PENDAHULUAN
Salah satu energi terbarukan yang dapat dijadikan energi alternatif untuk
sumber energi industri dan masyarakat yaitu biobriket. Biobriket adalah briket
atau arang yang berasal dari limbah biomass dan campuran lainnya melalui proses
karbonasi dan ditambahkan bahan perekat. Biobriket memiliki beberapa kelebihan
diantaranya yaitu nilai kalor yang cukup tinggi menghasilkan asap yang sangat
sedikit dan ramah lingkungan serta penggunaan yang cukup mudah dengan harga
yang ekonomis sehingga bahan bakar biobriket memiliki prospek yang baik untuk
dijadikan sebagai energi alternatif di masa depan sekaligus mendukung upaya
pelestarian lingkungan. Penggunaan bahan baku briket akan lebih baik lagi jika
berasal dari sumber energi yang dapat menimbulkan efek negatif bagi lingkungan
seperti limbah rumah tangga, pasar, perkantoran maupun tempat lainnya
[ CITATION Ros17 \l 1033 ].
Salah satu, sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui yang cukup
potensial adalah limbah sampah organik seperti rumput, dedaunan dan ranting
pohon yang banyak dihasilkan oleh suatu industri atau perusahaan, seperti PT.
Indonesia Power PRO POMU. Sebagai suatu perusahaan pembangkit listrik yang
berada di Wilayah DKI Jakarta, PT. Indonesia Power PRO POMU dalam kegiatan
operasionalnya menghasilkan sampah organik. Berdasarkan data pengelolaan
Lingkungan PT. Indonesia Power PRO POMU, timbulan sampah organic (kebun)
1
perusahaan mulai dari tahun 2016-2019 berturut-turut sebesar 135,4 ton, 122,8
ton, 112,7 ton, dan 101 ton. Sementara itu, PT. Indonesia Power PRO POMU
sebagai perusahaan dengan predikat peraih PROPER Hijau (Beyond Complience)
harus melakukan upaya 3R untuk mengurangi timbulan sampah organic yang
dihasilkan. Pada saat ini, PT. Indonesia Power PRO POMU hanya melakukan
kegiatan composting sebagai upaya pemanfaatan sampah organic menjadi pupuk
kompos. Namun, kegiatan composting tersebut hanya dapat mengelola sampah
organic 26% dari timbulan sampah organic total sehingga masih ada timbulan
sampah organic yang masih belum terkelola. Hal ini masih membutuhkan invoasi
lebih lanjut dalam mengelola sampah organic menjadi produk yang lebih
bermanfaat dan tidak berpotensi dalam pencemaran lingkungan.
Timbulan Sampah
Komposting
Tahun Organik1)
Kg Ton Kg Ton Presentase (%)
2016 135.408 135,4 25.546 25,5 19%
2017 122.812 122,8 25.735 25,7 21%
2018 112.700 112,7 26.078 26,1 23%
2019 101.028 101,0 32.420 32,4 32%
20202) 32.383 32,4 10.603 10,6 33%
Total 504.332 504,3 120.382,0 120,4 Avg = 26%
Keterangan:
1)
Komposisi sampah organik yaitu daun, rumput dan ranting
2)
Data sampai bulan Juni 2020
2
secara signifikan sekitar 12 hingga 15 kantong per hari). Jumlah gerai kopi di
Indonesia mungkin sudah mencapai ratusan ribu gerai. Dari kondisi ini, maka bisa
diasumsikan bahwa jumlah ampas kopi yang terbuang dalam jangka waktu
kedepan sangat tinggi. Padahal Ampas kopi dapat menjadi racun bagi lingkungan
karena mengandung kafein, tanin, dan polifenol. Namun di sisi lain, ampas kopi
ini memiliki nilai kalor yang cukup tinggi yaitu 4.504 cal/gr yang berpotensi
untuk dijadikan bahan baku pembuatan biobriket dengan treatment tertentu
[ CITATION Wah12 \l 1033 ]. Sementara itu, bahan baku biobriket yang banyak
dikembangkan juga berupa tempurung kelapa. Selain ketersediaan limbah
tempurung kelapa cukup melimpah dan banyak dimanfaatkan sebagai arang,
limbah ini memiliki kandungan serat kasar yang tinggi seperti selulosa dan lignin
serta memiliki nilai kalor yang cukup baik sebesar 30.750 kJ/kg [ CITATION
Esm11 \l 1033 ].
3
1.3. Tujuan
4
4. Produk biobriket komposit dari sampah organik, tempurung kelapa dan
ampas kopi
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa (Suhardiyono, 1995)
7
tempat sampah, maupun produk lain yang sering dipakai untuk kegiatan
outdoor (Anggraini, 2008).
Plastik LDPE (Low Density Polyethylene) meruapakan jenis plastik yang
berasal dari hasil pengolahan minyak bumi. Nilai kalor LDPE lebih tinggi
dibandingkan dengan plastik HDPE yaitu sebesar 12.318,4 kkal/gr
(Damanhuri, 2010). Plastik LDPE sering digunakan sebagai pembungkus
makanan karena tidak bereaksi terhadap makanan ataupun minuman sehingga
aman digunakan. Kekurangan plastik LDPE adalah sangat sulit daur ulang
(Johansyah, 2014).
2.2 Produk
2.2.1 Briket
8
Parameter Kualitas Briket Parameter kualitas briket dapat diketahui
melalui metode, seperti metode ASTM (American Society for Testing and
Materials) yaitu analisa proksimat dan nilai kalor.
Sementara itu, untuk karakteristik briket yang baik dan memenuhi standar yaitu :
1. Nilai kalornya tinggi
2. Mudah dinyalakan
3. Menghasilkan bara api yang baik
4. Tidak berasap
5. Tidak menimbulkan bau yang tidak sedap
6. Tidak mudah pecah
7. Kadar abu rendah
8. Tidak cepat habis terbakar
9. Emisi gas COx, NOx, dan SOx rendah
10. Dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama
2.3 Proses
2.3.1 Karbonisasi
9
akan menguap (Widowati, 2003). Karbon terbentuk pada proses karbonisasi
dengan temperatur 400 – 600°C selama waktu 1 – 2 jam dalam kondisi yang
sedikit kontak dengan udara. Menurut Maryono (2013), reaksi yang terjadi pada
proses karbonisasi yaitu :
270-310oC
(C6H10O5)n CH3COOH + 3CO2 + 2H2O + CH3OH + 5H2 + 3CO
310-500oC
[(C6H10O3)(CH3O)]n C18H11CH3 (ter) + C6H5OH + CO + CO2 + CH4 + H2
500-1000oC
(CxHyOz)n + O2 C (grafit) + CO + H2O
Hasil karbonisasi adalah berupa arang yang tersusun atas karbon dan
berwarna hitam. Prinsip proses karbonisasi adalah pembakaran biomassa tanpa
adanya oksigen. Sehingga yang terlepas hanya volatile matter, sedangkan
karbonnya tetap tinggal di dalamnya. Temperature karbonisasi akan sangat
berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan sehingga penentuan temperature
yang tepat akan menentukan kualitas arang (Tobing, dkk 2007).
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisa nilai kalor dan
Analisa proksimat yang meliputi kandungan air, zat terbang, kadar abu, dan
karbon terikat. Metoda standar dalam perdagangan batu bara pada umumnya,
yaitu :
10
BS (British Standards).
AS (Australia Standards).
(sumber : Irlanda Palupi, 2012)
11
terikat secara kimia pada bahan-bahan mineral dalam briket. Sedangkan
decomposition moisture merupakan air yang dihasilkan pada saat terjadi
dekomposisi senyawa-senyawa dalam batu bara/briket.
Semakin tinggi kadar air dalam briket maka dapat menurunkan nilai
kalor yang dapat menyulitkan penyalaan karena meningkatkan jumlah energi
yang diperlukan untuk memulai pembakaran serta menimbulkan asap.
2. Analisa nilai kalor briket dengan menggunakan alat bomb calorimetri metode
ASTM D5865
12
1. EKO-BRIKET DARI KOMPOSIT SAMPAH PLASTIK HIGH DENSITY
POLYETHYLENE (HDPE) DAN ARANG SAMPAH KEBUN [ CITATION
Rat10 \l 1033 ]
Ekobriket merupakan salah satu energi alternative yang dapat dibuat
dari sampah kebun dimana ketersediaan sampah kebun tersebut melimpah.
Namun nilai kalor yang dimiliki oleh sampah kebun yang cenderung rendah
sehingga diperlukan upaya untuk meningkatka nilai kalor tersebut. Sampah
plastik HDPE memiliki nilai kalor tingii sekitar 46.400 kj/kg dan ketersediaan
yang cukup banyak. Sampah kebun dan sisa plastik HDPE dapat
dikombinasikan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuat ekobriket
sehingga dapat mencipatkan energi alternative dan mengurangi timbulan
sampah. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan komposisi bahan
baku, menentukan karakterisitik, menetukan jenis bahan perekat dan aspek
biaya dalam produksi eko-briket komposit sampah plastic HDPE dan arang
sampah kebun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka didapatkan
Eko-briket terbaik dengan komposisi Sampak Plastik : Sampah Kebun
dengan perbandingan 10:90 dengan perekat kanji memiliki nilai kalor sebesar
5.469,73 kal/g dengan biaya yang paling murah. Perakat terbaik yang
digunakan yaitu kanji karena air dalam perekat kanji lebih mudah menguap.
Penggunaan eko-briket ini sebagai bahan bakar dapat mengurangi jumlah
timbulan sampah, yaitu sampah kebun sekitar 1.523,71 – 1.809,43 g/kg eko-
briket dan sampah plastik HDPE sebanyak 5 – 20% dari berat briket yang
dibuat, sehingga eko-briket ini merupakan bahan bakar (sumber energi
alternatif) yang ramah lingkungan. Namun, Bahan bakar dari komposit
sampah plastik HDPE dan arang sampah kebun ini belum dapat dikatakan
sebagai briket karena kadar abu dan nilai kuat tekan produk eko-briket ini
tidak memenuhi standar kualitas briket bio-batubara.
13
Limbah plastik dengan jenis LDPE banyak kita jumpai dalam
kehidupan sehari hari dan memiliki nilai kalor yang tinggi 11.758 kal/gram
sehingga berpotensi untuk dijadikan campuran briket. Tempurung kelapa
banyak dimanfaatkan sebagai briket dengan kualitas yang cukup baik dan
nilai kalor 5.780 kal/gr. Nilai kalor cangkang sawit adalah 20.093 kilojoule
per kilogram (Ma et al, 2004) atau sekitar 4800 kalori dan setelah menjadi
briket akan menghasilkan nyala yang konstan karena kadar zat terbangnya
rendah. Dari kelebihan dan kekurangan ketiga jenis bahan diatas, maka dapat
dikombinasikan untuk dijadikan sebagai bahan baku briket. Tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh komposisi briket terhadap
analisa proksimat, mengetahui komposisi briket yang terbaik sesuai dengan
standar mutu briket dan mengetahui apakah briket dengan komposisi terbaik
sudah sesuai dengan standar mutu briket. Pembuatan briket menggunkan
campuran bahan baku dengan variable komposisi dan proses karbonasi
dilakukan pada variasi suhu 400oC, 450oC dan 500oC. Untuk mengetahui
kualitas briket yang dihasilakan pada masing-masing variable komposisi dan
proses, maka dilakukan analisa proximate terhadap briket tersebut meliputi
parameter kadar air, kadar abu, volatile matter, fixed carbon dan nilai kalor.
Penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak limbah plastik LDPE yang
digunakan maka semakin tinggi nilai kalor, kadar volatile matter dan fixed
carbon-nya, sedangkan kadar abu dan kadar air akan semakin rendah. Briket
terbaik diperoleh pada komposisi 10% massa limbah plastik LDPE, 50%
massa Cangkang Sawit temperature karbonisasi 500oC, dan 40% massa
Tempurung Kelapa. Briket terbaik yang dihasilkan telah memenuhi standar
briket PERMEN No. 47 Th. 2006 dan standar Jepang dengan nilai kalor
7.508 kalori/gram, kadar air 4,30%, kadar abu 3,95%, kadar volatil matter
26,78%, dan kadar fixed carbon 64,97%.
14
Bottom ash adalah hasil pembakaran batubara di PLTU yang saat ini
masih di anggap sebagai limbah dan belum di manfaatkan. Padahal bottom
ash batubara masih dapat menghasilkan panas yang cukup tinggi. Selain itu,
sumber energi biomassa merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui
(renewable) sehingga dapat dikombinasikan dengan bottom ash untuk
dijadikan biobriket sebagai sumber energi alternatif yang berkesinambungan
(suistainable). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa potensi limbah
biomassa dengan bottom ash dengan beberapa komposisi sehingga bisa
dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif bagi masyarakat. Pada
pembuatan biobriket menggunakan proses karbonasi pada suhu 300 oC dan
dihaluskan sampai ukuran 400 mesh serta dilanjutkan dengan pengepresan
dengan kompaksi 4:2. Parameter analisa yang digunakan terhadap produk
biobriket yang dihasilkan yaitu kadar carbon, kadar SOx, kadar air dan kadar
abu. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa komposisi
terbaik didapatkan pada pencampuran antara bottom ash : tempurung kelapa
(60 : 40) dimana kadar carbon 96,94%, SOx 0,48%, kadar air 2,34% dan
kadar abu 50,62%. Proses karbonisasi pada bahan baku biobriket mampu
menurunkan prosentase senyawa berbahaya khususnya SOx yang terkandang
dalam limbah batu bara.
15
mengetahui pengaruh penambahan HDPE dan Minyak Jelantah, menentukan
karakteristik biobriket dan menentukan kualitas terbaik dari ketiga biobriket
yang dibuat yaitu birket sampah organic, briket campuran HDPE dan briket
campuran Minyak Jelantah. Pengujian kualitas biobriket yang dihasilkan
dianalisa berdasarakan parameter kadar air, kadar abu, dan nilai kalor. Hasil
peneltiian menunjukkan bahwa jenis briket-MJ memiliki kualitas yang paling
baik dibandingkan kedua jenis lainnya dengan nilai kadar air sebesar 9.39% ,
kadar abu 20% dan memiliki nilai kalor sebesar 6245.66 kal/g.
16
6. KARAKTERISASI BIOBRIKET CAMPURAN SERBUK KAYU DAN
TEMPURUNG KELAPA [ CITATION Oto17 \l 1033 ]
Limbah biomassa serbuk kayu dan tempurung kelapa memiliki potensi
besar untuk dikembangkan menjadi bahan bakar alternatif di Indonesia.
Kedua bahan tersebut merupakan komponen dasar biobriket yang berbentuk
arang setelah dikarbonisasi. Karbonisasi merupakan proses pengarangan yang
dilakukan untuk peningkatan jumlah karbon dan mengurangi kadar zat
terbang. Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan biobriket masing-
masing dari kayu cempaka, jati dan surain dan pembuatan biobriket masing-
masing dari kayu cempaka, jati dan surain yang dicampur tempurung kelapa
dengan komposisi 50%:50%. Sebagai bahan perekatnya digunakan perekat
kanji. Hasil karakterisasi terhadap nilai kalor diperoleh nilai kalor rata-rata
untuk biobriket serbuk kayu sebesar 4426 kal/gram dan nilai kalor rata-rata
untuk biobriket serbuk kayu yang dicampur tempurung kelapa sebesar 5415,2
kal/gram. Dengan demikian penambahan tempurung kelapa meningkatkan
nilai kalor.
17
sembilan komposisi campuran (plastik polyethylene: tempurung kelapa:
sekam padi) berdasarkan standarisasi briket yang ada. Plastik polyethylene
yang digunakan yaitu plastik HDPE dan LDPE. Bahan baku arang tempurung
kelapa dan arang sekam padi yang digunakan merupakan hasil proses
karbonisasi pada variasi temperatur 400oC, 500oC, dan 600oC. Hasil
penelitina menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur karbonisasi, maka
briket yang dihasilkan memiliki nilai kalor, kadar karbon, dan kadar abu yang
semakin tinggi, dengan kadar air dan kadar zat terbang yang semakin rendah.
Komposisi arang tempurung kelapa meningkatkan kadar air, volatile matter,
dan fixed carbon briket hasil secara signifikan. Jenis plastik LDPE (Low
Density Polyethylene) menghasilkan briket lebih baik. Pada penelitian ini
diperoleh briket dengan kualitas optimal pada temperatur 600oC, komposisi
20% low density polyethylene:65% arang tempurung kelapa:15% arang
sekam padi dengan nilai kadar air 5,97%, kadar abu 7,98%, volatile matter
35,39%, fixed carbon 50,36%, dan nilai kalor 7.419,48 kal/gr.
18
variasi komposisi bahan baku dan binder. Semakin besar bahan imbuhan yang
digunakan akan menyebabkan meningkatnya kandungan abu dalam biobriket
bottom ash batubara. Kualitas biobriket terbaik adalah biobriket tipe F dengan
komposisi bottom ash batubara 25%, tempurung kelapa 55% dan damar 15%
serta kapur 5% dengan hasil analisa kandungan Inherent Moisture 5,77%,
Ash 10,74%, Volatile Matter 42,77%, Kalori 6.624,56 Kkal/kg serta durasi
pembakaran 247 detik.
19
dihasilkan nilai kalor 7307 cal/gr, kadar air lembab 4,76 %, kadar abu 4,38 %,
kadar zat terbang 22,92 %, dan kadar karbon padat sebesar 67,94 %.
20
Cost produksi murah menghasilkan banyak
asap
Nilai emisi pembakaran
cukup tinggi
Sumber :
[1]
Sartono Putro (2015)
[2]
Sugeng Slamet (2015)
21
No.47 Tahun 2006 tentang komposisi biobriket batu bara. Pada penelitian
pembuatan biobriket yan dilakukan oleh Coniwanti (2019) dan Faisol (2020)
menggunakan perekat tapioka dengan konsentrasi 5% dan Erlinda, dkk (2016)
sebesar 20%.
2.7 Hipotesa
22
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.2.1 Alat
23
7. Kalorimeter bomb 20. Tongs crucible
8. Alat press 21. Cetakan briket
9. Ayakan 60 mesh
10
. Termometer
3.2.2 Bahan
24
3.3.2 Proses Pretreatment Bahan Baku
Pretreatment bahan baku dilakukan dengan pembersihan kotoran yang
terdapat pada bahan baku. Adapun tahapan proses pendahuluan (pretreatment)
pada masing-masing bahan baku dalam penelitian ini yaitu:
1. Pretreatment Tempurung Kelapa
a) Tempurung kelapa dibersihkan terlebih dahulu dari bahan pengotor
seperti serabut, tanah atau lumpur dan kotoran yang menempel
b) Tempurung kelapa dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil untuk
memudahkan proses karbonasi
c) Tempurung kelapa dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari
selama 3 hari untuk mengurangi kadar air
2. Pretreatment Ampas Kopi
a) Ampas kopi dalam bentuk serbuk dikeringkan dengan menggunkan oven
oada kondisi operasi 104 oC selama 2 jam
b) Lakukan pengecilan ukuran (size reduction) pada ampas kopi dengan
menggunakan crusher
c) Lakukan pengayakan pada serbuk ampas kopi dengan menggunakan
ayakan 60 mesh
3. Pretreatment Sampah Organik (Daun, Ranting dan Rumput)
a) Sampah organik dibersihkan terlebih dahulu dari bahan pengotor seperti
tanah atau lumpur dan kotoran yang menempel
b) Sampah organik dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil untuk
memudahkan proses karbonasi
c) Sampah organik dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari selama
3 hari untuk mengurangi kadar air
25
oksigen. Adapun tahapan proses karbonisasi tempurung kelapa dan sampah
organik dalam penelitian ini yaitu:
a) Tempurung kelapa dan sampah organik dimasukkan ke dalam furnace
dengan menggunakan wadah masing-masing
b) Mengatur suhu furnace pada 600oC
c) Melakukan proses karbonisasi atau pengarangan selama 2,5 jam untuk
mendapatkan hasil yang maksimal
d) Melakukan pengecilan ukuran (size reduction) pada bahan baku sampai
halus dengan menggunakan grinder
e) Melakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan 60 mesh untuk
mendapatkan ukuran yang seragam
26
3.3.5.1 Pembuatan Biobriket Komposit dengan Variable Komposisi Bahan
Baku
Pembuatan biobriket dengan variable komposisi bahan baku berupa sampah
organic, tempurung kelapa dan ampas kopi yaitu sebagai berikut :
a) Bahan baku berupa arang tempurung kelapa dan arang sampah organik (basis
presentase massa) dicampur dengan komposisi 50% : 50% sehingga menjadi
arang sampah organik + tempurung kelapa.
b) Kemudian arang sampah organik + tempurung kelapa ditambahkan plastik
polyethylene dengan vairiasi yang sudah ditentukan seperti pada table 3.2.
Sementara itu, total masa campuran arang sampah organik + tempurung
kelapa dan ampas kopi seberat 10 gram. Adapun variasi komposisi bahan
baku seperti dibawah ini :
27
3.3.5.2 Pembuatan Biobriket Komposit dengan Variable Jumlah Perekat
Pembuatan biobriket dengan variable jumlah perekat berupa tapioka yang
ditambahkan pada kompisi bahan baku yaitu sebagai berikut :
a) Bahan baku berupa arang tempurung kelapa dan arang sampah organik (basis
presentase massa) dicampur dengan komposisi 50% : 50% sehingga menjadi
arang sampah organik + tempurung kelapa.
b) Kemudian arang sampah organik + tempurung kelapa ditambahkan ampas
kopi dengan perbandingan komposisi A (50% : 50%) dan komposisi B (75% :
25%). Sementara itu, total masa campuran arang sampah organik +
tempurung kelapa dan plastik polyethylene seberat 10 gram.
c) Mencampur ketiga bahan baku dan diaduk rata sampai homogen
d) Menambahkan perekat dengan kombinasi vairiasi presentase massa yang
sudah ditentukan seperti pada seperti pada table 3.3.
28
3.4.1 Analisa Proksimat dengan Metode ASTM D-7582-15
Pada analisa proximate adalah rangkaian pengujian untuk menetapkan
proporsi komponen briket dalam sample briket yang telah dikering terlebih dahulu
(air dried sample) ketika dibakar pada kondisi tertentu sehingga hasil
pengujiaannya dilaporkan dalam air dried basis. Adapun parameter yang diukur
dalam analisa proximate terdiri dari moisture content, ash content, volatile matter
dan fixed carbon sesuai metode standar ASTM D-7582-15. Pada metode ini,
analisa akan berjalan secara berurutan dengan menggunakan unit alat Thermo
Gravimetry Analyzer LECO TGA-701.
a) Analisa Moisture Content
Analisa moisture content merupakan suatu cara untuk mengukur jumlah
kandungan air yang terdapat dalam sample bahan bakar padat. Analisa
moisture content dilakukan dengan menggunakan alat Thermo Gravimetry
Analyzer. Langkah pertama, alat akan mendeteksi berat sampel yang akan
dianalisa kemudian akan dilakukan proses pemanasan pada sample
(pengeringan) pada suhu 107 oC selama kurang lebih 2 jam lalu alat secara
otomatis akan menimbang berat sample kering (setelah pemanasan). Setelah
itu, dilakukan perhitungan moisture content sample dengan menggunakan
rumus persamaan :
29
Analisa volatile matter merupakan suatu cara untuk mengukur jumlah zat yang
menguap selama proses pembakaran sebagai produk dari dekomposisi senyawa
pada sample. Pada analisa dapat menggunakan sample yang sama pada step
moisture in analysis kemudian sample dilanjutkan dengan pemanasan pada
suhu 950 oC selama kurang lebih 30 menit lalu alat secara otmatis akan
menimbang berat sample kering (setelah pemanasan). Setelah itu, dilakukan
perhitungan volatile matter sample dengan menggunkana rumus persamaan :
Keterangan:
VM = Presentase volatile matter (%)
W = Berat sample (gr)
B = Berat sample kering setelah pengeringan pada step moisture in analysis
sample (gr)
C = Berat sample kering setelah pemanasan pada step volatile matter (gr)
A = (F / W) x 100 %
Keterangan:
A = Presentase ash content (%)
W = Berat sample (gr)
F = Berat abu residu setelah pembakaran pada step moisture in analysis
30
sample (gr)
FC = 100 – [M – VM – A] %
Keterangan:
FC = Presentase fixed carbon (%)
M = Presentase moisture content (%)
VM = Presentase volatile matter (%)
A = Presentase ash content (%)
ρ=m/v
Keterangan :
ρ = Massa jenis (g/cm3)
m = Massa jenis (g)
v = Massa jenis (cm3)
31
3.4.4 Analisa Drop Test
Pengujian Mula-mula spesimen ditimbang menggunakan timbangan untuk
menentukan berat awal, Kemudian briket dijatuhkan pada ketinggian 1,8 meter
dengan permukaan landasan harus rata dan halus. Setelah dijatuhkan, spesimen
ditimbang ulang untuk mengetahui berat yang hilang dari briket. Setelah
mengetahui seberapa prosentase yang hilang. Kita dapat mengetahui kekuatan
spesimen terhadap benturan, Apabila partikel yang hilang terlalu banyak, berarti
specimen yang dibuat tidak tahan terhadap benturan. Pengujian drop test
menggunakan metode ASTM D 440-86 R02. Tujuan dari pengujian ini drop test
untuk mengetahui ketahanan briket terhadap benturan. Yang bermanfaat pada saat
penyimpanan di gudang maupun pendistribusian briket ke konsumen sebelum
briket digunakan.
Moisture (%) ≤8 ≤ 15
32
Nilai Kalor (Cal/gr) ≥ 5000 4400
Tidak
Ya
33
Serbuk arang tempurung Serbuk arang sampah
kelapa organik
Pengadukan dan
Pencampuran arang tempurung kelapa + arang pemansan
sampah dan ampas kopi sesuai variasi
komposisi (Tabel 3.2)
Larutan perekat
Biobriket Analisa :
Komposit 1. Analisa proximate
2. Analisa nilai kalor
3. Analisa Kerapatan
4. Analisa Drop Test
34
3.5.2 Diagram Alir Pembuatan Biobriket Komposit dengan Variable
Jumlah Perekat
Tidak
Ya
35
Serbuk arang tempurung Serbuk arang sampah
kelapa organik
Plastik polyethylene
ukuran 20 mesh
Arang tempurung kelapa dan arang
Pencampuran tepung
sampah organik tapiok dan air dengan
rasio 1:20 (b/v)
Pengadukan dan
Pencampuran arang tempurung kelapa + arang pemansan
sampah dan ampas kopi dengan perbandingan
80% : 20%
Larutan perekat
36
37