Anda di halaman 1dari 18

TEORI KEPRIBADIAN KONTEMPORER

Cognitive Social Learning

Disusun oleh :
Dea Berliana Pratiwi (46119210024)
Dosen Pengampu :
Firman Firdaus, S.Psi., M.Psi
Fakultas Psikologi
Tahun ajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kamu panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan
rahmat, karunia, serta hidayah-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Besar 1
pada Mata Kuliah Teori Kepribadian Kontemporer tentang Cognitive Social Learning
dengan tepat waktu tanpa hambatan apapun.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Firman Firdaus, S.Psi., M.Psi
selaku dosen mata kuliah Teori Kepribadian Kontemporer yang telah memberikan
waktu dan kesempatanya kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Ucapan
terimakasih kami haturkan kepada seluruh pihak yang turut memantu kami dalam
pengerjaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bekasi, 26 Maret 2021

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.....................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................4

1.3 Tujuan...............................................................................................................................4

BAB II.......................................................................................................................................5

PEMBAHASAN.......................................................................................................................5

2.1 Definisi Cognitive Social Learning..................................................................................5

2.2 Sejarah Psikologi Cognitive.............................................................................................5

2.3 Teori-Teori.......................................................................................................................6

2.3.1 Teori Lewin...................................................................................................................6

2.3.2 Teori Julian Rotter.......................................................................................................12

2.3.3 Teori Walter Mischel...................................................................................................14

2.4 Prinsip Teori Sosial Kognitif..........................................................................................16

BAB III.................................................................................................................................17

PENUTUP............................................................................................................................17

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................17

3.2 Saran...............................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teori pembelajaran kognitif, merupakan salah satu teori belajar yang menyatakan
bahwa “belajar merupakan suatu peristiwa mental yang berhubungan dengan berfikir,
perhatian, persepsi, pemecahan masalah dan kesadaran” (Dahar : 1988).
Teori belajar tersebut beranggapan bahwa individu yang belajar itu memiliki
kemampuan potensial, sehingga tingkah laku yang bersifat kompleks bukan hanya
sekedar dari jumlah tingkah laku yang sederhana, maka dalam hal belajar menurut
aliran ini adalah mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. 

Belajar tidak hanya sekedar melibatkan stimulus dan respon. Lebih dari itu, belajar
juga melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar itu sendiri menurut teori
kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu dapat terlihat
sebagai tingkah laku. 

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud Cognitive Sosial Learning
2. Apa saja Teori Cognitive Social Learning menurut para ahli
3. Apa psrinsip Teori Social Learning

1.3 Tujuan
1. Dapat mendefinisikan Cognitive Social Learning
2. Dapat menjelaskan teori Cognitive Sosial Learning menurut para ahli
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi Cognitive Social Learning
Berdasarkan pembahasan teori pembelajaran yang telah lahir ide-ide yang dipelajari
orang dengan mengamati apa yang dilakukan orang lain, dan proses pemikiran manusia
itu penting untuk memahami kepribadian.Teori yang dia kembangkan dari teori
pembelajaran sosial segera dikenal sebagai teori kognitif sosial. (Bandura, 1999). Teori
ini memberikan kerangka kerja untuk memahami, memprediksi dan mengubah
kebiasaan manusia. (Green & Peil, 2009). Selain itu, SCLT sangat fokus pada konsep
kognitif. Ini juga difokuskan pada bagaimana anak-anak dan orang dewasa beroperasi
secara kognitif pada pengalaman sosial mereka dan bagaimana ini kognisi kemudian
mempengaruhi perilaku dan perkembangan.

Psikologi kognitif didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari mengenai hal-hal


yang dialami manusia, diantaranya adalah seperti sikap, ide, harapan dan sebagainya.
Definisi mengatakan kognisi adalah kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan
termasuk kesadaran, perasaan dan sebagainya, atau usaha menggali sesuatu melalui
pengalaman sendiri.
Neisser (1979) menyatakan bahwa kognisi adalah kegiatan organisme (manusia)
untuk mengetahui, memperoleh, mengorganisasikan dan menggunakan pengetahuan.

Ellis dan Hant (1993) studi tentang proses mental manusia.


Anderson (1995) yang mencoba memahami mekanisme-mekanisme dasar yang
melandasi pikiran manusia.
Stenberg (1999) berkaitan dengan bagaimana orang mempersepsi, mempelajari,
mengingat dan memikirkan informasi.
2.2 Sejarah Psikologi Cognitive
Sejarah psikologi kognitif berawal dari kolaborasi guru dan murid yaitu Aristoteles
dan Plato. Pada kala itu Plato dan muridnya Aristotle memperdebatkan mengenai cara
manusia dalam memahami dan mengerti pengetahuan, dunia, serta alam, Plato memiliki
pendapat bahwa manusia mendapatkan pengetahuan melalui cara penaklukan secara
logis yang kemudian disebut sebagai aliran rasionalisme.
Pada Tahun 1874 sampai 1949, nama Edward lee Thorndike muncul, yang
kemudian muncul sebuah aliran yang dinamai aliran asosiasi, aliran ini adalah aliran
yang mulai menggunakan stimulus dan diikuti dengan aliran behaviorisme yang
menggabungkan antara stimulus dan respon pada proses belajar. Berdasarkan
pendekatan behaviorisme radikal yang dicetuskan oleh ilmuan B.F. Skinner pada tahun
1904 sampai 1990 menyatakan bahwa semua tingkah laku yang dilakukan oleh manusia
untuk belajar, perolehan bahasa bahkan penyelesaian masalah dapat dijelaskan dengan
penguatan antara stimulus dan respon melalui hadiah dan hukuman.
Pada abad 19 dan 20, Wilhelm Wundt (1832-1920) Untuk memahami proses
perpindahan maklumat atau cara berfikir, maka maklumat tersebut harus dibagi dalam
beberapa struktur berfikir yang lingkupnya jauh lebih kecil, aliran strukturisme Wundt
menumpukan pada proses berfikir akan tetapi, aliran fungsionalisme memiliki pendapat
bahwa sangat penting untuk manusia untuk tahu apa dan mengapa mereka melakukan
sesuatu.
2.3 Teori-Teori
2.3.1 Teori Lewin
Teori medan muncul sebagai teori dalam psikologi sosial karena dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu alam dan ilmu kimia. Lewin menggambarkan manusia sebagai
pribadi berada dalam lingkungan psikolgis dengan pola hubungan dasar
tertentu. Konsep-konsep ini cukup luas untuk dapat diterapkan dalam semua bentuk
tingkah laku dan juga cukup spesifik untuk menggambarkan orang tertentu dalam suatu
situasi konkrit.

 Ciri-ciri utama teori lewin

1. Tingkah laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu tingkah
laku itu terjadi
2. Analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana bagian bagian
komponennya dipisahkan
3. Orang yang kongkret dalam situasi yang kongkret dapat digambarkan secara
matematis.
Teori Lewin tentang struktur, dinamika dan perkembangan kepribadian yang
dikaitkan dengan lingkungan psikologis, karena orang orang dan lingkungannya
merupakan bagiab bagian ruang kehidupan yang saling tergantung satu sama lain.

 Belajar sebagai perubahan sistem kognitif


Teori Medan (Field Theory) Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi
belajar berada dalam satu medan atau lapangan psikologis. Menghadapi suatu tujuan
yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar,
maka timbullah motif untuk mengatasi hanbatan itu yaitu dengan mempelajari bahan
belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai,
maka ia akan masuk ke dalam medan baru dan tujuan baru, demikian
seterusnya.Menurut teori ini belajar berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk
mencapai tujuan.
 Hadiah dan Hukuman menurut Kurt Lewin
Bila kaum Behavioral memandang hadiah dan hukuman sebagai The Law of Effect
and The Law of Reinforcement, Kurt Lewin menggambarkan situasi yang mengandung
hadiah atau hukuman sebagai situasi yang mengandung konflik.
Sehingga dalam situasi seperti ini lalu timbul konflik, yaitu si pribadi harus memilih
diantara dua kemungkinan yang tidak menyenangkan tersebut.Dalam situasi ini, malah
ada kecenderungan pribadi menghindarkan diri dari kedua kondisi yang tidak
menyenangkan dirinya. Akan tetapi barier tetap diperlukan untuk mencegah supaya
pribadi jangan sampai memperoleh hadiah secara langsung tanpa mengerjakan tugas
yang seharusnya dikerjakan.
 Tahap Perkembangan

1. Perubahan Tingkah laku


Merupakan variasi aktivitas, emosi, kebutuhan, hubungan sosial, dan sebagainya
semakin banyak ketika orang menjadi semakin tambah usia. Tingkah laku itu menjadi
semakin terorganisir, hirarkis, relistis, dan efektif
Organisasi bertambahnya usia membuat orang semakin sadar pentingnya
pengorganisasian. Yaitu berbuat sesuai dengan situasi yang terjadi.
a. Hirarkis: individu bertingkah laku itu melalui tahap-tahap perkembangan
secara hirarkis.
b. Relistis: kemampuan untuk membedakan relitas dengan fantasi lebih
meningkat seiring perkembangan usia.
c. Efektif: orang berusaha untuk memperoleh hasil maksimal dengan usaha
yang minimal
2. Diferensiasi dan Integrasi
Diferensiasi adalah peningkatan jumlah bagian-bagian dari keseluruhan atau
peningkatan variasi tingkah laku, kebebasan bergerak yang dihubungkan dengan
kemampuan untuk mengerjakan hal yang berbeda-beda.
Integrasi: koordinasi tingkahlaku untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi.
3. Regresi
kembali ke bentuk tingkah laku lebih awal dalam sejarah kehidupan manusia..
 Struktur Kepribadian

Kurt Lewin menggambarkan manusia sebagai pribadi berada dalam lingkungan


psikologis, dengan pola hubungan dasar tertentu.Hal yang selalui dipegang Lewin
bahwa pribadi itu selalu ada dalam lingkungannya, karena pribadi tidak dapat lepas dari
lingkungannya. Struktur kepribadian menurut Lewin dapat digolongkan menjadi :
a. Ruang Hidup
Ruang hidup disebut juga “Medan Psikologis (keseluruhan situasi) adalah totalitas
realitas psikologis yang berisikan semua fakta hidup. Dan ruang hidup itu adalah hasil
interaksi antara Pribadi (P) dan Lingkungan Psikologis (Lp)
b. Lingkungan Psikologis
Meskipun pribadi dikelilingi oleh lingkungan psikologisnya, namun ia bukanlah
bagian atau termasuk dalam lingkungan tersebut. Lingkungan Psikologis berhenti pada
batas pinggir elips, Tetapi batas antara pribadi dan lingkungan juga bersifat dapat
ditembus. Hal ini berarti fakta fakta lingkungan dapat mempengaruhi pribadi.
c. Pribadi
Menurut Lewin, pribadi adalah heterogen, terbagi menjadi bagian bagian yang
terpisah meskipun saling berhubungan dan saling bergantung.
d. Diferensiasi Ruang Hidup
Penggambaran ruang hidup seperti yang telah diberikan di muka atau tidak cukup
untuk menggambarkan kenyataan yang sebenarnya, sebab dalam kenyataanya baik
pribadi maupun lingkungan psikologisnya itu bukan hal yang mutlak, tetapi mempunyai
Diferensiasi
e. Banyaknya Daerah
Banyaknya daerah ditentukan oleh banyak faktor – faktor psikologis yang ada pada
sesuat saat.
f. Dimensi ruang Hidup
Dimensi ruang hidup terdiri dari :
- Dimensi waktu, Lewin berpegang pada prinsip kekinian, menurut prinsipnya
kekinian masa lampau dan masa depan tidak mempengaruhi tingkah laku,
tetpai sikap, perasaan, pikiran mengenai masa lampau dan masa depan.
- Dimensi Realitas – irrealitas
Dimensi dalam ruang hidup itu membawa diferensiasi pula dalam dimensi realitas –
relaitas. Irealitas berisikan fakta khayalan
 Dinamika Kepribadian
Konsep-konsep dinamika pokok dari Lewin yakni kebutuhan energi
psikis, tegangan , kekuatan atau vektor dan valensi. Konstruk konstruk dinamik ini
menentukan lokomosi khusus dari individu dan cara ia mengatur struktur
lingkungannya, Lokomosi dan perubahan perunahan struktur berfungsi mereduksikan
tegangan dengan cara memuaskan kebutuhan. Proses ini menuntut bahwa dua
kebutuhan erat bergantungan satu sama lain sehingga pemiasan salah satu kebutuhan
adalah melepaskan tegangan dari sistem kebutuhan lainnya.

Dinamika kepribadian menurut Kurt Lewin:


1. Enerji
Menurut Lewin manusia adalah system energi yang kompleks. Energi muncul dari
perbedaan tegangan antar sel atau antar region. Tetapi ketidakseimbangan dalam
tegangan juga bias terjadi antar region di system lingkungan psikologis.
2. Tegangan
Tegangan ada dua yaitu tegangan yang cenderung menjadi seimbang dan cenderung
untuk menekan bondaris system yang mewadahinya.
3. Kebutuhan
Menurut Lewin kebutuhan itu mencakup pengertian motif, keinginan dan dorongan.
Menurut Lewin kebutuhan ada yang bersifat spesifik yang jumlahnya tak terhingga,
sebanyak keinginan spesifik manusia.
 Tindakan (Action)
Disini dibutuhkan dua konsep dalam tindakan yang bertujuan didaerah lingkungan
psikologis.
 Valensi
Adalah nilai region dari lingkungan psikologis bagi pribadi. Region dengan valensi
positif dapat mengurangi tegangan pribadi, akantetapi region dengan valensi negative
dapat meningkatkan tegangan pribadi (rasa takut).
 Vektor
Tingkah laku atau gerak seseorang akan terjadi kalau ada kekuatan yang cukup yang
mendorongnya. Jadi kalau satu region mempunyai valensi positif , vektor yang
mengarahkan ke region itu mengenai lingkaran pribadi.

 Lokomosi
Lingkaran pribadi dapat pindah dari satu tempat ketempat lain di dalam daerah
lingkungan psikologis. Perpindahan lingkaran pribadi itu disebut lokomosi . Dalam
kenyataan sebagian besar lokomosi yang sangat menarik perhatian psikolog
berhubungan dengan perubahan fokus persepsi dan proses atensi.

 Event
Lewin menggambarkan dinamika jiwa dalam bentuk gerakan atau aksi di daerah
ruang hidup, dalam bentuk peristiwa atau event. Telah dijelaskan di depan, bahwa
peristiwa adalah hasil interaksi antara dua atau Iebih fakta balk di daerah pribadi
maupun di daerah lingkungan.

Ada tiga prinsip yang menjadi prasyarat terjadinya suatu peristiwa; keterhubungan
(related¬ness), kenyataan (concretness), kekinian (contemporary), sebagai berikut:
a. Keterhubungan: Dua atau lebih fakta berinteraksi, kalau antar fakta itu
terdapat hubungan-hubungan tertentu, mulai dari hubungan sebab akibat
yang jelas, sampai hubungan persamaan atau perbedaan yang secara rasional
tidak penting.
b. Kenyataan: Fakta harus nyata-nyata ada dalam ruang hidup. Fakta potensial
atau peluang yang tidak sedang eksis tidak dapat mempengaruhi event masa
kini. Fakta di luar lingkungan psikologis tidak berpengaruh, kecuali mereka
masuk ke ruang hidup.
c. Kekinian: Fakta harus kontemporer. Fakta yang sudah tidak eksis tidak dapat
menciptakan event masa kini. Jadi, ruang hidup sekarang harus mewakili isi
psikologi masa lalu, sekarang, dan masa mendatang.
 Konflik
Konflik terjadi di daerah lingkungan psikologis. Lewin mendefinisikar konflik
sebagai situasi di mana seseorang menerima kekuatan-kekuatan yang sama besar tetapi
arahnya berlawanan. Vektor-vektor yang mengenai pribadi, mendorong pribadi ke arah
tetentu dengan kekuatan tertentu. Kombinasi dari arah dan kekuatan itu disebut jumlah
kekuatan (resultant force), yang menjadi kecenderungan lokomosi pribadi (lokomosi
psikologikal atau fisikal). Ada beberapa jenis kekuatan, yang bertindak seperti vektor,
yakni:
1. Kekuatan pendorong (driving force): menggerakkan, memicu terjadinya
lokomosi ke arah yang ditunjuk oleh kekuatan itu.
2. Kekuatan penghambat (restraining force): halangan fisik atau sosia menahan
terjadinya lokomosi, mempengaruhi dampak dari kekuatan pendorong
3. Kekuatan kebutuhan pribadi (forces corresponding to a persons needs):
menggambarkan keinginan pribadi untuk mengerjakan sesuatu.
4. Kekuatan pengaruh (induced force): menggambarkan keinginan dari orang lain
(misalnya orang tua atau teman) yang masuk menjadi region lingkungan
psikologis.
5. Kekuatan non manusia (impersonal force): bukan keinginan pribadi tetap¬juga
bu kan keinginan orang lain. Ini adalah kekuatan atau tuntutan da¬fakta atau
objek.

- Tingkat Realita
Konsep realita menurut Lewin adalah realita berisi lokomosi aktual,dan tak-tak
realita berisi lokomosi imajinasi. Realita dan tak realita adalah suatu kontinum dari
ekstrim realita sampai ekstrim tak realita. Lokomosi mempunyai tingkat realita dan tak
realita berbeda-beda.
- Menstuktur Lingkungan
Lingkungan psikologi adalah konsep yang sangat mudah berubah. Dinamika dari
lingkungan dapat berubah dengan 3 cara yakni:
a. Perubahan valensi : Region bisa berubah secara kuantitatif-valensinya semakin
positif atau semakin negatif,atau berubah secara kualitatif dari positif menjadi
negatif atau sebaliknya region baru bisa muncul dan region lama bisa hilang.
b. Perubahan vektor : Vektor mungkin dapat berubah dalam kekuatan dan
arahnya.
c. Perubahan Bondaris : Bondaris mungkin menjadi semakin permeabel atau
semakin tidak permeabel,mungkin muncul sebagai bondaris atau tidak muncul
sebagai bondaris.
 Mempertahankan Keseimbangan
Dalam sistem reduksi tegangan,tujuan dari proses psikologis adalah
mempertahankan pribadi dalam keadaan seimbang. Tapi kalau region yang diinginkan
mempunyai bondaris yang tak permeabel tegangan terkadang dapat dikurangidengan
melakukan lokomosi pengganti,pindah ke region yang dapat memberi kepuasan lain
ternyata dapat menghilangkan tegangan dari system kebutuhan semula.
Lewin menjelaskan bahwa dalam sistem yang kompleks menjadi seimbang bukan
berarti hilangnya tegangan,tetapi mempeoleh keseimbangan dari tegangan internal.

2.3.2 Teori Julian Rotter


Rotter menyebut karyanya sebagai teori kepribadian «pembelajaran-sosial» untuk
menunjukkan kepercayaannya bahwa kita bisa mempelajari perilaku kita melalui
pengalaman sosial kita. Menurut pandangan Rotter, kepribadian akan terus mengalami
perubahan sebagai akibat dari penampakan pengalaman baru kita. Kondisi-kondisi
penguatan eksternal memberikan petunjuk terhadap perilaku kita sebab kita termotivasi
untuk mengusahakan tingkat maksimum penguatan positif dan penghindaran hukuman.
 Potensi Perilaku
Potensi perilaku mengacu pada kemungkinan bahwa perilaku tertentu akan terjadi
dalam sebuah situasi tertentu. Konsep Rotter atas potensi perilaku adalah
relatif. Definisi Rotter mengenai perilaku berbeda dari definisi Skinner.Skinner hanya
berhadapan dengan kejadian-kejadian yang diobservasi secara obyektif.Pandangan
Rotter mengenai perilaku tidak hanya mencakup tindakan-tindakan yang dapat
diobservasi secara langsung, namun juga tindakan-tindakan yang tidak dapat
diobservasi secara langsung – proses internal dan kognitif kami.Bagi Rotter, proses-
proses tersebut mencakup variabel «rasionalisasi, penindasan, alternatif-alternatif
pertimbangan, perencanaan, dan reklasifikasi» yang dianggap bukan sebagai perilaku
oleh para behavioris yang lebih ekstrim.
 Expectancy (pengharapan)
Expectancy merupakan konsep utama yang kedua dari Rotter, menjelaskan tentang
kepercayaan individu bahwa dia berperilaku secara khusus pada situasi yang diberikan
yang akan diikuti oleh penguatan yang telah diprediksikan. Kepercayaan ini
berdasarkan pada pola atau probabilitas atau kemungkinan penguatan yang akan
terjadi. Satu factor yang mempengaruhi expectancy/pengharapan adalah keaslian
reinforcement sebelumnya untuk perilaku-perilaku yang terjadi pada situsi-situasi itu.
 Nilai penguatan (reinforcement value)
Konsep ketiga dari teori Rotter adalah nilai penguatan(reinforcement value), yang
mana merupakan penjelasan mengenai tingkat pilihan untuk satu reinforcement sebagai
ganti yang lain. Jika seseorang berada pada situasi yang sama dimana situasi ini
memungkinkan dapat terjadinya satu dari beberapa reinforcement.
 Situasi Psikologis
Situasi psikologis adalah konsep dasar keempat dari teori sosial belajar Rotter, dan
ini merupakan hal yang penting dalam menentukan perilaku. Kita tidak hanya
merespon stimulus eksternal saja tetapi juga kedua lingkungan. Penggabungan inilah
yang disebut Rotter dengan situasi psikologis. Dalam pendekatan sifat atau inti , orang
tersebut akan diprediksikan berperilaku agressive dalam semua keadaan.
Rotter mengajukan enam kategori kebutuhan, antara lain:
a. Pengakuan-Status.
Kebutuhan untuk dianggap kompeten atau baik dalam aktivitas profesional, sosial
pekerjaan, atau permainan; kebutuhan untuk memperoleh posisi sosial atau kerja –
yakni lebih terlatih atau lebih baik daripada yang lainnya.
b. Proteksi-Dependensi
Kebutuhan untuk mendorong orang lain atau kelompok orang untuk mencegah
frustrasi atau hukuman, atau untuk memberikan kepuasan kebutuhan orang lain.
c. Dominasi
Kebutuhan untuk mengarahkan atau mengontrol tindakan-tindakan orang lain,
termasuk anggota-anggota keluarga dan teman, kebutuhan untuk melakukan tindakan
yang dilakukan oleh orang lain sebagaimana yang ia sarankan.
d. Independensi
Kebutuhan untuk membuat keputusan sendiri dan bergantung pada diri sendiri,
bersama-sama dengan kebutuhan untuk mengembangkan skill untuk memperoleh
kepuasan secara langsung, tanpa mediasi dari orang lain.
e. Cinta dan afeksi.
Kebutuhan untuk diterima dan disukai oleh individu-individu lain, yang
bertentangan dengan kebutuhan untuk pengakuan-status, bukan yang berhubungan
dengan posisi sosial atau profesional namun mencari rasa hormat dari orang lain.
f. Kenyamanan fisik
Kebutuhan terpelajari terhadap kepuasan fisik yang berhubungan dengan
pemerolehan keamanan.
2.3.3 Teori Walter Mischel
Teori Sistem Kepribadian Afektif Kognitif Esyenk, dan Allport yakin jika perilaku
adalah produk sifat kepribadian yang relatif stabil. Namun Mischel merasa keberatan
dengan asumsi ini. Risetnya malah membutnya percaya bahwa perilaku merupakan
fungsi dan situasi.
 5 variable pribadi pembelajaran kognitive
a. Strategi Pengkodean : Mengenai bagaimana kita melihat hal- hal. Manusia
bukan hanya menyeleksi aspek – aspek lingkungan berbeda yang dihadapinya,
tapi juga menentukan makna yang berbeda bagi stimulus yang dipilihnya
b. Harapan : Mengenai apa yang kita pikir bakal terjadi. Dengan absennya
informasi apa pun tentang situasi tertentu, manusia cenderung menciptakan
harapan berdasarkan pengalam masa lalu dengan situasi yang serupa.
c. Nilai – Nilai Subyektif : Mengenai apa yang berharga untuk dimiliki atau
dikerjakan.
d. Sistem – Sistem Pengaturan diri daan perencanaan: Mengenai Bagaimana kita
meraih tujuan kita. Standar – standar performa dibangun dan ketika performa
aktual memenuhi atau melampaui standar – standar itu manusia merasa baik,
dan sebaliknya jika tidak manusia akan merasa buruk.
e. Kompetensi : Mengenai apa yang sanggup dilakukan, Walter menekankan
fakta bahwa kompetensi bukanlah memori statis yang secara mekanis
diaktifkan oleh stimulus lingkungan, kompetensi adalah proses aktif yang
dapat digunkan individu untuk membangkitkan sejumlah besar konstruksi –
konstruksi kreatif atau respon – respon pada situasi tertentu.
 Paradoks Konsistensi
Mischel melihat bahwa semua orang baik psikolog atau orang awam yakin secara
intutif bahwa perilaku manusia relatif konsisten , padahal bukti empiris menunjukkan
keberagaman situasi. Mischel tidak sependapat dalam hal ini. Perilaku itu bergantung
pada situasi, ada kalanya siswa yang jujur malah menyontek saat ujian, padahal dia
tidak pernah mencuri atau suka berbohong.
 Interaksi antara Situasi dan Kepribadian
Seiring berjalannya waktu, Mischel melihat bahwa manusia bukan wadah kosong
tanpa sifat-sifat kepribadian. Dia mulai mengakui sebagian besar orang memiliki
konsistensi tertentu dalam perilaku mereka, meski dia terus menekanakan bahwa situasi
memiliki efek yang sangat penting pada perilaku. Misalnya seorang lelaki yang
biasanya malu di depan para gadis, dapat bersikap terbuka dan terang-terangan bila di
antara laki-laki atau perempuan yang lebih tua. Pandangan kondisional ini yakin bahwa
perilaku dibentuk oleh disposisi pribadi dan proses kognitif-afektif tertentu.
 Sistem Kepribadian Afektif Kognitif
Mischel dan Shoda yakin kalau sistem kepribadian afektif-kognitif yang disebut juga
sistem pemroresan afektif-kognitif adalah penyebab keberagaman perilaku seseorang
dalam situasi yang berbeda, keragaman perilaku seseorang dalam situasi yang berbeda
walaupun sifatnya relatif stabil untuk waktu cukup lama. Variasi perilaku dapat
dikonsepsikan sebagai : Jika A maka X namun jika B maka Y. Contohnya jika sesorang
pria merasa tertekan isterinya, maka dia akan beraksi dengan agresi, Namun ketika
variebel jika berubah, variabel maka juga berubah. Jika sang suami ditekan sang bos
maka reaksinya adalah kepatuhan.
 Prediksi Perilaku.
Prediksi perilaku dinyatakan sebagai berikut. Jika kepribadian merupakan sistem
stabil yang terus memproses informasi situasi eksternal dan internal, maka ketika
individu mengahadapi situasi berbeda, perilaku mereka bisa tetap atau berubah. Konsep
ini menyatakan bahwa prediksi perilaku bersandar sepenuhnya kepada pengetahuan
tentang bagaimana dan kapan beragam unit kognitif dan afektif diaktifkan.
 Ekspektansi dan Keyakinan
Pengetahuan mengenai prediksi kekuatan yang dimiliki terhadap keyakinan akan
hasil dan situasi tertentu adalah prediktor perilaku yang lebih baik dari pada
pengetahuan tentang kemampuan bertindak (Mischel, 2002).
 Tujuan dan Nilai
Manusia bereaksi aktif terhadap situasi. Contohnya dua oarang mahasiswa mungkin
memiliki prestasi akademik yang sama, dan ekpektansi terhadap lulus kuliah sama
besar, namun nilai yang dipegang berbeda, mahasiswa satu mangartikan berhasil
dengan nilai masksimal, sedangkan mahasiswa yang lain mengartikan berhasil dengan
mendapatkan pekerjaan setelah lulus.
Penyabab konsistennya adalah kadar kemunculan emosi. 

Respon-Respon Afektif
Respon afektif mencakup perasaan dan rekasi fisiologis lainnya. Konsep kognitif
tidak terpisah dari afektif, contohnya saat pengkodean orang akan menggunakan sisi
kognitif dan afektif secara bersamaan. Dengan cara yang sama kompetensi dan strategi
untuk mengatasi masalah, keyakinan dan ekpektansi tujuan dan nilai seseorang
semuanya diwarnai respon afektif (Mischel & Shoda, 1995 dalam Theories of
Personality).
Bandura dan Mischel yakin manusia menggunakan self regulatory strategies unutk
mengontrol perilaku melalui tujuan yang ditetapkannya sendiri (Self imposed goals)
dan konsekunsi yang dibuatnya sendiri (self produce consecunces). Manusia tak perlu
penghargaan eksternal atau hukuman untuk membentuk perilaku, mereka menentukan
sendiri tujuan hidupnya dan menghargai usahanya sendiri atau mengkritik tindakannya
sendiri (Fiest, Jess, & Fiest Gregory, 2008 terj.)

2.4 Prinsip Teori Sosial Kognitif


Manusia hanyalah sebagian produk dari lingkungannya. Fakta yang sama pentingnya
adalah kita menciptakan lingkungan yang menguntungkan dan kemudian melanjutkan
untuk mengontrolnya. Oleh memilih lingkungan dengan hati-hati, kita dapat
mempengaruhi kita menjadi apa. Pilihan kita adalah dipengaruhi oleh keyakinan kami
serta kemampuan kami (Bandura, 1997). Bandura melamar hanya satu prinsip internal
yang terdiri dari tiga elemen yang saling berinteraksi. Prinsip ini disebut timbal balik
triadik. Beberapa sarjana di bidang SCLT seperti Betz, 2007, dan Green & Peil, 2009
mendukung pandangan Bandura tentang timbal balik triadik dan mendefinisikan
manusia perilaku sebagai interaksi triadik, dinamis, dan timbal balik dari faktor pribadi,
perilaku, dan lingkungan.

1. Menekankan bahwa manusia adalah agen yang aktif


2. Menekankan pada tingkah laku sosial
3. Menekankan pada proses berpikir kognitif
4. Menekankan pada tingkah laku sebagai situation spesific
5. Menekankan pada penelitian sistematik
6. Menekankan pada pola- tingkah laku belajar kompleks tanpa kehadiran
reward.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori SCLT sering disebut sebagai jembatan antara teori pembelajaran kognitif karena
mencakup perhatian, ingatan, dan motivasi. Ini juga menempatkan fokus yang berat
pada konsep kognitif.

3.2 Saran
Makalah ini masih belum sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
kami berharap keritik serta saran yang membangun untuk mengembangkan makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA

Nabavi, R. T. (2012). Bandura's Social Learning Theory & Social Cognitive Learning
Theory. 1-23.

Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press

Boeree, C.G. (2005).  Personality theories (cetakan ke II). Yogyakarta: Primashopie

Hall, C. S., Lindzey, G., Leohlin, J. C., Manosevitz, M., & Locke, V. O. (1985). Introduction
to theories of personality. Singapore: John Wiley & Sons, Inc.
Schultz, D.P., & Schultz, S.E. (2009).  Theories of Personality (9th edition). Belmont, CA:
Wasdworth/Cengange Learning
Feist, Jess dan Feist, Gregory. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika
Pervin, Laurence dkk. (2010) Psikologi Kepribadian Teori dan Penelitian, Jakarta: Kencana

Anda mungkin juga menyukai