Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“Peraturan Perundang – undangan Sosial / Social Legislation”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Hukum Indonesia dan Perundang –
undangan Sosial

Dosen Pengampu: M. Kholis Hamdy, S. Sos. I., M1nt. Dev

Disusun oleh:

Kelompok 3/4A

Adinda Putri Lia M. (11200541000003)

Cohevien Dhiana Labieboen (11200541000005)

Daffa Fadillah Syafa’at (11200541000041)

Program Studi Kesejahteraan Sosial

Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan dalam
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, tanpa pertolongan-Nya tentu kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam kami curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’at nya di
akhirat.

Makalah ini ditulis dari hasil pemikiran kami yang bersumber dari jurnal dan buku
sebagai referensi, tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bpk. M Kholis Hamdy
selaku dosen pengampu mata kuliah Peraturan Perundang – undangan Sosial / Social
Legistlation atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini, juga kepada teman –
teman mahasiswa jurusan kesejahteraan sosial 4A yang telah mendukung kami sehingga dapat
diselesaikannya makalah ini.

Penyusun berharap dengan membaca makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua, semoga hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai pembahasan mengenai
Peratuan Perundang – undangan Sosial.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman
penyusun. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan.

Ciputat, 18 Maret 2022

Kelompok 3,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... i
BAB I .................................................................................................................................................. iii
PENDAHULUAN .............................................................................................................................. iii
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... iii
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... iv
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................................... iv
BAB II .................................................................................................................................................. 1
PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 1
2.1 Definisi Peraturan Perundang – undangan & Perundang – undangan Sosial ............... 1
2.2 Latar Belakang Terbentuknya Perundang – undangan Sosial ........................................ 4
2.3 Landasan Hukum dibentuknya perundangan – undangan sosial dalam Welfare State 5
2.4 Tujuan Perundang – undangan Sosial............................................................................... 7
2.5 Prinsip Perundang – undangan Sosial ............................................................................... 7
2.6 Asas Perundang – undangan Sosial ................................................................................... 8
2.7 Sifat & Ciri Perundang – undangan Sosial ....................................................................... 9
2.8 Kekuatan Berlakunya Perundang – undangan Sosial ...................................................... 9
2.9 Ruang Lingkup Perundang – undangan Sosial............................................................... 10
2.10 Hubungan Perundang – undangan Sosial dengan Pekerja Sosial ................................. 10
2.11 Urgensi Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Perundang – undangan ........... 14
2.12 Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial ........................................................................... 15
BAB III .............................................................................................................................................. 17
PENUTUP ......................................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 17
3.2 Saran .................................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya yang


dilakukan untuk mencapai tujuan bangsa sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sila kelima Pancasila menyatakan bahwa keadilan adalah untuk seluruh rakyat
Indonesia, dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik
Indonesia berkewajiban melindungi segenap bangsa-bangsa dan sekuruh tanah air
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, untuk kehidupan bangsa dan untuk
berpartisipasi dalam pembentukan ketertiban dunia berdasarkan kebebasan, perdamaian
dan keadilan sosial.

Masalah kesejahteraan sosial yang berkembang saat ini yang ada warganya yang
hak atas kebutuhan dasarnya belum terpenuhi dengan baik karena belum mendapatkan
pelayanan sosial dari negara. Akibatnya masih ada warga yang mengalami kendala dalam
pelaksanaan fungsi sosial yang tidak dapat mereka jalani kehidupan yang layak dan
bermatabat.

Untuk kepentingan penyelenggaraan yang terarah, terpadu dan sejahtera dan


sejahtera yang berkelanjutan, perlu adanya pemahaman tentang tanggung jawab dan peran
masing-masing elemen, terjadinya pemerintah, masyarakat dan individu.

Untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar warga negara, serta untuk


menghadapi tantangan dan perkembangan kesejahteraan sosial di tingkat lokal, nasional,
dan global, perlu dilakukan penggantian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial.

Materi pokok yang diatur dalam Undang-Undang ini, antara lain, pemenuhan hak
atas kebutuhan dasar, penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara komprehensif dan
profesional, serta perlindungan masyarakat. Untuk menghindari penyalahgunaan
kewenangan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, Undang-Undang ini juga

iii
mengatur pendaftaran dan perizinan serta sanksi administratif bagi lembaga yang
menyelenggarakan kesejahteraan sosial. Dengan demikian, penyelenggaraan kesejahteraan
sosial dapat memberikan keadilan sosial bagi warga negara untuk dapat hidup secara layak
dan bermartabat.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Jelaskan pengertian dari peundang – undangan & perundang – undangan sosial!
1.2.2 Jelaskan mengenai latar belakang terbentuknya perundang – undangan sosial!
1.2.3 Jelaskan mengenai landasan hukum peraturan perundang – undangan!
1.2.4 Apa saja tujuan, prinsip, dan asas perundang – undangan sosial?
1.2.5 Apa saja sifat & ciri, kekuatan serta ruang lingkup perundang – undangan sosial?
1.2.6 Apa hubungan perundang – undangan sosial dengan pekerja sosial?
1.2.7 Jelaskan mengenai urgensi partisipasi masyarakat dalam pembentukan perundang –
undangan sosial!
1.2.8 Jelaskan penyelenggaraan kesejahteraan sosial!

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mengetahui secara mendalam tentang definisi dari perundang – undangan & perundang
– undangan sosial
1.3.2 Mengetahui secara mendalam tentang latar belakang terbentuknya perundang –
undangan social
1.3.3 Mengetahui secara mendalam tentang landasan hukum peraturan perundang - undangan
1.3.4 Memahami secara mendalam dan secara kritis terhadap tujuan, prinsip, dan asas
perundang – undangan sosial
1.3.5 Memahami secara mendalam dan secara kritis terhadap sifat & ciri, kekuatan serta ruang
lingkup perundang – undangan sosial
1.3.6 Memahami secara mendalam dan secara kritis terhadap hubungan perundang –
undangan sosial dengan pekerja sosial
1.3.7 Mengetahui secara mendalam dan secara kritis terhadap urgensi partisipasi masyarakat
dalam pembentukan perundang – undangan sosial
1.3.8 Mengetahui dan memahami mengenai penyelenggaraan kesejahteraan sosial

iv
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Peraturan Perundang – undangan & Perundang – undangan Sosial

Dalam konsep negara hukum, hukum sebagai sebuah penuangan kebijakan negara
dalam periode tertentu. Sehingga tindakan negara tidak dapat dilakukan secara
sewenang – wenang dan harus memiliki dasar hukum yang pasti. Dalam awal
perkembangan negara hukum, asas legalitas didasarkan wetmatigheid van het bestuur
(pemerintah berdasarkan undang – undang), namun dikarenakan dalam
perkembangannya pembentukan undang – undang selalu tertinggal dengan
perkembangan masyarakat sehingga menimbulkan kondisi negara yang kaku dan tidak
dapat memenuhi apa yang menjadi tuntutan dalam negara hukum. Karena itu, asas ini
diperlonggar dari pemerintahan berdasarkan undang – undang menjadi berdasarkan
hukum (rechtmatigheid van het bestuur) maksudnya adalah hukum lebih luas dari
undang – undang.

Dengan asas ini pemerintah memiliki kekuasaan yang lebih luas dalam
keikutsertaannya menciptakan atau mencapai kemakmuran, yaitu sejauh tidak melanggar
hukum, maka tindakan pemerintah dianggap diperkenankan dan dapat
dipertanggungjawabkan. Namun itu saja belum cukup, dikarenakan terdapat pengaruh
negara kemakmuran, yang menyebabkan negara harus lebih banyak lagi dalam campur
tangan termasuk dalam penyelenggaraan perekonomian kemakmuran. Oleh karena itu,
asas ini berkembang menjadi doelmatigheid van het bestuur, yaitu yang menjadi batasnya
sekarang adalah sejauh tindakan pemerintah itu untuk kepentingan umum, kemakmuran
umum atau kemakmuran masyarakat, maka tindakan itu dianggap memenuhi unsur asas
legalitas.1

Indonesia merupakan negara yang menganut konsep negara hukum. Konsep


negara hukum Indonesia adalah konsep negara hukum yang telah dinetralkan yang mana
menurut Undang – Undang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen, dijelaskan bahwa

1
Azhary, Negara Hukum Indonesia, Jakarta, UI-Press, 1995, hlm. 99

1
Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat). Namun setelah dilakukan amandemen,
ketentuan yang ada pada penjelasan tersebut dimasukkan ke dalam Pasal 1 ayat (3) dan
berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum” tanpa disebut rechtstaat ataupun rule
of law. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara hukum yang berbentuk penggabungan
unsur – unsur baik dari berbagai konsep yang berbeda ke dalam satu konsep yang
menyatu yang implementasinya disesuaikan dengan tuntutan perkembangan. Dalam hal
ini, contohnya, konsep negara Indonesia menerima prinsip kepastian hukum di dalam
rechtsstaat sekaligus menerima prinsip rasa keadilan di dalam rule of law. 2

Oleh karena itu, Indonesia tetap memberlakukan peraturan perundang-undangan


sebagai bentuk kepastian hukum dan juga menerapkan prinsip keadilan baik dalam
pembentukannya hingga penerapannya. Sebagaimana menurut pasal 28 D yang berbunyi:
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Yang artinya setiap orang berhak atas
kepastian hukum dan keadilan, yang mana jaminan perlindungan terhadap setiap orang
pun perlindungan dari tindakan kesewenanganwenangan pemerintah itu sendiri.
Sehingga dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan harus dilakukan
dengan menjamin setiap orang yang mana berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan
dan kepastian hukum yang adil.

Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma


hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan
Perundang-undangan. Terdapat beberapa hal yang seharusnya menjadi pehatian dalam
pembentukan peraturan perundang – undangan, baik pada tingkat pusat ataupun daerah,
sehubungan dengan kebijakan publik dan sentuhannya kepada kepentingan masyarakat.

Sedangkan Perundang – undangan sosial dapat didefiniskan sebagai produk dari


kebijakan sosial yang dikeluarkan oleh pemerintah, secara sederhana perundang –
undangan sosial juga dapat diartikan sebagai sistem peraturan mengenai kesejahteraan
sosial.

2
Moh. Mahfud. M.D, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 2013, hlm. 52.

2
Peraturan perundang-undangan sosial dibentuk dan ditujukan kepada masyarakat.
Dengan kekuatan mengikatnya, peraturan perundang-undangan dapat memberikan suatu
kewajiban kepada masyarakat untuk melakukan sesuatu. Peraturan perundang-undangan
dalam sistem demokrasi tidak hanya sebagai produk yang dibentuk oleh lembaga
perwakilan yang dipilih langsung oleh rakyat. Namun juga dibentuk pula bersama dengan
masyarakat, karena lembaga perwakilan di dalam sistem demokrasi dapat menjadi
kekuatan oligarki yang membawa akibat pada kondisi masyarakat yang tidak
memlegitimasi atau tidak mengakui produk hukum yang telah dihasilkan oleh lembaga
perwakilan yang dipilih sendiri oleh rakyat.

Oleh karena itu, untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang memiliki


legitimasi atau akar sosial yang kuat guna meminimalisir adanya penolakan terhadap
peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan maka dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan memberikan hak kepada masyarakat untuk memberikan
masukan serta memberikan akses kepada masyarakat untuk melakukan aktivitas tersebut.

Peraturan perundang-undangan yang dibuat pada tingkat pusat, akan menyentuh


pada kepentingan rakyat di seluruh Indonesia, dan peraturan perundang – undangan pada
tingkat daerah, akan menyentuh pada kepentingan masyarakat daerah. Namun demikian
persoalan kecermatan, daya serap (akomodasi kepentingan masyarakat), aspiratif atau
tidaknya peraturan perundang-undangan tersebut, baik pusat ataupun daerah, adalah sama
pentingnya bagi terpenuhinya syarat peraturan perundang – undangan yang ideal.
Menurut Solly Lubis, peraturan itu dinilai sempurna jika memenuhi syarat sebagai
berikut ini:

1. Peraturan itu memberikan keadilan bagi yang berkepentingan, misalnya apakah


kalangan buruh, petani, nelayan, pedangan kaki lima, kaum perempuan, para guru
dan dosen merasa bahwa dengan kehadiran peraturan hukum itu maka
kepentingannya akan benar-benar dilindungi.
2. Peraturan hukum itu memberikan kepastian, dalam arti kepastian hukum, bahwa
dengan berlakunya peraturan itu akan jelas batasbatas hak (recht, right) dan kewajiban
(plicht, duty) semua pihak yang terkait dalam sesuatu hubungan hukum
(rechtsbetrekkingen), misalnya dalam hubungan perburuhan, hubungan perkawinan,
borong kerja, dan sebagainya.

3
3. Peraturan itu memberikan manfaat yang jelas bagi yang berkepentingan dengan
kehadiran peraturan itu. Umumnya, jika dua syarat terdahulu sudah dipenuhi maka
syarat yang ketiga ini akan dipenuhi juga. 3
Untuk menghindari sebuah peraturan perundang-undangan yang bersifat
diskriminatif dan mendemokratiskan proses pembentukan peraturan perundang-
undangan, maka masyarakat baik individu, kelompok masyarakat diberikan hak untuk
memberikan masukan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan baik
dalam bentuk tertulis dan/atau lisan.

Perbedaan Perundang – Undangan Sosial dengan Perundang- Undangan lainnya


1) Substansi atau materi muatannya
2) Ruang lingkup atau daya ikat
3) Sanksi bagi para pelanggarnya
4) Pelaksana Perundang – Undangan Sosial

2.2 Latar Belakang Terbentuknya Perundang – undangan Sosial

Penulis mengambil contoh dari Undang-undang No.11 tahun 2009 tentang


Kesejahteraan Sosial dimana undang-undang tersebut berstatus mencabut Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial mencabut Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. Tentu
saja dibentuknya Undang-undang yang baru tersebut memiliki dasar atau alasan yang
kuat yang mana selain untuk melengkapi sekaligus mengkoreksi Undang-undang yang
lama agar relevan dengan situasi dan keadaan sosial di Indonesia. Berikut adalah
pertimbangan dibentuknya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial:

1. Bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
2. Bahwa untuk mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat, serta untuk
memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga negara demi tercapainya kesejahteraan

3
M. Solly Lubis, Ilmu Pengetahuan Perundang–undangan , Bandung, CV. Mandar Maju, 2009, hlm. 44-45.

4
sosial, negara menyelenggarakan pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial
secara terencana, terarah, dan berkelanjutan;
3. Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu diganti;
4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada sebelumnya, maka
perlu membentuk Undang-Undang tentang Kesejahteraan Sosial 4
Selain alasan diatas, Peraturan Perundang-Undangan Sosial ini berlandaskan beberapa
hal sebagai berikut:

1. Amanat Konstitusi dimana dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 alenia
ke-4 tercantum bahwa “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial….”
2. Inisiatif dari pemerintah dan sebagai langkah antisipasi di masa depan
3. Adanya himbauan PBB agar negara-negara anggotanya mebuat peraturan tentang
perlindungan hak-hak warga negara.
4. Adanya dokumen internasional yang mengatur tentang perlindungan hak-hak PMKS
5. Adanya desakan dari masyarakat.
6. Perubahan dari waktu ke waktu, Undang-Undang bersifat statis (kaku) sedangkan
perubahan yang terjadi dimasyarakat bersifat dinamis (mudah berubah) sehingga
menuntut adanya revisi dan pembaharuan agar Undang – Undang tersebut dapat
diberlakukan.
7. Daya ikat dari Perundang – Undangan dianggap kurang spesifik, seharusnya
Perundang – Undangan difokuskan ke khusus bukan umum

2.3 Landasan Hukum dibentuknya perundangan – undangan sosial dalam Welfare


State

Sebagaimana telah diamanatkan oleh Founding Fathers Negara Kesatuan


Republik Indonesia yang tertuang dalam dasar konstitusi Undang-Undang Dasar Negara

4
https://jdih.kemenkeu.go.id › fulltext PENJELASAN – JDIH Kemenkeu. Diakses pada 16 Maret 2022, 15:43
WIB.

5
Republik Indonesia tahun 1945. Indonesia adalah negara kesejahteraan (Welfare
State). Rumusan konsep Negara Welfare State tersebut termaktub dalam Pembukaan
(Preambule ) UUD NRI Tahun 1945 alinea ke-empat yang berbunyi: “Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan.
Tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah salah
satu cita-cita yang diinginkan oleh para pendiri negara Indonesia.
Proses pembangunan yang hanya memberikan kesempatan bagi sebagian kecil
kelompok masyarakat untuk menikmati hasil-hasil pembangunan dan meminggirkan
kelompok masyarakat lainnya adalah pengingakaran terhadap cita-cita tadi. Para peneliti
ekonomi kerakyatan berpandangan bahwa proses pembangunan ekonomi di Indonesia
telah semakin menjauh dari cita-cita keadilan sosial, kemakmuran dan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat Indonesia. Ini terjadi karena kebijakan pembangunan yang tidak berpihak
pada rakyat dan kecenderungan pada ekonomi pasar sehingga siapa yang kuat akan
mampu mengakses sumber-sumber ekonomi produktif lebih banyak sedangkanrakyat
lebih dianggap sebagai obyek pembangunan sehingga dibiasakan untuk bersikap pasif
dan pasrah menerima keadaaan. Konsekuensinya, kemiskinan dan ketimpangan sosial
muncul sebagai akibat dari proses pembangunan tadi.5
Michael Grimm, peneliti di International Institute of Social Studies di The Hague,
dalam studinya tahun 2007 menemukan bahwa kesenjangan ekonomi di masyarakat
Indonesia sangat besar dimana sekitar 20 persen penduduk memiliki perilaku ekonomi
dan pendapatan yang sama dengan penduduk di negara-negara OECD.6 Sedangkan 80
persen penduduk lainnya sangat jauh tertinggal. Kecenderungan penguasaan asset
ekonomi oleh kelompok 20% ini cenderung semakin meningkat: pada tahun 2002 mereka
menguasai 45 persen sedang pada tahun 2006 sudah berada pada level 46,5
persen.Kondisi inilah yang menyumbang pada meningkatnya angka pendapatan per
kapita penduduk Indonesia setelah krisis ekonomi yaitu $ 1.200/kapita pada tahun

5
Nunung Nuryartono dan Hendri Saparini, “Kesenjangan Ekonomi Sosial dan Kemiskinan”, Ekonomi Konstitusi:
Haluan Baru Kebangkitan Ekonomi Indonesia, eds. Soegeng Sarjadi dan Iman Sugema, (Jakarta: Soegeng Sarjadi
Syndicate, 2009), hlm. 283-284.
6
Organisation for Economic Cooperation and Development, yakni organisasi Negara-negara dengan pendapatan
ekonomi yang tinggi dan Indeks Pembangunan Manusia yang sangat tinggi. Negara-negara ini digolongkan
sebagai Negara maju (developed countries). Organisasi yang didirikan tahun 1961 ini sekarang beranggotakan 34
negara mayoritas adalah negara-negara di benua Eropa, Amerika serta beberapa Negara maju di Asia dan
Australia-Pasifik.

6
2008.Kenyataan ini kemudian sering digunakan oleh pemerintah sebagai salah satu
7
indikator keberhasilan pembangunan di Indonesia. Padahal banyak kelompok
masyarakat yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuh dasarnya seperti kesehatan,
pendidikan, makanan pokok, dan perumahan.
2.4 Tujuan Perundang – undangan Sosial
Undang-undang Sosial berasal dari inspirasi konstitusi dan memiliki tujuan
khusus sebagai berikut:

1. Untuk melindungi hak-hak kelompok rentan seperti anak-anak, orang tua, janda, dan
orang miskin kelas bawah,
2. Penghapusan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, kasta, golongan dan lain-lain
& Promosi untuk semua,
3. Pemberantasan praktik tradisi vang salah dan kejahatan sosial yang tidak tersentuh,
seperti, mas kawin, pernikahan anak, pembunuhan bayi perempuan, dan lain-lain,
4. Penyediaan jaminan sosial.8
Menurut Sehgal, hukum sosial diperlukan untuk pemajuan dan pemajuan hak,
untuk pencegahan disorganisasi individu dan sosial, untuk tindakan proaktif, untuk
reformasi sosial institusi sosial dan nilai-nilai sosial untuk tatanan sosial yang diinginkan.
Singkatnya, tujuan utama undang-undang sosial untuk mengubah dan mengatur
masyarakat dengan meningkatkan sosial ekonomi.
Setiap individu di masyarakat memiliki dan diberikan hak serta kesempatan yang
sama perundang-undang sosial bertujuan untuk mengatasi masalah sosial melalui
legislatif dan inisial proses reformasi sosial dan perubahan sosial berdasarkan aturan-
aturan sosial yang sehat sejak proses perubahan sosial dalam undang-undang sosial yang
cepat juga memberikan arahan yang diinginkan untuk perubahan

2.5 Prinsip Perundang – undangan Sosial


Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyatakan bahwa prinsip – prinsip yang
mendasari pembentukan peraturan perundangan – undangan adalah :
1. Mempunyai dasar Yuridis (hukum), penyusunan peraturan perundang – undangan
harus mempunyai landasan yuridis yang jelas, karena tanpa landasan yuridis yang

7
Nunung Nuryartono dan Hendri Saparini, “Kesenjangan Ekonomi Sosial”, hlm. 275.
8
Sugeng Pujileksono, “Perundang-undangan sosial dan pekerjaan sosial”. Jakarta: setara press. 2014. hal. 131-
132

7
jelas maka peraturan perundang – undangan yang disusun tersebut dapat batal demi
hukum
2. Hanya peraturang perundang – undangan tertentu saja yang dapat dijadikan
landasan yuridis, peraturan perundang – undangan yang dapat dijadikan dasar yuridis
adalah peraturan yang sederajat atau yang lebih tinggi
3. Peraturan perundang – undangan hanya dapat dihapus, dicabut, atau diubah oleh
peraturan perundang – undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi
4. Peraturan perundang – undangan baru mengesampingkan peraturan perundang –
undangan lama. Dengan dikeluarkannya suatu peraturan perundang – undangan baru,
maka apabila telah ada peraturan perundang – undangan sejenis dan sederajat yang
telah diberlakukan secara otomatis akan dinyatakan tidak berlaku. Prinsip ini dalam
bahasa hukum dikenal dengan istilah lex posteriori lex priori
5. Peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan
peraturan perundang – undangan yang lebih rendah. Peraturan perundang –
undangan secara hierarki lebih rendah kedudukannya dan bertentangan dengan
peraturan peerundang – undangan yang lebih tinggi, maka secara otomatis dinyatakan
batal demi hukum karena sesuai dengan hierarki norma dan peraturan perundang –
undangan, peraturan perundang – undangan yang berada pada jenjang yang lebih
rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang
berada pada jenjang lebih tinggi
6. Peraturan perundang – undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan
perundang – undangan yang bersifat umum. Apabila terjadi pertentangan antara
peraturan perundang – undangan yang bersifat khusus dengan peraturan perundang –
undangan bersifat umum yang sederajat tingkatnya, maka yang dimenangkan adalah
yang bersifat khusus (prinsip lex specialist lex ge-neralist)
7. Setiap jenis peraturan perundang – undangan mempunyai materi dan makna yang
berbeda 9

2.6 Asas Perundang – undangan Sosial


Perundang-undangan –termasuk UU—, harus memenuhi asas-asas yaitu:
1) kejelasan tujuan,
2) Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat,

9
Ibid., Hlm. 118

8
3) Kesesuaian antara jenis dan materi muatan,
4) Dapat dilaksanakan,
5) Kedayagunaan dan kehasilgunaan,
6) Kejelasan rumusan; keterbukaan.10
Dari asas yang berbeda tersebut, tampak bahwa partisipasi masyarakat dari sudut
asas kejelasan perumusan tidak cukup untuk diatur dalam undang-undang tersendiri.
Karena dalam suatu undang-undang pada umumnya terdapat asas, tujuan, tata cara,
larangan dan yang merupakan satu kesatuan pemikiran tentang yang akan diatur tetapi
soal sanksi sepertinya masih berat untuk situasi politik di Indonesia saat ini.

2.7 Sifat & Ciri Perundang – undangan Sosial


Sifat dan ciri dari suatuperaturan perundang-undangan, yaitu:11
a) Dibentuk, ditetapkan, dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, baik pusat
maupun daerah. Pejabat yang berwenang, yaitu seorang penanggung jawab yang
ditentukan menurut ketentuan tentang atribusi atau pendelegasian
b) Peraturan perundang-undangan tersebut berisi tigkah laku. Jadi, peraturan perundang-
undangan bersifat mengatur (regulerend), tidak bersifat sekali sejalan (einmahlig);
c) Peraturan perundang-undangan yang berupa keputusan tertulis , oleh karena itu
mempunyai bentuk atau format tertentu
d) Peraturan perundang-undangan pada umumnya bersifat mengikat, yang artinya tidak
ditujukan kepada seseorang secara khusus.

Berdasarkan pada sifat dan ciri di atas, penulis mendefinisikan peraturan


perundang- undangan sebagai berikut: "Setiap keputusan tertulis yang dibentuk,
ditetapkan, dan dikeluarkan oleh pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang
berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat secara umum dan berlaku terus
menerus.12

2.8 Kekuatan Berlakunya Perundang – undangan Sosial

10
Pasal 5 UU No. 10 Tahun 2004. Lihat Jazim Hamidi dan Budiman NPD Sinaga, Pembentukan … Op. Cit., hlm.
39.
11
Rosjidi Ranggawidjaja, “Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia”, Bandung : Mandar Maju,1998. Hlm
19-20

9
Ada 3 landasan agar hukum menjadi kekuaatan untuk berlaku dengan baik, yaitu
memiliki dasar yuridis, sosiologis, dan filosofis. Karena peraturan perundang-undangan
adalah hukum, maka yang baik mengandung ketiga unsur tersebut.
2.9 Ruang Lingkup Perundang – undangan Sosial
Ruang lingkup perundang – undangan sosial meliputi perundang – undangan yang
berkaitan dengan :
1. Kebutuhan dasar masyarakat, diantaranya kesehatan (UU Kesehatan),
Pendidikan (UU Pendidikan), perumahan, dan pemukiman (UU Perumahan)
2. Ketenagakerjaan dan Jaminan sosial, diantaranya adalah masalah perburuhan
jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja (UU Sistem Jaminan Sosial
Nasional)
3. Perlindungan kelompok rentan, anak – anak (UU Kesejahteraan Anak),
disabilitas (UU Kesejahteraan Disabilitas), kelompok lanjut usia (UU
Kesejahteraan Lanjut Usia), perlindungan pada anak dan perempuan (UU
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga), dan tenaga kerja migran (UU
Pekerja Migran).13

2.10 Hubungan Perundang – undangan Sosial dengan Pekerja Sosial

Menurut International Federation of Social Worker (IFSW), pekerjaan sosial


adalah sebuah profesi yang mendorong perubahan sosial, memecahkan masalah dalam
kaitannya dengan relasi kemanusiaan, memberdayakan, dan membebaskan masyarakat
untuk meningkatkan kesejahteraanya, dengan bertumpu pada teori-teori perilaku manusia
dan sistem-sistem sosial dan intervensi yang dilakukan pada titik dimana orang
berinteraksi dengan lingkungannya.14
Sedangkan pengertian lain dari pekerjaan sosial adalah suatu aktivitas profesional
dalam menolong individu, kelompok dan masyarakat untuk meningkatkan atau
memperbaiki kapasitas masyarakat agar berfungsi sosial yang bertujuan untuk
menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif guna terwujud suatu tujuan.15

13
Sugeng Pujileksono, Op. Cit, hlm, 131
14
Miftachul Huda,. Pekerjaan Sosial & Kesejahteraan Sosial Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009. Hlm.3.
15
Zastro, Charles H. The Practice of Social Work. sixth edition, Pacific Grove: Brook/Cole Publishing Company,
1999. Hlm. 5

10
Sebagai aktivitas profesional, pekerjaan sosial didasari oleh body of knowledge
(kerangka pengetahuan), body of skills (kerangka keahlian), dan body of values
(kerangka nilai). Ketiga komponen tersebut dikembangkan dari beberapa ilmu sosial
seperti sosiologi, psikologi, antopologi, filsafat, ekonomi, dan politik. Dari pengertian di
atas, tercermin bahwa pekerjaan sosial sebagai suatu ilmu yang memfokuskan
intervensinya pada proses interaksi antara manusia (people) dengan lingkungannya, yang
mengutamakan teori-teori perilaku manusia dan sistem sosial guna meningkatkan taraf
hidup (human wellbeing) masyarakat. Di sini tergambar bahwa, dalam perkembangan
praktek pekerjaan sosial disiplin ilmu Psikologi dan Sosiologi memiliki peranan penting.
Pada Ayat 1 pasal 34 Amandemen UUD 1945 mengemukakan bahwa fakir miskin
dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. Kondisi tersebut mempunyai konsekuensi
terhadap penyediaan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia pekerjaan sosial
yang dapat menangani dan meningkatkan keberdayaan masyarakat sehingga
kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.
Pada saat ini dan pada masa yang akan datang, perkembangan masalah sosial di
Indonesia semakin kompleks baik secara kuantitas maupun kualitas sehingga perlu
penanganan secara profesional dari Pekerja Sosial. Para pekerja sosial juga sering
mengalami hambatan/kendala, dan tantangan karena tidak adanya mandat legal sehingga
pelayanan sosial yang diberikan Pekerja Sosial tidak maksimal dan optimal.
Terdapat 13 Undang-Undang di Indonesia yang menyebut peran dan fungsi
Pekerja Sosial dalam penanganan masalah sosial, tetapi tidak ada instrumen kebijakan
dalam bentuk Undang-Undang yang jelas bagi pekerja sosial dalam melaksanakan
praktiknya. Hal ini menimbulkan keragu-raguan bagi pekerja sosial dalam melaksanakan
praktiknya.
Pasal 25 (huruf f dan g) UU Nomor 11 Tahun 2009 mengemukakan bahwa
Pemerintah bertanggung jawab menyelenggaran kesejahteraan sosial yang meliputi
meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang kesejahteraan
sosial dan menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan
kesejahteraan sosial.
Kondisi tersebut mempunyai konsekuensi tentang perlunya Negara melalui
Pemerintah mengatur dan menetapkan standar pelayanan kesejahteraan sosial atau
praktik pekerjaan sosial yang dilakukan pekerja sosial profesional dalam bentuk
peraturan perundang-undangan sehingga pelayanan yang diberikan sesuai standar
pelayanan dan mereka tidak melakukan praktik pekerjaan sosial yang salah (malpraktik).
11
Dalam era globalisasi, dan era masyarakat ASEAN, beberapa negara di Asia
Tenggara telah dan sedang menyusun Undang-Undang Pekerjaan Sosial sebagai upaya
untuk mengantisipasi dampak malpratik yang ditimbulkan dari adanya praktik pekerjaan
sosial yang dilakukan pekerja sosial asing . Di Negara Pilipina ada “Social Work Act”.
Di Malaysia sedang disusun “Undang-Undang Kerja Sosial”. Di Thailand sedang
dirumuskan “Social Work Act”.
Alasan mengapa pekerja sosial harus mengetahui dan belajar lebih mendalam
tentang perundang – undangan :
1. Pekerja sosial merupakan bagian dari warga negara yang memiiliki hak dan
kewajiban untuk terlibat dalam usaha – usaha kesejahteraan sosial
2. Pekerja sosial merupakan suatu profesi yang diakui masyarakat dan pemerintah
melalui produk undang – undang yang relevan dengan bidang kesejahteraan sosial
3. Pekerja sosial dapat berperan sebagai advokat yang perlu memahami aspek -aspek
legal
4. Pekerja sosial dapat berperan sebagai perencana sosial
5. Pekerja sosial dapat berperan sebagai penyusun peraturan perundang – undangan baik
ditingkat pusat (undang – undang) maupun di tingkat daerah (peraturan daerah)
Lima alasan di atas mengharuskan para pekerja sosial :
1. Peduli terhadap pentingnya peraturan sebagai bentuk tanggung jawab profesional
2. Memahami dan mengikuti aturan hukum
3. Memahami proses penyusunan undang – undang
4. Memahami perbedaan urutan dalam tata perundang – undangan
5. Memahami dampak dari peraturan yang diterapkan
Pekerja sosial profesional pada bagian ketiga dalam undang – undang nomor 11
tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pasal 66 menyatakan bahwa syarat –
syarat untuk dapat diangkat sebagai pekerja sosial profesional adalah berijazah paling
rendah strata satu (S-1) atau diploma empat (D-4) di bidang pekerjaan sosial atau
kesejahteraan sosial, berpengalaman kerja paling singkat 2 tahun di bidang praktik
pekerjaan sosial maupun penyelenggaraan kesejahteraan sosial, mempunyai keahlian
serta keterampilan khusus dalam bidang pekerjaan sosial dan minat untuk membina,
membimbing, dan membantu anak demi kelangsungan hidup, perkembangan fisik,
mental, sosial, dan perlindungan terhadap anak dan lulus uji kompetensi sertifikasi
pekerja sosial profesional oleh organisasi di bidang kesejahteraan sosial.

12
Adapun tugas seorang pekerja sosial profesional yang terdapat pada pasal 68 ayat
(1) Pekerja Sosial Profesional bertugas untuk membimbing, membantu, melindungi, dan
mendampingi anak dengan melakukan konstultasi sosial serta mengembalikan
kepercayaan diri anak, memberikan pendampingan dan advokasi sosial.
Sedangkan pada pasal 68 ayat (2) menjelaskan bahwa “dalam melaksanakan tugas
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) bahwasannya pekerja sosial profesional dan
tenaga kesejahteraan sosial mengadakan koordinasi dengan pembimbing
kemasyarakatan.16
Dalam undang – undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan
dalam rumah tangga pada pasal 22 ayat (1) dan (2) disebutkan tentang pelayanan yang
diberikan pekerja sosial. Pada ayat (1) dalam memberikan pelayanan, pekerja sosial harus
:
a) Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban
b) Memberikan informaasi mengenai hak – hak korban untuk mendapatkan
perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dan pengadilan
c) Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif
d) Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban
dengan pihak kepolisian, dinas sosial, dan lembaga sosial yang dibutuhkan korban
Menurut Federasi Internasional Pekerja sosial (International Federation Social Work)
menetapkan tiga bidang aksi utama pekerja sosial yang dapat dicirikan sebagai berikut :
1. Mempromosikan perubahan sosial, berdasarkan temuannya mengenai kebutuhan dan
penyebab dihindarinya masalah yang dihadapi oleh individu dan kelompok pencari
atau yang membuntuhkan bantuan
2. Pemecahan masalah dalam hubungan manusia, baik interpersonal maupun antar
kelompok dalam masyarakat luas
3. Memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kesejehateraan diri mereka sendiri.
Penjelasan tentang profesi pekerja sosial dalam beberapa undang – undang yang
telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa pekerja sosial telah diakui keberadaannya
oleh undang – undang sebagai sebuah profesi yang menjalankan tugas di bidang
kesejahteraan sosial.

16
Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5332)

13
2.11 Urgensi Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Perundang – undangan
Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
secara prinsip dilakukan pada setiap tahapan dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan. Hal tersebut dipertegaskan dengan asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik yang diatur pada Pasal 5 huruf g Undang-Undang 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu asas keterbukaan, yang
menyaratkan bahwa pada proses pembentukan peraturan perundang-undangan harus
dilakukan secara transparan atau terbuka. Sehingga setiap elemen masyarakat dapat
memiliki kesempatan untuk memberikan masukan.
Pasal 28 D UUD NRI Tahun 1945 telah mengatur bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil. Hal ini membawa
akibat bahwa segala peraturan perundang - undang an yang dibentuk di Indonesia
memberikan hak kepada setiap orang untuk memberikan aspirasinya dan memberikan
kewajiban kepada negara bahwa proses pembentukan peraturan perundang-undangan
dilaksanakan dengan transparan.
Masyarakat juga berhak untuk memberikan masukan baik dalam bentuk tulisan
dan/atau lisan pada pembentukan peraturan perundang - undangan. Masyarakat yang
dimaksud adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan
atas substansi rancangan peraturan perundang-undangan. Termasuk dalam kelompok
orang antara lain, kelompok/organisasi masyarakat, kelompok profesi, lembaga swadaya
masyarakat, dan masyarakat adat. Hal ini telah termuat dalam Pasal 96 beserta
penjelasannya dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
Namun dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang – undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, tidak dijelaskan secara rinci mengenai partisipasi masyarakat
dalam pembentukan peraturan perundang – undangan dan hanya menjelaskan pada Pasal
188 Perpres tesebut bahwa pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan merupakan pelaksanaan dalam rangka melaksanakan
kegiatan konsultasi publik dan pengaturan mengenai konsultasi publik lebih lanjut diatur
dalam peraturan menteri. Hingga sekarang Peraturan Menteri Hukum dan HAM
mengenai Konsultasi Publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan masih
dalam berbentuk rancangan sebagaimana terdapat pada situs resmi Badan Pembinaan
Hukum Nasional (BPHN).
14
Hal ini mengakibatkan adanya suatu ketidakpastian hukum dalam melindungi hak
masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, sehingga dapat
mengakibatkan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan suatu tindakan yang
hanya sebatas formalitas terhadap kegiatan partisipasi masyarakat.
Peraturan perundang-undangan tidak dibuat dalam kondisi ataupun situasi yang
netral, tetapi berada dalam dinamika kehidupan masyarakat luas dengan segala
kompleksitasnya. Maksudnya, masyarakat yang akan dituju oleh peraturan perundang-
undangan menghadapi berbagai keterbatasan dalam menerima kehadiran suatu peraturan
perundang-undangan.
Suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat secara sepihak oleh legislator,
akan sangat mungkin kehadirannya ditolak karena tidak sesuai dengan rasa keadilan di
masyarakat. Disinilah arti pentingnya peran serta masyarakat dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan. Demokrasi yang partisipatif diharapkan lebih menjamin
bagi terwujudnya produk hukum yang responsif, karena masyarakat ikut membuat dan
memiliki lahirnya suatu peraturan perundang-undangan.17
2.12 Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial

Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial.18

1) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada: 19


a) Perseorangan;
b) Keluarga;
c) Kelompok; dan/atau
d) Masyarakat.
2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara
kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial:
a) Kemiskinan;
b) Ketelantaran;
c) Kecacatan;

17
Saifudin, Partisipasi Publik Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Yogyakarta, FH UII Press,
2009, hlm. 33.
18
Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
19
Pasal 5 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

15
d) Keterpencilan;
e) Ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku;
f) Korban bencana; dan/atau
g) Korban tindak kekerasan, eksploitasi dan
h) Diskriminasi.

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:20

a) Rehabilitasi sosial, adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk


memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam
kehidupan masyarakat.
b) Jaminan sosial, adalah adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
c) Pemberdayaan sosial, adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga
negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya.
d) Perlindungan sosial, adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan
menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial.21

20
Pasal 6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
21
Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Indonesia memberlakukan peraturan perundang-undangan sebagai bentuk


kepastian hukum dan juga menerapkan prinsip keadilan baik dalam pembentukannya
hingga penerapannya. Peraturan Perundang-undangan sendiri memiliki pengertian
sebagai peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara.

Berangkat dari pengertian tersebut, Perundangan-undangan sosial dapat


didefinisikan sebagai produk dari kebijakan sosial yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Secara sederhana perundang-undangan sosial sebagai sistem peraturan mengenai
kesejahteraan sosial. Lalu, sama halnya dengan perundangan-undangan lainnya,
perundangan-undangan sosial memiliki Tujuan, Azaz, Prinsip, Sertata ruang lingkupnya
sendiri yang mana berkataitan dengan kesejahteraan sosial itu sendiri.

Pekerja sosial merupakan bagian dari warga negara yang memiiliki hak dan
kewajiban untuk terlibat dalam usaha – usaha kesejahteraan sosial. Maka dari itu pekerja
sosial haruslah dapat memahami setiap Perundangan-undangan yang berkaitan dengan
terwujudnya kesejahteraan sosial. Selain itu pekerja sosial juga dapat berperan sebagai
advokat yang perlu memahami aspek -aspek legal.

3.2 Saran

Penting rasanya bagi kita mahasiswa kesejahteraan sosial yang merupakan


penerus generasi pekerja sosial di masa yang akan datang, untuk dapat meningkatkan
pengetahuan dan wawasannya mengenai ilmu dan peraturan perundang-undangan
mengenai kesejahteraan sosial. Dengan begitu, kita sebagai mahasiswa kesejahteraan
sosial dan calon pekerja sosial dapat memiliki kualitas yang baik, sehingga dapat
memajukan fungsi dan peran kita dalam memberikan pelayanan sosial yang baik terhadap
masyarakat Indonesia.

17
DAFTAR PUSTAKA
Azhary, Negara Hukum Indonesia, Jakarta, UI-Press, 1995.

https://jdih.kemenkeu.go.id › fulltext PENJELASAN – JDIH Kemenkeu. Diakses pada


16 Maret 2022, 15:43 WIB.

Huda, Miftachul. Pekerjaan Sosial & Kesejahteraan Sosial Sebuah Pengantar,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

M. Solly Lubis, Ilmu Pengetahuan Perundang–undangan , Bandung, CV. Mandar Maju,


2009.

Moh. Mahfud. M.D, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi,
Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2013.

Nunung Nuryartono dan Hendri Saparini, “Kesenjangan Ekonomi Sosial dan


Kemiskinan”, (Jakarta: Soegeng Sarjadi Syndicate, 2009)
Organisation for Economic Cooperation and Development, th 1961

Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang


Kesejahteraan Sosial

Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang


Kesejahteraan Sosial

Pasal 5 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang


Kesejahteraan Sosial

Pasal 6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang


Kesejahteraan Sosial

Ranggawidjaja, Rosjidi “Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia”, Bandung :


Mandar Maju,1998.

Saifudin, Partisipasi Publik Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,


Yogyakarta, FH UII Press, 2009.

Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5332)

Zastro, Charles H. The Practice of Social Work. sixth edition, Pacific Grove:
Brook/Cole Publishing Company, 1999.

18

Anda mungkin juga menyukai