Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

INSTITUSI SOSIAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Sosiologi

Dosen Pengampu : Prof. Jamhari, Ma

Tasman, M. SI

Disusun Oleh :

Kelompok 6 / 2A

Athifah Rifqoh 11200541000036

Daffa Fadillah Syafa’at 11200541000041

Farah Unzuria Salsabila 11200541000044

PROGAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta salam kami
sampaikan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Sosiologi dengan
judul “Institusi Sosial”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses pembuatan makalah ini khususnya kepada dosen pengampu mata
kuliah Pengantar Sosiologi, yaitu Bapak Prof. Jamhari, Ma dan bapak Tasman, M. SI yang
telah membimbing kami untuk menyusun makalah ini sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari semua pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan manfaat bagi kita semua.

Tangerang, 20 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Pembahasan ................................................................................................................ 2
BAB II..................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 3
2.1 Institusi Sosial ......................................................................................................................... 3
2.2 Institusi Keluarga .................................................................................................................... 4
2.2.1 Tipe Keluarga.................................................................................................................. 4
2.2.2 Aturan Mengenai Perkawinan ......................................................................................... 5
2.2.3 Incest Taboo .................................................................................................................... 6
2.2.4 Bentuk Perkawinan ......................................................................................................... 6
2.2.5 Aturan Mengenai Keturunan ........................................................................................... 7
2.2.6 Pola Menetap .................................................................................................................. 8
2.2.7 Fungsi Keluarga .............................................................................................................. 9
2.3 Institusi Agama ..................................................................................................................... 11
2.3.1 Fungsi Agama ................................................................................................................... 12
2.3.2 Agama dan Perubahan Sosial ............................................................................................ 13
2.3.3 Agama dan Institusi Lain Dalam Masyarakat ................................................................... 14
2.4 Institusi Pendidikan ............................................................................................................... 15
2.4.1 Macam-macam Institusi Pendidikan ................................................................................. 15
2.4.2 Pokok Bahasan Sosiologi Pendidikan ............................................................................... 16
2.4.3 Fungsi Institusi Pendidikan ............................................................................................... 17
2.5 Institusi Ekonomi .................................................................................................................. 18
2.6 Institusi Politik ...................................................................................................................... 19
BAB III ................................................................................................................................................. 22
PENUTUP ............................................................................................................................................ 22
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 22
3.2 Saran ..................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial, mereka akan hidup berdampingan satu sama
lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah aturan dalam bermasyarakat sehingga dibentuklah
norma-norma masyarakat. Ketika norma-norma tersebut dibentuk, maka dibutuhkan panduan
dalam bertingkah laku. Pada akhirnya, dibentuklah institusi sosial. Institusi sosial dapat
disebut juga dengan lembaga sosial atau pranata sosial.

Institusi sosial merupakan himpunan dari norma-norma yang menyebabkan manusia


harus bertingkah laku sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, tujuannya untuk mengatur
hubungan sosial dan memenuhi kebutuhan sosial. Walaupun, institusi sosial terdiri dari norma-
norma, tetapi tidak semua norma yang ada dalam masyarakat merupakan institusi sosial. Hal
itu karena, untuk menjadi suatu institusi sosial, norma-norma tersebut harus melalui proses
yang tidak sebentar. Dengan dibentuknya institusi sosial, kehidupan dalam bermasyarakat
menjadi lebih terarah karena kita tidak bisa bertindak dengan bebas sesuai keinginan kita dan
dapat menciptakan hubungan yang erat dalam kehidupan bermasyarakat.

Pada awalnya Institusi sosial terbentuk secara tidak sengaja, misalnya seperti bentuk-
bentuk pernikahan yang tidak sengaja tumbuh dari adat istiadat. Namun, lama-kelamaan
terbentuk secara sadar untuk mencapai suatu tujuan tertentu, misalnya pada institusi
pendidikan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam bidang pendidikan.
Institusi sosial terdiri dari berbagai macam bentuk, yaitu institusi keluarga, institusi
pendidikan, institusi agama, institusi ekonomi, dan institusi politik. Setiap institusi-institusi
tersebut terbentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan memiliki fungsinya masing-
masing.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu institusi sosial?


2. Apa itu institusi keluarga?
3. Apa itu institusi agama?
4. Apa itu Institusi pendidikan?
5. Apa itu institusi ekonomi?
6. Apa itu institusi politik?
1.3 Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui institusi sosial secara mendalam.


2. Mengetahui bentuk-bentuk dari institusi sosial.
3. Mengetahui institusi keluarga secara mendalam.
4. Mengetahui institusi agama secara mendalam.
5. Mengetahui institusi pendidikan secara mendalam.
6. Mengetahui institusi ekonomi secara mendalam.
7. Mengetahui institusi politik secara mendalam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Institusi Sosial

Secara etimologi, istilah institusi sosial berasal dari bahasa Inggris yaitu social
institution. Lalu diterjemahkan kedalam bahasa diterjemahkan sebagai pranata sosial. Hal ini
dikarenakan social institution merujuk pada perlakuan perilaku anggota masyarakat. Soerjono
Soekanto menyebut istilah institusi sosial dengan lembaga sosial atau lembaga
kemasyarakatan. Ia mendefinisikan lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan sebagai
himpunan norma-noma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam
masyarakat.1

Sebagaimana pendapat yang telah dikemukakan oleh Emile Durkheim, Sosiologi adalah
ilmu yang mempelajari tentang institusi. Menurut Koentjaraningrat (1964), institusi sosial
adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk
sosial.

Institusi sosial memiliki beberapa ciri umum yang telah diuraikan oleh Gillin dan Gillin
dalam karyanya yang berjudul General Features of Social Institution, yakni sebagai berikut2 :

a. Institusi sosial adalah organisasi dari pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang
terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Institusi sosial
terdiri atas adat istiadat, tata kelakuan kebiasaan, dan unsur-unsur kebudayaan lainnya
yang secara langsung ataupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional.

b. Setiap institusi sosial memiliki tingkat kekekalan tertentu. Sistem-sistem kepercayaan dan
aneka macam tindakan baru akan menjadi bagian dari lembaga sosial setelah melewati
waktu yang relatif lama. Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu baru akan dapat
diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa percobaan.

c. Institusi sosial memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu. Misalnya, institusi ekonomi
bertujuan memenuhi kebutuhan ekonomi.

1
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pen. 2012) Hal. 172
2
Janu Murdiyatmoko, Sosiologi: Memahami dan Mengkaji Masyarakat. N.p., PT Grafindo Media Pratama, hal.
37

3
d. Institusi sosial memiliki alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
lembaga yang ber sangkutan. Misalnya, bangunan, peralatan, dan mesin-mesin.

e. Institusi sosial biasanya memiliki lambang-lambang. Lambang-lambang tersebut secara


simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Contohnya, tiap
negara di dunia memiliki bendera sebagai lambang atau panji-panji kebesaran sebagai ciri
yang membedakan negara satu dengan negara yang lainnya.

f. Institusi sosial memiliki suatu tradisi yang tertulis ataupun tidak tertulis yang merumuskan
tujuannya dan tata tertib yang berlaku.

Oleh karena itu, pada materi ini kita akan mempelajari institusi-institusi sosial yang
utama yaitu institusi di bidang keluarga, pendidikan, agama, politik, dan ekonomi. Unsur-unsur
penting dalam pembentuk institusi sosial :

1) Persetujuan : Sebagian besar anggota masyarakat atau sistem sosial menerima


pembentukan institusi sosial.
2) Tujuan : Bertujuan memenuhi kebutuhan khusus masyarakat.
3) Nilai pokok : Memiliki nilai pokok yang bersumber dari anggotanya.
4) Tata krama : Mempunyai bentuk tata krama perilaku.
5) Simbol : Memperhatikan simbol-simbol kebudayaan

2.2 Institusi Keluarga

Menurut Barwoko dan Suryanto (2004), Keluarga adalah institusi sosial dasar dari mana
semua institusi atau pranata sosial lainnya berkembang. Keluarga adalah institusi awal dan
terkecil dari institusi sosial yang utama karena menjadi satu-satunya institusi di samping
institusi agama yang secara resmi telah berkembang di seluruh masyarakat. Keluarga yang
menjadi lingkungan pertama bagi anak yang telah lahir ke dunia. Selain itu, keluarga juga
menjadi tempat untuk membimbing anak dan memenuhi kebutuhan hidup anak, baik secara
fisik maupun secara psikis. Dalam keluarga ini akan terbentuk norma-norma sosial yang berupa
frame of refencedan sense of belonging. Pengalaman berinteraksi seseorang di dalam keluarga
akan menentukan tingkah laku dalam kehidupan sosial yang lebih besar di luar keluarga.

2.2.1 Tipe Keluarga

Dalam sosiologi, keluarga memiliki beberapa tipe yang biasa dikenal yang menjadi
pembedaan, berikut adalah penjelasan beberapa tipe keluarga :

4
a. Keluarga bersistem konsanguinal dan keluarga bersistem konjugal

Keluarga dengan sistem konsanguinal lebih menekankan pada pentingnya ikatan darah
seseorang. Misalnya, hubungan antara seseorang dengan orang tuanya. Ikatan
seseorang dengan orang tuanya condong dianggap lebih penting daripada ikatannya
dengan suami atau istrinya. Begitu pun dalam keluarga Jepang atau Tionghoa
tradisional, contohnya seperti seorang anak laki-laki akan memihak orang tuanya
manakala orang tuanya berselisih dengan istrinya. Sebaliknya, keluarga dengan sistem
konjugal lebih menekankan pada pentingnya hubungan perkawinan (antara suami dan
istri ikatan dengan suami atau istri cenderung dianggap lebih penting daripada ikatan
dengan orang tua. Menurut William Goode, keluarga termasuk sistem konjugal apabila
suatu pasangan atau orang tua beserta anak mempunyai hubungan dengan kerabat dari
keluarga orientasi salah satu atau kedua belah pihak.

b. Keluarga orientasi dan keluarga prokreasi

Keluarga orientasi adalah salah keluarga yang di dalamnya seseorang dilahirkan atau
biasa disebut saudara kandung atau orang tua kandung, sedangkan keluarga prokreasi
adalah keluarga yang dibentuk seseorang dengan jalan menikah dan mempunyai
keturunan.

c. Keluarga batih dan keluarga luas

Keluarga batih adalah satuan keluarga terkecil yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak.
Menurut William Goode, keluarga batih tidak mengandung hubungan fungsional
dengan kerabat dari keluarga salah satu pihak. Sedangkan keluarga luas adalah keluarga
yang terdiri atas beberapa keluarga batih. Salah satu bentuk keluarga luas ialah joint
family, joint family adalah keluarga yang terdiri atas beberapa orang laki-laki kakak-
beradik beserta anak-anak mereka, dan saudara kandung mereka yang belum menikah.
Lalu, laki-laki tertua di antara kakak-beradik menjadi kepala keluarga saat ayah mereka
sudah meninggal dunia. Menurut Clayton, bentuk keluarga seperti ini dijumpai di India
dan Pakistan. Ada pula bentuk keluarga luas virilokal yaitu keluarga yang terdiri atas
suatu keluarga batih ditambah keluarga batih para putra dalam keluarga batih senior
tersebut. Bentuk keluarga seperti ini kita jumpai di masyarakat Nias.

2.2.2 Aturan Mengenai Perkawinan

5
Setiap masyarakat mengenal berbagai aturan mengenai perkawinan. Ada aturan
mengenai apakah jodoh itu harus berasal dari anggota kelompok sendiri ataukah harus dari
kelompok lainnya, dan siapa di antara anggota kelompok sendiri yang boleh ataupun tidak
boleh dinikahi. Ada pula aturan mengenai jumlah orang yang boleh dinikah pada waktu yang
sama. Selain kedua aturan itu, ada pula aturan mengenai penentuan garis keturunan keluarga.

2.2.3 Incest Taboo

Satu aturan yang kita jumpai dalam semua masyarakat mengatur mengenai siapa yang
boleh dan tidak boleh dinikah. Salah satu di antaranya ialah incest taboo (larangan hubungan
sumbang inses, sumbang muhrim), aturan yang melarang hubungan perkawinan dengan
keluarga yang sangat dekat, seperti perkawinan seorang anak dengan salah seorang orang
tuanya atau perkawinan antara saudara kandung. Menurut Clayton, larangan hubungan
sumbang ini tidak terbatas pada orang yang mempunyai hubungan darah sangat dekat, seperti
orang tua dengan anak, saudara kandung. Akan tetapi, sering mencakup pula kerabat di luar
orang tua dan saudara kandung. Meskipun incest taboo dijumpai dalam semua masyarakat,
namun para ahli sosiologi mencatat bahwa pada kelompok tertentu dalam masyarakat dapat
dijumpai pengecualian, Russel Middleton mengemukakan, misalnya, bahwa di kalangan raja
Mesir kuno, Yunani kuno dan Romawi kuno banyak dijumpai perkawinan kakak dengan adik
atau perkawinan anak dengan orang tua.3

2.2.4 Bentuk Perkawinan

Pada umumnya kita mengenal beberapa macam bentuk perkawinan dalam semua
masyarakat, yaitu:

1. Monogami, adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan


pada saat yang sama

2. Poligami, adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa orang


perempuan pada waktu yang sama, atau perkawinan antara seorang perempuan dengan
beberapa orang laki-laki pada waktu yang sama.

Bentuk perkawinan poligami ini terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:

3
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi Edisi Revisi, 2014, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, hal. 64

6
1. Poligini, adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari seorang
perempuan pada waktu yang sama.

2. Poliandri, adalah perkawinan antara seorang perempuan dengan lebih dari seorang
laki-laki pada waktu yang sama.

3. Perkawinan Kelompok, adalah perkawinan antara dua orang laki-laki atau lebih
dengan dua orang perempuan atau lebih pada waktu yang sama.

4. Eksogami, adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan


yang berasal dari luar golongannya. Golongan di sini dapat berupa golongan etnis
seperti ras, suku, bangsa, klen, agama, daerah, dan sebagainya ataupun golongan
sosial.

5. Endogami, adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan


yang berasal dari dalam golongannya. Golongan di sini dapat berupa golongan etnis
seperti ras, suku, bangsa, klen, agama, daerah, dan sebagainya ataupun golongan
sosial.

2.2.5 Aturan Mengenai Keturunan

Menurut pandangan sosiologi, dalam hal penarikan garis keturunan dikenal beberapa
aturan di dalam masyarakat, yaitu :

1. Sistem Patrilineal

Menurut Murdock, sistem patrilineal adalah sistem yang paling banyak dijumpai.
Sistem ini garis keturunannya ditarik melalui laki-laki atau ayah.

2. Sistem Bilateral

Sistem bilateral ini banyak dijumpai pada berbagai kalangan masyarakat, tetapi tidak
sebanyak sistem patrilineal. Sistem ini garis keturunannya ditarik melalui pihak laki-
laki atau ayah dan perempuan atau ibu.

3. Sistem Matrilineal

Sistem matrilineal ini garis keturunannya ditarik melalui pihak perempuan atau ibu.
Sistem matrilineal ini biasanya diikuti pada masyarakat Minangkabau.

4. Keturunan Rangkap

7
Pada sistem keturunan rangkap garis keturunannya ditarik melalui pihak laki-laki atau
ayah secara sistem patrilineal dan melalui pihak perempuan atau ibu secara sistem
matrilineal. Pada melalui pihak laki-laki sedangkan garis keturunan untuk orang lain
ditariknya melalui garis ibu.4 Sistem keturunan rangkap ini dijumpai pada masyarakat
Dayak di Kalimantan Tengah.

2.2.6 Pola Menetap

Pasangan suami istri setelah akan menetap di suatu keluarga. Dalam hal ini, masyarakat
mengenal beberapa pola yang berbeda untuk menetapkan pasangan suami istri setelah menikah
sebagai berikut :

1. Pola Patrilokal, pola ini menetapkan pasangan suami istri yang baru menikah menetap
bersama keluarga pihak laki-laki atau suami.

2. Pola Matri-Patrilokal, pola ini menetapkan pasangan suami istri yang baru menikah ini
laki-laki atau suami mula-mula menetap bersama keluarga pihak perempuan atau istri,
tetapi kemudian pasangan suami istri akan menetap bersama keluarga pihak laki-laki
atau istri.

3. Pola Matrilokal, pola ini menetapkan pasangan suami istri yang baru menikah menetap
bersama keluarga pihak perempuan atau istri.

4. Pola Patri-Matrilokal, pola ini menetapkan pasangan yang baru menikah ini perempuan
atau istri mula-mula menetap bersama keluarga pihak laki-laki atau suami, tetapi
kemudian pasangan suami istri akan menetap bersama keluarga pihak perempuan atau
istri.

5. Pola Bilokal, pola ini memberikan pilihan kepada pasangan suami istri yang baru
menikah untuk menetap di keluarga laki-laki (suami) ataupun perempuan (istri).

6. Pola Neolokal, pola ini memberikan kebebasan kepada pasangan suami istri yang baru
menikah untuk memilih tempat menetap di luar tempat keluarga laki-laki (suami)
ataupun perempuan (istri).

7. Pola Avunculokal, merupakan suatu pola matrilineal yang di dalamnya seorang laki-
laki menetap di desa paman dari pihak ibu (kakak laki-laki ibunya).5

4
Ibid., hal. 65
5
Ibid...

8
2.2.7 Fungsi Keluarga

Dalam pandangan sosiologi, keluarga memiliki fungsi-fungsi pokok yang secara umum
terbagi menjadi 7 fungsi pokok. Berikut ini adalah penjelasan dari 7 fungsi pokok tersebut :

1. Fungsi Reproduksi

Dalam fungsi reproduksi, keluarga berfungsi sebagai pengatur penyalur dorongan seks
untuk memiliki keturunan. Dalam masyarakat yang berpedoman dengan nilai dan
norma sosial tentu jalan terbaik untuk memiliki anak adalah dengan menikah atau
berkeluarga. Oleh karena itu, keluarga lah yang menjadi tempat lahirnya untuk
memiliki keturunan guna melanjutkan generasi berikutnya.

2. Fungsi Afeksi

Dalam fungsi afeksi, keluarga berfungsi untuk mewujudkan rasa kasih sayang atau rasa
cinta kepada anak. Di dalam keluarga, seorang anak pertama kalinya merasa dicintai
dan diperhatikan oleh orang lain atau anggota keluarganya.

3. Fungsi Ekonomi

Dalam fungsi ekonomi, keluarga terutama orang tua berfungsi untuk menjalankan
semua kewajiban dalam memenuhi kebutuhan ekonomi anak-anaknya. Di dalam
masyarakat sederhana, kewajiban atau tugas ini ditanggung oleh seorang suami atau
ayah. Akan tetapi, di dalam masyarakat modern, kewajiban ini ditanggung oleh suami
dan istri atau kedua orang tua memiliki tanggung jawab ekonomi yang sama kepada
anak-anak mereka.

4. Fungsi Sosialisasi

Dalam fungsi sosialisasi, keluarga berfungsi untuk membentuk suatu kepribadian anak
supaya dapat sesuai dengan harapan orang tua dan masyarakat. Di dalam keluarga, anak
diberikan pengetahuan dasar tentang bagaimana seseorang harus dapat hidup bersama
dengan orang lain. Selain itu, anak pun diberikan pengetahuan tentang bagaimana
seseorang harus memosisikan dirinya dalam kehidupan yang lebih luas di luar keluarga
yaitu di masyarakat.

5. Fungsi Perlindungan

9
Dalam fungsi perlindungan, keluarga berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi
seluruh anggota keluarga, terutama anak, sehingga anak akan merasa aman hidup di
tengah-tengah keluarganya. Anak sangat membutuhkan perlindungan keluarga tidak
hanya secara fisik, tetapi juga secara psikis.

6. Fungsi Pemberian Status

Dalam fungsi pemberian status, keluarga berfungsi untuk menganugerahkan sebuah


status kepada anggota keluarga, baik yang didapatkan karena keturunan maupun yang
didapatkan melalui prestasi.

7. Fungsi Pengawasan Sosial

Dalam fungsi pengawasan sosial, keluarga berfungsi untuk menindak lanjuti dari upaya
untuk menjaga keharmonisan dalam suatu keluarga. Setiap anggota keluarga harus
saling mengontrol dan saling mengawasi anggota keluarga lainnya agar tidak
melakukan suatu perbuatan yang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku di
dalam masyarakat.

Suatu keluarga akan menjalankan semua fungsi tersebut. Jika suatu keluarga tidak
menjalankan satu fungsi yang sesuai fungsinya, maka suatu keluarga telah menjalankan satu
disfungsi keluarga.

2.2.8 Studi Kasus

Semisal seorang anak tumbuh diinstitusi keluarga yang baik dan harmonis dan
menumbuhkan sifat anak menjadi aktif, sedangkan dalam institusi pendidikan seorang anak
tersebut mendapat perilaku yang kurang baik dari teman-temannya sehingga membuat anak
tersebut menjadi pendiam, bagaimana cara mengatasinya sedangkan waktu yang digunakan
seorang anak lebih banyak digunakan disekolah daripada di rumah?

Maka yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Indentifikasi apa penyebab seorang anak menjadi pendiam sebagai orang tua
haruslah aktif menjalin komunikasi kepada anak tanpa menyudutkan si anak,
orang tua di sini harus memahami seperti apa perasaan anak. Jika permasalahan
anak telah diketahui oleh orang tua dan ternyata anak tersebut mendapatkan
perlakuan buruk dari lingkungannya di sekolah maka segera beritahu pihak
sekolah.

10
2. Arahkan si anak untuk bagaimana menghadapi orang yang memberikannya
perlakuan yang buruk. Orang tuaharuslah meyakinkan si anak bahwa anak
tersebut tidak lemah dan bukan salah mereka mendapatkan perlakuan buruk dari
teman-temannya. Orang tua harus mengajarkan anak bagaimana menjadi
percaya diri dan berani berbicara jika mendapatkan perlakuan yang buruk.

3. Sebihnya orang tua harus terus memantau bagaimana perkembangan sang anak
di sekolah apakah perlakuan buruk tersebut terus terjadi atau telah berhenti
sepenuhnya. Apabila si anak terus mendapatkan perlakuan yang buruk dari
teman temannya maka sebaiknya si anak dipindahkan ke sekolah lain yang
memiliki lingkungan yang sehat.

2.3 Institusi Agama

Kata agama yang digunakan dalam institusi berasal dara kata religion. Para ilmuan
menggunakan kata religion karena memiliki arti meliputi seluruh agama atau kepercayaan yang
ada. Agama-agama tersebut, yaitu agama Islam, agama Protestan, agama Katolik, agama
Budha, agama Hindu, animisme (percaya kepada makhluk halus dan roh), totemisme
(kepercayaan bahwa hewan tertentu memiliki kekuatan supranatural dan dianggap suci),
Konfusianisme (agama humanisme optimis, nilai-nilai etika kehidupan), Taoisme (ajaran
tentang keserasian hubungan manusia dengan alam), dan Yudaisme (Yahudi).

Para sosiolog mengalami kesulitan dalam mendefinisikan agama. Menurut Durkheim,


agama merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri dari kepercayaan dan praktik yang
berkaitan dengan hal-hal suci, kepercayaan dan praktik tersebut mempersatukan semua orang
yang beriman ke dalam suatu komunitas moral yang disebut dengan umat. 6

Setiap agama memiliki unsur-unsur dasar agama, seperti kepercayaan agama, simbol
agama, praktik agama, umat agama, dan pengalaman agama.

1) Kepercayaan agama. Kepercayaan agama ialah suatu prinsip yang dianggap benar oleh
penganutnya dan tidak ada keraguan. Setiap agama memiliki kepercayaannya masing-
masing, ada yang percaya kepada satu Tuhan, percaya kepada lebih dari satu Tuhan,
percaya kepada roh atau makhluk halus, percaya kepada hewan-hewan tertentu, dan
lain sebagainya.

6
Ibid., hal. 67

11
2) Simbol agama. Simbol pada setiap agama dapat dijadikan sebagai ciri dari agama
tersebut. Simbol agama dapat berupa gambar, seperti agama Islam berupa bintang dan
bulan sabit atau kaligrafi berlafadzkan Allah, agama Kristen berupa salib Kristen,
agama Budha berupa roda dharma, dan lain sebagainya. Simbol agama juga dapat
berupa pakaian, seperti peci dan sarung identik dengan busana pria agama Islam.
3) Praktik agama. Praktik agama merupakan hubungan antara manusia dengan Tuhan dan
hubungan antar umat beragama sesuai dengan ajaran agama. Praktik tersebut dapat
berupa berpuasa, sholat/sembahyang, berpuasa, dan melaksanakan perintah serta
menjauhi larangan yang telah di ajarkan pada setiap agama.
4) Umat agama. Umat agama ialah para penganut agama masing-masing. Biasanya dalam
umat beragama terdapat suatu komunitas atau kelompok keagamaan, seperti kelompok
pengajian dan komunitas pada suatu gereja.
5) Pengalaman agama. Bentuk dari pengalaman keagamaan yang dialami secara pribadi
oleh penganut agama. Contohnya, pada agama Islam seseorang tergerak untuk
menunaikan ibadah haji, sedangkan pada agama Katolik dikenal panggilan Tuhan
kepada seseorang untuk menjadi rohaniwan atau rohaniwati.7

2.3.1 Fungsi Agama

Institusi agama berfungsi untuk mengurusi hal-hal di masyarakat yang bersifat non
duniawi. kaitannya dengan manusia dan Tuhan mereka. Borton dan Hunt membagi fungsi
agama menjadi dua kriteria, yaitu :

1) Fungsi manifes atau fungsi nyata


a. Mempersatukan komunitas dalam satu ideologi;
b. Mengatur individu melalui penanaman keyakinan;
c. Adanya ajaran atau doktrin yang menggariskan hubungan antara manusia dengan
Tuhannya dan manusia dengan manusia;
d. Ritual agama sebagai lambang keyakinan dan dapat mengingatkan manusia
dengan keyakinan tersebut;
e. Menjadikan keyakinannya sebagai acuan untuk membentuk norma perilaku.
2) Fungsi laten atau fungsi tersembunyi
Membagi masyarakat ke dalam golongan sosial atas dasar tingkat keimanan atau
keyakinan. Individu yang memiliki tingkat keimanan yang lebih tinggi akan lebih

7
Ibid., 68

12
dihormati, sebaliknya jika tingkat keimanannya kurang maka ia juga akan kurang
dihormati pada lingkungannya. Akibatnya dapat terjadi konflik atau pertentangan di
antara sesama penganut keyakinan tersebut. Untuk mencegah hal tersebut, maka
diperlukan suatu pola hidup yang baik antar sesama.8

Selain memiliki fungsi, agama juga memiliki disfungsi. Terkadang pemicu dari
keretakan atau perpecahan masyarakat bersumber pada faktor agama. Konflik tersebut
umumnya terjadi pada agam yang berbeda. Contohnya, konflik agama antara agama Katolik
dan Protestan di Irlandia Utara, Konflik orang yang beragama Islam di Palestina dengan orang
yang beragama Yahudi di Israel, konflik umat Muslim dengan Hindu di India, konflik
kelompok Hindu dengan kelompok Muslim dan Kristen di India, dan lain sebagainya.

2.3.2 Agama dan Perubahan Sosial

Para ahli sosiolog mengkaji hubungan antara agama dengan perubahan sosial. Salah
satu ahli sosiolog, yaitu Marx mengatakan bahwa agama hanya dapat menghambat perubahan
sosial. Menurutnya masyarakat menjadi malas untuk maju atau melakukan perubahan karena
dalam agama di ajarkan salah satunya tentang takdir. Akibatnya masyarakat memilih untuk
mengikuti takdir tersebut dibandingkan harus berusaha memperbaiki keadaan.

Namun, terdapat beberapa ahli sosiolog yang menyatakan bahwa dengan adanya agama
dapat mengubah masyarakat. Dengan adanya agama, masyarakat diajarkan atau diarahkan
untuk menjadi pribadi yang lebih baik sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing, seperti
disiplin, jujur dan cinta damai; dapat memberikan kekuatan revolusioner, seperti gerakan
perlawanan kaum ulama di Indonesia terhadap penjajah Belanda dan perlawanan para
rohaniwan Katolik di Polandia terhadap rezim komunis; agama dapat dijadikan sebagai
pengawasan sosial, baik secara individu maupun kelompok; dan dapat meningkatkan tali
persaudaraan dan kesatuan dalam bermasyarakat.

Tidak hanya agama yang dapat memberikan perubahan pada lingkungan sosial, tetapi
perubahan sosial juga dapat memberikan perubahan pada agama. Menurut Bellah, agama
secara bertahap berlangsung evolusi ke arah diferensiasi, kekomprehensifan, dan rasionalitas
yang lebih besar.

8
Aman dkk, Sosiologi 3 : Untuk SMA/MA Kelas XII Program Ilmu Sosial, Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional, 2009), hlm 96.

13
2.3.3 Agama dan Institusi Lain Dalam Masyarakat

1) Agama dan Keluarga

Keberadaan agama dalam keluarga dapat dijadikan sebagai pengendali dalam keluarga
tersebut. Keluarga yang tidak berpegang pada keyakinan agama, maka akan lebih mudah
goyah, tidak teratur, dan dapat mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dalam masyarakat.
Sedangkan keluarga yang berpegang teguh pada agama, maka hidupnya akan lebih baik karena
perilaku dan kehidupannya mengikuti ajaran-ajaran agama.

Masuknya agama Katolik dapat menghilangkan praktik poligami dan perceraian di


Pulau Flores. Bagi agama yang memperbolehkan untuk memiliki anak banyak, maka akan
dijumpai keluarga yang memiliki anak banyak. Selain itu, bagi agama yang melarang perzinaan
dan pelacuran, maka keluarga yang berpegang teguh pada agama akan menjauhi dan tidak
melakukannya.

2) Agama dan Politik

Politik tidak lepas kaitannya dengan kekuasaan. Setiap agama tidak ada yang melarang
umatnya untuk memiliki kekuasaan atau pemimpin. Untuk memperoleh kekuasaan, setiap
agama menganjurkan untuk memperoleh dengan cara yang baik, jujur, tidak merugikan banyak
pihak, dan dapat dipertanggungjawabkan secra moral pada masyarakat.

Selain itu, agama juga pernah berkaitan dengan partai politik di Indonesia, tepatnya
sebelum diberlakukannya penyederhanaan partai politik. Partai politik berbasis agama di
antaranya, Masyumi, Nahdatul Ulama, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Kristen
Indonesia, dan Partai Katolik.

3) Agama dan Ekonomi

Kegiatan ekonomi, seperti produksi, distribusi, dan konsumsi akan berjalan dengan baik
ketika mengikuti ajaran agama sehingga tidak akan menimbulkan kerugian. Agama tidak
melarang umatnya untuk mencari harta, asalkan ketika sudah mencapai kepuasan ia tidak lupa
terhadap agama. Selai itu dalam proses mencari harta, seseorang harus memperolehnya dengan
cara yang baik sehingga tidak timbul kerugian, kecurangan-kecurangan, korupsi, kolusi,
nepotisme, dan lain sebagainya. Kewiraswastaan merupakan salah satu bentuk kegiatan
ekonomi. Kewiraswastaan juga di jalankan oleh kelompok agama, seperti kaum santri di kota
Pare dan kaum bangsawan Hindu di kota Tabanan.

14
4) Agama dan Pendidikan

Pendidikan yang tidak didasari dengan agama, maka akan runtuh. Jika agama tanpa
ilmu, maka tidak dapat melihat ilmu atau fungsi agama secara utuh. Ketika ilmu tanpa agama,
maka akan kehilangan arah dan dapat melakukan penyimpangan-penyimpangan yang ada
dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa agama dan pendidikan memiliki kaitan yang
erat dan tidak dapat dipisahkan.

Dalam sistem pendidikan dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah,
sekolah atas, sampai pendidikan tinggi sudah diberikan pembelajaran tentang agama. Bahkan
lembaga pendidikan tersebut sudah ada yang dikelola oleh organisasi agama, seperti
Universitas Muhammadiyah dan Universitas Kristen Indonesia. Selain itu, juga terdapat
lembaga pendidikan yang mengkhususkan pembelajarannya pada bidang agama, seperti
pesantren.

2.4 Institusi Pendidikan


Pendidikan merupakan institusi yang juga mendapat perhatian besar dari para ahli
sosiologi. Institusi pendidikan juga merupakan institusi yang sangat penting pada masyarakat.
Institusi pendidikan ini terlahir dari kebutuhan masyarakat akan pendidikan atau pengetahuan.

Menurut Mahmud Yunus, institusi pendidikan adalah institusi yang dengan sengaja
dibentuk dan dipilih untuk memengaruhi dan membantu seseorang dalam meningkatkan ilmu
pengetahuan, jasmani, dan perilaku sehingga diharapkan dapat mengantarkan impian atau cita-
cita seseorang tersebut.

2.4.1 Macam-macam Institusi Pendidikan

1. Pendidikan Formal

Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang.


Pendidikan formal ini terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi, baik pendidikan yang bersifat umum maupun khusus seperti sekolah
agama dan Sekolah Luar Biasa (SLB). Adapun contoh institusi untuk pendidikan
formal ini adalah Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah
Menengah Akhir (SMA), dan Perguruan Tinggi (PT).

2. Pendidikan Nonformal

15
Pendidikan nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Adapun institusi contoh untuk
pendidikan nonformal ini adalah tempat kursus, seperti kursus keterampilan, kursus
bahasa, kursus komputer, dan lain sebagainya.

3. Pendidikan Informal

Pendidikan informal merupakan jalur pendidikan yang dilakukan dalam lingkungan


keluarga dan lingkungan sekitarnya. Pendidikan informal biasanya terjadi di dalam
rumah atau melalui media massa. Adapun contoh pendidikan informal ini adalah
sosialisasi orang tua kepada anak-anaknya yang ada dalam lingkungan keluarga.

2.4.2 Pokok Bahasan Sosiologi Pendidikan

Para ahli sosiologi pendidikan membagi pokok bahasan menjadi beberapa bagian,
yaitu:

1. Sosiologi Pendidikan Mikro

Sosiologi pendidikan mikro ini yang mempelajari interaksi sosial yang berlangsung
dalam institusi pendidikan. Pada mikrososiologi, seorang ahli sosiologi pendidikan
antara lain mempelajari hubungan dan interaksi di antara siswa-siswa di institusi
pendidikan seperti sekolah. Misalnya, pengelompokan yang terbentuk di kalangan
mereka itu seperti apa dan sistem status yang terbentuk oleh mereka itu seperti apa.
Selain itu, para ahli mempelajari interaksi dalam ruang kelas, interaksi antara sesama
siswa, dan interaksi antara siswa dengan guru.

2. Sosiologi Pendidikan Meso

Sosiologi pendidikan meso ini yang mempelajari hubungan dalam suatu organisasi
pendidikan. Pada mesososiologi, seorang ahli sosiologi pendidikan dapat mempelajari
sekolah atau institusi pendidikan sebagai suatu organisasi.

3. Sosiologi Pendidikan Makro

Sosiologi pendidikan makro ini yang mempelajari hubungan antara institusi pendidikan
dan institusi lain dalam masyarakat. Dalam makrososiologi, para ahli sosiologi
mempelajari kesalingterkaitan antara institusi pendidikan dengan institusi lain
mempelajari, misalnya, hubungan antara pendidikan dan politik sampai sejauh mana
sekolah menjalankan perannya dalam proses sosialisasi politik. Masalah lain yang

16
dapat dipelajari makrososiologi pendidikan dalam kaitannya dengan ekonomi ialah,
misalnya, sampai sejauh mana sistem pendidikan formal berperan dalam
mempersiapkan tenaga kerja di sektor formal yang telah siap pakai, atau sampai sejauh
mana orang yang menikmati fasilitas pendidikan formal yang dibiayai negara memang
merupakan orang yang membayar pajak secara setara.9

2.4.3 Fungsi Institusi Pendidikan

Setiap institusi pendidikan memiliki fungsi yang terbagi menjadi dua fungsi yang
berbeda. Ahli sosiologi membedakan fungsi institusi pendidikan menjadi fungsi manifes dan
fungsi laten. Berikut ini penjelasan mengenai kedua fungsi tersebut :

1. Fungsi Manifes

Fungsi manifes adalah fungsi yang utama dan nampak dari suatu institusi. Fungsi
manifes institusi pendidikan adalah fungsi yang utama dan nampak dari setiap institusi
pendidikan. Menurut Horton dan Hunt (1984) fungsi manifes institusi pendidikan ialah,
antara lain, mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah,
mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi maupun bagi kepentingan
masyarakat, melestarikan kebudayaan, menanamkan keterampilan yang perlu bagi
partisipasi dalam demokrasi dan sebagainya.10

2. Fungsi Laten

Fungsi laten adalah fungsi yang tidak nampak atau tersembunyi dari suatu institusi.
Fungsi laten ini biasanya tidak terlalu disadari oleh para peserta didik. Menurut Horton
dan Hunt fungsi laten institusi pendidikan ialah, antara lain, pemupukan keremajaan
atau memperpanjang masa remaja dan menunda masa dewasa para peserta didik,
pengurangan pengendalian orang tua, penyediaan sarana untuk pembangkangan,
mengajarkan para peserta didik bersikap kritis untuk menciptakan pola pikir yang
bersifat positif, dan dipertahankannya sistem kelas sosial yang ditempati dengan status
orang tuanya.

Adapun fungsi institusi pendidikan yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Salah
satunya menurut Bruce J. Cohen, fungsi institusi pendidikan adalah memberikan persiapan
bagi peranan-peranan pekerjaan, sebagai perantara perpindahan warisan kebudayaan,

9
Kamanto Sunarto, op.cit., hal. 68
10
Ibid...

17
memperkenalkan peranan dalam masyarakat, mempersiapkan individu dengan berbagai
peranan sosial, memberikan landasan penilaian dan pemahaman, meningkatkan kemajuan
melalui riset-riset ilmiah yang dilakukan, dan memperkuat penyesuaian diri dan
mengembangkan hubungan sosial. institusi pendidikan juga berfungsi sebagai pengajaran,
untuk mensosialisasikan norma-norma di masyarakat sehingga mereka mengetahui dan
memahami status atau peran mereka di masyarakat.

2.5 Institusi Ekonomi

Sektor Ekonomi sangat berkaitan erat dengan kajian sosiologi, sejalan dengan
pandangan evolusioner Spencer masyarakat secara silih berganti mengalami proses integrasi
dan diferensiasi sehingga lambat laun tumbuh dari masyarakat homogen menjadi heterogen.
Melalui proses evolusi ini pula masyarakat berkembang dua tipe militer yang diintegrasikan
secara paksa menjadi tipe masyarakat industri yang diintegrasikan oleh hubungan kerja sama
secara sukarela yang didasarkan pada kontrak.11 Dengan demikian Sosiologi institusi
perekonomian mempelajari institusi yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang dan jasa
dalam masyarakat.

Menurut Kornblum penelitian terhadap institusi ekonomi difokuskan pada pokok


bahasan seputar pasar dan pembagian kerja, interaksi antara pemerintah dan institusi ekonomi,
dan perubahan pada pekerjaan. Bahasan di sini akan meliputi ideologi ekonomi yang
mempengaruhi Perkembangan masyarakat, pekerjaan, dan institusi yang berkaitan dengan
dunia usaha. Di bawah ini merupakan 3 Ideologi ekonomi, yaitu sebagai berikut:

A. Kapitalisme
Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada pemilikan pribadi
atas sarana produksi dan distribusi untuk kepentingan pencarian laba pribadi ke arah
pemupukan modal melalui persaingan bebas.

Giddens membedakan antara tiga macam kapitalisme, salah satunya adalah


family capitalism dan yang lain adalah managerial capitalism dan institutional
capitalism. Menurut Giddens pada awalnya yang dijumpai ialah kapitalisme keluarga
perusahaan yang dikelola oleh seorang wiraswasta atau oleh beberapa orang pengusaha
yang mempunyai hubungan keluarga, sering kali secara turun-temurun. Dalam
perusahaan sangat besar lambat laun kapitalisme keluarga digeser oleh managerial

11
Kamanto Sunarto, op.cit Hal. 71

18
capitalism, yang di dalamnya keluarga wiraswasta digantikan oleh manajer dan
kepentingan perusahaan ditempatkan di atas kepentingan keluarga. Dengan semakin
berkembangnya perusahaan sehingga jangkauannya meluas ke luar perusahaan dan ke
arah penguasaan saham perusahaan lain serta ada yang berkembang menjadi
konglomerat dan perusahaan transnasional atau multinasional maka pola
kepemimpinan perusahaannya-pun mengalami perkembangan ke arah terbentuknya
suatu jaringan sehingga terbentuk pola institutional capitalism.12

B. Sosialisme

Ideologi sosialisme bermula dari ketidakpuasan dengan terjadinya penderitaan,


ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan sebagal akibat berkembangnya industrialisasi
dan kapitalisme telah melahirkan gerakan sosial di berbagai negara Eropa abad 19, yang
bertujuan merombak masyarakat ke arah persamaan hak dan pembatasan terhadap hak
milik pribadi. Gerakan ini dipelopori oleh para tokoh apa yang dinamakan sosialisme
utopis.

Negara-negara yang menganut paham sosialis seperti penguasaan alat produksi


dan pengaturan distribusi komoditas dipegang penuh oleh oleh negara. pengaturan
produksi dan distribusi komoditas dasar negara dilaksanakan secara terpusat seperti
yang diterapkan oleh negara Tiongkok.

C. Perusahaan

Di dalam masyarakat sering kali kita menjumpai berbagai bentuk organisasi


yang terlibat dalam proses produksi dan distribusi barang dan jasa ini. Dalam bidang
perindustrian dikenal adanya oligopoli, yaitu industri yang didominasi beberapa
perusahaan raksasa yang menguasai pasar. Ada juga yang disebut dengan berat, yaitu
kelompok perusahaan seperti kelompok salim, Astra, Gudang Garam, Djarum, dan
sebagainya. Di samping perusahaan-perusahaan raksasa dijumpai adanya sejumlah
besar usaha kecil yang biasanya memiliki masalah seputar kekurangan modal karena
kesulitan memperoleh kredit usaha dan kerentanan terhadap fluktuasi besar.

2.6 Institusi Politik

12
Ibid, Hal. 72

19
Konsep Institusi politik diartikan sama dengan lembaga negara, secara terminologis
memiliki banyak istilah. Kepustakaan Inggris menggunakan istilah "political Institution,
sedangkan dalam kepustakaan Belanda dikenal dengan istilah "staat organen". Sementara itu,
bahasa Indonesia menggunakan istilah "lembaga negara atau badan negara". Istilah institusi,
dari bahasa latin, instituere, artinya sesuatu yang diwujudkan. Maksudnya, institusi adalah
kegiatan manusia yang berwujud. Lembaga politik adalah lembaga yang mengatur pelaksanaan
dan wewenang yang menyangkut kepentingan masyarakat agar tercapai keteraturan dan tata
tertib kehidupan bermasyarakat. Lembaga politik adalah keseluruhan tata nilai dan norma
terkait kekuasaan. Kekuasaan bergantung pada hubungan antara yang berkuasa dan yang
dikuasai. Kekuasaan selalu ada dalam setiap masyarakat, yang sederhana maupun kompleks.
Namun pada umumnya kekuasaan tertinggi ada di organisasi tertinggi yang disebut negara.
Lembaga politik lahir dari serangkaian nilai dan norma yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan akan kekuasaan, khususnya kekuasaan pada tingkat negara. Institusi politik
merupakan bentuk dari proses-proses sosial yang mengalur susunan masyarakat Ini
menggambarkan bahwa kepentingan kumpulan manusia tertentu dijaga dan dipertahankan oleh
mereka melalui proses penyertaan dan keterlibatan politik.

Dalam sistem pemerintahan negara terdapat tiga institusi politik utama yaitu Legislatif,
Eksekutif dan Kehakiman. Namun, fungsi beberapa institusi politik lain juga memainkan peran
dalam pemerintahan sebuah negara. Antara lain partai politik, birokrasi, dan kelompok
kepentingan. Menurut Kornblum, dasar politik persaingan untuk memiliki kekuasaan.
kekuasaan sendiri memungkinkan untuk dapat memaksakan kehendak terhadap orang lain dan
dilaksanakan dalam berbagai bidang kehidupan.

Perbedaan paling jelas antara kekuasaan dengan dominasi yaitu gimana dominasi
memerlukan suatu wewenang khusus atau legalisasi dalam memaksakan kewenangannya.
Weber membagi dominasi menjadi tiga jenis, yaitu dominasi kharismatik, dominasi tradisional,
dan dominasi legal-rasional.

Dominasi karismatik yaitu di mana sang pemimpin memiliki kemampuan yang luar
biasa, seperti nabi, rasul, dam pahlawan. Lalu dominasi tradisional yaitu Sang pemimpin
melanjutkan tradisi yang ditegakkan oleh pemimpin karismatik sebelumnya seperti halnya
pejabat yang mendapatkan jabatan dari orang tuanya. Ketiga adalah dominasi legal-rasional
kekuasaan didasari oleh aturan hukum yang dibuat dengan sengaja atas dasar pertimbangan
rasional.

20
Karena dasar politik adalah kekuasaan maka hal tersebut dapat mengarah pada konflik
yang terjadi di masyarakat. menurut seorang ahli sosiologi ia tidak melihat adanya kombinasi
antara konflik dan konsensus yang ada adalah masyarakat konflik atau masyarakat harmonis.
Alexis de tocqueville melihat adanya kemungkinan bagi konflik dan konsensus untuk berjalan
bersamaan. Ia sangat mengkhawatirkan dampak industrialisasi, birokratisasi, dan nasionalisme
terhadap sistem politik yang majemuk. dikhawatirkan bahwa kekuasaan pusat akan sangat
berkuasa tanpa ada yang mampu menyaingi kekuasaannya.13

Institusi politik memiliki kekuasaan dalam hal kewenangan terhadap orang lain dan
memerlukan aturan-aturan, agar yang diatur dan mangatur ini berjalan dengan baik. oleh karena
itu, diperlukan institusi politik untuk menaungi perihal tersebut.

13
Ibid., hal. 76

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut Koentjaraningrat (1964), institusi sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan
hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Institusi sosial
terdiri atas adat istiadat, tata kelakuan kebiasaan, dan unsur-unsur kebudayaan lainnya yang
secara langsung ataupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional

Dalam makalah ini membahas institusi di berbagai bidang, yaitu di bidang keluarga,
bidang pendidikan, bidang agama, bidang politik, dan bidang ekonomi. Dalam institusi
keluarga, akan terbentuk norma-norma di dalam keluarga, seperti aturan mengenai perkawinan
sesuai dengan tipe keluarga tersebut yang mengatur boleh menikah dengan siapa dan bentuk-
bentuk perkawinan, aturan mengenai keturunan, dan pola menetap.

Agama merupakan suatu institusi yang mengatur kehidupan manusia. Agama dalam
sebuah institusi memiliki fungsi manifes (nyata) dan laten (tersembunyi) dan juga memiliki
disfungsi yang dapat menimbulkan konflik. Institusi agama memiliki kesalingterkaitan dengan
institusi keluarga, pendidikan, ekonomi, dan politik.

Pendidikan merupakan institusi yang juga mendapat perhatian besar dari para ahli
sosiologi. Para ahli sosiologi pendidikan membagi pokok bahasan menjadi tiga bagian, yaitu
makro, meso, dan mikro. Dalam institusi ekonomi, difokuskan pada pokok bahasan seputar
pasar dan pembagian kerja, interaksi antara pemerintah dan institusi ekonomi, dan perubahan
pada pekerjaan. Terdapat tiga ideologi ekonomi, yaitu kapitalisme, sosialisme, dan perusahaan
yang mempengaruhi perkembangan masyarakat.

Institusi politik adalah institusi yang mengatur pelaksanaan dan wewenang yang
menyangkut kepentingan masyarakat agar tercapai keteraturan dan tata tertib kehidupan
bermasyarakat. Dalam sistem pemerintahan negara terdapat tiga institusi politik utama yaitu
Legislatif, Eksekutif dan Kehakiman.

3.2 Saran

Dengan mengetahui berbagai macam institusi di bidang keluarga, agama, pendidikan,


ekonomi, dan politik, kita juga akan mengetahui bahwa institusi-institusi tersebut dibentuk

22
untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu tujuan tersebut ialah agar masyarakat dapat
bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam institusi tersebut. Oleh
karena itu, masyarakat tidak dapat bertindak semaunya sendiri demi mewujudkan kedamaian
dalam bermasyarakat. Namun aturan dalam institusi tidak hanya harus dipatuhi oleh
masyarakat biasa, tetapi juga oleh para petinggi negara.

23
DAFTAR PUSTAKA

Aman dkk. (2009). Sosiologi 3 : Untuk SMA/MA Kelas XII Program Ilmu Sosial. Jakarta :
Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
Amran, Ali. (2015) Peranan Agama Dalam Perubahan Sosial Masyarakat. HIKMAH, Vol. II,
No. 01.
Dhohiri, Taufiq Rohman, Tarsilus Wartono, dkk. (2007). Sosiologi :-Jilid 3 Suatu Kajian
Kahidupan Masyarakat. Yudhistira.
Koentjaraningrat. Pengantar limu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta. 2009)

Murdiyatmoko, Janu. Sosiologi: Memahami dan Mengkaji Masyarakat. N.p.. PT Grafindo


Media Pratama.
Renita, Ria. (2015). Institusi Keluarga dan Poligami. Socius: Jurnal Sosiologi Vol.15, No.1.
journal.unhas.ac.id/index.php/socius/article/view/563. Diakses pada 23 Maret 2021
Soekanto, Soerjono. (2012). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Rajawali Pen.
Sunarto, Kamanto. (2014). Pengantar Sosiologi Edivi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Tim Mitra Guru. (2007). Ilmu Pengetahuan Sosial Sosiologi :-Jilid 2 untuk SMP dan MTs
Kelas VIII Standar Isi 2006. Esis

24

Anda mungkin juga menyukai