Anda di halaman 1dari 12

Kelompok 1

Aisyah Fitri Aulia


2101030037 Oktaviani
2101030013

Caroline Dwi Winartania Lusiana


Zahrah
2101030017
Dewi
2101030033
01
Teori Disonansi
Kognitif
(Cognitive Dissonance Theory)
Sejarah
Teori disonansi kognitif adalah teori yang sangat berpengaruh dalam sejarah psikologi sosial. Teori ini merupakan
teori yang hadir ketika teori penguatan atau reinforcement theory tengah mendominasi jagad penelitian psikologi
sosial pada pertengahan tahun 1950 an.
Dengan berkembangnya teori disonansi kognitif yang dirumuskan oleh Leon Festinger dengan berbagai penelitiannya,
maka era baru menjadi terbuka bagi para ahli psikologi sosial yang berorientasi pada sisi kognitif atau aliran kognitif.
Teori disonansi kognitif juga menginspirasi para peneliti dari berbagai disiplin ilmu salah satunya adalah ilmu
komunikasi. Dampak teori disonansi kognitif berlanjut dari akhir tahun 1950 an hingga pertengahan tahun 1970 an.
Dengan semakin berkembangnya minat terhadap proses kognitif seperti proses informasi, popularitas teori disonansi
kognitif menjadi menurun.
Leon Festinger merumuskan pertama kali teori disonansi kognitif pada pertengahan tahun 1950 an dan dipresentasikan
secara formal dan lengkap pada tahun 1957. Menurut Festinger, ketika seorang individu memiliki dua atau lebih
elemen pengetahuan yang relevan satu sama lain namun konsisten dengan yang lainnya maka terciptalah perasaan
ketidaknyamanan. Festinger menyebutnya dengan disonansi.
Konsep Dasar

01 Besaran 02 Mengatasi
Disonansi 03 Proses Disonansi
Disonansi
Terdapat 3 faktor yang mempengaruhinya, Terdapat 3 cara yang dapat Disonansi kognitif terjadi
yaitu: mengurangi disonansi, yaitu: melalui beberapa proses
1. Derajat kepentingan-merujuk pada seberapa 1. Menambah atau mengurangi persepsi, yaitu:
penting suatu isu yang berdampak pada kognisi terhadap perubahan 1. Selective exposure
derajat disonansi. rasio konsonan ke kognisi 2. Selective attention
2. Jumlah disonansi-merujuk pada seberapa disonan. 3. Selective interpretation
banyak disonansi yang dipengaruhi oleh rasio 2. Mengurangi kepentingan 4. Selective retention
disonansi, atau jumlah kognisi disonan relatif kognisi disonan.
terhadap jumlah kognisi konsonan. 3. Melihat segala sesuatunya
3. Rasional-merujuk pada alasan yang melalui perspektif yang
digunakan untuk menjelaskan mengapa berbeda.
sebuah inkonsistensi terjadi.
Asumsi-asumsi Teoritis
1. 3.
Manusia memiliki hasrat akan adanya Disonansi adalah perasaan tidak
konsistensi pada keyakinan, sikap, suka yang mendorong orang untuk
dan perilakunya. Teori ini melakukan suatu tindakan dengan
menekankan sebuah model mengenai dampak-dampak yang tidak dapat
sifat dasar dari manusia yang diukur. Teori ini menekankan
mementingkan adanya stabilitas dan seseorang yang berada dalam
konsistensi disonansi memberikan keadaan yang
tidak nyaman, sehingga ia akan
2. melakukan tindakan untuk keluar
Disonansi akan mendorong usaha dari ketidaknyamanan tersebut.
untuk memperoleh konsonansi dan
usaha untuk mengurangi disonansi. 4.
Teori ini beranggapan bahwa
rangsangan disonansi yang diberikan Disonansi diciptakan oleh
akan memotivasi seseorang untuk inkonsistensi biologis. Teori ini
keluar dari inkonsistensi tersebut dan merujuk pada fakta-fakta harus tidak
mengembalikannya pada konsistensi konsisten secara psikologis satu
dengan lainnya untuk menimbulkan
disonansi kognitif.
Contoh Kasus
Seorang yang lesbian. Misalnya, dapat mengalami disonansi ketika menyadari orientasi seksualnya
karena dia tahu agama dan norma sosial menganggap orientasinya sebagai penyimpangan.
Akibatnya, lesbian tersebut berusaha menyangkal orientasinya untuk tetap berpegang pada norma
agama dan norma sosial, atau justru menyangkal norma tersebut untuk berusaha merasa nyaman
dengan orientasi seksualnya.

Namun perlu diketahui, bahwa istilah disonansi tidak hanya digunakan untuk hal-hal yang
berhubungan dengan orientasi seksual. Ketika seseorang bingung karena sangat ingin pergi ke luar
kota bersama teman tetapi juga tidak ingin melanggar larangan orang tua, dia juga bisa disebut
mengalami disonansi kognitif. Larangan yang harus dipatuhi berbenturan dan membentuk
penyangkalan pada keinginannya untuk pergi.
2. Teori Pertimbangan Sosial (Social Judgement
Theory)
Sejarah
Teori ini menjelaskan seseorang terhadap objek sosial dan isu tertentu merupakan hasil proses pertimbangan
judgement yang terjadi dalam diri orang tersebut terhadap pokok persoalan yang dihadapi. Menurut teori ini,
perubahan sikap merupakan suatu penafsiran kembali atau pendefinisian kembali terhadap objek. Sikap dijelaskan
sebagai suatu daerah posisi dalam suatu skala, yang mencakup:
Ruang gerak penerimaan (latitude of acceptance).
Ruang gerak penolakan (latitude of rejection).
Ruang gerak tidak pasti (latitude of non-commitment)
Perubahan sikap menurut teori ini terjadi jika informasi pembujukan jatuh di dalam atau berdekatan dengan ruang
gerak penerimaan seseorang. Proses perubahan sikap bergantung kepada keteguhan individu dalam berpegang pada
suatu nilai atau pandangan.
Konsep Dasar
Menurut Muzafer Sherif dalam buku E.M Griffin chapter 15, a first look at communication theory (194-
198.p), ada 3 rujukan yang digunakan dalam merespon suatu stimulus yang dihadapi, ketiganya
merupakan suatu hal yang terkait:
● Latitude of acceptance yang terdiri dari pendapat yang masih dapat diterima dan ditoleransi
(setuju) Proses pertimbangan di atas menurut Sherif & Hovland (1961) berlaku baik untuk
pertimbangan fisik (misalnya; berat) maupun pengukuran sikap.
● Latitude of rejection yang mencakup gagasan yang ditolak karena tidak rasional (tidak setuju) Jika
seseorang individu melibatkan dirinya sendiri dalam situasi yang dinilainya sendiri, maka ia akan
menjadikan dirinya sendiri sebagai patokan. Hanya hal-hal yang dekat dengan posisinya mau
diterimanya. Ruang gerak tidak pasti (latitude of non-commitment).
● Latitude of no commitment yang terdiri dari pendapat atau pesan persuasif yang tidak kita tolak
dan tidak kita terima (netral) Komunikasi, menurut Sherif & Hovland, bisa mendekatkan sikap
individu dengan sikap-sikap orang lain, tetapi bisa juga malah makin menjauhkannya.
Asumsi-asumsi Teoritis
Beberapa asumsi teoritis:
● Tentang proses psikologis yang mendasari pernyataan
sikap dan perubahan sikap melalui komunikasi
● Mengemukakan bahwa seseorang mengetahui apa
sikapnya dan mampu menentukan perubahan sikap apa
yang akan diterimanya serta perubahan apa yang akan
ditolaknya.
● Menjelaskan kepada kita tentang suatu pesan atau
pernyataan diterima atau ditolak itu didasarkan atas peta
kognitif kita sendiri terhadap pesan tersebut.
● Tentang bagaimana individu menilai pesan-pesan yang
mereka terima.
● Hipotesis-hipotesis baru dan memperluas rentangan
pengetahuan seseorang, termasuk kita ketika sedang
menerima pesan-pesan, dan juga memiliki kekuatan
terorganisir melalui pengorganisasian pengetahuan yang
ada di dalam otak kita mengenai sesuatu.
Contoh Kasus
Ketika terjadi kerusuhan sosial tahun 1998 waktu itu terjadi kerusuhan dimana-mana dan saya bekerja di
salah satu hotel di bilangan Jalan Sudirman, saya mendapatkan kabar baik dari televisi radio bahkan melihat
langsung kerusuhan terjadi dimana-mana dan saya berasumsi bahwa pasti tidak ada kendaraan umum yang
beroperasi dan sebaiknya tidak berangkat kerja karena situasi dan kondisi saat itu. (disini saya memasuki
Lattitute rentang penerimaan).
Tetapi saya tetap berangkat kerja dan berjalan ke jalan raya untuk mencoba kemungkinan ada kendaraan
umum yang tetap beroperasi, Singkat kata saya terus berjalan dan akhirnya menemukan kendaraan umum dan
bisa sampai ke tempat kerja dan melihat begitu banyak orang berkumpul di hotel karena mereka takut dengan
kondisi yang ada dan mereka berlindung di hotel. (di sini terjadi rentang penolakan).
●Situasi sebagian terasa demikian mencekam dan terjadi huru-hara yang terus berlanjut.
Yang akhirnya banyak karyawan hotel yang tidak masuk dengan alasan tidak bisa berangkat
karena tidak ada kendaraan atau karena takut terjadi sesuatu di jalan. Tidak hanya harta benda yang
dijarah oleh orang-orang tetapi sudah terjadi pembakaran gedung-gedung dan jelas ada orang
didalamnya bukti nyata bahwa nyawa juga terancam. Dan pimpinan saya menyuruh saya untuk
tidak pulang karena memang kekurangan karyawan untuk bekerja karena sebagian besar tidak
masuk kerja. Di sini saya hanya diam saja dan saya merasa pasti sebenarnya banyak hal yang bisa
dilakukan buktinya saja saya masih bisa datang ke kantor padahal masih terjadi kerusuhan di sini
saya memasuki (Lattitude tanpa pertanyaan).
●Saya akhirnya tetap bekerja dan saya menginap di hotel dan sudah disediakan kamar
khusus bagi karyawan yang tidak pulang karena mesti menggantikan karyawan lain yang tidak
masuk hingga operasional hotel bisa terus berjalan walaupun tidak bisa berjalan normal seperti
biasanya.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai