Anda di halaman 1dari 5

Disonansi Kognitif

Teori Dissonansi Cognitive adalah salah satu pendekatan terhadap tingkah laku yang paling penting,
berdasarkan prinsip konsistensi. Teori Dissonansi Cognitive mengemukakan bahwa orang termotivasi
untuk menguranngi keadaan negatif dengan cara membuat suatu keadaan sesuai dengan keadaan
lainnya. Elemen kognitif adalah sesuatu yang dipercayai oleh seseorang, bisa berupa dirinya sendiri,
tingkah lakunya atau juga pengamatan sekeliling. Pengurangan disonansi dapat timbul baik dengan
menghilangkan, menambah atau mengganti elemen-elemen kognitif (Solomon, dalam Japariyanto,
2006).

Cognitive Dissonance dideskripsikan sebagai suatu kondisi yang membingungkan, yang terjadi pada
seseorang ketika kepercayaan mereka tidak sejalan bersama. Kondisi ini mendorong mereka untuk
merubah pikiran, perasaan dan tindakan mereka agar sesuai dengan pembaharuan. Disonansi dirasakan
ketika seseorang berkomitmen pada dirinya sendiri dalam melakukan suatu tindakan yang tidak
konsisten dengan perilaku dan kepercayaan mereka yang lainnya (East, dalam Japariyanto, 2006).
Kondisi ini mendorong mereka untuk merubah pikiran, perasaan dan tindakan mereka agar sesuai
dengan pembaharuan. Disonansi dirasakan ketika seseorang berkomitmen pada dirinya sendiri dalam
melakukan suatu tindakan yang tidak konsisten dengan perilaku dan kepercayaan mereka yang lainnya.
Seorang pelanggan akan mengalami disonansi ketika ia berada pada situasi ketidak-pastian mengenai
manfaat pembelian. Dalam hal ini, kuncinya terletak pada sejauh mana provider dapat memahami
kemungkinan sumber disonansi bisa saja berasal dari faktor harga dan kualitas. Namun demikian, tidak
menutup kemungkinan, bahwa kebingungan atau keraguan yang dialami pelanggan sehubungan dengan
ketidak-pastian manfaat pembelian jasa bersumber pada peran provider dalam memberikan jasa
(Gabbott dalam Poerwanto, 2000).

Cognitive Dissonance Theory dibentuk dalam tiga konsep (Festinger dalam Japariyanto, 2006).
Seseorang lebih suka untuk konsekuen dengan cognitions mereka dan tidak suka menjadi tidak
konsisten dalam pemikiran, kepercayaan, emosi, nilai dan sikap.

2. Disonansi terbentuk dari ketidaksesuaian phsychological, lebih dari ketidaksesuaian logical,


dimana dengan meningkatkan ketidaksesuaian akan meningkatkan disonansi yang lebih tinggi.

3. Disonansi adalah konsep psychological yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan
dan mengharapkan dampak yang bisa diukur. Disonansi akan dapat diselesaikan dalam satu dari tiga
cara dasar yaitu :
a. Change belief (ubah kepercayaan)

b. Change ation (ubah tindakan)

c. Change action perception (perubah persepsi dari tindakan).

Berdasarkan teori Cognitive Dissonance, ketidaksenangan atau ketidaksesuaian muncul ketika


seseorang konsumen megang pemikiran yang bertentangan mengenai suatu kepercayaan atau suatu
sikap. Contohnya: ketika konsumen telah membuat suatu komitmen memberi uang muka atau
memesan sebuah produk, terutama sekali untuk produk yang mahal seperti kendaraan bermotor atau
komputer. Mereka sering mulai merasa disonansi kognitif ketika mereka berpikir tentang keunikannya,
kualitas positif dari merek yang tidak dipilih. Dissonance cognitive yang timbul setelah terjadinya
pembelian disebut Post purchase Dissonance. Dimana pada Post purchase Dissonance, konsumen
memiliki perasaan yang cenderung untuk memecahkannya dengan merubah sikap mereka agar sesuai
dengan perilakunya (Schiffman dan Kanuk, dalam Japariyanto, 2006).

Nasuhon, M. Novar, 2008, Analisis Pembentukan Disonansi Kogndif Konsumen Pemilik Mobil Isuzu
Panther Pada PT Isuindomas Putra Medan, Skripsi Universitas Sumatera Utara Medan,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/11383/1/08E01540.pdf.

1. Pengertian Self Disclosure

Self disclosure merupakan tindakan untuk mengungkapkan tentang bagaimana kita


berinteraksi dengan orang terhadap situasi yang terjadi saat ini, dan memberikan informasi
tentang masa lalu yang relevan, yang dapat menjelaskan reaksi yang kita perbuat saat ini. Corsini
(1987:115) menyatakan bahwa pengungkapan diri merupakan proses dimana individu secara
suka rela dan sengaja mengungkapkan informasi pribadi berkenaan dengan sikap, pendapat, dan
hal-hal yang menarik minat mereka. DeVito (1990:60) menyebutkan bahwa makna dari self
disclosure adalah suatu bentuk komunikasi dimana anda atau seseorang menyampaikan
informasi tentang dirinya yang biasanya disimpan.oleh karena itu, setidaknya proses self
disclosure membutuhkan dua orang. Wrightsman (dalam Dayakisni dan Hudaniyah, 2006: 104)
menyebutkan keterbukaan diri adalah suatu proses menghadirkan diri yang terwujud dalam
kegiatan membagi informasi, perasaan, dengan orang lain. Burhan Bungin (2006: 262-263)
mengungkapkan bahwa keterbukaan diri atau self disclosure merupakan sebuah proses
pengungkapan informasi pribadi individu kepada orang lain dan juga sebaliknya.

Morton (dalam Sears, Jonathan & Anne, 1985: 254) mengungkapkan bahwa pengungkapan diri
atau keterbukaan diri adalah kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang
lain. Keterbukaan diri bersifat deskriptif dan evaluatif. Keterbukaan diri deskriptif adalah
kegiatan melukiskan berbagai fakta mengenai diri individu yang belum diketahui oleh orang lain
yang berada di lingkungan sekitarnya. Keterbukaan diri evaluatif adalah kegiatan
mengungkapkan pendapat atau perasaan invidividu seperti mengungkapkan perasaan mengenai
orang- orang yang disukai ataupun tidak disukai.

Aspek-aspek Self Disclosure

Devito (1986). Menyebutkan bahwa terdapat lima (5) dimensi di dalam self disclosure,
yaitu :

 Amount, yaitu kuantitas dari pengungkapan diri dapat diukur dengan mengetahui
frekuensi dengan siapa individu mengungkapkan diri dan durasi dari pesan self-
disclosing atau waktu yang diperlukan untuk mengutarakan statemen self disclosure
individu tersebut terhadap orang lain.
 Valence Self-Disclosure, Valensi merupakan hal yang positif atau negatif dari
penyingkapan diri. Individu dapat menyingkapkan diri mengenai hal-hal yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan mengenai dirinya, memuji hal-hal yang ada
dalam dirinya atau menjelek-jelekkan diri individu sendiri. Faktor nilai juga
mempengaruhi sifat dasar dan tingkat dari pengungkapandiri.
 Accuracy / Honesty, yakni ketepatan dan kejujuran individu dalam mengungkapkan diri.
Ketepatan dari pengungkapan diri individu dibatasi oleh tingkat dimana individu
mengetahui dirinya sendiri. Pengungkapan diri dapat berbeda dalam hal kejujuran.
Individu dapat saja jujur secara total atau dilebih-lebihkan, melewatkan bagian penting
atau berbohong.
 Intention, yaitu seluas apa individu mengungkapkan tentang apa yang ingin diungkapkan,
seberapa besar kesadaran individu untuk mengontrol informasi-informasi yang akan
dikatakan pada orang lain.
 Keakraban / Intimacy, yaitu individu dapat mengungkapkan detail yang paling intim dari
hidupnya, hal-hal yang dirasa sebagai periperal atau impersonal atau hal yang hanya
bohong. Berdasarkan penjelasan diatas, aspek yang akan digunakan untuk penyusunan
skala psikologis dalam penelitian ini mengacu pada aspek self disclosure yang
dikemukakan oleh Devito.

4. Karakteristik Self Disclosure

Devito (1997) mengemukakan bahwa self disclosure mempunyai beberapa karakteristik


umum antara lain:

1) Self disclosure adalah suatu tipe komunikasi tentang informasi diri yang pada umumnya
tersimpan, yang dikomunikasikan kepada orang lain.

2) Self disclosure adalah informasi diri yang seseorang berikan merupakan pengetahuan yang
sebelumnya tidak diketahui oleh orang lain dengan demikian harus dikomunikasikan.

4) Self disclosure dapat bersifat informasi secara khusus. Informasi secara khusus adalah rahasia
yang diungkapkan kepada orang lain secara pribadi yang tidak semua orang ketahui, dan 5) Self
disclosure melibatkan sekurang-kurangnya seorang individu lain, oleh karena itu keterbukaan
diri merupakan informasi yang harus diterima dan dimengerti oleh individu lain. 5. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Self Disclosure Faktor yang mempengaruhi self disclosure menurut Joseph
A. Devito adalah sebagai berikut :

 Efek Diadik Pada bahasan di atas sudah kita tegaskan bahwa self-disclosure itu bersifat
timbal balik. Oleh karena itu, keterbukaan diri kita yang ditanggapi dengan keterbukaan
lawan komunikasi yang membuat interaksi antara kita dan lawan komunikasi bisa
berlangsung. Keterbukaan diri kita mendorong lawan komunikasi kita dalam komunikasi
atau interaksi di antara dua orang untuk membuka diri juga. Inilah yang dinamakan efek
diadik itu
 Ukuran Khalayak Tadi juga kita sudah membahas, self-disclosure itu merupakan salah
satu karakteristik komunikasi antarpribadi. Oleh karena itu, selfdisclosure lebih besar
kemungkinannya terjadi dalam komunikasi dengan khalayak kecil, misalnya dalam
komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok kecil. Alasannya sederhana saja. Jika
khalayak komunikasi itu besar jumlahnya maka kita akan sulit mengontrol dan menerima
umpan balik dari lawan komunikasi kita.
 Topik Bahasan Pada awalnya orang akan selalu berbicara hal-hal yang umum saja. Makin
akrab maka akan makin mendalam topik pembicaraan kita. Tidak mungkin kita berbicara
soal-soal yang sangat pribadi, misalnya kehidupan seksual kita, pada orang yang baru kita
kenal.
 Valensi Ini terkait dengan sifat positif atau negatif self-disclosure. Pada umumnya,
manusia cenderung lebih menyukai valensi positif atau selfdisclosure positif
dibandingkan dengan self-disclosure negatif.
 Jenis Kelamin Wanita lebih terbuka dibandingkan dengan pria. Bisa saja ungkapan
tersebut merupakan ungkapan stereotipikal. Namun, beberapa penelitian menunjukkan
ternyata wanita memang lebih terbuka dibandingkan dengan pria.

Anda mungkin juga menyukai