Anda di halaman 1dari 9

Psikologi Sosial 1

Edwi Arief Sosiawan, SIP, Msi KULIAH 11

Gaya Presentasi diri Self-Monitoring (Pemantauan Diri)


Setiap orang akan berbeda dalam cara mempresentasikan diri mereka.
Beberapa orang lebih menyadari tentang kesan publik mereka, beberapa orang
mungkin lebih menggunakan persentasi diri yang straregik, sementara yang lain lebih
menyukai pembenaran diri (verifikasi diri). Menurut Mark Snyder (1987), perbedaan
ini berkaitan dengan suatu ciri sifat kepribadian yang disebut dengan self-monitoring
yaitu kecenderungan mengatur perilaku untuk menyesuaikan dengan tuntutan-
tuntutaan situasi sosial. Dengan demikian, self-monitoring adalah kecenderungan
untuk merubah perilaku dalam merespon terhadap presentasi diri yang dipusatkan
pada situasi (Brehm & Kassin, 1993). Atau menurut Worchel, dkk. (2000), self-
monitoring adalah menyesuaikan perilaku terhadap norma-norma situasional dan
harapan-harapan dari orang lain. Sementara Brigham (1991) menyatakan self-
monitoring merupakan proses dimana individu mengadakan pemantauan (memonitor)
terhadap pengelolaan kesan yang telah dilakukannya.
Individu yang memiliki se!f-monitoring yang tinggi (high self-monitors)
menitikberatkan pada apa yang layak secara sosial dan menaruh perhatian pada
bagaimana orang berperilaku dalam setting sosial. Mereka menggunakan informasi ini
sebagai pedoman tingkah laku mereka. Perilaku mereka lebih ditentukan oleh
kecocokan dengan situasi daripada sikap dan perasaan mereka yang sebenarnya.
Mereka cakap dalam merasakan keinginan dan harapan orang lain, terampil atau ahli
dalam mempresentasikan beberapa perilaku dalam situasi-situasi berbeda dan dapat
merubah cara-cara presentasi diri atau memodifikasi perilaku-perilaku untuk
menyesuaikan dengan harapan orang lain. High self-monitors digambarkan sebagai
orang yang memiliki “pragmauic self’. Mereka dapat disebut juga sebagai pengelola
kesan yang lihai (“skilled impression managers).
Sebaliknya individu yang termasuk rendah dalam pemantauan diri (low self-
monitors) cenderung lebih menaruh perhatian pada perasaan mereka sendiri dan
kurang menaruh perhatian pada isyarat-isyarat situasi yang dapat menunjukkan
apakah perilaku mereka sudah layak. Dalam suatu alat tes yang dinamakan “self-
monitoring Scale” yang disusun oleh Mark Snyder dapat diketahui bahwa ternyata
orang mempunyai variasi secara luas dalam kesiapan dan kemampuan untuk
memantau diri mereka sendiri.
Berdasar hasil penelitian, orang yang mendapat skore tinggi pada skala self-
monitoring, akan mendapat keberuntungan dalam situasi sosial, Orang-orang akan
menganggap mereka sebagai orang yang ramah dan relaks (Lippa, 1978), tidak
pemalu dan lebih siap untuk mengambil inisiatif dalam berbagai situasi (Pilkonis,
1977). Tetapi kemungkinan mereka menjadi kurang dapat dipercaya dan dinilai
dangkal (Gergen, 1977). Sehingga diasumsikan bahwa mereka yang berada pada
tingkat self-monitoring yang moderat (sedang/di-tengah-tengah) adalah yang secara
sosial ideal. Sebab hal ini akan membuat mereka bisa berfungsi secara efektif dalam
mempresentasikan diri mereka, tanpa menjadi “bunglon sosial”.
Hasil-hasil penelitian yang lain menunjukkan bahwa karena high self-monitors
mempersepsi diri sendiri sebagai orang yang berhasil dalam memberi kesan pada
orang lain, maka mereka cenderung untuk memiliki harga diri yang lebih tinggi (Sharp
& Getz, 1996). Mereka juga trampil secara sosial dalam menguji hipotesis tentang
kepribadian orang (Dardenne & Leyens, 1995). Mereka juga lebih banyak mengingar
informasi tentang orang-orang lain atau tindakan-tindakan orang lain. High self-
monitors lebih menempatkan pada daya tarik fisik daripada kualitas pribadi ketika
mereka memiliki pasangan romantis. Sedangkan low self-monitors lebih menekankan

www.edwias.com edwias@yahoo.com
Psikologi Sosial 2

Edwi Arief Sosiawan, SIP, Msi KULIAH 11


kecocokan dalam kepribadian dan minat daripada mencocokkan dengan daya tarik
fisik dalam memilih pasangan (Glick. DeMorest, & Hotze, 1988). Akhirnya studi dalam
organisasi menunjukkan bahwa individu yang tinggi self-monitoringnya lebih baik
daripada yang rendah self-monitoringnya dalam bekerja antar departemen atau
antar seksi yang menuntut fleksibilitas dan terbuka dengan keinginan dan harapan
orang lain.

F. Pengungkapan Diri (Self-Disclosure)


Dalam suatu interaksi antara individu dengan orang lain, apakah orang lain
akan menerima atau menolak, bagaimana mereka ingin orang lain mengetahui
tentang mereka akan ditentukan oleh bagaimana individu dalam mengungkapkan
dirinya. Pengungkapan diri (self-disclosure) adalah proses menghadirkan diri yang
diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi dengan orang lain
(Wrightsman, 1987).
Menurut Morton (dalam Sears, dkk., 1989) pengungkapan diri merupakan
kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi di
dalam pengungkapan diri ini bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskniptif artinya
individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum
diketahui oleh pendengar seperti, jenis pekerjaan, alamat dan usia. Sedangkan
evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya seperti
tipe orang yang disukai atau hal-hal yang tidak disukai atau dibenci.
Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi perilaku,
sikap, perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di dalam diri
orang yang bersangkutan. Kedalaman dan pengungkapan diri seseorang tergantung
pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi. Jika orang yang berinteraksi
dengan menyenangkan dan membuat merasa aman serta dapat membangkitkan
semangat maka kemungkinan bagi idividu untuk lebih membuka diri amatlah besar.
Sebaliknya pada beberapa orang tertentu yang dapat saja menutup diri karena
merasa kurang percaya (Devito, 1992).
Dalam proses pengungkapan diri nampaknya individu-individu yang terlibat
memiliki kecenderungan mengikuti norma resiprok (timbal balik). Bila
seseorang menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi, maka akan cenderung
memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya mengharapkan orang lain
memperlakukan sama seperti memperlakukan mereka (Raven & Rubin, 1983).

“Seseorang yang mengungkapkan informasi pribadi yang lebih akrab daripada


yang kita lakukan akan membuat kita merasa terancam dan kita akan lebih
senang mengakhiri hubungan semacam ini. Bila sebaliknya kita yang
mengungkapkan diri terlalu akrab dibandingkan orang lain, kita akan merasa
bodoh dan tidak aman” (Sears, dkk., 1988).

Kebudayaan juga memiliki pengaruh dalam pengungkapan diri seseorang.


Tiap-tiap bangsa dengan corak budaya masing-masing memberikan batas tertentu
sampai sejauh mana individu pantas atau tidak pantas mengungkapkan diri. Kurt
Lewin (dalam Raven & Rubin, 1983) dari hasil peneitiannya menemukan bahwa orang-
orang Amerika nampaknya lebih mudah terbuka daripada orang-orang Jerman, tetapi
keterbukaan ini hanya terbatas pada hal-hal permukaan saja dan sangat enggan
untuk membuka rahasia yang menyangkut pribadi mereka. Di lain pihak, orang
Jerman pada awalnya lebih sulit untuk mengungkapkan diri meskipun untuk hal-hal
yang bersifat permukaan, namun jika sudah menaruh kepercayaan, maka mereka

www.edwias.com edwias@yahoo.com
Psikologi Sosial 3

Edwi Arief Sosiawan, SIP, Msi KULIAH 11


tidak enggan untuk membuka rahasia pribadi mereka yang paling dalam.

Tingkatan-tingkatan pengungkapan diri


Dalam proses hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda
dalam pengungkapan diri. Menurut Powell (dalam Supratikna, 1995) tingkatan-
tingkatan pengungkapan diri dalam komunikasi yaitu
a. Basa-basi merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal,
walaupun terdapat keterbukaan diantara individu, terapi tidak terjadi hubungan
antar pribadi. Masing-masing individu berkomuniikasi basa-basi sekedar
kesopanan.
b. Membicarakan orang lain yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah tentang
orang lain atau hal-hal yang diluar dirinya. Walaupun pada tingkat ini isi
komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak mengungkapkan
diri.
c. Menyatakan gagasan atau pendapat sudah mulai dijalin hubungan yang erat.
Individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lain.
d. Perasaan : setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama
tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap
individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan pertemuan
antar pribadi yang sungguh-sungguh, haruslah didasarkan atas hubungan yang
jujur, terbuka dan menyarankan perasaan-perasaan yang mendalam.
e. Hubungan puncak : pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam, individu
yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang dialami
individu lainnya. Segala persahabatan yang mendalam dan sejati haruslah
berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.

Sementara Alman dan Taylor mengemukakan suatu model perkembangan


hubungan dengan pengungkapan diri sebagai media utamanya. Proses untuk
mencapai keakraban hubungan antar pribadi disebut dengan istilah penetrasi sosial .
Penetrasi sosial ini terjadi dalam dua dimensi utama yaitu keluasan dan kedalaman.
Dimensi keluasan yaitu dimana seseorang dapat berkomunikasi dengan siapa saja baik
orang asing atau dengan teman dekat. Sedangkan dimensi kedalaman dimana
seseorang berkomunikasi dengan orang dekat, yang diawali dan perkembangan
hubungan yang dangkal sampai hubungan yang sangat akrab, atau mengungkapkan
hal-hal yang bersifat pribadi tentang dirinya. Pada umumnya ketika berhubungan
dengan orang asing pengungkapan diri sedikit mendalam dan rentang sempit (topik
pembicaraan sedikit). Sedangkan perkenalan biasa, pengungkapan diri lebih
mendalam dan rentang lebih luas. Sementara hubungan dengan teman dekat ditandai
adanya pengungkapan diri yang mendalam dan rentangnya terluas (topik
pembicaraan semakin banyak) (Sears, dkk. , 1999).

Fungsi pengungkapan diri.


Menurut Derlega dan Grzelak (dalam Sears, dkk., 1988) ada lima fungsi
pengungkapan diri, yaitu :
a. Ekspresi (expression)
Dalam kehidupan ini kadang-kadang manusia mengalami suatu kekecewaan atau
kekesalan, baik itu yang menyangkut pekerjaan ataupun yang lainnya. Untuk
membuang semua kekesalan ini biasanya akan merasa senang bila bercerita pada

www.edwias.com edwias@yahoo.com
Psikologi Sosial 4

Edwi Arief Sosiawan, SIP, Msi KULIAH 11


seorang teman yang sudah dipercaya. Dengan pengungkapan diri semacam ini
manusia mendapat kesempatan untuk mengekspresikan perasaan kita.
b. Penjernihan diri (self-clarification)
Dengan saling berbagi rasa serta menceritakan perasaan dan masalah yang
sedang dihadapi kepada orang lain, manusia berharap agar dapat memperoleh
penjelasan dan pemahaman orang lain akan masalah yang dihadapi sehingga
pikiran akan menjadi lebih jernih dan dapat melihat duduk persoalannya dengan
lebih baik.
c. Keabsahan sosial (sosial validation)
Setelah selesai membicarakan masalah yang sedang dihadapi, biasanya
pendengar akan memberikan tanggapan mengenai permasalahan tersebut
Sehingga dengan demikian, akan mendapatkan suatu informasi yang bermanfaat
tentang kebenaran akan pandangan kita. Kita dapat memperoleh dukungan atau
sebaliknya.
d. Kendali sosial (social control)
Seseorang dapat mengemukakan atau menyembunyikan informasi tentang
keadaan dirinya yang dimaksudkan untuk mengadakan kontrol sosial, misalnya
orang akan mengatakan sesuatu yang dapat menimbulkan kesan baik tentang
dirinya.
e. Perkembangan hubungan (relationship development).
Saling berbagi rasa dan informasi tentang diri kita kepada orang lain serta saling
mempercayai merupakan saran yang paling penting dalam usaha merintis suatu
hubungan sehingga akan semakin meningkatkan derajat keakraban.

Pedoman dalam Pengungkapan Diri


Pengungkapan diri kadang-kadang menimbulkan bahaya, seperti resiko adanya
penolakan atau dicemooh orang lain, bahkan dapat menimbulkan kerugian material.
Untuk itu, kita harus mempelajari secara cermat konsekuensi-konsekuensinya
sebelum memutuskan untuk melakukan pengungkapan diri.
Menurut Devito (1992) hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
pengungkapan diri adalah sebagai berikut:
a. Motivasi melakukan pengungkapan diri
Pengungkapan diri haruslah didorong oleh rasa berkepentingan terhadap
hubungan dengan orang lain dan diri sendiri. Sebab pengungkapan diri tidak
hanya bersangkutan dengan diri kita saja tetapi juga bersangkutan dengan orang
lain. Kadang-kadang keterbukaan yang kita ungkapkan dapat saja melukai
perasaan orang lain.
b. Kesesuaian dalam pengungkapan diri.
Dalam melakukan pengungkapan diri haruslah disesuaikan dengan keadaan
lingkungan. Pengungkapan diri haruslah dilakukan pada waktu dan tempat yang
tepat. Misalnya bila kita ingin mengungkapkan sesuatu pada orang lain maka kita
haruslah bisa melihat apakah waktu dan tempatnya sudah tepat.
c. Timbal balik dan orang lain.
Selama melakukan pengungkapan diri, berikan lawan bicara kesempatan untuk
melakukan pengungkapan dirinya sendiri. Jika lawan bicara kita tidak melakukan
pengungkapan diri juga, maka ada kemungkinan bahwa orang, tersebut tidak
menyukai keterbukaan yang kita lakukan.

SIKAP (attitude)
www.edwias.com edwias@yahoo.com
Psikologi Sosial 5

Edwi Arief Sosiawan, SIP, Msi KULIAH 11

Pengertian
Perilaku manusia juga dilatar belakangi oleh sikap. Sikap sendiri memeiliki
pengertian sebagai “organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau
situasi relatif yang relatif ajeg yang disertai adanya perasaan tertentu dan
memberikan dasar kepada organisme untuk membuat respon atau perilaku dalam
cara tertentu yang dipilihnya”. Atau dalam bahasa sederhana sikap adalah kesediaan
beraksi terhadap suatu hal.
Sikap memiliki beberapa pengertian dan definisi sebagai berikut :
• Sikap adalah predisposisi mental untuk melakukan suatu tindakan (Kimmball
Young (1945)
• Sikap adalah keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungan
dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu (Sherif & sherif
1956)
• Sikap adalah predidposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten
dalam tatacara tertentu dan berkenaan dengan objek tertentu (Fishbein &
Ajzen 1975)
• Kesimpulannya pengertain sikap adalah kecenderungan untuk bertindak dan
bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan.

Komponen sikap
Sikap merupakan hubungan dari berbagai komponen yang terdiri atas :
a. Komponen kognitif : yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan
dan informasi yang dimilki seseorang tentang objek sikapnya atau komponen
yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan atau bagaimana
mempersepsi objek
b. Komponen afektif : komponen yang bersifat evaluatif yang berhubungan
dengan rasa senang dan tidak senang
c. Komponen konatif : kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang
berhubungan dengan objek sikapnya atau komponen yang berhubungan
dengan kecenderungan bertindak terhadap objek

Ciri-ciri sikap
Sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Sikap tidak dibawa sejak lahir
Berarti manusia dilahirkan tidak membawa sikap tertentu pada suatu objek.
Oleh karenanya maka sikap terbentuk selama perkembangan individu yang
bersangkutan. Karena terbentuk selama perkembangan maka sikap dapat
berubah, dapat dibentuk dan dipelajari. Namun kecenderungannya sikap
bersifat tetap.
b. Sikap selalu berhubungan dengan objek
Sikap terbentuk karena hubungan dengan objek-objek tertentu, melalui
persepsi terhadap objek tersebut.
c. Sikap dapat tertuju pada satu objek dan sekumpulan objek
Bila seseorang memiliki sikap negatif pada satu orang maaka ia akan
menunjukkan sikap yang negatif pada kelompok orang tersebut.
d. Sikap itu dapat berlangsung lama ataau sebentar

www.edwias.com edwias@yahoo.com
Psikologi Sosial 6

Edwi Arief Sosiawan, SIP, Msi KULIAH 11


Jika sikap sudah menjadi nilai dalam kehidupan seseorang maka akan
berlangsung lama bertahan, tetapi jika sikap belum mendalam dalam diri
seseorang maka sikap relaatif dapat berubah.
e. Sikap mengandung perasaan atau motivasi
Sikap terhaadap sesuaatu akan diikuti oleh perasaan tertentu baik positif
maupun negatif. Sikap juga mengandung motivasi atau daya dorong untuk
berperilaku.

Interaksi Sosial
Sebagai makhluk individual manusia mempunyai dorongan atau motif untuk
mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial
manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain,
manusia mempunyai dorongan sosial. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada
manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau
untuk mengadakan interaksi. Dengan demikian maka akan terjadilah interaksi antara
manusia satu dengan manusia yang lain.

Pengertian interaksi sosial


Interaksi sosial adalah hubungan antar individu satu dengan individu lainnya.
Individu satu dapat mempengaruhi yang lain begitu juga sebaliknya. (definisi secara
psikologi sosial). Pada kenyataannya interaksi yang terjadi sesungguhnya tidak
sesederhana kelihatannya melainkan merupakan suatu proses yang sangat kompleks.
Interaksi terjadi karena ditentukan oleh banyak faktor termasuk manusia lain yang
ada di sekitar yang memiliki juga perilaku spesifik.
Di dalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan
dengan yang lain, atau sebaliknya. Pengertian penyesuaian di sini dalam arti yang
luas, yaitu bahwa individu dapat melebur diri dengan keadaan di sekitarnya, atau
sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dalam diri
individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan.

Faktor-faktor dasar penyebab interaksi manusia


a. Faktor imitasi ; imitasi merupakan dorongan untuk meniru orang lain.
Menurut Tarde faktor imitasi ini merupakan satu-satunya faktor yang
mendasari atau melandasi interaksi sosial. Seperti yang dikemukakan oleh
Gerungan (1966:36). Imitasi tidak berlangsung secara otomatis melainkan
dipengaruhi oleh sikap menerima dan mengagumi terhadap apa yang diimitasi.
Untuk mengadakan imitasi atau meniru ada faktor psikologis lain yang berperan.
Dengan kata lain imitasi tidak berlangsung secara otomatis, tetapi ada faktor lain
yang ikut berperan, sehingga seseorang mengadakan imitasi. Bagaimana orang
dapat mengimitasi sesuatu kalu orang yang bersangkutan tidak mempunyai sikap
menerima terhadap apa yang diimitasi itu. Dengan demikian untuk mengimitasi
sesuatu perlu adanya sikap menerima, ada sikap mengagumi terhadap apa yang
diimitasi itu, karena itu imitasi tidak berlangsung dengan sendirinya. Contoh dari
imitasi adalah bahasa; anak belajar berbahasa melalui peniruan terhadap orang
lain selain itu mode-mode yang melanda masyarakat berkembang karena faktor
imitasi.

b. Faktor sugesti ; adalah pengaruh psikis yang diterima tanpa adanya kritik
www.edwias.com edwias@yahoo.com
Psikologi Sosial 7

Edwi Arief Sosiawan, SIP, Msi KULIAH 11


Yang dimaksud dengan sugesti ialah pengaruh psikis, baik yang datang dari
diri sendiri, maupun yang datang dari orang lain, yang pada umumnya diterima
tanpa adanya kritik dari individu yang bersangkutan. Karena itu segesti dapat
dibedakan (1) auto sugesti, yaitu sugesti terhadap diri sendiri, sugesti yang datang
dari dalam diri individu yang bersangkutan, dan (2) hetero sugesti, yaitu sugesti
yang datang dari orang lain. Misal sering seseorang merasa sakit-sakit saja,
walaupun secara obyektif yang bersangkutan dalam keadaan sehat-sehat saja terapi
karena auto-sugesti orang tersebut merasa tidak dalam keadaan sehat, maka ia
merasa tidak sehat. Contoh untuk hetero sugesti adalah misal dalam bidang
perdagangan, orang mempropagandakan dagangannya sedemikian rupa, hingga
tanpa berfikir lebih lanjut orang termakan propaganda itu, dan menerima saja apa
yang diajukan oleh pedagang yang bersangkutan.
Imitasi dan sugesti peranannya dalam interaksi hampir sama besarnya, namun
berbeda. Dalam imitasi, orang yang mengimitasi keadaannya aktif sebaliknya
dengan yang diimitasi dalam keadaan pasif. Sedangkan dalam sugesti orang dengan
sengaja dan aktif memberikan pandangan, norma dan sebagainya agar orang lain
menerima.
Terjadinya proses sugesti mengikuti dalil sebagai berikut :
• Sugesti akan mudah diterima orang lain, bila daya kritisnya dihambat.
Orang yang kemampuan berpikirnya kurang atau kurang kritis akan mudah
dipengaruhi. Daya kritis tersebut akan terhambat bila orang terkena stimulus
yang bersifat emosional. Atau dalam keadaan fisik dan jiwa yang lelah. Misal
orang yang telah berjam-jam rapat, ia sudah lelah baik fisik maupun
psikologis , adanya keenganan untuk berfikir secara berat, sehingga biasanya
dalam keadaan yang demikian orang akan mudah menerima pendapat,
pandangan dari pihak lain, atau dengan kata lain orang yang bersangkutan
akan mudah menerima sugesti dari pihak lain.
• Sugesti akan mudah diterima orang lain, bila kemampuan berpikirnya
terpecah belah (dissosiasi). Orang mengalami dissosiasi bila orang itu dalam
keadaan kebingungan sehingga mudah menerima pengaruh orang lain. Secara
psikologis orang yang dalam keadaan bingung berusaha mencari penyelesaian
karena jiwanya tidak tenteram sehingga mudah dipengaruhi oleh pihak lain.
• Sugesti akan mudah diterima orang lain, bila materinya mendapat
dukungan orang banyak (sugesti mayoritas). Dalam dalil ini orang akan
mudah menrima pandangan, nporma, pendapat dan sebagainya bila hal
tersebut telah mendapatkan dukungan mayoritas.
• Sugesti akan mudah diterima orang lain, bila yang memberikan materi
adalah orang yang memiliki otoritas. Walau materi yang diberikan sama
tetapi kalau yang memberikan berbeda maka akan terdapat pula perbedaan
dalam penerimaan. Orang yang memiliki otoritas akan cenderung mudah
diterima karena tingkat kepercayaan yang tinggi
• Sugesti akan mudah diterima orang lain, bila pada orang yang
bersangkutan telah ada pendapat yang mendahului yang searah. Bila
dalam diri orang ada pendapat yang telah mendahului dan searah dengan yang
disugestikan maka umumnya orang akan mudah menerima pendapat tersebut

c. Faktor identifikasii, adalah dorongan untuk menjadi identik (sama ) dengan


orang lain. . Identifikasi adalah suatu istilah yang dikemukakan oleh Freud,
seorang tokoh dalam psikologi dalam, khususnya dalam psikoanalisis. Contoh
anak-anak belajar norma-norma sosial dari hasil identifikasinya terhadap orang
www.edwias.com edwias@yahoo.com
Psikologi Sosial 8

Edwi Arief Sosiawan, SIP, Msi KULIAH 11


tua mereka. Di dalam identifikasi anak akan mengabil oper sikap-sikap ataupun
norma-norma dari orang tuanya yang dijadikan tempat identifikasi itu. Dalam
proses identifikasi ini seluruh norma-norma, cita-cita, sikap dan sebagainyadari
orang tua sedapat mungkin dijadikan norma-norma, sikap-sikap dan sebagainya
itu dari anak sendiri, dan anak menggunakan hal tersebut dalam perilaku sehari-
hari
d. Faktor Simpati, merupakan perasaan tertarik kepada orang lain. Oleh karena
merupakan perasaan maka timbulnya atas dasar emosi. Dalam simpati orang
merasa tertarik pada orang lain yang seakan-akan berlangsung dengan sendirinya,
apa sebabnya tertarik sering tidak dapat memberikan penjelasan lebih lanjut.
Lawan dari simpati adalah antipati yaitu merupakan penolakan atau bersifat
negatif. Sedangkan empati adalah kecenderungan untuk ikut merasakan segala
sesuatu yang sedang dirasakan orang lain (feeling with another person).

Teori-teori hubungan interpersonal


Ada 4 model hubungan interpersonal yaitu meliputi :
a. Model pertukaran sosial (social exchange model)
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang
berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya.
Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif)
atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
b. Model peranan (role model)
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang
memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan
dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role
expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills)
dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban,
tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan
adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu
ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
c. Model permainan (games people play model)
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini
menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam
bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3
bagian yaitu :
• Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang
merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang
dianggap sebagi orang tua).
• Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang
mengolah informasi secara rasional)
• Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari
perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi,
spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang
yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian
tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian
pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan
merawatnya (kepribadian orang tua).
d. Model Interaksional (interacsional model)

www.edwias.com edwias@yahoo.com
Psikologi Sosial 9

Edwi Arief Sosiawan, SIP, Msi KULIAH 11


Model ini memandang hubungann interpersonal sebagi suatu sistem . Setiap
sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini
menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.

www.edwias.com edwias@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai