PENDAHULUAN
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang melibatkan dua atau tiga orang
dalam komunikasinya,sehingga efek dan feedback dapat dirasakan secara langsung,bersama
dan bergantian.
Manusia adalah mahluk sosial yang sudah pastinya saling membutuhkan satu dengan
yang lain. Tidak hanya dalam satu hal melainkan dari berbagai hal, manusia memerlukan satu
dengan yang lain. Kita sebagai manusia, sudah barang tentu memerlukan yang namanya
komunikasi, karna hal itulah yang dapat menyalurkan apa yang ada di benak kita. Dengan
kata lain, komunikasi sangatlah penting untuk kehidupan sehari-hari untuk menyalurkan
pendapat,informasi dan lain sebagainya dengan tujuan tercapainya apa yang menjadi maksud
dalam diri manusia terhadap manusia yang lain. Di dalam proses berkomunikasi pun
memiliki banyak teori supaya di dalam proses komunikasi tidak mengakibatkan salah paham
yang dalam penyampaian informasi, yang bisa berbentuk nasehat, ajakan atau pendapat yang
lain. Dengan adanya makalah ini kami akan membahas tentang teori-teori tersebut.
Dalam penyusunan makalah ini penulis membatasai menjadi beberapa sub pokok
bahasan meliputi:
1.3. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui sebagai berikut :
1
BAB II
PEMBAHASAN
a. Defenisi
Definisi Self Disclosure Secara bahasa, self berarti diri sendiri, dan disclosure dari
kata closure yang diartikan sebagai penutupan, pengakhiran, sehingga disclosure berarti
terbuka atau keterbukaan. Menurut Leary, McDonald dan Tangney (2003) dalam (Agus,
2013:46) self adalah: “Kelengkapan psikologis yang memungkinkan refleksi diri berpengaruh
terhadap pengalaman kesadaran, yang mendasari semua jenis persepsi, kepercayaan dan
perasaan tentang diri sendiri serta yang memungkinkan seseorang meregulasi tentang
perilakunya sendiri.” (DeVito, 1997:40) menjelaskan self disclosure sebagai salah satu tipe
komunikasi ketika informasi tentang diri yang biasa dirahasiakan diberitahu kepada orang
lain. Ada dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu informasi yang diutarakan tersebut
harus informasi yang biasanya disimpan atau dirahasiakan dan informasi tersebut harus
diceritakan kepada orang lain baik secara tertulis dan lisan.
Definisi lain mengenai self disclosure menurut Johnson (1981) dalam (Supratiknya,
1995:14), menjelaskan bahwa: “Pengungkapan diri atau self disclosure adalah
mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta
memberikan informasi tentang 9 masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami
tanggapan kita di masa kini tersebut” Penjelasan dan definisi diatas lebih banyak merujuk
pada self disclosure di dunia nyata atau kehidupan sehari-hari. Bedanya, dalam penelitian ini
peneliti ingin mengkaji bagaimana fenomena self disclosure berkembang di dunia maya yaitu
pada media sosial yaitu instagram. Fenomena yang diangkat peneliti dalam penelitian ini
yaitu peneliti akan meneliti fenomena self disclosure atau pengungkapan diri oleh muslimah
berhijab yang tergabung dalam komunitas Hijabers Malang pada media sosial instagram
pribadi miliknya. Untuk mengetahui bagaimana self disclosure muslimah berhijab di
instagram maka peneliti akan mengaitkan beberapa aspek yang akan berhubungan dengan
self disclosure.
b. Tujuan
2
2.2 Dimensi Self Disclosure
Joseph A. Devito (1986) menyebutkan ada 5 dimensi self-disclosure, yaitu (1) ukuran
self-disclosure, (2) valensi self-disclosure, (3) kecermatan dan kejujuran, (4) maksud dan
tujuan, dan (5) keakraban. Ini berbeda dengan dimensi yang dikemukakan dalam Fisher
(1986:261) yang menyebutkan dua sifat pengungkapan yang umum dalam self-disclosure
adalah memperhatikan jumlah (seberapa banyak informasi tentang diri yang diungkapkan)
dan valensi (informasi yang diungkapkan bersifat positif atau negatif). Apabila
diperbandingkan, fokus yang dikemukakan Fisher hanya pada jumlah atau dalam istilah
Devito “ukuran” dan valensi saja.
Kini kita mencoba untuk mendalami kelima dimensi tersebut dengan memadukan apa yang
diungkapkan Devito dan Fisher, dengan melihat contohnya dalam hidup keseharian kita.
1. Ukuran/jumlah self-disclosure
Hal ini berkaitan dengan seberapa banyak jumlah informasi diri kita yang diungkapkan.
Jumlah tersebut bisa dilihat berdasarkan frekuensi kita menyampaikan pesan-pesan self-
disclosure atau bisa juga dengan menggunakan ukuran waktu, yakni berapa lama kita
menyampaikan pesan-pesan yang mengandung self-disclosure pada keseluruhan kegiatan
komunikasi kita dengan lawan komunikasi kita. Misalnya, dalam percakapan antara anak dan
orang tuanya, tentu tidak sepanjang percakapan di antara keduanya – yang taruhlah
berlangsung selama 30 menit itu bersifat self-disclosure. Mungkin hanya 10 menit saja dari
waktu itu yang percakapannya menunjukkan self-disclosure, seperti saat anak menyatakan
kekhawatirannya nilai rapornya jelek untuk semester ini atau tatkala di anak menyatakan
tengah jatuh hati pada seseorang.
2. Valensi Self-disclosure
Hal ini berkaitan dengan kualitas self-disclosure kita: positif atau negatif. Saat kita
menyampaikan siapa diri kita secara menyenangkan, penuh humor, dan menarik seperti yang
dilakukan seorang tua yang berkepala botak yang menyatakan, “Inilah model rambut yang
paling cocok untuk orang seusia saya.” Ini merupakan self-disclosure yang positif.
Sebaliknya, apabila orang tersebut mengungkapkan dirinya dengan menyatakan, “Sudah
berobat ke sana ke mari dan mencoba berbagai metode mencegah kebotakan yang ternyata
bohong semua, inilah hasilnya. Ini berarti self-disclosure negatif. Dampak dari self-disclosure
yang berbeda itu tentu saja akan berbeda pula, baik pada orang yang mengungkapkan dirinya
maupun pada lawan komunikasinya.
3
3. Kecermatan dan Kejujuran
Kecermatan dalam self-disclosure yang kita lakukan akan sangat ditentukan oleh kemampuan
kita mengetahui atau mengenal diri kita sendiri. Apabila kita mengenal dengan baik diri kita
maka kita akan mampu melakukan self-disclosure dengan cermat. Bagaimana kita akan bisa
menyatakan bahwa kita ini termasuk orang yang bodoh apabila kita sendiri tidak mengetahui
sejauh mana kebodohan kita itu dan tidak bisa juga merumuskan apa yang disebut pandai itu.
Di samping itu, kejujuran merupakan hal yang penting yang akan mempengaruhi self-
disclosure kita. Oleh karena kita mengemukakan apa yang kita ketahui maka kita memiliki
pilihan, seperti menyatakan secara jujur, dengan dibungkus kebohongan, melebih-lebihkan
atau cukup rinci bagian-bagian yang kita anggap perlu. Untuk hal-hal yang bersifat pribadi,
banyak orang memilih untuk berbohong atau melebih-lebihkan. Namun, self-disclosure yang
kita lakukan akan bergantung pada kejujuran kita. Misalnya, kita bisa melihat perilaku orang
yang hendak meminjam uang. Biasanya orang yang hendak berutang mengungkapkan
permasalahan pribadinya seperti tak memiliki uang untuk belanja besok hari, anaknya sakit
atau biaya sekolah anaknya. Sering pula kemudian self-disclosure dalam wujud penderitaan
itu dilebih-lebihkan untuk memancing iba orang yang akan dipinjami.
Dalam melakukan self-disclosure, salah satu hal yang kita pertimbangkan adalah maksud atau
tujuannya. Tidak mungkin orang tiba-tiba menyatakan dirinya apabila tidak memiliki maksud
dan tujuan tertentu. Setidaknya, seperti dalam Kisah Ica, untuk mengurangi rasa bersalah atau
untuk mengungkapkan perasaan. Inilah yang populer disebut sebagai curhat itu. Kita
mengungkapkan diri kita dengan tujuan tertentu. Oleh karena menyadari adanya maksud dan
tujuan self-disclosure itu maka kita pun melakukan kontrol atas self-disclosure yang kita
lakukan. Orang yang melebih-lebihkan atau berbohong dalam melakukan self-disclosure pada
satu sisi bisa dipandang sebagai salah satu bentuk kontrol supaya self-disclosure-nya
mencapai maksud atau tujuan yang diinginkannya.
5. Keakraban
Seperti yang dikemukakan Fisher (1986:261-262), keakraban merupakan salah satu hal yang
serta kaitannya dengan komunikasi self-disclosure. Apa yang diungkapkan itu bisa saja hal-
hal yang sifatnya pribadi atau intim misalnya mengenai perasaan kita, tetapi bisa juga
mengenai hal-hal yang sifatnya umum, seperti pandangan kita terhadap situasi politik
mutakhir di tanah air atau bisa saja antara hal yang intim/pribadi dan hal yang impersonal
publik.
Berkenaan dengan dimensi self-disclosure yang disebut terakhir, kita bisa mengacu pada apa
yang dinamakan Struktur Kepribadian Pete yang dikembangkan Irwin Altman dan Dalmas
Taylor dengan Teori Penetrasi Sosial-nya (lihat, Griffin, 2003:134). Dalam Struktur
Kepribadian Pete ini, digambarkan kepribadian manusia itu seperti bawang, yang memiliki
lapisan-lapisan. Setiap lapisan itu menunjukkan derajat keakraban orang yang menjalin relasi
atau berkomunikasi
kerangka Teori Penetrasi Sosial – kita menjalin hubungan dengan orang lain. Misalnya, pada
4
tahap awal kita berbincang-bincang soal yang sifatnya umum saja. Kita bicara soal
perkuliahan yang kita ikuti. Bisa juga berbincang-bincang soal selera makanan kita. Di sini
kita hanya berbicara pada lapisan pinggiran dari bawang tadi yang disebut periferal. Makin
lama akan makin masuk ke lapisan berikutnya. Kita mulai berbicara mengenai keyakinan
agama kita, aspirasi dan tujuan hidup kita, akhirnya konsep diri kita sebagai lapis terdalam
“bawang” kepribadian itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa self-disclosure tidak
berlangsung secara tiba-tiba. Tidak seluruh informasi yang kita sampaikan berisikan
informasi yang sifatnya pribadi. Bisa saja bercampur baur dengan informasi yang bersifat
umum atau berada pada tataran periferal.
Dalam konteks ini berarti kita sudah mulai membicarakan soal kedalaman (depth) dan
keluasan (breadth) self-disclosure. Sejauh mana kedalaman dalam self-disclosure itu akan
ditentukan oleh derajat keakraban kita dengan lawan komunikasi. Makin akrab kita
dengannya maka akan makin dalam self-disclosure-nya. Selain itu, akan makin luas juga
cakupan bahasan yang kita komunikasikan melalui self-disclosure itu. Ini merupakan hal
yang logis. Bagaimana kita mau berbincang-bincang mengenai lapisan terdalam dari diri kita
apabila kita tidak merasa memiliki hubungan yang akrab dengan lawan komunikasi kita.
Apabila kita tidak akrab dengan seseorang, sebutlah dengan orang yang baru kita kenal di
dalam bis atau pesawat terbang maka kita akan berbincang mengenai lapisan terluar
“bawang” tadi.Begitu juga halnya dengan upaya kita membangun keakraban maka akan
menuntut kita untuk berbicara mengenai diri kita. Pada awalnya tidak menyentuh lapisan
terdalam melainkan lapisan yang berada agak di luar. Misalnya, kita berbicara tentang
makanan yang kita sukai atau model dan warna pakaian yang digemari. Makin lama kita akan
makin membuka diri apabila lawan komunikasi kita pun memberikan respons yang baik
dengan juga turut membuka dirinya.
1.Efek Diadik
Pada bahasan di atas sudah kita tegaskan bahwa self-disclosure itu bersifat timbal balik. Oleh
karena itu, keterbukaan diri kita yang ditanggapi dengan keterbukaan lawan komunikasi yang
membuat interaksi antara kita dan lawan komunikasi bisa berlangsung. Keterbukaan diri kita
mendorong lawan komunikasi kita dalam komunikasi atau interaksi di antara dua orang
(dyad) untuk membuka diri juga.
5
2. Ukuran Khalayak
Tadi juga kita sudah membahas, self-disclosure itu merupakan salah satu karakteristik
komunikasi antarpribadi. Oleh karena itu, self-disclosure lebih besar kemungkinannya terjadi
dalam komunikasi dengan khalayak kecil, misalnya dalam komunikasi antarpribadi atau
komunikasi kelompok kecil. Alasannya sederhana saja. Jika khalayak komunikasi itu besar
jumlahnya maka kita akan sulit mengontrol dan menerima umpan balik dari lawan
komunikasi kita. Apabila khalayaknya kecil saja maka kita bisa mengontrol situasi
komunikasi dan bisa melihat umpan balik itu. Apabila lawan komunikasi kita memberikan
respons yang baik terhadap self-disclosure kita, dengan melakukan self-disclosure juga maka
proses komunikasi yang menyingkapkan diri kita itu akan terus berlangsung.
3. Topik Bahasan
Kita ingat kembali lapisan bawang dalam Gambar 3.2. tadi. Pada awalnya orang akan selalu
berbicara hal-hal yang umum saja. Makin akrab maka akan makin mendalam topik
pembicaraan kita. Tidak mungkin kita berbicara soal-soal yang sangat pribadi, misalnya
kehidupan seksual kita, pada orang yang baru kita kenal atau orang yang tidak kita akrabi.
Kita akan lebih memilih topik percakapan yang umum, seperti soal cuaca, politik secara
umum, kondisi keuangan negara atau kondisi sosial.
4.Valensi
Ini terkait dengan sifat positif atau negatif self-disclosure. Pada umumnya, manusia
cenderung lebih menyukai valensi positif atau self-disclosure positif dibandingkan dengan
self-disclosure negatif. Apalagi apabila lawan komunikasi kita bukanlah orang yang kita
akrabi betul. Namun, apabila lawan komunikasi kita itu adalah orang yang sudah kita akrabi
betul maka self-disclosure negatif bisa saja dilakukan.
5. Jenis Kelamin
Wanita lebih terbuka dibandingkan dengan pria. Bisa saja ungkapan tersebut merupakan
ungkapan stereotipikal. Namun, beberapa penelitian menunjukkan ternyata wanita memang
lebih terbuka dibandingkan dengan pria. Meski bukan berarti pria juga tidak melakukan self-
disclosure. Bedanya, apabila wanita mengungkapkan dirinya pada orang yang dia sukai maka
pria mengungkapkan dirinya pada orang yang dipercayainya.
6
6.Ras, Nasionalitas, dan Usia
Ini juga bisa saja dipandang sebagai bentuk stereotip atas ras, nasionalitas, dan usia. Namun,
kenyataan menunjukkan memang ada ras-ras tertentu yang lebih sering melakukan self-
disclosure dibandingkan dengan ras lainnya. Misalnya kulit putih Amerika lebih sering
melakukan self-disclosure dibandingkan dengan orang negro. Begitu juga dengan usia, self-
disclosure lebih banyak dilakukan oleh pasangan yang berusia antara 17-50 tahun
dibandingkan dengan orang yang lebih muda atau lebih tua.
Dengan mengingat tingkat keakraban sebagai penentu kedalaman self-disclosure maka lawan
komunikasi atau mitra dalam hubungan akan menentukan self-disclosure itu. Kita melakukan
self-disclosure kepada mereka yang kita anggap sebagai orang yang dekat misalnya
suami/istri, teman dekat atau sesama anggota keluarga. Di samping itu, kita juga akan
memandang bagaimana respon mereka. Apabila kita pandang mereka itu orang yang hangat
dan penuh perhatian maka kita akan melakukan self-disclosure, apabila sebaliknya yang
terjadi maka kita akan lebih memilih untuk menutup diri.
Risiko pribadi
Jika Anda mengungkapkan aspek kehidupan Anda yang sangat berbeda dengan nilai-nilai
dari orang-orang tempat Anda melakukan pengungkapan, Anda mungkin akan bertemu
dengan penolakan bahkan dari teman-teman terdekat dan anggota keluarga.
Resiko hubungan
Bahkan dalam hubungan yang erat dan tahan lama, pengungkapan diri dapat
menyebabkan masalah. Jumlah pengungkapan diri dapat menimbulkan ancaman pada
hubungan dengan menyebabkan penurunan ketertarikan dan kepercayaan.
Risiko Profesional
Liputan media yang luas dari kaum gay dan lesbian dalam militer yang keluar sebagai protes
menggambarkan bahaya profesional. Dalam membuat pilihan antara mengungkapkan dan
tidak mengungkapkan, perlu diingat keuntungan dan bahaya dari sifat ireversibel komunikasi
(dibahas di unit 2).
7
2.5 Manfaat Self Disclosure
Membahas mengenai self disclosure, maka harus juga mengetahui manfaat dari self
disclosure itu sendiri. Menurut (Devito, 2011:67-69) manfaat dari melakukan self disclosure
adalah:
a. Pengetahuan diri
Salah satu manfaat dari pengungkapan diri adalah kita mendapatkan perspektif baru
tentang diri sendiri dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perilaku kita sendiri.
b. Kemampuan mengatasi kesulitan
Argumen lain yang berkaitan erat adalah bahwa kita akan lebih mampu menanggulangi
masalah atau kesulitan kita, khususnya perasaan bersalah, yakni melalui pengungkapan
diri. Dengan mengungkapkan perasaan dan menerima dukungan, bukan penolakan, kita
menjadi lebih siap untuk mengatasi perasaan bersalah dan mungkin mengurangi dan
bahkan menghilangkannya.
c. Efisiensi komunikasi
Seseorang memahami pesan-pesan dari orang lain sebagian besar sejauh kita memahami
orang lain secara individual.
d. Kedalaman hubungan
Dengan pengungkapan diri, kita memberitahu orang lain bahwa kita 14 mempercayai
mereka, menghargai, dan cukup peduli akan mereka dan akan hubungan kita untuk
mengungkapkan diri kita kepada mereka.
Jendela Johari sendiri dikembangkan atau dipelopori oleh Psikolog Amerika, Joseph
Luft dan Harry Ingham pada tahun 1950-an ketika meneliti untuk program proses dari
kelompok mereka. Uniknya, nama "Johari" sendiri sebenarnya diambil dari potongan masing-
masing nama mereka. "Jo" untuk Luft, dan "Harry" untuk Ingham. Dalam selang waktu yang
tak lama, Jendela Johari banyak dimanfaatkan sebagai pengertian dan latihan kesadaran diri,
peningkatan personal & komunikasi. Hubungan inter-personal, kelompok-kelompok dinamis,
dan peningkatan tim dan hubungan inter-grup.
Terminologi kata Jendela Johari mengarah pada-personel/dari pribadi dan orang lain.
Personal untuk diri individu itu sendiri, sebagai subjek manusia dalam analisa Jendela joharu.
Selanjutnya, orang lain berarti objek lain dari kelompok pribadi. Jendela Johari juga
berhubungan dengan teoti intelegen emisional, emotional Intelligence theory (EQ), dan
kesadaran individu serta peningkatan EQ.
Dalam kebanyakan training atau pelatihan, proses memberi dan menerima feedback
adalah unsur terpenting. Melalui proses feedback tersebut, kita bisa melihat/mengenal orang
lain, dan demikian sebaliknya. Individu lain juga belajar bagaimana pandangan kita terhadap
mereka. Feedback menginformasikan kepada individu ataupun kelompok, baik secara verbal
8
maupun non-verbal dalam berkomunikasi. Informasi yang diberikan seseorang menceritakan
kepada yang lain bagaimana perilaku mereka mempengaruhi dia, bagaimana perasaannya,
dan apa yang diterimanya (feedback dan self disclosure). Feedback juga bisa diartikan
sebagai reaksi yang diberikan oleh orang lain, biasanya lebih menonjol pada persepsi dan
perasaan mereka, menceritakan bagaimana perilaku seseorang bisa mempengaruhi mereka
(menerima feedback).
Adapun daerah pengenalan diri dari Jendela Johari tersebut dapat dilihat pada diagram di
berikut:
Pada kolom 1. Disebut dengan "diri terbuka", apa yang diketahui oleh 'personal' atau
individu juga diketahui oleh orang lain, Bisa juga disebut dengan 'daerah terbuka' atau 'areal
bebas' atau 'diri bebas' ataupun 'arena'.
Pada kolom 2. Disebut dengan "diri buta". Apa yang diketahui oleh individu tidak diketahui.
bisa juga disebut "blind spot: atau :blind area".
Pada kolom 3. Disebut dengan "diri tersembunyi". Apa yang diketahui oleh si individu tetapi
tidak diketahui oleh orang lain. Bisa juga disebut "daerah tersembinyu" atau "daerah yang
dihindari".
9
Pada kolom 4. Disebut dengan "diri yang tidak dikenal.
Pada Jendela Johari pertama ini dikenal juga sebagai "daerah bebas aktivitas" adalah
berisikan informasi mengenai personal / individu-perilaku, kebiasaan, perasaan. Emosi,
pengatahuan, pengalaman, keahlian, pandangan, dan lain-lain. Kemudianm ditetapkan
sebagai person (the self/diri) dan kelompok ('other'/orang lain).
Dengan mencari atau mendapatkan feedback dari orang lain, seharusnya bisa
mengurangi gejala pada Jendela / kuadran ini dan dapat memperluas "diri terbuka" yang
notabenenya adalah untuk meningkatkan kesadaran diri, kuadran dua ini tidak efektif untuk
dibawa ke individu atau kelompok
Ambil contoh, ketika X makan malam direstoran dengan Z, lalu ketika telah
menempel sesuatu entah itu remah makan atau apa, di wajah X, maka X tidak akan tahu,
sedangkan Z sangat leluasa untuk segera mengetahui ada sesuatu menempel di wajah X. Pada
saat Z mengatakan ada sesuatu di wajah X, maka jendela akan mengarah ke kanan,
memperluas daerah "diri terbuka".
10
Sekali lagi, ada begitu banyak rahasia yang belum terbongkar, ketika terjadi upaya
untuk saling mengenal dan percaya satu sama lain, maka akan tercipta suatu kenyamanan
dalam membuka diri sendiri, inilah yang dinamakan "self disclosure”.
Terkondisikan oleh perilaku atau kebiasaan sedari kecil. Daerah/diri tertutup ini juga
dipengaruhi oleh perasaan terkesan atau perasaan- perasaan tidak nyaman lainnya yang
berakar pada kejadian-kejadian formatif dan pengalaman pahit pada masa lalu, yang
mempengaruhi si individu secara berkelanjutan. Untuk pekerjaan dan dalam konteks
organisasi, Jendela Johari sebaiknya tidak digunakan pada kasus di atas.
Idealnya sebuah jendela diri itu bisa dilihat dari tingginya tingkat kepercayaan dalam
kelompok ataupun hubungan dengan individu lain, jika berada pada jendela ini ukuran arena
atau diri terbuka akan meningkat, dikarenakan tingginya tingkat kepercayaan dalam
kelompok sosial. Norma-norma pun dikembangkan oleh kelompok untuk saling memberi
feedback dan difasilitasi tentunya untuk pertukaran ini.
11
mengerti bagaimana sikap dan sifat kita, dan mengatahui kita bisa dikritik yang pada
akhirnya akan memberikan feedback yang positif pula.
Faktor Intern
Merupakan faktor yang menyebabkan kita enggan untuk menelaah diri, terkadang kita
tidak bisa menerima kenyataan, misalnya saja faktor tujuan hidup dan usia. Faktor tujuan
hidup yang belum tergambarkan dengan jelas, faktor motivasi dan keenganan untuk menelaah
diri, kadang-kadang manusia takut untuk menerima kenyataan bahwa ia memiliki kekurangan
ataupun kelebihan pada dirinya.
Faktor Usia.
Kadang-kadang orang yang sudah tua dalam usia tidak melihat bahwa kearifan dan
kebijaksanaan dapat dicapainya, mereka cenderung usia muda lebih hebat karena produktif.
12
Hati-hati mempertimbangkan potensi masalah yang mungkin akan muncul sebagai akibat dari
pengungkapan diri Anda. Dapatkah Anda mampu untuk kehilangan pekerjaan Anda jika
Anda mengungkapkan catatan tindak pidana Anda? Apakah Anda bersedia mengambil risiko
kesulitan relasional jika Anda mengungkapkan perselingkuhan Anda? Dan hal-hal lainnya.
13
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Jadi dari berbagai pengertian dan pembahasan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan membuka diri atau self disclosure adalah suatu usaha yang dilakukan
oleh seseorang untuk memberikan informasi kepada orang lain melalui ekspresi baik verbal
maupun non verbal dalam komunikasi yang lebih pribadi, akrab dan sensitif. Membuka diri
dapat bersifat deskriptif maupun evaluatif. Self-disclosure atau pengungkapan diri memiliki
peranan yang penting dalam interaksi sosial, untuk dapat berani menyampaikan pendapatnya,
perasaan dan segala yang ada di pikirannya.
3.2 Saran
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam
makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan
kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini
Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang
membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis.
14
Daftar Pustaka
https://massofa.wordpress.com/2009/02/15/dimensi-self-disclosure/
http://digilib.uinsby.ac.id/2925/5/Bab%202.pdf
http://eprints.umm.ac.id/35399/3/jiptummpp-gdl-renataelsa-49892-3-babii.pdf
https://almirayughnisabira.wordpress.com/2015/10/18/komunikasi-antar-pribadi-self-disclosure-
review/
15