Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

MODEL-MODEL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

Dosen Pengampu: Faisal Tomi Saputra, M.Si

Disusun Oleh:

Aisyah Fitri 2101030037

Caroline Dwi Zahrah 2101030017

Resi Ramadanti 2101030007

Winartania Lusiana Dewi 2101030033

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM SYEKH YUSUF TANGERANG
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih juga Maha Penyayang, kami panjatkan
puji dan syukur kami kepada-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Model-Model Komunikasi Antar Budaya”
dengan baik. Makalah ini diupayakan semaksimal mungkin serta bantuan dari berbagai pihak.
Sehingga memberikan kelancaran pada setiap prosesnya. Untuk itu kami menyampaikan rasa
terima kasih.

Mohon maaf jika masih banyak kekurangan pada makalah yang kami buat ini. Namun besar
harapan kami makalah ini akan memberikan dampak positif bagi siapa saja yang membaca
dan menambah pengetahuan bagi kita semua.

Tangerang, 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1

A. Latar Belakang ......................................................................................................1


B. Rumusan Masalah .................................................................................................1
C. Tujuan ...................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................2

A. Model-Young Yun Kim.........................................................................................2


1. Latar Belakang Teori Komunikasi Integratif...................................................2
2. Investasi Teoritis .............................................................................................2
B. Model Collen Ward, dkk.......................................................................................8
1 Domain Psikologis (emosional/afektif).....................................................8
2 Domain Sosiokultural (perilaku)...............................................................9

BAB IV PENUTUP........................................................................................................10

A. Kesimpulan..........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................11

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Teori (integratif) adaptasi lintas budaya (integrative theory of cross-cultular adaptation)


Diperkenalkan oleh Young Yun Kim, menjelaskan proses transformasi budaya yang dialami
semua orang pada saat mereka pindah ke lingkungan baru yang budayanya tidak dikenal.
Konsep adaptasi lintas budaya mengacu pada proses di mana seseorang mencapai tingkat
kenyamanan psikologis dan fungsional dalam lingkungan budaya penerima.

Penelitian Kim mengenai adaptasi lintas budaya dimulai pada tahun 1970-an melalui
survei terhadap para imigran Korea di wilayah Chicago. Kemudian, diperluas untuk
mempelajari kelompok-kelompok imigran dan pengungsi lainnya di Amerika serikat seperti
orang-orang India-Amerika, Jepang, dan Meksiko-Amerika, dan para pengungsi Asia
Tenggara. Selain mempelajari kelompok-kelompok imigran, Yong Yun Kim meneliti
kelompok-kelompok siswa yang belajar di luar negeri di AS, serta siswa internasional di
Jepang, ekspatriat Korea di AS dan ekspatriat Amerika di Korea Selatan.

2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Teori Komunikasi Integratif?
2. Apa yang dimaksud Investasi Teoritis?
3. Bagaimana Proses Adaptasi Lintas Budaya?
4. Bagaimana Transisi Memasuki Budaya Baru?
5. Apa yang dimaksud Dinamika Pertumbuhan Adaptasi?
6. Bagaimana Struktur Adaptasi Lintas Budaya?
7. Apa yang dimaksud Model Collen Ward, ddk.

3. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada para
pembaca tentang Model Young Yun Kim dan Model Collen Ward, dkk. Dengan begitu
makalah ini di buat untuk mengetahui pokok permasalahan yang sudah di jabarkan
pada rumusan diatas.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model-Young Yun Kim


1. Latar Belakang Teori Komunikasi Integratif

Teori (integratif) adaptasi lintas budaya (integrative theory of cross-cultular


adaptation) Diperkenalkan oleh Young Yun Kim. Teori ini menjelaskan proses
transformasi budaya yang dialami semua orang pada saat mereka pindah ke lingkungan
baru yang budayanya tidak dikenal. Konsep adaptasi lintas budaya mengacu pada proses
di mana seseorang mencapai tingkat kenyamanan psikologis dan fungsional dalam
lingkungan budaya penerima. Ketika individu memperoleh beberapa karakteristik budaya
tuan rumah, dia mungkin kehilangan beberapa karakteristik budaya asalnya, seperti
bahasa, adat istiadat, dan semua identitas budaya asli yang kaku. Kim berpendapat bahwa
inilah proses awal terjadinya transformasi budaya, sebagai transformasi identitas antar
budaya sehingga "pendatang" mulai merasa kurang terikat dengan identitas kelompok
asalnya. Penelitian Kim ini berlaku bagi individu yang memasuki budaya baru untuk
jangka waktu yang berbeda, misalnya para pekerja migran, diplomat para mahasiswa,
veteran, dan lain-lain (Kim, 1988, 2001, 2005)

2. Investasi Teoritis

Penelitian Kim mengenai adaptasi lintas budaya dimulai pada tahun 1970-an melalui
survei terhadap para imigran Korea di wilayah Chicago. Kemudian, diperluas untuk
mempelajari kelompok-kelompok imigran dan pengungsi lainnya di Amerika Serikat
seperti orang-orang India-Amerika, Jepang, dan Meksiko-Amerika, dan para pengungsi
Asia Tenggara. Selain mempelajari kelompok-kelompok imigran, Yong Yun Kim
meneliti kelompok-kelompok siswa yang belajar di luar negeri di AS, serta siswa
internasional di Jepang, ekspatriat Korea di AS dan ekspatriat Amerika di Korea Selatan.
Garis besar pertama teori ditemukan dalam sebuah artikel berjudul "Toward an
interactive theory of communication-acculturation", yang kemudian disajikan lengkap
dalam teori communication and cross cultural adaptation: An integratif theory (Kim,
1998), yang disempurnakan lagi dalam becoming intercultural: An integratif teori of
communication and cross cultural adaptation (Kim, 2001) Kim menyatakan bahwa ada

2
lima mata rantai utama yang hilang dalam literatur adaptasi lintas budaya, yang dia bahas
kembali dalam cakupan teorinya, yaitu:

a. Kurangnya Perhatian pada faktor-faktor tingkat makro, seperti pola budaya dan
kelembagaaan dari lingkungan tuan rumah.
b. Perlu mengintegrasikan area penyelidikan tradisional secara terpisah untuk
mengetahui adaptasi jangka dan jangka pendek.
c. Adaptasi lintas budaya harus dilihat dalam konteks pembelajaran baru dan
pertumbuhan psikologis untuk memberikan interpretasi yabg lebih seimbang dan
lengkap dari pengalaman individu dalam lingkungan yang tidak dia kenal.
d. Harus ada upaya untuk memilah dan mengonsolidasikan factor-faktor yang
membentuk atau menjelaskan proses adaptasi lintas budaya individu.
e. Dasar ideologis yang berbeda dari asimilasionalisme dan pluralisme perlu diakui
dan dimasukkan ke dalam konsepsi pragmatis adaptasi lintas budaya. Soal ini
harus dipandang sebagai kondisi lingkungan tuan rumah serta individu yang
beradaptasi dengan lingkungan tersebut.

Kim (1998) menjelaskan teori integratifnya melalui gambaran tentang adaptasi


komunikasi lintas budaya sebagai berikut:

a. Adaptasi sebagai fenomena alamiah dan universal. Teori komunikasi integratif


bersandar pada naluri manusia untuk memperjuangkan keseimbangan ketika mereka
bertemu dengan kondisi lingkungan yang berlawanan, seperti yang mereka alami
dalam budaya baru. Pengalaman ini tidak terbatas pada satu wilayah saja dan satu
kelompok budaya atau bangsa saja, tetapi merupakan konsep universal dari
kecenderungan dasar manusia, kecenderungan setiap individu dalam perjuangan
menghadapi lingkungan baru dan menantang (Kim, 2005)

b. Adaptasi sebagai fenomena yang mencakup semua. Kim menjelaskan bahwa adaptasi
lintas budaya sebagai proses multi-stage. Inilah yang membuat Teori ini berfokus
pada sifat kesatuan proses psikologis dan sosial, dan saling ketergantungan timbal
balik antara lingkungan fungsional pribadi (Kim, 2005). Pandangan ini
memperhitungkan faktor-faktor mikropsikologis dan makro sosial ke dalam
perpaduan teoretis yang disebut "integral vertikal". Pikiran ini sejalan dengan
pragmatisme filosofis, termasuk aliran lain, seperti "kontekstualisme", "psikologi-

3
ekologi", dan "psikologi evolusioner" yang tercermin dalam karya-karya bateson,
Ruesch, dan Bateson; Watzlawick Beavin dan kacson; serta Buss dan Kendrick (Kim,
2005)

c. Adaptasi sebagai fenomena berbasis komunikasi. Seseorang mulai beradaptasi hanya


Ketika mereka berkomunikasi dengan orang lain dalam lingkungan baru yang dia
masuki. Integritas bergantung pada interaksi dengan masyarakat tuan ruma, dan
sejauh mana seseorang beraptasi, tergantung pada jumlah dan sifat komunikasi
dengan anggota masyarakat tuan rumah.

d. Teori ini sebagai sistem deskripsi dan eksplanasi. Teori Kim ini dirancang untuk
mengidentifikasi pola-pola budaya yang umumnya hadir dalam serangkaian kasus
individual yang terdefinisi dengan jelas dan menerjemahkan pola-pola tersebut ke
dalam serangkaian pernyataan yang digeneralisasikan dan saling terkait. Fakta bahwa
manusia akan beradaptasi dalam lingkungan baru itu tidak perlu dipertanyakan lagi
melainkan bagaimana dan mengapa individu beradaptasi.

e. Teori ini menghadapkan penalaran deduktif dan induktif. Dalam ranah konseptual,
pengembangan logis gagasan Kim dimulai dari serangkaian asumsi dasar tentang
adaptasi manusia dan pembuktian empiris dari semua gagasan tersebut berdasarkan
bukti literatur yang tersedia dalam ilmu sosial (Kim, 2005). Dalam penelitiannya, Kim
memperkenalkan cerita-cerita anekdot dan testimoni para imigran dan pendatang yang
diperoleh dari sumber-sumber seperti laporan, biografi, surat, buku harian, dialog
komantar, dan bahan-bahan lain dari majalah, koran, buku fiksi dan non fiksi,
program radio, dan program televisi. Semua akun individu ini bukan data ilmiah,
namun saat berfungsi sebagai sumber penting yang menceritakan wawasan pendatang
baru ke dalam "pengalaman hidup" adaptasi lintas budaya (Kim, 2005).

f. Konsep-konsep utama dan kondisi yang membatasi. Kim menggunakan dua istilah
sentral dalam teori ICT (Integrative communication theory), yaitu: (1) adaptasi; dan
(2) orang asing (stranger) untuk membantu mendefinisikan teori (Kim, 2005). Hal
yang dimaksudkan dengan "orang asing" adalah gabungan semua individu pendatang

4
yang sudah masuk, atau yang sudah masuk kemudian keluar lagi lalu kembali
bermukim dalam lingkungan budaya atau sub budaya baru (Kim, 2005)

A. Proses Adaptasi Lintas Budaya

Semua manusia dilahirkan dalam lingkungan yang tidak dikenal dan dibesarkan
untuk menjadikan bagian dari suatu budaya. Proses ini dikenal sebagai enkulturasi
dan mengacu pada organisasi, integrasi, dan pemeliharaan lingkungan budaya sendiri.
Selama bertahun-tahun telah terjadi pembentukan budaya bersama, telah terjadi
perubahan internal dengan meningkatnya interaksi individu dalam lingkungan
budayanya.

B. Memasuki Budaya Baru

Transisi budaya individu dari budaya asal kebudayaan baru bisa mengejutkan dan
konflik internal sering muncul. Individu harus belajar beradaptasi dan tumbuh dalam
lingkungan baru karena mereka sering berhadapan dengan situasi baru, situasi yang
menantang norma budaya dan pandangan dunia dari budaya asal mereka. Ini adalah
proses yang dikenal sebagai akulturasi (shibutani dan Kwan, 1965). Menurut Kim,
ketika terjadi pembelajaran baru atau dekulturasi, pasti ada penghapusan beberapa
elemen budaya asal Komnas tidaknya dalam artian bahwa respons terhadap budaya
baru diadopsi dalam situasi budaya asal sebelumnya, ini kan sama dengan respon
setelah membangkitkan budaya lama. Individu dipaksa untuk mengembangkan
kebiasaan baru, yang mungkin bertentangan dengan kebiasaan yang lama. Kim
menyatakan bahwa arah teoretis utama dari perubahan adaptif adalah menuju
asimilasi, suatu keadaan konvergensi maksimum yang mungkin berasal dari kondisi
internal dan eksternal orang asing yang harus berhadapan dengan kondisi penduduk
asli.

Asimilasi adalah proses yang berkelanjutan dan biasanya tidak sepenuhnya


tercapai, terlepas dari jumlah waktu yang dihabiskan dalam budaya baru. Teori
komunikasi integratif (Integrative communication theory) menunjukkan bahwa
sebagai tingkat integrasi dalam budaya secara langsung berdampak pada pengalaman
individu dalam budaya baru, yang disarankan oleh penelitian lain, seperti locke.
Menurut Don C. Locke, 1 perbedaan utama di antara anggota dari berbagai kelompok

5
budaya di Amerika adalah sejauh mana mereka telah membenamkan diri ke dalam
budaya AS. Dia menyatakan bahwa anggota kelompok yang beragam secara budaya
dapat ditempatkan ke dalam beberapa kategori. Individu-individu di cultural mampu
berfungsi secara kompeten dalam budaya dominan sembari tetap berpegang pada
manifestasi budaya mereka sendiri. Individu tradisional berpegang pada sebagian
besar ciri budaya asal dan menolak banyak sifat budaya dominan. Tipe individu lain
adalah mereka yang akan mengakulturasi dan melepaskan bagian besar ciri-ciri
budaya dari budaya asal dan ciri-ciri budaya dominan. akhirnya, individu marginal
merasa tidak cocok dengan budaya asal atau budaya dominan (Locke, 1998)

C. Stres Dalam Dinamika Pertumbuhan Adaptasi

Kim telah mengembangkan teori komunikasi integrative adaptasi lintas budaya


yang menganggap adaptasi sebagai proses dialektik dari dinamika stress dalam
“pertumbuhan-adaptasi”. Pertumbuhan ini secara bertahap mengarah pada tingkat
kenyamanan fungsional yang lebih besar serta Kesehatan psikologis sehubungan
dengan lingkungan baru (Kim, 2005). Bagian dari teori kim ini berfokus pada
tekanan, yang mau tidak mau, menyertai gerakan lintas budaya, Ketika individu
berusaha untuk mempertahankan aspek-aspek budaya lama mereka, dan di saat yang
sama, mereka juga berusaha untuk mengintegrasikan budaya asal ke budaya yang
baru. Konflik internal yang muncul ini menghasilkan ketidakseimbangan emosi
"terendah" dari kebingungan, ketidakpastian dan kecemasan (Gudykunst, 2005).

Dari sinilah setiap orang akan menangani perubahan ini dengan berbagai cara,
termasuk penghindaran, penolakan, dan penarikan diri, serta mundur ke kebiasaan
yang sudah ada sebelumnya untuk menghilangkan rasa ketidaknyamanan dalam
lingkungan baru. Sementara itu, yang lain mengembangkan kebiasaan baru dan

6
memulai adaptasi, memungkinkan mereka menjadi lebih cocok dengan lingkungan
mereka sebelumnya. Ini semua terjadi dalam periode pertumbuhan. Dinamika
pertumbuhan ini sama dnegan dinamika adaptasi stres yang tidak linear, tetapi bolak-
balik sehingga ada fase regresi demi perkembangan selanjutnya. Disini, asimilasi
dapat di definisikan sebagi proses dimana seseorang mengambil materi dari
lingkungan lalu dimasukkan kedalam pikiran mereka, artinya seseorang mulai
mengubah bukti yang ditangkap indra mereka untuk membuatnya menjadi cocok,
sedangkan akomodasi adalah perbedaan konsep yang dibuat oleh pikiran seseorang,
inilah ynag disebut proses asimilasi (artherton, 1969).

D. Struktur Adaptasi Lintas Budaya

Struktur adaptasi lintas budaya ditentukan oleh lima faktor, yaitu:

(a) Personal communication host communication competence.

(b) Host social communication.

(c) Ethnic social communication.

(d) Environment.

(e) Predisposition.

Pertama, komunikasi pribadi berkaitan dengan kompetensi budaya komunikasi


tuan rumah. Komunikasi adalah prasyarat keberhasilan adaptasi individu ke dalam
lingkungan baru. Ini bergantung pada decoding atau kapasitas orang asing untuk
menerima dan memproses informasi, serta encoding, atau merancang dan
melaksanakan rencana mental dalam memulai atau menanggapi pesan. Ada tiga
kategori yang umum dikenal, yaitu sebagai berikut:

1) Kognitif
kemampuan internal seseorang, seperti pengetahuan tentang budaya dan bahasa
tuan rumah, sejarah, institusi, pandangan dunia, kepercayaan, norma, dan aturan
perilaku antarpersonal.

7
2) Afektif
kompetensi afektif memfasilitasi adaptasi lintas budaya dengan menyediakan
kapasitas motivasi untuk menghadapi berbagai tantangan hidup dalam lingkungan
tuan rumah, keterbukaan terhadap pembelajaran baru, dan kesediaan untuk
berpartisipasi dalam aspek emosi dan fisik lingkungan tuan rumah (Kim, 2005).

3) Operasional
Kompetisi operasional berkaitan dengan aspek-aspek lain dari kompetisi
komunikasi tuan rumah yang dapat memfasilitasi orang asing yang secara lahiriah
mengekpresikan pengalaman kognitif dan efektif mereka (Kim, 2005)

B. Model Collen Ward, dkk.

Collen Ward dan Antony Kennedy (1999) mengemukakan bahwa dalam upaya
membawa konsep integrasi ke area penelitian yang difraksinasi, model adaptasi lintas
budaya ini diperkenalkan. Model ini mengandung dua domain adaptasi budaya, yaitu:

1. Domain Psikologis (emosional/afektif).

Adaptasi psikologis didefinisikan sebagai kesejahteraan psikologis dan emosional


yang secara luas dipengaruhi oleh kepribadian, perubahan hidup, gaya koping, dan
dukungan sosial. Sebagai contoh, adaptasi psikologis dikaitkan dengan fleksibilitas
pribadi, locus of control internal, kepuasan hubungan, gaya koping yang berorientasi
pada pendekatan, dan penggunaan humor. Sebaliknya, hambatan psikologis dikaitkan
dengan insiden perubahan kehidupan yang tinggi, misalnya kesepian, stres, dan gaya
menghindari koping. Adaptasi psikologis ini paling baik dipahami dalam kerangka
stres dan koping (koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi
atau beban yang diterima tubuh dimana beban tersebut menimbulkan respons tubuh
yang sifatnya nonspesifik yaitu stres).

8
2. Domain Sosiokultural (perilaku)

Adaptasi sosial-budaya terkait dengan kemampuan individu "menyesuailan diri"


untuk memperoleh keterampilan yang sesuai dengan budaya baru, termasuk
menegosiasikan aspek interaktif dengan lingkungan budaya host. Adaptasi
sosiokultural didefinisikan dalam kompetensi perilaku yang lebih kuat dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang mendasari pembelajaran budaya dan perolehan keterampilan
sosial, termasuk misalnya lama tinggal seseorang dalam lingkungan budaya baru,
pengetahuan tentang budaya baru, jumlah interaksi dan identifikasi dengan warga
negara host, jarak budaya, bahasa, dan strategi akulturasi.

Ward, dkk., juga mengandalkan teknik penilaian psikologis standar untuk


pengukuran adaptasi psikologis (The Zung Self-Rating Depression Scale, Zung,
1965). Teknik ini paling sering digunakan karena reabilitas dan validitas lintas
budayanya sudah terdokumentasi secara luas. Para peneliti lain juga memakai skala
prole of mood states untuk mengukur adaptasi psikologis (McNair, Lorr, dan
Droppleman, 1971). Sementara itu, pengukuran adaptasi sosiokultural dilakukan
dengan skala the sociocultural adaptation scale (SCAS, 1990).

Teknik pengukuran SCAS ini pertama kali digunakan oleh Searle dan Ward (1990)
dalam studi mereka tentang transisi lintas budaya dan adaptasi siswa Malaysia dan
Singapura di Selandia Baru. Riset tersebut, pada akhirnya dapat menjelaskan
pengembangan skala dan mendokumentasikan kegunaan dan fleksibilitas pengukuran
SCAS. Sifat-sifat psikometrik dari SCAS dilaporkan bersama dengan analisis data
dari 16 sampel cross-sectional, 4 sampel longitudinal, dan perbandingan antara satu
pasang pendatang dengan mereka yang menetap.

9
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Jadi teori yang diperkenalkan oleh Young Yun Kim ini menjelaskan proses
transformasi budaya yang dialami semua orang pada saat mereka pindah ke lingkungan baru
yang budayanya tidak dikenal. Sedangkan Collen Ward dan Antony Kennedy (1999)
mengemukakan bahwa dalam upaya membawa konsep integrasi ke area penelitian yang
difraksinasi, model adaptasi lintas budaya ini diperkenalkan. Dan model ini mengandung dua
domain yaitu domain psikologis dan domain sosiokultural.

10
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Alo Liliweri, M.S. Komunikasi Antar Budaya Definisi dan Model. Depok, Rajawali
Pers Divisi Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada.

11

Anda mungkin juga menyukai