Disusun oleh:
KELAS 3 A
JURUSAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Cognitive Disonansi
Theory” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Psikologi Sosial. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi
Sosial yang telah membagi sebagian pengetahuannya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.
Kelompok 8
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kepercayaan atau suatu sikap. Teori disonansi kognitif berpusat pada bagaimana seseorang
berusaha untuk mendapatkan konsistensi dan kesesuaian dalam sikap dan perilaku mereka.
Menurut Leon Festinger, keyakinan yang berkonflik atau tidak sesuai dapat menghapus
harmoni dalam diri – suatu kondisi yang berusaha dijauhi oleh orang-orang.
Konflik nilai inilah yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Ketidaksesuaian saat
mengalami disonansi kognitif membuat seseorang akan mencari cara untuk mengurangi
ketidaknyaman tersebut. Konsep disonansi kognitif telah lama menjadi salah satu teori
yang berpengaruh dalam keilmuan psikologi sosial.
Teori ini juga menjadi subjek penelitian yang banyak dilakukan oleh para ahli. Sebagai
konsep yang terkenal dalam keilmuan psikologi, disonansi kognitif sering kita alami sehari-
hari. Contoh disonansi kognitif termasuk : seseorang tetap merokok walau ia paham bahwa
aktivitas tersebut dapat mengganggu kesehatannya, seseorang mengatakan kebohongan
namun ia meyakinkan dirinya bahwa ia sedang mengatakan hal yang baik, seseorang
memaparkan pentingnya olahraga walau ia sendiri tidak melakukannya. Perilaku ini
dikenal dengan hipokrisi atau kemunafikan, dan seseorang mengonsumsi daging walau
menyebut dirinya pencinta hewan yang tidak menyetujui sembelih hewan. Perilaku ini
dikenal juga dengan istilah meat paradox.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Kurnia Idawat. DISONANSI KOGNITIF, KONSEP DIRI DAN PEMBENARAN DALAM HUBUNGANNYA
DENGAN KECURANGAN AKADEMIK. Volume III NO. 1. 2015.
3
untuk mengurangi disonansi kognitif yaitu, mengubah sikap/perilaku seseorang, mencari
pembenaran dengan melihat Mengubah hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan,
sebagai sesuatu yang "adalah" baik atau baik "dan mencari pembenaran baru dari luar. Jika
diringkas, hal di atas dapat dikategorikan sebagai Alasan Internal dan sebagai Alasan
Eksternal.2
2
Disonansi Kognitif..., Mangaraja Agung, F.Psi UI, 2007.
3
Disonansi Kognitif..., Mangaraja Agung, F.Psi UI, 2007
4
2.3. Upaya Mengatasi Cognitive Disonansi Theory
Festinger menunjukkan bahwa kita akan mencari keselarasan dalam tingkah laku dan
keyakinan serta mencoba untuk menurunkan tekanan dari inkosistensi dari elemen yang
ada. 4
Ketika terjadi disonansi kognitif, Festinger (1957) menyatakan bahwa terdapat
konsekuensi ketika seseorang mengalami disonansi yang ditunjukkan melalui 2 hipotesis
dasarnya, yaitu:
A. Terjadi ketidaknyamanan psikologis yang mendorong seseorang untuk mengurangi
disonansi ini dan mencapai kondisi yang konsonan (relevan antar elemen kognitif).
B. Seseorang tidak hanya berusaha untuk menguranginya tetapi juga akan menghindari
situasi dan informasi yang dapat meningkatkan disonansi.5
Dari dua hipotesis ini, lebih lanjut Festinger menjelaskan mengenai upaya yang
mungkin dilakukan oleh individu, yaitu:
A. pengurangan disonansi, melalui 3 kemungkinan cara, yaitu:
1. Mengubah elemen tingkah laku
Misalnya: seseorang yang ingin piknik di luar ruangan tetapi ternyata hujan,
memilih untuk mencari kegiatan lain di dalam rumah.
2. Mengubah elemen kognitif lingkungan
Festinger (1957) menyatakan bahwa umumnya orang yang sangat merasa yakin
akan opininya akan mencari orang lain yang setuju dan mendukung dengan
opininya. Cara tersebut adalah cara yang paling banyak dilakukan untuk
mengurangi tekanan untuk merubah kognisi yang dimiliki seseorang, dengan kata
lain disinilah dukungan sosial dibutuhkan.6 Misalnya: seseorang perokok berat yang
mempercayai bahwa merokok tidak mengganggu kesehatan dan mengetahui orang
lain berpendapat berbeda, berusaha mempengaruhi orang lain yang berbeda
pendapat tersebut untuk mendukung pendapatnya.
3. Menambah elemen kognitif baru.
Misalnya: seorang perokok berat diatas, meyakinkan dirinya sendiri bahwa
merokok masih lebih baik daripada mengkonsumsi alkohol atau narkoba yang jauh
lebih merusak kesehatan.
4
Kracht, C., & Woodard, D., Five Years (Hanover: Wehrhahn Verlag, 2011), p. 123.
5
West, Richard dan Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: PT.
Salemba Humanika. Bab 7.
6
(Inggris) Cognitive Consequences of Forced Compliance, Classics in the History of Psychology. Diakses pada
16 Januari 2012.
5
B. Penghindaran disonansi
Festinger (1957) menyatakan bila seseorang mengetahui bahwa orang lain memilki
opini yang berlawanan dengan opininya, maka individu tersebut akan berupaya
mengurangi disonansi dengan merubah opini yang dimilikinya, dengan mempengaruhi
mereka yang tidak setuju dengan opininya, atau membuat mereka yang tidak setuju
untuk tidak membandingkan dengan dirinya.7 Misalnya: seorang perokok berat
berusaha tidak mendengarkan atau mengacuhkan orang lain dan hal-hal lain (misalnya
iklan) yang menginformasikan tentang bahaya rokok bagi kesehatan.
7
(Inggris) Elster, Jon (2001). Sour Grapes: Studies in the Subversion of Rationality. Cambridge University Press.
8
Pengertian implikasi secara umum
9
Implikasi menurut Islamy
6
D. Evaluasi menyangkut biaya yang dikeluarkan untuk program-program kebijakan
publik.
E. Biaya-biaya tidak langsung yang ditanggung masyarakat akibat adanya kebijakan
publik.10
Menurut Silalahi, pengertian implikasi adalah akibat yang timbul dari adanya
penerapan suatu program atau kebijakan yang dapat berdampak baik atau buruk terhadap
pihak-pihak yang menjadi sasaran pelaksanaan program/kebijakan tersebut.11 Adapun
jenis-jenis dari implikasi, yaitu:
A. Teoritis
Jenis ini bertujuan untuk mendukung dan menyakinkan penguji mengenai konstribusi
terhadap ilmu pengetahuan dalam teori-teori yang digunakan untuk memecahkan
masalah dari sebuah penelitian.
B. Manajeria
Jenis ini berfungsi untuk mengulas atau membahas mengenai kesimpulan atau hasil
akhir dari penelitian. Kesimpulan tersebut harus diperoleh berdasarkan kebijakan yang
diterapkan dalam metode penelitian. Yang mana kebijakan tersebut diperoleh melalui
proses pengambilan keputusan yang bersifat menyeluruh dan partsifatif dari seluruh
anggota peneliti dengan cara manajerial yang tepat.
C. Metodologi
Jenis yang ketiga ini bersifat optional dan menyajikan refleksi penulis mengenai
metodologi yang digunakan dalam penelitian, misalnya dalam bagian ini dapat
disajikan penjelasan mengenai bagian-bagian metode penelitian mana yang telah
dilakukan dengan sangat baik dan bagian mana yang terbilang sulit serta prosedur mana
yang sudah dikembangkan untuk mengatasi kesulitan tersebut.
D. Implikasi Dalam Kepemimpina
Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam sebuah kepemimpinan. Seorang pemimpin
tentunya harus memiliki sikap-sikap yang berkualitas untuk kemajuan oraganisasi
maupun perusahaannya. Selain harus bertanggung jawab, seorang pemimpin harus
memiliki sifat dan sikap sebagai seorang leader yang memiliki tujuan serta visi yang
jelas. Seorang pemimpin harus mampu memberikan dorongan bagi anggotanya. Serta
10
Implikasi menurut Winarno
11
Implikasi menurut Silalahi
7
mengutamakan hubungan yang manusiawi dan menghargai. Pemimpin yang baik akan
memiliki implikasi dan manfaat yang positif terhadap perusahaan maupun anggotanya.
E. Implikasi Etika
Hal ini berkaitan dengan kebiasaan yang dilakukan. Tentunya etika telah diajarkan
sejak usia dini, kemudian berlanjut untuk selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Banyak sekali jenis dan etika di masyarakat. Contoh yang paling sederhana adalah
orang yang masih usia muda, harus menghormati orang tua, kemudian terdapat etika
jika melakukan kesalahan bahwa hendaknya meminta maaf terlebih dahulu. Jika selalu
diterapkan dengan baik, hal-hal ini akan memberikan implikasi yang sangat besar bagi
kehidupan seseorang. Diantaranya adalah penghormatan dan kebanggaan.
F. Implikasi Budaya
Menerima dan mempelajari kebudayaan dari negara lain adalah salah satu bentuk sikap
yang positif, intinya adalah tidak perlu menutup diri dan selalu terbuka dengan
perubahan dan perbedaan. Namun jangan sampai sikap terbuka ini melampaui rasa
bangga terhadap tanah air. Yang seharusnya dilakukan adalah menerima budaya-
budaya yang positif dan sesuai dengan kepribadian diri. Penyerapan budaya yang
negatif akan memiliki implikasi yang dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain.
G. Implikasi Globalisasi
Implikasi ini sering diartikan sebagai sebuah akibat atau efek ketika fenomena
globalisasi telah terjadi di sebuah wilayah atau negara. Implikasi globalisasi ini tidak
hanya terbatas pada definisi produk atau barang saja, namun dapat pula berupa bahasa,
teknologi, pendidikan, budaya, kebiasaan atau habit, dan lain sebagainya. Artinya
adalah ketika produk maupun kebudayaan dari suatu wilayah atau negara, dapat dengan
mudah dan bebas untuk masuk serta diterapkan dalam suatu wilayah maupun negara
yang lainnya.
Implikasi globalisasi dapat berdampak akibat yang bersifat positif maupun
negatif. Dampak yang positif adalah suatu wilayah atau negara yang menerima
globalisasi akan semakin maju dan up to date. Namun sebaliknya, apabila terlalu
berlebihan, maka akan menimbulkan efek-efek negatif seperti penguasaan suatu
wilayah atau negara atas produk-produk maupun kebudayaan dari wilayah atau negara
lain. Contohnya adalah semakin banyaknya supermarket dan minimarket sehingga akan
8
mendominasi tempat-tempat seperti pasar-pasar tradisional di bidang konsumsi, dan
pembelian produk-produk lokal dalam negeri.12
12
Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner (1981). Theories of Personality. New York: John Wiley & Sons, Inc.
13
Hjelle, Larry A., Ziegler, Daniel. (1981). Personality Theories: Basic Assumpations Research and
Applications. Second Edition. Auckhland: Mc. Graw-Hill.
9
2.5 Contoh di kehidupan sehari-hari
Adapun contoh di kehidupan sehari-hari, yaitu:
A. Seseorang tetap merokok walau ia paham bahwa aktivitas tersebut dapat mengganggu
kesehatannya.
B. Seseorang mengatakan kebohongan namun ia meyakinkan dirinya bahwa ia sedang
mengatakan hal yang baik.
C. Seseorang memaparkan pentingnya olahraga walau ia sendiri tidak melakukannya.
Perilaku ini dikenal dengan hipokrisi atau kemunafikan.
D. Seseorang mengonsumsi daging walau menyebut dirinya pencinta hewan yang tidak
menyetujui sembelih hewan. Perilaku ini dikenal juga dengan istilah meat paradox.14
14
Diakses Selasa, 8 Oktober 2021 Pukul 10.10. https://www.sehatq.com/artikel/mengenal-disonansi-kognitif-
konflik-batin-yang-sering-terjadi-dalam-hidup
15
Ibid
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori Disonansi Kognitif pertama kali diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun
1957 dan berkembang pesat sebagai Komunikasi dan pengaruh sosial. Ada terdapat
beberapa Teori dalam menjelaskan konsistensi atau keseimbangan, diantarnya adalah
Teori Ketidakseimbangan Kognitif (cognitive imbalance theory) oleh Heider pada tahun
1946, Teori Asimetri (asymetry theory) oleh Newcomb pada tahun 1953, dan Teori
Ketidakselarasan (incongruence) oleh Osgood dan Tannembaum pada tahun 1952.
Menurut Festinger (1957) disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian yang terjadi antara
dua elemen kognitif yang tidak konsisten yang menyebabkan ketidaknyamanan Psikologis
serta memotivasi orang untuk berbuat sesuatu agar disonansi itu dapat dikurangi. Istilah
disonansi / disonan berkaitan dengan istilah konsonan dimana keduanya mengacu pada
hubungan yang ada antara dua buah elemen. Kedua elemen yang dimaksud oleh Festinger
adalah hubungan yang Relevant (Relevant), dan hubungan yang tidak Relevant
(Irrelevant).
Teori Disonansi Kognitif menjadi salah satu penjelasan yang paling luas yang diterima
terhadap perubahan tingkah laku dan banyak perilaku sosial lainnya. Teori ini telah di
genralisir pada lebih dari seribu penelitian dan memiliki kemungkinan menjadi bagian
yang terintegrasi dari teori psikologi sosial untuk bertahun – tahun, seperti yang dikatakan
oleh Cooper & Croyle pada tahun 1984 dan dalam Vaughan & Hogg tahun 2005.
3.2 Saran
Teori Disonansi Kognitif merupakan suatu hal yang harus dijaga dan harus dihindari
sewaktu seseorang menjalin Komunikasi dengan orang lain. Atas dasar tersebut, seseorang
yang bertindak sebagai pelaku Komunikasi harus menjaga tutur kata, tutur bahasa, sikap
dan sifat yang juga menjadi bagian daripada Komunikasi itu sendiri. Bagaimanapun
didalam berlangsungnya sebuah Komunikasi antara Komunikator dan Komunikan harus
ada keselarasan dan kesinambungan, sebab diantara keduanya harus merasa nyaman ketika
menjalin sebuah Interaksi tersebut.
11
DAFTAR PUSTAKA
12