandingkan briket non karbonisasi. Hal ini disebabkan karena
pada proses karbonisasi, pembakaran tak sempurna senyawa-senyawa karbon
yang terdapat dalam bahan akan membentuk unsur karbon sehingga kadar
fixed carbon dalam bahan juga meningkat.

2. Analisa nilai kalor briket dengan menggunakan alat bomb calorimetri metode
ASTM D5865

2.5 Penelitian Terdahulu

12
1. EKO-BRIKET DARI KOMPOSIT SAMPAH PLASTIK HIGH DENSITY
POLYETHYLENE (HDPE) DAN ARANG SAMPAH KEBUN [ CITATION
Rat10 \l 1033 ]
Ekobriket merupakan salah satu energi alternative yang dapat dibuat
dari sampah kebun dimana ketersediaan sampah kebun tersebut melimpah.
Namun nilai kalor yang dimiliki oleh sampah kebun yang cenderung rendah
sehingga diperlukan upaya untuk meningkatka nilai kalor tersebut. Sampah
plastik HDPE memiliki nilai kalor tingii sekitar 46.400 kj/kg dan ketersediaan
yang cukup banyak. Sampah kebun dan sisa plastik HDPE dapat
dikombinasikan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuat ekobriket
sehingga dapat mencipatkan energi alternative dan mengurangi timbulan
sampah. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan komposisi bahan
baku, menentukan karakterisitik, menetukan jenis bahan perekat dan aspek
biaya dalam produksi eko-briket komposit sampah plastic HDPE dan arang
sampah kebun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka didapatkan
Eko-briket terbaik dengan komposisi Sampak Plastik : Sampah Kebun
dengan perbandingan 10:90 dengan perekat kanji memiliki nilai kalor sebesar
5.469,73 kal/g dengan biaya yang paling murah. Perakat terbaik yang
digunakan yaitu kanji karena air dalam perekat kanji lebih mudah menguap.
Penggunaan eko-briket ini sebagai bahan bakar dapat mengurangi jumlah
timbulan sampah, yaitu sampah kebun sekitar 1.523,71 – 1.809,43 g/kg eko-
briket dan sampah plastik HDPE sebanyak 5 – 20% dari berat briket yang
dibuat, sehingga eko-briket ini merupakan bahan bakar (sumber energi
alternatif) yang ramah lingkungan. Namun, Bahan bakar dari komposit
sampah plastik HDPE dan arang sampah kebun ini belum dapat dikatakan
sebagai briket karena kadar abu dan nilai kuat tekan produk eko-briket ini
tidak memenuhi standar kualitas briket bio-batubara.

2. PEMBUATAN BRIKET DARI CAMPURAN LIMBAH PLASTIK LDPE,


TEMPURUNG KELAPA DAN CANGKANG SAWIT [ CITATION Fai141 \l
1033 ]

13
Limbah plastik dengan jenis LDPE banyak kita jumpai dalam
kehidupan sehari hari dan memiliki nilai kalor yang tinggi 11.758 kal/gram
sehingga berpotensi untuk dijadikan campuran briket. Tempurung kelapa
banyak dimanfaatkan sebagai briket dengan kualitas yang cukup baik dan
nilai kalor 5.780 kal/gr. Nilai kalor cangkang sawit adalah 20.093 kilojoule
per kilogram (Ma et al, 2004) atau sekitar 4800 kalori dan setelah menjadi
briket akan menghasilkan nyala yang konstan karena kadar zat terbangnya
rendah. Dari kelebihan dan kekurangan ketiga jenis bahan diatas, maka dapat
dikombinasikan untuk dijadikan sebagai bahan baku briket. Tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh komposisi briket terhadap
analisa proksimat, mengetahui komposisi briket yang terbaik sesuai dengan
standar mutu briket dan mengetahui apakah briket dengan komposisi terbaik
sudah sesuai dengan standar mutu briket. Pembuatan briket menggunkan
campuran bahan baku dengan variable komposisi dan proses karbonasi
dilakukan pada variasi suhu 400oC, 450oC dan 500oC. Untuk mengetahui
kualitas briket yang dihasilakan pada masing-masing variable komposisi dan
proses, maka dilakukan analisa proximate terhadap briket tersebut meliputi
parameter kadar air, kadar abu, volatile matter, fixed carbon dan nilai kalor.
Penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak limbah plastik LDPE yang
digunakan maka semakin tinggi nilai kalor, kadar volatile matter dan fixed
carbon-nya, sedangkan kadar abu dan kadar air akan semakin rendah. Briket
terbaik diperoleh pada komposisi 10% massa limbah plastik LDPE, 50%
massa Cangkang Sawit temperature karbonisasi 500oC, dan 40% massa
Tempurung Kelapa. Briket terbaik yang dihasilkan telah memenuhi standar
briket PERMEN No. 47 Th. 2006 dan standar Jepang dengan nilai kalor
7.508 kalori/gram, kadar air 4,30%, kadar abu 3,95%, kadar volatil matter
26,78%, dan kadar fixed carbon 64,97%.

3. KARAKTERISASI BIOBRIKET CAMPURAN BOTTOM ASH DAN


BIOMASSA MELALUI PROSES KARBONISASI SEBAGAI BAHAN
BAKAR PADAT [ CITATION Sug15 \l 1033 ]

14
Bottom ash adalah hasil pembakaran batubara di PLTU yang saat ini
masih di anggap sebagai limbah dan belum di manfaatkan. Padahal bottom
ash batubara masih dapat menghasilkan panas yang cukup tinggi. Selain itu,
sumber energi biomassa merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui
(renewable) sehingga dapat dikombinasikan dengan bottom ash untuk
dijadikan biobriket sebagai sumber energi alternatif yang berkesinambungan
(suistainable). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa potensi limbah
biomassa dengan bottom ash dengan beberapa komposisi sehingga bisa
dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif bagi masyarakat. Pada
pembuatan biobriket menggunakan proses karbonasi pada suhu 300 oC dan
dihaluskan sampai ukuran 400 mesh serta dilanjutkan dengan pengepresan
dengan kompaksi 4:2. Parameter analisa yang digunakan terhadap produk
biobriket yang dihasilkan yaitu kadar carbon, kadar SOx, kadar air dan kadar
abu. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa komposisi
terbaik didapatkan pada pencampuran antara bottom ash : tempurung kelapa
(60 : 40) dimana kadar carbon 96,94%, SOx 0,48%, kadar air 2,34% dan
kadar abu 50,62%. Proses karbonisasi pada bahan baku biobriket mampu
menurunkan prosentase senyawa berbahaya khususnya SOx yang terkandang
dalam limbah batu bara.

4. PENINGKATAN MUTU BRIKET DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN


PENAMBAHAN MINYAK JELANTAH DAN PLASTIK HIGH DENSITY
POLYETHYLENE (HDPE) [ CITATION Sil15 \l 1033 ]
Diperkotaan banyak terdapat sampah domestik seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk sehingga perlu dilakukan proses 3R untuk
menurunkan timbulan sampah domestik tersebut. Salah satu pemanfaatan
sampah organic tersebut dapat dijadikan sebagai biobriket untuk mengurangi
ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengurangi timbulan sampah.
Namun, sampah organic tersebut memiliki kelemahan pada nilai kalor yang
rendah sehingga perlu dilakukan peningkatan karaktersitik tersebut dengan
melakukan pencampuran dengan HDPE dan Minyak jelantah untuk
memperbaik kualitas dari biobriket tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk

15
mengetahui pengaruh penambahan HDPE dan Minyak Jelantah, menentukan
karakteristik biobriket dan menentukan kualitas terbaik dari ketiga biobriket
yang dibuat yaitu birket sampah organic, briket campuran HDPE dan briket
campuran Minyak Jelantah. Pengujian kualitas biobriket yang dihasilkan
dianalisa berdasarakan parameter kadar air, kadar abu, dan nilai kalor. Hasil
peneltiian menunjukkan bahwa jenis briket-MJ memiliki kualitas yang paling
baik dibandingkan kedua jenis lainnya dengan nilai kadar air sebesar 9.39% ,
kadar abu 20% dan memiliki nilai kalor sebesar 6245.66 kal/g.

5. STUDI VARIASI TEMPERATUR DAN WAKTU KARBONISASI UNTUK


MENINGKATKAN NILAI KALOR DAN MEMPERBAIKI SIFAT
PROXIMATE BIOMASSA SEBAGAI BAHAN PEMBUAT BRIKET
YANG BERKUALITAS [ CITATION Sar15 \l 1033 ]
Ketersediaan limbah sekam dan jerami di Indonesia, khususnya di
pedesaan sangat melimpah. Biomassa tersebut belum dimanfaatkan secara
maksimal. Sementara itu kedua limbah tersebut memiliki potensi yang tinggi
untuk dijadikan salah satu bahan bakar alternatif yang murah dan ramah
lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai kalor dan
memperbaiki sifat proximate melalui proses karbonisasi agar dapat dijadikan
bahan baku briket yang berkualitas. Variabel penelitian yang digunakan
adalah temperatur ( 450 °C, 550 °C, 650 °C) dan waktu karbonisasi (6, 90,
120) menit. Adapun variabel terikat adalah nilai kalor dan proximate analysis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperatur dan waktu karbonisasi dan
interaksi antar keduanya memiliki pengaruh yang signifikan pada
peningkatan nilai kalor dan perbaikan sifat proximate arang jerami. Semakin
tinggi temperatur dan waktu karbonisasi, maka nilai kalor dan kadar karbon
semakin meningkat. Sedangkan kadar air dan volatile matter semakin
menurun. Nilai kalor dan kadar karbon tertinggi masing-masing sebesar 4.887
cal/gr dan, 43.35% dan 52.19% dicapai pada temperatur 650 °C dan waktu
karbonisasi 120 menit.

16
6. KARAKTERISASI BIOBRIKET CAMPURAN SERBUK KAYU DAN
TEMPURUNG KELAPA [ CITATION Oto17 \l 1033 ]
Limbah biomassa serbuk kayu dan tempurung kelapa memiliki potensi
besar untuk dikembangkan menjadi bahan bakar alternatif di Indonesia.
Kedua bahan tersebut merupakan komponen dasar biobriket yang berbentuk
arang setelah dikarbonisasi. Karbonisasi merupakan proses pengarangan yang
dilakukan untuk peningkatan jumlah karbon dan mengurangi kadar zat
terbang. Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan biobriket masing-
masing dari kayu cempaka, jati dan surain dan pembuatan biobriket masing-
masing dari kayu cempaka, jati dan surain yang dicampur tempurung kelapa
dengan komposisi 50%:50%. Sebagai bahan perekatnya digunakan perekat
kanji. Hasil karakterisasi terhadap nilai kalor diperoleh nilai kalor rata-rata
untuk biobriket serbuk kayu sebesar 4426 kal/gram dan nilai kalor rata-rata
untuk biobriket serbuk kayu yang dicampur tempurung kelapa sebesar 5415,2
kal/gram. Dengan demikian penambahan tempurung kelapa meningkatkan
nilai kalor.

7. PEMBUATAN BRIKET KOMPOSIT PLASTIK POLYETHYLENE,


ARANG TEMPURUNG KELAPA, DAN ARANG SEKAM PADI
SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF [ CITATION PCo19 \l 1033 ]
Kehidupan pada era globalisasi menghasilkan peningkatan
pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang berbanding lurus terhadap
permintaan bahan bakar namun berbanding terbalik terhadap ketersediaan
bahan bakar fosil, hal tersebut dapat ditanggulangi dengan menciptakan
energi alternatif. Plastik HDPE dan LDPE yang berpotensi dalam
menciptakan kekumuhan memiliki nilai kalor yang sangat tinggi yaitu 11.207
kkal/kg dan 12.318,4 kkal/kg, namun memiliki kadar zat terbang mencapai
99%. Kombinasi plastik polyethylene dengan biomassa seperti tempurung
kelapa dan sekam padi yang memiliki kadar zat terbang yang rendah dan
mengandung kadar selulosa dan lignin yang tinggi berpotensi menghasilkan
briket sebagai bahan bakar alternatif dengan kualitas yang baik. Tujuan
penelitian ini yaitu untuk mendapatkan karakteristik briket terbaik dari

17
sembilan komposisi campuran (plastik polyethylene: tempurung kelapa:
sekam padi) berdasarkan standarisasi briket yang ada. Plastik polyethylene
yang digunakan yaitu plastik HDPE dan LDPE. Bahan baku arang tempurung
kelapa dan arang sekam padi yang digunakan merupakan hasil proses
karbonisasi pada variasi temperatur 400oC, 500oC, dan 600oC. Hasil
penelitina menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur karbonisasi, maka
briket yang dihasilkan memiliki nilai kalor, kadar karbon, dan kadar abu yang
semakin tinggi, dengan kadar air dan kadar zat terbang yang semakin rendah.
Komposisi arang tempurung kelapa meningkatkan kadar air, volatile matter,
dan fixed carbon briket hasil secara signifikan. Jenis plastik LDPE (Low
Density Polyethylene) menghasilkan briket lebih baik. Pada penelitian ini
diperoleh briket dengan kualitas optimal pada temperatur 600oC, komposisi
20% low density polyethylene:65% arang tempurung kelapa:15% arang
sekam padi dengan nilai kadar air 5,97%, kadar abu 7,98%, volatile matter
35,39%, fixed carbon 50,36%, dan nilai kalor 7.419,48 kal/gr.

8. STUDI KARAKTERISTIK DAN KUALITAS BIOBRIKET CAMPURAN


BOTTOM ASH BATUBARA DENGAN ARANG TEMPURUNG KELAPA
[ CITATION Agu20 \l 1033 ]
Perlunya untuk mencari sumber energi lain yang bisa menggantikan
minyak bumi dan gas dengan karakteristik yang sesuai baik dari pembakaran
maupun mekanik. Bottom ash adalah hasil pembakaran batubara di PLTU
yang saat ini masih di anggap sebagai limbah dan belum di manfaatkan.
Padahal bottom ash batubara masih dapat menghasilkan panas yang cukup
tinggi. Tempurung kelapa di Kalsel yang cukup melimpah dimana tempurung
kelapa ini nilai kalori yang di hasilkan cukup tinggi jika dijadikan arang dan
digunakan sebagai bahan campuran biobriket dengan bottom ash batubara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas biobriket terbaik dari
campuran bottom ash batubara dan arang tempurung kelapa berdasarkan
komposisi campuran, dan ukuran partikel. Metode dalam penelitian ini
dilakukan dengan melakukan uji eksperimen yang dilakukan di laboratorium.
Parameter uji yang digunakan adalah karakteristik proximate briket dengan

18
variasi komposisi bahan baku dan binder. Semakin besar bahan imbuhan yang
digunakan akan menyebabkan meningkatnya kandungan abu dalam biobriket
bottom ash batubara. Kualitas biobriket terbaik adalah biobriket tipe F dengan
komposisi bottom ash batubara 25%, tempurung kelapa 55% dan damar 15%
serta kapur 5% dengan hasil analisa kandungan Inherent Moisture 5,77%,
Ash 10,74%, Volatile Matter 42,77%, Kalori 6.624,56 Kkal/kg serta durasi
pembakaran 247 detik.

9. PENGARUH TEMPERATUR DAN KOMPOSISI PEMBUATAN


BIOBRIKET DARI CAMPURAN KULIT KAKAO DAN DAUN JATI
DENGAN PLASTIK POLIETILEN [ CITATION Ros20 \l 1033 ]
Salah satu biomassa yang dapat dikonversi menjadi bioarang adalah
daun jati yang sering banyak ditemukan dan tidak dimanfaatkan semaksimal
mungkin. Kulit kakao merupakan limbah biomassa yang paling banyak
dijumpai di perkebunan kakao di Sumatera Utara khususnya di Juhar, Kab.
Karo. Selama ini pemanfaatan kulit kakao di daerah tersebut hanya dipakai
sebagai bahan bakar dengan kulit kakao terlebih dahulu dikeringkan dan
sebagian ada digunakan sebagai kompos. Selain itu, penggunaan plastik
mengalami peningkatan sehingga limbahnya pun makain naik. Padahal
limbah plastic termasuk kedalam non-biodegradable sehingga perlu dilakukan
pemanfaatan lebih banyak lagi. Dari kelebihan dan kekurangan ketiga jenis
bahan diatas, maka dapat dikombinasikan untuk dijadikan sebagai bahan baku
biobriket. sumber biomassa yang cukup melimpah. Pada penelitian ini
variabel yang digunakan adalah temperatur karbonisasi, komposisi campuran
arang kulit kakao dan daun jati dengan polietilen (HDPE). Temperatur
Karbonisasi yang digunakan yaitu dari temperatur 400˚C, 450˚C, 500˚C,
550˚C, dan 600˚C. Sedangkan variabel komposisi yang digunakan yaitu 100
% KKDJ : 0 % HDPE, 95 % KKDJ : 5 % HDPE, 90 % KKDJ : 10% HDPE,
85 % KKDJ : 15 % HDPE. Perekat yang digunakan yaitu larutan kanji
dengan kadar 10 % dari berat total biobriket. Dari penelitian yang dilakukan,
maka didapatkan biobriket dengan kualitas optimal pada temperatur
karbonisasi 550˚C dengan penambahan plastik HDPE 15 %, dimana

19
dihasilkan nilai kalor 7307 cal/gr, kadar air lembab 4,76 %, kadar abu 4,38 %,
kadar zat terbang 22,92 %, dan kadar karbon padat sebesar 67,94 %.

2.6 Pemilihan Metodologi


Metodologi merupakan suatu prinsip atau cara untuk melakukan suatu
pekekrjaan tertentu sehingga menghasilkan keluaran (output) sesuai rencana.
Metodologi dalam pembuatan biobriket pada umumnya terdiri dari dua
metodologi utama yaitu proses karbonisasi dan tanpa karbonisasi. Karbonisasi
biomassa atau yang lebih dikenal dengan pengarangan adalah suatu proses untuk
menaikkan nilai kalor biomassa dan dihasilkan pembakaran yang bersih dengan
sedikit asap. Hasil karbonisasi adalah berupa arang yang tersusun atas karbon dan
berwarna hitam. Prinsip proses karbonisasi adalah pembakaran biomassa tanpa
adanya kehadiran oksigen. Sehingga yang terlepas hanya bagian volatile matter,
sedangkan karbonnya tetap tinggal di dalamnya [ CITATION Sar15 \l 1033 ]. Pada
penelitian Iriany (2016) menjelaskan bahwa proses karbonisasi adalah proses
pemecahan/ peruraian selulosa menjadi karbon pada suhu berkisar 275 oC.
Dengan proses karbonisasi, nilai kalor yang dihasilkan dapat mencapai 25-30
MJ/kg, sedangkan proses non karbonisasi hanya menghasilkan nilai kalor sekitar
15 MJ/kg.

Tabel 2.3. Penjelasan Metode dalam Pembuatan Biobriket


Metode Kelebihan Kekurangan
Karbonisasi  Meningkatkan nilai fixed  Membutuhkan waktu
carbon dan nilai kalor [1] cukup lama
 Mengahasilkan pembakaran  Membutuhkan energi
yang bersih dengan sedikti atau bahan bakar untuk
asap [1] proses karbonasi
 Menurunkan emisi  Cost produksi lebih
pembakaran SOx [2] tinggi
Tanpa  Tidak membutuhkan energi  Nilai fixed carbon dan
Karbonisasi atau bahan bakar untuk nilai kalor rendah
proses karbonasi  Pembakaran

20
 Cost produksi murah menghasilkan banyak
asap
 Nilai emisi pembakaran
cukup tinggi
Sumber :
[1]
Sartono Putro (2015)
[2]
Sugeng Slamet (2015)

Berdasarkan penjelasan tabel diatas, maka metode pembuatan biobriket


melalui proses karbonisasi lebih menguntungkan dan direkomendasikan karena
proses karbonasi dapat menaikkan nilai kalor dan fix carbon sehingga dapat
menghasilkan produk briket yang nilai kalornya tinggi dan dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar dengan maksimal. Hal ini sesuai dengan fungsi utama dari
bahan bakar yaitu dapat menghasilkan nilai kalor yang tinggi sehingga proses
pembakaran dapat optimal.

Pada penelitian yang dilakukan oleh coniwanti, dkk (2019) tentang


pembuatan briket komposit ampas kopi, arang tempurung kelapa, dan arang
sekam padi sebagai bahan bakar alternative menunjukkan bahwa suhu optimal
yang didapatkan dari proses karbonisasi sebesar 600 oC selama 2 jam dengan
komposisi bahan baku yaitu 20% low density polyethylene : 65% arang
tempurung kelapa : 15% arang sekam padi dimana kualitas biobriket yang
didapatkan untuk nilai kadar air 5,97%, kadar abu 7,98%, volatile matter 35,39%,
fixed carbon 50,36%, dan nilai kalor 7.419,48 kal/gr.

Sementara itu, pemilihan jenis perekat dalam pembuatan biobriket


menggunakan tepung tapioka. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Erlinda, dkk (2016) tentang pengaruh jenis perekat pada briket dari kulit
buah bintaro terhadap waktu bakar yang menunjukkan bahwa jenis perekat terbaik
yaitu tapioka yang memenuhi standar SNI. Kemudian pada penelitian yang
dilakukan oleh Anggraini (2010) tentang pembuatan eko-briket dari komposit
sampah plastic HDPE dan arang sampah kebun dengan vairasi prekat
menunjukkan bahwa perekat terbaik didapatkan perekat jenis tapioka. Sementar
itu, untuk jumlah perekat yang digunakan berkisar 5 – 20 % sesuai permen SEDM

21
No.47 Tahun 2006 tentang komposisi biobriket batu bara. Pada penelitian
pembuatan biobriket yan dilakukan oleh Coniwanti (2019) dan Faisol (2020)
menggunakan perekat tapioka dengan konsentrasi 5% dan Erlinda, dkk (2016)
sebesar 20%.

2.7 Hipotesa

Hipotesa dalam penelitian Studi Karakterisasi Pembuatan Biobriket Komposit


Sampah Organik, Tempurung Kelapa dan Plastik Polyethylene Sebagai Bahan
Bakar Alternatif” yaitu :

1. Pembuatan biobriket dari Sampah Organik, Tempurung Kelapa dan Plastik


Polyethylene akan menghasilkan biobriket dengan karakterstik yang sesuai
SNI No. 01-6235-200.
2. Pada pembuatan biobriket, akan menghasilkan komposisi optimum dan
jumlah perekat terbaik yang sesuai SNI.
3. Semakin besar komposisi Plastik Polyethylene dalam campuran, maka akan
semakin tinggi nilai kalornya.

22
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Universitas
Muhammadiyah Jakarta dan Laboratorium Batubara PT Indonesia
Power Banten 3 Lontar OMU.

3.1.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai dari bulan
September 2020 sampai bulan Desember 2020. Adapun rincian
kegiatan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Rencana Kegiatan Penelitian


Bulan
Kegiatan Septembe Desember
r Oktober November
Persiapan proposal
dan bahan baku                        
Penelitian                        
Analisa hasil                        
Pembuatan laporan                        

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

1. Oven 15. Penangas air


2. Furnace 16. Mortar
3. Wadah 17. Unit Thermo Gravity Analyzer
4. Neraca analitik LECO TGA-701
5. Gelas arloji 18. Blower external
6. Penjepit spatula 19. Spatula

23
7. Kalorimeter bomb 20. Tongs crucible
8. Alat press 21. Cetakan briket
9. Ayakan 60 mesh
10
. Termometer

3.2.2 Bahan

1. Sampah Organik (daun, 5. Gas oksigen UHP


ranting dan rumput) 6. Gas nitrogen UHP
2. Ampas Kopi 7. Udara tekan
3. Tepung Tapioka
4. Air / Aquades

3.3 Metode Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang data-datanya


diperoleh dengan melakukan eksperimen sesuai dengan variable yang sudah
ditentukan. Pada dasarnya membuat briket digunakan proses yang meliputi
persiapan bahan baku, karbonisasi, pembuatan perekat, pembuatan briket dan
pengujian/ analisa.

3.3.1 Tahapan Persiapan

Tahap persiapan penelitian berupa studi literatur yang berkaitan dengan


perancangan penelitian seperti karakteristik dari bahan baku (sampah organik,
tempurung kelapa dan ampas kopi) dan komposisi pembuatan biobriket serta
kondisi operasi pada proses karbonisasi. Setelah dilakukan studi literatur
mengenai karakteristik dari bahan baku dan komposisi pembuatan biobriket, maka
dilakukan penyusunan variabel serta kondisi operasi yang tepat. Pada tahap ini
juga dilakukan observasi laboratorium mengenai peralatan dan bahan yang
dibutuhkan. Studi obeservasi dilaksanakan di Laboratorium Universitas
Muhammadiyah Jakarta dan Laboratorium Batubara PT Indonesia Power Banten
3 Lontar OMU.

24
3.3.2 Proses Pretreatment Bahan Baku
Pretreatment bahan baku dilakukan dengan pembersihan kotoran yang
terdapat pada bahan baku. Adapun tahapan proses pendahuluan (pretreatment)
pada masing-masing bahan baku dalam penelitian ini yaitu:
1. Pretreatment Tempurung Kelapa
a) Tempurung kelapa dibersihkan terlebih dahulu dari bahan pengotor
seperti serabut, tanah atau lumpur dan kotoran yang menempel
b) Tempurung kelapa dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil untuk
memudahkan proses karbonasi
c) Tempurung kelapa dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari
selama 3 hari untuk mengurangi kadar air
2. Pretreatment Ampas Kopi
a) Ampas kopi dalam bentuk serbuk dikeringkan dengan menggunkan oven
oada kondisi operasi 104 oC selama 2 jam
b) Lakukan pengecilan ukuran (size reduction) pada ampas kopi dengan
menggunakan crusher
c) Lakukan pengayakan pada serbuk ampas kopi dengan menggunakan
ayakan 60 mesh
3. Pretreatment Sampah Organik (Daun, Ranting dan Rumput)
a) Sampah organik dibersihkan terlebih dahulu dari bahan pengotor seperti
tanah atau lumpur dan kotoran yang menempel
b) Sampah organik dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil untuk
memudahkan proses karbonasi
c) Sampah organik dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari selama
3 hari untuk mengurangi kadar air

3.3.3 Proses Karbonisasi


Tempurng kelapa dan sampa organik yang sudah dibersihkan, kemudian
dilakukan proses karbonisasi dengan tujuan untuk meningkatkan kadar fixed
carbon sehingga nilai kalornya semakin meningkat. Karbonisasi dilakukan
dengan membakar bahan baku dengan suplai oksigen yang sedikit atau tanpa

25
oksigen. Adapun tahapan proses karbonisasi tempurung kelapa dan sampah
organik dalam penelitian ini yaitu:
a) Tempurung kelapa dan sampah organik dimasukkan ke dalam furnace
dengan menggunakan wadah masing-masing
b) Mengatur suhu furnace pada 600oC
c) Melakukan proses karbonisasi atau pengarangan selama 2,5 jam untuk
mendapatkan hasil yang maksimal
d) Melakukan pengecilan ukuran (size reduction) pada bahan baku sampai
halus dengan menggunakan grinder
e) Melakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan 60 mesh untuk
mendapatkan ukuran yang seragam

3.3.4 Proses Pembuatan Perekat


Perekat digunakan untuk menggabungkan campuran bahan baku komposit
biobriket. Perekat yang digunakan dalam penelitian ini berupa tepung tapioka
sebanyak 5% dari berat bahan baku per satu briket. Adapun tahapan pembuatan
perekat dalam penelitian ini yaitu:
a) Menyiapkan tepung tapioka dan aquadest dengan perbandingan tepung
tapioka dan aquadest yaitu 1:20 (b/v) dalam satuan gram/liter
b) Melakukan pengadukan (mixing) terhadap campuran tapioka dan aquadest
sampai homogen
c) Melakukan pemanasan pada campuran dengam hot plate pada suhu 150 oC -
200oC hingga mengental dan merata sempurna

3.3.5 Tahap Pembuatan Biobriket Komposit


Pembuatan biobriket dilakukan dengan mencampurkan bahan perekat dan
serbuk arang yang dilanjutkan dengan pengepresan serta pengeringan. Adapun
tahapan pembuatan biobriket dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu
pembuatan biobriket dengan variable komposisi bahan baku dan pembuatan
biobriket dengan variable jumlah perekat tapioka.

26
3.3.5.1 Pembuatan Biobriket Komposit dengan Variable Komposisi Bahan
Baku
Pembuatan biobriket dengan variable komposisi bahan baku berupa sampah
organic, tempurung kelapa dan ampas kopi yaitu sebagai berikut :
a) Bahan baku berupa arang tempurung kelapa dan arang sampah organik (basis
presentase massa) dicampur dengan komposisi 50% : 50% sehingga menjadi
arang sampah organik + tempurung kelapa.
b) Kemudian arang sampah organik + tempurung kelapa ditambahkan plastik
polyethylene dengan vairiasi yang sudah ditentukan seperti pada table 3.2.
Sementara itu, total masa campuran arang sampah organik + tempurung
kelapa dan ampas kopi seberat 10 gram. Adapun variasi komposisi bahan
baku seperti dibawah ini :

Tabel 3.2 Variabel Komposisi Bahan Baku


Arang Tempurung Kelapa +
Nama Sampel Ampas Kopi (%)
Sampah Organik (%)
Sampel 1 0 100
Sampel 2 5 95
Sampel 3 15 85
Sampel 4 25 75
Sampel 5 50 50
Sampel 6 65 35
Sampel 7* 75 25
Sampel 8** 100 0
Keterangan :
*Komposisi bahan baku 100% arang tempurung kelapa
**Komposisi bahan baku 100% arang sampah organic

c) Mencampur ketiga bahan baku dan diaduk rata sampai homogen


d) Menambahkan perekat sebesar 5% dari total berat campuran bahan baku dan
diaduk sampai merata
e) Melakukan pencetakan dengan menggunakan alat pencetakan briket
f) Melakukan pengeringan terhadap biobrket dengan menggunakan oven pada
suhu 60 oC selama 24 jam

27
3.3.5.2 Pembuatan Biobriket Komposit dengan Variable Jumlah Perekat
Pembuatan biobriket dengan variable jumlah perekat berupa tapioka yang
ditambahkan pada kompisi bahan baku yaitu sebagai berikut :
a) Bahan baku berupa arang tempurung kelapa dan arang sampah organik (basis
presentase massa) dicampur dengan komposisi 50% : 50% sehingga menjadi
arang sampah organik + tempurung kelapa.
b) Kemudian arang sampah organik + tempurung kelapa ditambahkan ampas
kopi dengan perbandingan komposisi A (50% : 50%) dan komposisi B (75% :
25%). Sementara itu, total masa campuran arang sampah organik +
tempurung kelapa dan plastik polyethylene seberat 10 gram.
c) Mencampur ketiga bahan baku dan diaduk rata sampai homogen
d) Menambahkan perekat dengan kombinasi vairiasi presentase massa yang
sudah ditentukan seperti pada seperti pada table 3.3.

Tabel 3.3 Variabel Komposisi Massa Perekat


Nama Sampel Perekat Tapioka (%)
Sampel A 0
Sampel B 10
Sampel C 15
Sampel D 20
Sampel E 25
Sampel F* 20
Keterangan :
*Jenis perekat berupa lem kanji yang dijual di pasaran

e) Melakukan pencetakan dengan menggunakan alat pencetakan briket


f) Melakukan pengeringan terhadap biobrket dengan menggunakan oven pada
suhu 60 oC selama 24 jam

3.4 Metode Analisa

Setelah proses pembuatan biobriket pada masing-masing variable komposisi


dan suhu proses karbonisasi, maka dilakukan pengujian untuk menentukan
kualitas dari biobriket. Adapun pengujian yang dilakukan terdiri dari analisa
proksimat berdasarkan metode ASTM D-7582-15, analisa nilai kalor berdasarkan
ASTM D-5865, analisa kerapatan (density) berdasarkan ASTM B-311-93 dan
analisa drop test ASTM D 440-86 R02

28
3.4.1 Analisa Proksimat dengan Metode ASTM D-7582-15
Pada analisa proximate adalah rangkaian pengujian untuk menetapkan
proporsi komponen briket dalam sample briket yang telah dikering terlebih dahulu
(air dried sample) ketika dibakar pada kondisi tertentu sehingga hasil
pengujiaannya dilaporkan dalam air dried basis. Adapun parameter yang diukur
dalam analisa proximate terdiri dari moisture content, ash content, volatile matter
dan fixed carbon sesuai metode standar ASTM D-7582-15. Pada metode ini,
analisa akan berjalan secara berurutan dengan menggunakan unit alat Thermo
Gravimetry Analyzer LECO TGA-701.
a) Analisa Moisture Content
Analisa moisture content merupakan suatu cara untuk mengukur jumlah
kandungan air yang terdapat dalam sample bahan bakar padat. Analisa
moisture content dilakukan dengan menggunakan alat Thermo Gravimetry
Analyzer. Langkah pertama, alat akan mendeteksi berat sampel yang akan
dianalisa kemudian akan dilakukan proses pemanasan pada sample
(pengeringan) pada suhu 107 oC selama kurang lebih 2 jam lalu alat secara
otomatis akan menimbang berat sample kering (setelah pemanasan). Setelah
itu, dilakukan perhitungan moisture content sample dengan menggunakan
rumus persamaan :

M = [(W – B) / W)] x 100 %


Keterangan:
M = Presentase moisture content in analysis sample (%)
W = Berat sample (gr)
B = Berat sample kering setelah pemanasan pada step moisture in analysis
sample (gr)

b) Analisa Volatile Matter

29
Analisa volatile matter merupakan suatu cara untuk mengukur jumlah zat yang
menguap selama proses pembakaran sebagai produk dari dekomposisi senyawa
pada sample. Pada analisa dapat menggunakan sample yang sama pada step
moisture in analysis kemudian sample dilanjutkan dengan pemanasan pada
suhu 950 oC selama kurang lebih 30 menit lalu alat secara otmatis akan
menimbang berat sample kering (setelah pemanasan). Setelah itu, dilakukan
perhitungan volatile matter sample dengan menggunkana rumus persamaan :

VM = [(B – C) / W)] x 100 %

Keterangan:
VM = Presentase volatile matter (%)
W = Berat sample (gr)
B = Berat sample kering setelah pengeringan pada step moisture in analysis
sample (gr)
C = Berat sample kering setelah pemanasan pada step volatile matter (gr)

c) Analisa Ash Content


Analisa ash content merupakan suatu cara untuk mengukur jumlah residu
anorganik yang terdapat dalam bahan. Pada analisa dapat menggunakan sample
yang sama pada step moisture in analysis kemudian sample dilanjutkan dengan
pemanasan pada suhu 750 oC selama kurang lebih 3 jam lalu alat secara otmatis
akan menimbang berat sample kering (setelah pemanasan). Setelah itu,
dilakukan perhitungan ash content sample dengan menggunakan rumus
persamaan :

A = (F / W) x 100 %

Keterangan:
A = Presentase ash content (%)
W = Berat sample (gr)
F = Berat abu residu setelah pembakaran pada step moisture in analysis

30
sample (gr)

d) Analisa Fixed Carbon


Analisa fixed carbon merupakan suatu cara untuk mengukur jumlah karbon
yang tersisa pada sample setelah dilakukan proses penghilangan volatile
matter, ash content dan moisture content dalam sample. Pada perhitungan fixed
carbon sample dapat dengan menggunakan rumus persamaan :

FC = 100 – [M – VM – A] %

Keterangan:
FC = Presentase fixed carbon (%)
M = Presentase moisture content (%)
VM = Presentase volatile matter (%)
A = Presentase ash content (%)

3.4.2 Analisa Nilai Kalor


Nilai kalor adalah jumlah keseluruhan panas dari pembakaran briket. Untuk
mengukur nilai kalor dari suatu sample digunakan calorimeter bomb dengan
metode ASTM D-5865.

3.4.3 Analisa Kerapatan (Density)


Kerapatan atau densitas merupakan perbandingan massa suatu zat dengan
volume nya. Kerapatan yang tinggi menunjukkan kekompokan antar suatu zat
yang saling kuat. Perhitungan nilai densitas dilakukan berdasarkan ASTM B-311-
93 nilai densitas dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

ρ=m/v

Keterangan :
ρ = Massa jenis (g/cm3)
m = Massa jenis (g)
v = Massa jenis (cm3)

31
3.4.4 Analisa Drop Test
Pengujian Mula-mula spesimen ditimbang menggunakan timbangan untuk
menentukan berat awal, Kemudian briket dijatuhkan pada ketinggian 1,8 meter
dengan permukaan landasan harus rata dan halus. Setelah dijatuhkan, spesimen
ditimbang ulang untuk mengetahui berat yang hilang dari briket. Setelah
mengetahui seberapa prosentase yang hilang. Kita dapat mengetahui kekuatan
spesimen terhadap benturan, Apabila partikel yang hilang terlalu banyak, berarti
specimen yang dibuat tidak tahan terhadap benturan. Pengujian drop test
menggunakan metode ASTM D 440-86 R02. Tujuan dari pengujian ini drop test
untuk mengetahui ketahanan briket terhadap benturan. Yang bermanfaat pada saat
penyimpanan di gudang maupun pendistribusian briket ke konsumen sebelum
briket digunakan.

3.4.5 Perbandingan Kualitas Biobriket dengan Standar Baku Mutu


Setelah dilakukan proses analisa proksimat dan nilai kalor, maka kualitas
biobriket dibandingkan dengan standarisasi biobriket yang ada di Indonesia yaitu
SNI (Standar Nasional Indonesia) dengan nomor SNI 01-6235-2000 dan
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI No. 047 Tahun 2006.

Tabel 3.3 Standar Kualitas Briket


Standarisasi Baku Mutu
Parameter Briket
SNI 01-6235-2000 PERMEN ESDM No. 047/2006

Moisture (%) ≤8 ≤ 15

Ash Content (%) ≤8 ≤ 10

Volatile Matter (%) ≤ 15 Sesuai bahan baku

Fixed Carbon (%) ≥ 77 Sesuai bahan baku

32
Nilai Kalor (Cal/gr) ≥ 5000 4400

3.5 Diagram Alir


3.5.1 Diagram Alir Pembuatan Biobriket Komposit dengan Variable
Komposisi Bahan Baku

Bahan baku Tempurung kelapa dan


sampah organik

Pembersihan tempurung kelapa dan sampah organik

Pretreatment tempurung Pretreatment sampah organik


kelapa

Proses karbonisasi pada suhu Proses karbonisasi pada suhu


600 oC selama 2 jam 600 oC selama 2 jam

Arang tempurung kelapa Arang sampah


organik

Penghalusan (size reduction) Penghalusan (size reduction)


dan pengayakan 60 mesh dan pengayakan 60 mesh

Tidak

Serbuk arang > 60 mesh

Ya

33
Serbuk arang tempurung Serbuk arang sampah
kelapa organik

Pencampuran arang tempurung


kelapa dan arang sampah organik
dengan perbandingan 50% : 50%

Ampas kopi yang Menyiapkan tepung


sudah dikeringkan tapioka dan aquadest
Arang tempurung kelapa dan arang dengan perbandingan
sampah organik 1:20 (b/v) dalam
satuan gram/liter

Pengadukan dan
Pencampuran arang tempurung kelapa + arang pemansan
sampah dan ampas kopi sesuai variasi
komposisi (Tabel 3.2)
Larutan perekat

Pencetakan (pressing) dan Pengeringan


(drying) dengan oven pada suhu 60 oC

Biobriket Analisa :
Komposit 1. Analisa proximate
2. Analisa nilai kalor
3. Analisa Kerapatan
4. Analisa Drop Test

Perbandingan dengan SNI


01-6235-2000 dan PERMEN
ESDM No.47 Tahun 2006

34
3.5.2 Diagram Alir Pembuatan Biobriket Komposit dengan Variable
Jumlah Perekat

Bahan baku Tempurung kelapa dan


sampah organik

Pembersihan tempurung kelapa dan sampah organik

Pretreatment tempurung Pretreatment sampah organik


kelapa

Proses karbonisasi pada suhu Proses karbonisasi pada suhu


60 oC selama 2 jam 60 oC selama 2 jam

Arang tempurung kelapa Arang sampah


organik

Penghalusan (size reduction) Penghalusan (size reduction)


dan pengayakan 60 mesh dan pengayakan 60 mesh

Tidak

Serbuk arang > 60 mesh

Ya

35
Serbuk arang tempurung Serbuk arang sampah
kelapa organik

Tepung tapioka dengan


Pencampuran arang tempurung
presentase berat sesuai
kelapa dan arang sampah organik
variable (Tabel 3.3)
dengan perbandingan 50% : 50%

Plastik polyethylene
ukuran 20 mesh
Arang tempurung kelapa dan arang
Pencampuran tepung
sampah organik tapiok dan air dengan
rasio 1:20 (b/v)

Pengadukan dan
Pencampuran arang tempurung kelapa + arang pemansan
sampah dan ampas kopi dengan perbandingan
80% : 20%
Larutan perekat

Pencetakan (pressing) dan Pengeringan


(drying) dengan oven pada suhu 60 oC

Biobriket Komposit Analisa :


Analisa proximate
Analisa nilai kalor
Analisa Kerapatan
Analisa Drop Test

Perbandingan dengan SNI


01-6235-2000 dan PERMEN
ESDM No.47 Tahun 2006

36
37

Anda mungkin juga menyukai