DISUSUN OLEH :
Rohayati
19.156.01.11.030
Kelas : 1A Keperawatan
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tema Self Awareness sebagai salah satu
tugas mata kuliah Komunikasi Keperawatan 2 pada semester 2 S1 Ilmu Keperawatan Stikes
Medistra Indonesia Bekasi.
Penyelesaian Makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :
4. Roulita,S.Kep.,Ners,Dosen pengajar.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,sehingga saran pembaca
sangat kami harapkan untuk perbaikan penyusunan makalah berikutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan kepada kita semua serta memberikan
manfaat dan berguna di masa yang akan datang.
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB 2 PEMBAHASAN 2
A. Definisi Self Awareness 2
B. Macam Self Awareness 3
C. Manfaat Self Awareness 4
D. Membangun Self Awareness 5
E. Hubungan Self Awareness dan Hubungan Terapeutik 6
BAB 3 PENUTUP 8
A. Simpulan 8
B. Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam hidup ini, setiap manusia harus memahami betapa pentingnya kesadaran diri.
Kesadaran diri manusia tergolong dalam beberapa dimensi yaitu body, mind, heart, and soul.
Menurut Collin Rose dalam bukunya Accelerated Learning For The 21th Century
memperkenalkan pola pikir bersifat M-A-S-T-E-R yaitu Motivating your mind, Acquiring the
information, Searching out the meaning, Trigering the memory, Exhibing what you know,
dan Reflecting how you have learned. Keenam langkah ini membantu kita mengalami proses
belajar, menggerakkan kembali mesin berpikir manusia. Pada tahun 1989, Greenan membuat
model Emotional Intelligence yang diperbaharui Salovey dan Meyer (1990) dan
Goleman(1995). Lima cara mengembangkan Emotional Intelligence yaitu kesadaran diri,
motivasi pribadi, pengaturan diri sendiri, empati, dan kemampuan bersosialisasi. Setelah
manusia memahami tentang kesadaran diri, maka pengenalan terhadap diri sendiri menjadi
lebih efisien yang akan melahirkan konsep diri yang baik dan positif serta menghasilkan
harga diri yang kuat dan kepercayaan yang tinggi.
Maka dari itu self awareness atau bisa di bilang kesadaran diri ini merupakan sesuatu
hal yang penting untuk di pelajari dan di praktikan dalam kehidupan sehari- hari karena
dengan mengetahui apa kekurangan dan kelebihan diri sendiri kita dapat membuka potensi-
potensi yang kita miliki.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan self awareness?
2. Mengapa kita perlu mempelajari self awareness?
3. Bagaimana cara kita agar lebih mengenal diri sendiri?
4. Faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi self awareness?
5. Apa Hubungan Self Awareness dan Hubungan Terapeutik?
1
BAB 2
PEMBAHASAN
Self Awareness (kesadaran diri) adalah perhatian yang berlangsung ketika seseorang
mencoba memahami keadaan internal dirinya. Prosesnya berupa semacam refleksi dimana
seseorang secara sadar memikirkan hal-hal yang ia alami berikut emosi-emosi mengenai
pengalaman tersebut. Dengan kata lain, Self Awareness adalah keadaan ketika kita membuat
diri sendiri sadar tentang emosi yang sedang kita alami dan juga pikiran-pikiran kita
mengenai emosi tersebut.
Kesadaran diri merupakan proses mengenali motivasi, pilihan dan kepribadian kita
lalu menyadari pengaruh faktor-faktor tersebut atas penilaian, keputusan dan interaksi
kita dengan orang lain.
Kesadaran diri adalah perhatian yang berlangsung ketika seseorang mencoba
memahami keadaan internal dirinya.
Kesadaran diri adalah keadaan ketika kita membuat diri sendiri sadar tentang emosi
yang sedang kita alami dan juga pikiran – pikiran kita mengenai emosi tersebut.
Seorang pakar psikologi yang banyak menekuni permasalahan emosi, John D. Mayer,
mengatakan bahwa umumnya ada 3 gaya yang tampil ketika seseorang menghadapi
emosinya, yaitu:
1. Terbebani (Engulfed)
Tipe ini tenggelam dalam emosi-emosinya dan tidak mampu keluar dari situasi
ini. Mereka tidak memahami emosinya sendiri sehingga bisa mudah larut terbawa emosi.
Akibatnya, mereka tidak banyak berusaha untuk keluar dari kondisi emosi tertentu dan
akhirnya tidak mampu mengontrol perilaku emosionalnya. Contohnya adalah kasus putus
cinta atau kasus orang yang memaki-maki pengendara lain karena lalu lintas yang macet.
Mereka tidak meluangkan waktu lebih banyak untuk menyadari emosi sedih atau marah
yang sedang mereka rasakan. Begitu merasakan emosi tertentu, tanpa pikir panjang
mereka langsung bereaksi sesuai dorongan emosi tersebut.
2. Menerima (Accepting)
2
Orang-orang ini sebenarnya menyadari emosi apa yang mereka rasakan namun
cenderung menerima begitu saja emosi yang sedang terjadi dan tidak mencoba
memahami emosi tersebut lebih jauh. Pada akhirnya mereka tidak berusaha untuk
beradaptasi dengan emosi yang muncul. Hal ini bisa menjadi masalah ketika emosi yang
dialami adalah sedih, lalu dibiarkan berkepanjangan sehingga bisa menimbulkan perasaan
tertekan (depresi). Hal lain terjadi ketika emosi yang dirasakan adalah marah atau takut.
Mungkin saja dalam jangka panjang, emosi marah yang dibiarkan ini bisa berubah jadi
perasaan dendam, sedangkan emosi takut bisa menjadi paranoid (rasa takut berlebihan
yang tidak jelas alasannya).
Orang-orang dengan gaya ini menyadari dan memahami emosi yang terjadi pada
dirinya. Mereka mengetahui batas-batas norma yang perlu dijaga dan berpikir untuk
mengelola emosi yang dirasakan agar perilakunya masih berada dalam ambang batas
tersebut. Pada waktu merasakan emosi positif, orang-orang yang sadar diri mampu
menunjukkan kegembiraannya dengan sesuai dan bisa mempertahankan perasaan
menyenangkan dari emosi itu untuk beberapa lama. Di lain pihak, ketika mengalami
emosi negatif, mereka tidak terlalu terobsesi dengan hal yang memicu emosi tersebut dan
bisa segera keluar dari perasaan tidak nyaman. Contohnya ketika orang yang sadar diri
mengalami putus cinta. Kemungkinan besar ia akan memahami bahwa emosi sedihnya itu
wajar ia rasakan, namun tidak akan berlarut-larut dalam kesedihan. Ia akan mencari
kegiatan lain yang lebih produktif untuk mengatasi perasaan sedih yang mendalam
tersebut.
Orang yang memiliki kesadaran diri publik berperilaku mengarah keluar dirinya.
Artinya, tindakan-tindakannya dilakukan dengan harapan agar diketahui orang lain.
Orang dengan kesadaran publik tinggi cenderung selalu berusaha untuk melakukan
penyesuaian diri dengan norma masyarakat. Dirinya tidak nyaman jika berbeda dengan
orang lain.
3
Orang dengan kesadaran diri pribadi tinggi berkebalikan dengan kesadaran diri
publik. Tindakannya mengikuti standar dirinya sendiri. Mereka tidak peduli norma sosial.
Mereka nyaman-nyaman saja berbeda dengan orang lain. Bahkan tidak jarang mereka
ingin tampil beda. Mereka-mereka yang mengikuti berbagai kegiatan yang tidak lazim
dan aneh termasuk orang-orang yang memiliki kesadaran diri pribadi yang tinggi.
4
Kesadaran diri dapat dibangun dengan mengaktifkan bagian otak yang disebut
neokorteks. Ini adalah bagian otak yang terkait dengan penggunaan bahasa. Artinya, untuk
meningkatkan kesadaran diri, Anda perlu “membahasakan”, mengidentifikasi, dan menamai
emosi yang Anda rasakan. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah:
Warna, contoh: warna kuning untuk emosi senang, biru untuk sedih, merah untuk
marah, dan lain lain. Anda bisa menggunakannya dalam berpakaian, tinta alat tulis,
warna font di komputer, dan sebagainya.
Skala, contoh: “Saya cukup merasa bahagia, kira-kira 80 dari 100 lah”. Ini memberi
gambaran yang cukup terukur kira-kira seberapa kuat intensitas emosi yang Anda
alami. Jika Anda bisa mengatakan bahwa kesedihan Anda berskala 50:50, maka tidak
ada alasan bagi Anda untuk berlarut-larut dalam kesedihan itu.
Analogi, contoh : “Kalau saya ini gunung, saya sudah mau meletus!”. Analogi ini juga
bisa digunakan sebagai pengukur intensitas emosi Anda. Bagi orang Indonesia,
analogi seperti ini biasanya lebih mudah dipahami karena budaya kita memang
banyak mengajarkan simbolisasi dalam bahasa (contoh: bagai kacang lupa kulitnya).
3. Menuliskan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Hal ini ditujukan untuk menjelaskan kepada diri sendiri alasan dari emosi yang
sedang Anda rasakan. Contoh: ketika Anda marah pada saat staf Anda tidak ikut memikul
beban kerja yang sama, Anda bisa menuliskan “Saya ingin dia ikut lembur ketika saya
lembur” beserta kebutuhan/keinginan lain yang Anda sadari. Semakin banyak
kebutuhan/keinginan yang Anda tuliskan, maka Anda akan semakin menyadari keadaan
emosi diri.
5
4. Menuliskan yang ingin dilakukan
Sebenarnya ini sudah memasuki tahap lanjutan dari Self Awareness. Setelah Anda
menyadari emosi-emosi yang sedang dialami, langkah selanjutnya adalah menentukan hal
apa yang ingin Anda lakukan selanjutnya terkait dengan emosi tersebut. Pada contoh Anda
marah pada staf yang malas-malasan tadi, Anda bisa menuliskan “Saya ingin memotong
gajinya kalau pulang lebih cepat lagi” atau “Saya akan langsung menegurnya jika ia
menolak penugasan”. Dengan menuliskan hal yang ingin dilakukan, Anda memberikan
kesempatan bagi otak untuk kembali berpikir: apakah hal-hal tersebut sudah sesuai dan
tidak menyalahi norma yang berlaku.
6
terapeutik dengan klien. Dalam hal ini klien tidak selalu adalah pasien, akan tetapi bisa
berupa individu yang sehat, keluarga, kelompok atau bahkan di tingkat masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa dengan adanya self awarness yang baik akan
menjadikan seorang perawat mampu mengenali dirinya sendiri serta orang lain, mampu
mengendalikan dirinya untuk bersikap serta menjalin hubungan yang sesuai dengan
tujuannya.
7
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesadaran diri/ self awarness adalah keadaan dimana Anda bisa memahami diri Anda
sendiri dengan setepat-tepatnya. Anda disebut memiliki kesadaran diri jika Anda memahami
emosi dan mood yang sedang dirasakan, kritis terhadap informasi mengenai diri Anda
sendiri, dan sadar tentang diri Anda yang nyata. Pendek kata, kesadaran diri adalah jika Anda
sadar mengenai pikiran, perasaan, dan evaluasi diri yang ada dalam diri Anda.
Self awarness memegang peranan penting dalam proses terwujudnya asuhan
keperawatan yang terapeutik. Semakin tinggi self awarness seorang perawat, maka akan
semakin mudah terwujudlah komunikasi terapeutik terhadap klien. Dimensi self awareness
perawat mempunyai hubungan yang signifikan dengan penerapan komunikasi
terapeutik.
Ketika self awarness seorang perawat cukup baik, maka saat hubungan antara perawat dan
klien terjadi, maka perawat tersebut akan dengan mudah menjalin hubungan yang terapeutik
dengan klien. Dalam hal ini klien tidak selalu adalah pasien, akan tetapi bisa berupa individu
yang sehat, keluarga, kelompok atau bahkan di tingkat masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa dengan adanya self awarness yang baik akan
menjadikan seorang perawat mampu mengenali dirinya sendiri serta orang lain, mampu
mengendalikan dirinya untuk bersikap serta menjalin hubungan yang sesuai dengan
tujuannya.
Dengan self awarness yang kuat akan tercipta karakteristik perawat yang terapeutik, yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut, antara lain; Ikhlas (Genuiness), Empati, Kehangatan, Jujur,
Altruistik, Menggunakan etika, serta Bertanggung jawab.
B. Saran
Semoga, apa yang kita pelajari dalam makalah ini dapat kita pelajari dengan sungguh-
sungguh, dan dapat kita terapkan dengan baik. Demikianlah makalah tentang Self Awareness
ini saya buat, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua baik saya yang membuat
maupun yang membaca. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca ,saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
8
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.ump.ac.id/1647/2/Salis%20Daliana_BAB%20I.pdf
https://www.coursehero.com/file/44242452/Self-Awareness-stevendocx/
https://www.scribd.com/document/355082104/KAP-Makalah-Self-Awareness
https://www.scribd.com/document/395560430/Makalah-Self-Awareness
https://www.coursehero.com/file/44242452/Self-Awareness-stevendocx/