Anda di halaman 1dari 11

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perairan laut merupakan kawasan yang banyak mendapatkan tekanan berat
dari aktivitas manusia di daratan mulai dari hulu hingga hilir. Aktivitas manusia
tersebut menghasilkan limbah yang menjadi sumber bahan pencemar utama baik
pencemar kimia maupun mikrobiologi yang dapat mempengaruhi kualitas
perairan. Salah satu pencemaran perairan laut yang dapat membahayakan
ekosisem laut adalah logam berat (Fadhlin, 2019).
Logam berat unsur logam yang mengandung bahan beracun dan berbahaya
bagi makhluk hidup yang keberadaannya tidak dibutuhkan oleh tubuh dan pada
tingkatan konsentrasi tertentu logam beracun bagi makhluk hidup. Timbal (Pb)
dan kadmium (Cd) bersama logam-logam lainnya seperti besi (Fe), arsen (As),
nikel (Ni), krom (Cr), seng (Zn) dan tembaga (Cu) merupakan unsur-unsur logam
berat yang potensial menimbulkan kerusakan bagi lingkungan hidup. Ada empat
cara untuk melakukan pembuangan limbah, yaitu dibakar, dikubur, dibuang ke
laut, dan diolah untuk menghilangkan bahan toksik (Kristianto et al. 2021).
Pesatnya laju pertumbuhan pembangunan terutama di bidang industri,
pertanian, pertambangan dan sebagainya yang ditunjang oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, memungkinkan manusia memanfaatkan berbagai jenis
bahan kimia termasuk logam berat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini
telah menimbulkan kekhawatiran yang sangat besar akan terjadinya perubahan
nilai dari perairan tersebut, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga dapat
mencemari perairan (Haryanti dan Martuti, 2020).
Menurut Utama dan Fitriyani (2022) Pencemaran di perairan dapat terjadi
karena tercemar limbah industri maupun domestik yang dibuang ke dalam
perairan tanpa diolah terlebih dahulu, atau sudah diolah tetapi kadar polutannya
masih berada diatas baku mutu yang ditetapkan. Sumber pencemaran logam berat
di perairan laut dapat berasal dari kegiatan pengilangan minyak, docking kapal,
aktivitas pelabuhan, aktivitas perikanan, pengangkutan minyak oleh kapal tenker
dan lain sebagainya. Selain itu, adanya aliran sungai yang bermuara ke laut juga
dapat membawa limbah yang mengandung logam berat dari berbagai aktivitas
perindustrian dan lain-lain. Logam berat merupakan unsur kimia yang sulit terurai
sehingga dapat terakumulasi ke dalam berbagai komponen perairan seperti badan
air, sedimen dan biota.
Air merupakan media bagi kehidupan ikan dimana di dalamnya terdapat
berbagai bahan kimia maupun bentuk partikel. Masalah pencemaran lingkungan
terutama masalah pencemaran air perlu mendapat perhatian yang besar dari
pemerintah, karena air merupakan salah satu unsur penting bagi makhluk hidup
dan kehidupan. Ikan merupakan jenis organisme air yang dapat bergerak dengan
cepat di dalam air. Karena dapat berenang dengan cepat, ikan mempunyai
kemampuan menghindarkan diri dari pengaruh pencemaran. Namun ikan yang
hidup pada habitat terbatas akan sulit menghindarkan diri dari pencemaran. Hal
tersebut akan mengakibatkan adanya akumulasi unsur pencemar termasuk logam
berat ke dalam tubuh ikan (Fadhlin, 2019).
Logam berat adalah unsur logam dengan berat molekul tinggi, berat
jenisnya lebih dari 5 g/cm3. Logam berat dalam perairan tidak mengalami regulasi
oleh organisme air, tetapi terus terakumulasi dalam tubuh organisme air. Semakin
tinggi kandungan logam berat dalam perairan akan semakin tinggi pula
kandungan logam berat yang terakumulasi dalam tubuh organisme. Logam berat
jika sudah terserap ke dalam tubuh maka tidak dapat dihancurkan, tetapi akan
tetap tinggal di dalamnya dan terus terakumulasi hingga nanti dibuang melalui
proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila suatu lingkungan terutama di
perairan telah terkontaminasi (tercemar) logam berat (Kristianto et al. 2021).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini, yaitu:
1. Mahasiswa dapat mengetahui tingkat toksisitas logam berat dengan beberapa
konsentrasi pada ikan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui tingkat konsentrasi LC50 pada ikan nila.

1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum kali ini, yaitu:
1. Mahasiswa mampu mengetahui tingkat toksisitas logam berat dengan
beberapa konsentrasi pada ikan.
2. Mahasiswa mampu mengetahui tingkat konsentrasi LC50 pada ikan nila.
II TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Toksikologi
Menurut Rachmah (2020), toksikologi merupakan ilmu yang
memperdalam tentang dampak limbah tercemar yang dibuang ke perairan
terhadap organisme yang hidup didalamnya sehingga dapat mengetahui tingkat
racun yang masuk akibat dari zat kimia kedalam tubuh serta bagian organ yang
mudah terpengaruh adanya perubahan lingkungan terdiri dari faktor pendukung
lainnya seperti jenis toksikan, lama waktu pemaparan dan frekuensinya,
concentrasion, kondisi lingkungan serta biota uji yang akan digunakan Secara
singkat definisi dari toksikologi yaitu dampak yang ditimbulkan akibat
pencemaran limbah kedalam perairan yang akan mengakibatkan kelangsungan
hidup organisme terancam serta mengibatkan kerusakan pada organ tubuh lainnya
sehingga bisa saja menimbulkan kematian secara perlahan.

1.2 Logam Berat


Menurut Kristianto et al. (2021) Logam berat yaitu unsur yang
mempunyai nomor atom 22-23 dan 40-50 serta unsur golongan laktanida dan
aktinida, dan mempunyai respon biokimia yang khas (spesifik) pada organisme
hidup. Penggunaan logam berat dalam berbagai kegiatan sehari-hari secara
langsung maupun tidak langsung, baik sengaja maupun tidak di sengaja, telah
mencemari lingkungan sebagai limbah. Logam-logam berat yang berbahaya dan
sering mencemari lingkungan antara lain merkuri (Hg), timbal (Pb), arsen (As),
kadmium (Cd), kromium (Cr), dan nikel (Ni). Logam-logam tersebut diketahui
dapat terakumulasi dalam tubuh suatu organisme sebagai racun.
Logam berdasarkan toksisitasnya dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
toksisitas tinggi, contohnya merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), arsen (As),
tembaga (Cu), dan seng (Zn). Toksisitas sedang, contohnya kromium (Cr), nikel
(Ni), dan kobalt (Co) dan toksisitas rendah, contohnya mangan (Mn) dan besi
(Fe).
Konsentrasi logam berat yang tinggi akan menyebabkan kerusakan lingkungan
dan meningkatkan daya toksisitas, persistan dan bioakumulasi logam itu sendiri.
Secara umum, logam berat untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
dibagi menjadi dua yaitu logam esensial dan non esensial (Rachmawati, 2019).
(Cu) dan (Zn) merupakan logam yang termasuk esensial, sedangkan (Pb)
merupakan logam non esensial bagi tumbuhan. Dalam ekosistem alam terdapat
interaksi antar organisme baik interaksi positif maupun negatif yang
menggambarkan bentuk transfer energi antar populasi dalam komunitas tersebut.
Dengan demikian pengaruh logam berat tersebut pada akhirnya akan sampai pada
hierarki rantai makanan tertinggi yaitu manusia. Logam-logam berat diketahui
dapat mengumpul didalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh
untuk jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi. Logam berat secara
langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan manusia dengan
mengkonsumsi biota perairan yang terakumulasi (Rachmawati, 2019).
Tembaga bukan hanya meracuni hewan, tetapi juga bersifat toksik pada
tumbuhan (jasad autotrof). Dalam hal ini tembaga dalam jumlah sedikit
merupakan unsur yang esensial yang diperlukan oleh tubuh, karena tembaga akan
berperan sebagai elemen penting dalam mengatur protein, berpartisipasi dalam
transportasi elektron pada proses fotosintesis, membantu proses respirasi pada
mitokondria, merespon stress oksidatif yang terjadi pada seluruh tubuh,
membantu proses metabolisme pada dinding sel, dan akan membantu kerja
hormon (Haryanti, 2020).

1.3 Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)


Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) menjadi salah satu jenis ikan yang
paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Hal ini dikarenakan ikan nila
(Oreochromis Niloticus) mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan dengan
kisaran salinitas yang luas. Ikan nila dapat hidup di air tawar, air payau dan air
laut. Ikan nila juga tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora dan
mampu mencerna makanan secara efisien. Pertumbuhannya yang cepat dan tahan
terhadap serangan penyakit (Nurhafid et al. 2021).
Morfologi dari ikan nila salin yaitu lebar badan ikan nila umumnya
sepertiga dari panjang badannya. Bentuk tubuh ikan memanjang dan ramping,
sisik ikan nila salin relatif besar, matanya menonjol dan besar dengan tepi
berwarna putih. Ikan nila salin memiliki lima buah sirip yang berada di dada,
perut, punggung, ekor, dan anus. Pada sirip dubur (anal fin) terdapat 3 jari–jari
sirip keras dan 9 hingga 11 jari– jari sirip lemah (Tanuatmadja, 2021).
Menurut Halid (2021), pada sirip ekornya (caudal fin) terdapat 2 jari–jari
lemah dan mengeras dan 16 hingga 18 jari–jari sirip lemah. Pada sirip punggung
(dorsal fin) terdapat 17 jari–jari sirip keras dan 13 jari–jari sirip lemah. Sedangkan
di sirip dadanya (pectoral fin) memiliki 1 jari–jari sirip keras dan 5 jari–jari sirip
lemah. Dan yang terakhir di sirip perut (ventral fin) memilki 1 jari–jari sirip keras
dan 5 jari–jari sirip lemah. Bentuk tubuh dari ikan nila salin jantan yaitu
membulat dan agak pendek dibandingkan dengan ikan nila salin betina. Pada
bagian reproduksi ikan nila salin jantan terdapat alat kelamin yang berbentuk
memanjang dan memiliki warna yang terlihat cerah.

1.4 Uji Toksisitas


Identifikasi suatu limbah khususnya B3 yaitu dengan sumbernya atau
melakukan uji karakteristik, ataupun uji acute toxicity menurut Peraturan
Pemerintah No.85 tahun 1999 pasal 6. Penentuan sifat akut pada limbah terhadap
biota disebut sebagai uji toksisitas. Tujuan dari uji tersebut untuk mengetahui
tingkat bahaya yang disebabkan oleh racun dari limbah terhadap biota dengan
melakukan analisis obyektif resiko yang disebabkan kandungan racun zat kimia
pada lingkungan (Rachmah, 2020).
Toksikan merupakan zat (berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah,
dan sebagainya) yang dapat menghasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian
dari tingkat organisasi biologis (populasi, individu, organ, jaringan, sel,
biomolekul) dalam bentuk merusak struktur maupun fungsi biologis. Toksikan
dapat menimbulkan efek negatif bagi biota dalam bentuk perubahan struktur
maupun fungsional baik secara akut maupun kronis/sub kronis. Efek tersebut
dapat bersifat reversibel sehingga dapat pulih kembali dan dapat pula bersifat
irreversibel yang tidak mungkin untuk pulih kembali (Sriwahyuni dan Krisanti,
2021).
Toksisitas akut merupakan terjadinya paparan biota uji dengan waktu yang
cepat, pemberian konsentrasi tinggi kemudian menimbulkan efek yang buruk dan
secara tiba-tiba mengenai organ seperti ekskresi dan absorpsi. Perbedaannya
dengan toksisitas kronis yaitu terjadi paparan biota uji dengan waktu yang relatif
lebih lama yaitu tahunan, menimbulkan efek secara perlahan dan tidak terlalu
buruk. Pelaksanaan penelitian pada uji toksisitas akut dan kronis bisa
menggunakan zat kimia dan biota uji yang telah ditentukan (Budiman dan
Hidayat, 2021).
Uji toksisitas yang memiliki dua tingkatan, yaitu toksisitas akut dan
kronis. Toksisitas akut merupakan suatu toksikan yang memiliki sifat relatif yang
dapat memberikan efek dalam jangka waktu yang relatif pendek terhadap biota uji
yang digunakan. Biota uji yang mengalami uji toksisitas kronis dilakukan selama
biota tersebut menghabiskan waktu hidupnya sehingga dapat mengetahui efek dari
toksikan terhadap biota uji dengan tahap-tahap kehidupan organisme mulai dari
kelahiran sampai kematian. Terjadinya toksisitas kronis mengakibatkan kerusakan
organ pada biota dengan cara pemaparan secara tunggal dan dapat pula dengan
rantai paparan yang panjang ataupun cara pengulangan (Ihsan et al. 2018).

1.5 Bioakumulasi Logam Berat Dalam Tubuh Ikan


Logam berat dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu organisme dan tetap
tinggal dalam tubuh untuk jangka waktu yang lama sebagai racun yang
terakumulasi. Akumulasi logam berat pada ikan dapat terjadi karena adanya
kontak antara medium yang mengandung toksik dengan ikan. Kontak berlangsung
dengan adanya pemindahan zat kimia dari lingkungan air ke dalam atau
permukaan tubuh ikan, misalnya logam berat masuk melalui insang (Ramlia et al.
2018).
Menurut Kurniawan dan Mustikasari (2019) Kandungan logam berat pada
ikan berbeda-beda pada tiap bagiannya. Konsentrasi akumulasi logam berat pada
ikan lebih tinggi pada organ seperti gonad, tulang dan kepala. Pada bagian daging
ikan, konsentrasi logam berat yang terakumulasi lebih kecil tetapi pada bagian ini
yang lebih sering dikonsumsi oleh manusia. Akumulasi tersebut dapat berdampak
pada rantai makanan sehingga mempengaruhi kesehatan manusia dan menjadi
tidak aman untuk dikonsumsi.
Proses bioakumulasi melibatkan tahap-tahap antara lain yang pertama
berawal dari pengambilan (Uptake), yaitu masuknya bahan-bahan kimia (melalui
pernafasan, atau adsorbsi melalui kulit, pada ikan biasanya dapat melalui insang)
selanjutnya ke penyimpanan (storage), yaitu penyimpanan sementara di jaringan
tubuh atau organ. Kadar bahan kimia ini akan terus bertambah di dalam tubuh
organisme dan bila kadarnya sampai melebihi kadar bahan tersebut di lingkungan
maka proses bioakumulasi telah terjadi. Terakhir eliminasi, dapat berupa
pemecahan bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana, dapat dilakukan
dengan proses biologik disebut metabolisme (Haryanti dan Martuti, 2020).
III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Ekotoksikologi ini dilaksanakan secara daring melalui aplikasi
Zoom pada hari Kamis, 24 Februari 2022 pada pukul 10.00 WIB sampai dengan
selesai bertempat di Vila Nusa Indah 2 Blok Z.9/75 Bojong Kulur, Kecamatan
Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16969.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
No. Alat Fungsi
1. Akuarium 5 L Wadah Uji
2. Pipet Bulb Memindahkan air dalam volume kecil
3. Gelas Ukur 1000 ml Mengukur volume air
4. Pipet Tetes Memindahkan larutan jumlah kecil
5. DO meter Mengukur oksigen terlarut dan suhu
6. pH meter pada air Mengukur pH pada air
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini, yaitu:

3.2.1 Bahan
No. Alat Fungsi
1. Logam (CuSO4) Bahan Uji
2. Air Tawar Media Uji
3. Ikan Nila Biota Uji yang digunakan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini, yaitu:

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja yang digunakan pada praktikum kali ini, yaitu:
3.3.1 Proses Penimbangan Logam Cu

Siapkan semua alat dan bahan. Siapkan juga logam Cu yang berbentuk bubuk

Timbanglah masing-masing konsentrasi yang telah ditentukan

Buatlah masing-masing konsentarsi logam CuSO4


ke dalam masing-masing akuarium

3.3.2 Uji Pendahuluan

Siapkanlah masing-masing akuarium yang


telah diberi label sesuai dengan konsentrasi.

Masukkan air sebanyak 5 L kedalam masing-masing akuarium.

Hitung tingkat mortalitas biota uji selama 48 jam


Tambahkan logam berat bubuk ke masing-masing akuarium yang telah berisi
air sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan.
Tentukan konsentrasi batas bawah dan batas atas dengan rumus (1)
Ukurlah kualitas perairan (DO, Suhu dan pH) dari
masing-masing konsentarsi yang ada pada akuarium.

Letakkan ikan sebanyak 10 ekor kedalam masing-masing akuarium lalu amati


ikan dalan waktu selama 48 jam dan catat hasilnya.

3.3.3 Uji Lanjut

Hitunglah nilai konsentrasi yang telah didapat dari uji pendahuluan untuk
mendapatkan nilai konsentrasi yang akan dibuat untuk uji lanjut.

Setelah itu siapkan akuarium dan isilah air


sebanyak 5 L pada masing-masing akuarium.

Tambahkan masing-masing logam berat kedalam masing-masing


akuarium sesuai konsentarsi yang didapat.
Masukkan ikan sebanyak 10 ekor ke dalam masing-masing akuarium.

Amatilah mortalitas ikan dari setiap konsentrasi dalam


waktu yang telah ditentukan selama 96 jam dan catat hasilnya.
3.4 Analisa Data
DAFTAR PUSTAKA

Tanuatmadja V. 2021. Gambaran darah ikan nila salin (Oreochromis niloticus)


yang telah diberikan pakan sinbiotik dengan dosis yang berbeda (Bacillus
subtilis) dan dipapar dengan bakteri Aeromonas hydropila. [Skripsi].
Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin. Makassar. 26 halaman
Rachmah YN. 2020. Uji toksisitas akut linear alkylbenzene sulfonate (las) dan
timbal (pb) terhadap ikan mas (Cyprinus carpio l.). [Skripsi]. Fakultas
Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Surabaya. 95
halaman
Halid K. 2021. Idenfikasi cacing endoparasit pada ikan nila (Oreochromis
niloticus) di danau Universitas Hasanuddin. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran.
Universitas Hasanuddin. Makassar. 20 halaman
Sriwahyuni E dan Krisanti M. 2021. Uji toksisitas akut limbah pengeboran
minyak (serbuk bor) terhadap Artemia salina. Pengelolaan Lingkungan
Berkelanjutan Vol. 5 (1) : 631-639
Budiman FA dan Hidayat F. 2021. Uji toksisitas akut ekstrak etanol umbi bit
(Beta vulgaris L) dengan metode bslt (brine shrimp lethality test). Health
Sains Vol. 2 (3) :310-315
Ihsan T, Edwin T, Husni N dan Rukmana WD. 2018. Uji Toksisitas Akut Dalam
Penentuan LC50-96H Insektisida Klorpirifos Terhadap Dua Jenis Ikan
Budidaya Danau Kembar, Sumatera Barat. Ilmu Lingkungan Vol. 16 (1) :
98-103
Nurhafid M, Syakuri H, Oedjijono, Listiowati E, Ekasanti A, Nugrayani D dan
Pramono H. 2021. Isolasi dan identifikasi molekuler bakteri proteolitik
dari saluran pencernaan ikan nila (Oreochromis niloticus) yang dibudidayakan
di Kabupaten Banyumas. Perikanan Universitas Gadjah Mada Vol. 23
(2): 95-105

Anda mungkin juga menyukai