Anda di halaman 1dari 20

TEORI-TEORI KOMUNIKASI

A.Teori Komunikasi Antarpribadi

Berdasarkan maknanya komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses


pertukaran pesan yang bermakna di antara dua orang yang saling berinteraksi. Pengertian proses
mengacu pada perubahan pengetahuan maupun tindakan yang berlangsung selama interaksi
terjadi.

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication), juga merupakan suatu bentuk


pertukaran pesan, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan baik secara verbal (lisan
dan tulisan) maupun secara non verbal (gerakan tubuh, ekspresi wajah dan sebagainya) dalam
interaksi tersebut.

(Indrayanti(2014), Teori komunikasi antarpribadi, Makassar)

1. Teori Pengurangan Ketidakpastian

Teori Pengurangan Ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory) dicetuskan oleh


Charles Berger dan Ricard Calabresse pada tahun 1975. Berger dan Calabresse mengemukakan
komunikasi artinya sesuatu hal agar dapat mengurangi ketidakpastian yang pastinya pertama
untuk orang-orang yang baru saja berkenalan atau juga sama sekali tidak mengenal satu sama
lainnya sehingga waktu ketidakpastian yang terjadi menjadi berkurang sehingga membentuk
suasana yang kondusif upaya untuk pengembangan hubungan interpersonal.

Teori ini selalu dikatakan teori interaksi pertama (initial interaction theory) yang
mengemukakan jika saat 2 orang asing berjumpa maka pikiran 2 orang tersebut ialah upaya agar
bisa mengurangi ketidakpastian. pada teori ini berger serta calabresse memberitahu dengan rinci
sesuatu mana saja pertama terjadi didalam perjumpaan.

Teori pengurangan ketidak pastian ini mengungkap beberapa aksioma, yang berkaitan
dengan apa yang dilakukan manusia dalam menjalin relasi antar priadi. Aksioma tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Komunikasi verbal: menghadapi tingginya ketidakpastian pada awal perjumpaan dengan


orang yang tidak dikenal.
2. Kehangatan non verbal: begitu terjadi peningkatan ekspresi non verbal maka derajat ketidak
pastian akan berkurang pada situasi awal interaksi.

3. Pencarian informasi: tingginya derajat ketidak pastian akan meningkatkan perilaku


informasi.

4. Self-disclosure: tingginya ketidak pastian dalam satu relasi akan menurungkan derajat intim
dalam komunkasi.

5. Timbal balik: tingginya ketidak pastian menghasilkan tingginya tingkat timbal balik.

Sebagaimana teori-teori yang ada, Teori pengurangan ketidakpastian juga dibangun atas
berbagai asumsi, yang menggambarkan tentang pandangan para pendirinya. Asumsi-asumsi
dalam Teori Pengurangan Ketidakpastian terdiri dari:

a) Individu mengalami ketidakpastian dalam latar belakang masing-masing individu saat


berkomunikasi dengan orang asing.2qw

b) Ketidakpastian merupakan situasi yang tidak disukai dan dapat menimbulkan stress secara
kognitif sebab seseorang membutuhkan energi cukup besar untuk menghadapi situasi tersebut.

c) Ketika dua orang yang tidak saling mengenal bertemu dan terlibat percakapan, maka mereka
akan berupaya untuk mengurangi ketidakpastian atau meningkatkan prediktabilitas (kemampuan
membuat perkiraan terhadap pihak lain). Untuk meningkatkan prediktabilitas, maka seseorang
perlu mencari informasi dengan bertanya kepada orang yang baru dikenalnya itu. Semakin
banyak interaksi yang terjadi, ketidakpastian akan semakin berkurang.

d) Komunikasi interpersonal merupakan proses yang berkembang setelah melalui beberapa


tahapan atau fase. Pertama fase awal, yaitu tahapan awal saat seseorang memulai interaksi
dengan orang lain yang baru dikenal. Kedua fase personal, yaitu tahapan saat mereka melakukan
komunikasi secara lebih spontan dan mulai mengungkapkan informasi yang lebih bersifat
individual. Tahap personal bisa terjadi berbarengan dengan tahap awal, namun umumnya terjadi
setelah beberapa kali interaksi. Ketiga fase akhir, yaitu tahap saat seseorang memutuskan untuk
meneruskan hubungan yang telah terjadi atau justru memutuskan hubungan tersebut.

e) Komunikasi antarpribadi merupakan alat utama untuk mengurangi ketidakpastian.


f) Jumlah dan sifat informasi yang dimiliki seseorang berubah sepanjang waktu, sebab
komunikasi antarpribadi berkembang secara bertahap dan interaksi awal merupakan elemen
penting dalam proses perkembangan hubungan interpersonal. g) Sangat mungkin bagi kita untuk
menduga perilaku seseorang orang berdasarkan kesamaan karakternya dengan orang- orang yang
memiliki gaya hidup yang sama (West dan Turner, 2013, p. 150).

(Teori Pengurangan Ketidakpastian,¹Winda kustiawan , ²Nabilla miftahul jannah, Jurnal


Perpustakaan dan Informasi, Vol. 1 No. 2 hal. 98-100)

2.Teori Penilaian Sosial

Teori Penilaian Sosial merupakan bagian dari teori komunikasi yang menggambarkan
dan menguraikan bagaimana individu menilai pesan-pesan yang diawali, ketika mendengar atau
merespon suatu pesan. Seperti yang dikemukakan oleh Muzafer Sherif, bahwa seseorang akan
lebih cenderung memberikan penilaian berdasarkan pengalaman yang dimiliki untuk melakukan
seleksi sekaligus mempertimbangkan setiap informasi yang diterima. Secara umum, teori
penilaian sosial ini digunakan untuk menganalisis proses- proses seseorang dalam menilai pesan-
pesan komunikasi. Dalam pandangan sosial, mengacu pada sifat internal dan berdasarkan pada
pengalaman masa lalu. Acuan internal atau titik referensi selalu mempengaruhi cara seseorang
dalam merespon suatu pesan.

Teori penilaian sosial (social judgement teory) memberikan perhatian pada bagaimana
orang memberikan penilaian mengenai segala informasi atau pernyataan yang didengarnya.
Teori penilaian sosial disusun berdasarkan penelitian Muzafer sheriff, yang berupaya
memperkirakan bagaimana orang menilai pesan dan penilaian yang dibuat tersebut dapat
mempengaruhi sistem kepercayaan yang sudah dimiliki sebelumnya (Morissan, 2013:79).

Teori ini juga menyatakan bahwa lingkungan sosial dalam bentuk interaksi dengan orang
lain akan menciptakan penilaian manusia, yang sekaligu smenjadi upaya dalam memahami
proses penilaian yang harus dihadapi oleh masing-masing orang. Penjelasan dalam teori ini
berupa proses mengubah konsepsi bagaimana individu memproses pesan dari yang semula
berupa stimulasi selanjutnya dikonfirmasi sebagai individual's stand on a particular social issues.
Kemudian berubah menjadi referensi yang berbentuk range of position berupa garis diantara 2
titik yaitu diantara sikap penerimaan atau commitment dan penolakan atau non commitment
terhadap pesan yang disampaikan (Larson, 2010).

(PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP SIKAP DAN PENDAPAT PEMUDA


MENGENAI UJARAN KEBENCIAN,Eddy Syarif,Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 |
Desember 2019)

Dalam Teori penilaian sosial ini terdapat tiga zona atau aksioma sikap individu dalam
melakukan interaksi sosial yaitu Penerimaan, Penolakan dan non komitmen. Konsep ini diawali
ketika seseorang mendengar ataupun merespon suatu pesan maka seseorang akan cenderung
untuk memberikan penilaian berdasarkan atas pengalaman yang telah dimiliki untuk menseleksi
dan mempertimbangkan setiap informasi yang diterima. Sherif berpendapat bahwa Dalam
menilai pesan-pesan komunikasi terdapat proses-proses yang sama dalam beroperasi. Dalam
persepsi sosial, acuan-acuan ini bersifat internal dan didasarkan pada pengalaman masa lalu.

Keterlibatan egoinvolvement menurut sheriff merupakan hal yang krusial terhadap suatu
isu atau masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Oleh karena itu, keterlibatan diri merupakan
variabel kunci dalam penentuan rentang penerimaan dan juga rentang penolakan dalam diri
seseorang. Hal ini merupakan tingkatan sejauh mana sikap seseorang terhadap sesuatu yang
mempengaruhi konsep diri atau tingkat penting yang diberikan pada masalah tersebut.

Seperti yang dikemukakan oleh sherif bahwa individu akan menilai menguntungkan atau
tidaknya suatu pesan didasarkan pada acuan-acuan internal dan keterlibatan ego. Dilain sisi teori
ini juga menunjukkan bahwa proses penilaian tersebut melibatkan distorsi. Pengaruh rentangan
juga timbul apabila seseorang menilai suatu pesan sebagai hal sendiri daripada hal yang
sebenarnya, dan pengaruh asimilasi terjadi apabila seseorang menilai pesan tersebut lebih dekat
dengan sudut pandang mereka daripada yang sebenarnya.

Dalam Teori penilaian sosial ini membantu pemahaman kita tentang komunikasi sebagai
perubahan sikap. Teori penilaian social juga membantu membuat prediksi perubahan sikap
berdasarkan rentang yang ada, yaitu: (1) Pesan-pesan yang jatuh pada rentang penerimaan
cenderung akan mempermudah perubahan sikap; (2) Jika suatu pesan oleh seseorang dinilai
terletak dalam rentang penolakan, maka perubahan sikap akan berkurang atau tidak ada; (3)
Dalam rentang penerimaan dan rentang non komitmen semakin tidak sesuai suatu pesan dengan
pendirian/prinsip seseorang, maka akan semakin besar kemungkinan sikap akan berubah. Teori
ini menyatakan bahwa perubahan sikap seseorang terhadap objek sosial atau isu tertentu
merupakan hasil proses pertimbangan yang terjadi dalam diri orang tersebut terhadap pokok
persoalan yang dihadapi. Proses mempertimbangkan isu atau objek sosial tersebut berpatokan
pada kerangka rujukan yang dimiliki seseorang. Kerangka inilah yang menjadi rujukan
bagaimana seseorang memposisikan dan menyortir pesan yang diterima dan membandingkannya
dengan sudut pandang yang rasional yang lebih jauh dari sudut pandang mereka

(PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP SIKAP DAN PENDAPAT PEMUDA


MENGENAI UJARAN KEBENCIAN,Eddy Syarif,Jurnal Common | Volume 3 Nomor 2 |
Desember 2019)

3. Teori Penetrasi Sosial

Teori yang dicetuskan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor ini merujuk kepada
hubungan interpersonal. Sesuai ungkapan Irwin Altman dan Dalmas Taylor, (2008:196) bahwa
teori penetrasi sosial menggambarkan proses ikatan hubungan di mana individu-individu
bergerak dari komunikasi dangkal (superficial) menuju komunikasi yang lebih intim (kompleks).
Altman dan Taylor menegaskan bahwa keintiman yang dimaksud tidak sekedar hubungan fisik,
melainkan intelektual dan emosional hingga batasan dimana pasangan melakukan aktivitas
bersama

Teori Penetrasi sosial (Social Penetration Theory) menjelaskan proses terjadinya


komunikasi sosial dengan terbentuknya pola pengembangan hubungan. Teori ini mengemukakan
bahwa manusia tidak dapat menjalin kedekatan hubungan kepada seseorang secara rentang
waktu dekat, melainkan perlunya beberapa waktu untuk individu saling membuka diri. Biasanya
individu yang baru saling mengenal akan sekedar basa-basi sebagai bentuk formalitas. Sekilas
tidak terlihat penting, tetapi 'basa-basi' adalah langkah awal dalam proses selanjutnya, menuju
komunikasi yang lebih intim.

Penetrasi sosial tidak terjadi begitu saja, terjalinnya hubungan dari dangkal hingga lebih
intim harus melalui tahapan asumsi sebagai berikut:
a. Tahap Orientasi

Tahap awal, menjadi gerbang pertukaran informasi antar individu pertama kali. Individu
secara bertahap akan membuka diri kepada pihak lain. Proses perkenalan dan berbagi informasi
umum yang semua orang tahu seperti; nama panggilan, akun sosial media, gender, fisik, dan
dialek berbicara. Disinilah individu mengelupas lapisan terluarnya. Contoh: Ketika kita masuk
ke komunitas dengan tujuan tertentu, maka kita akan menyesuaikan diri dengan komunitas
karena kita ingin masuk. Namun pada prosesnya, akan terjadi seleksi, apakah kita tepat berada di
komunitas dan menemukan chemistry atau sebaliknya.

b. Tahap Pertukaran Aktif Eksplorasi

Tahap ini adalah lapisan kedua dari kulit bawang, terjadi ekspansi awal dari informasi
dan perpindahan ke tingkat pengungkapan yang lebih dalam dari tahap pertama. Individu sudah
mulai membuka diri, serta mengeksplorasi pihak lain untuk menemukan dan membagikan hal
yang disukai oleh masing-masing individu seperti; hobi, lagu favorit, makanan favorit. Hal ini
terjadi secara timbal balik dengan arus komunikasi dua arah.

Pada umumnya, di tahap ini akan terjadi pencocokan antara diri individu untuk
melanjutkan hubungan dangkal ke tahap lebih intim dengan menemukan kenyamanan atau
memotong hubungan dan tidak melanjutkannya karena tidak menemukan chemistry satu sama
lain. Contoh: Ketika sudah berkenalan dengan orang lain, individu secara perlahan akan
mengetahui atau menyadari hal-hal khusus dari temannya, seperti temannya tidak menyukai buah
jeruk dan cenderung memilih buah apel, sudah mulai bisa membaca ekspresi emosional pihak
lain.

c. Pertukaran Afektif

Tahap lanjut, individu membagikan informasi yang menyangkut ranah privasi ataupun
pribadi yang tidak semua orang tahu. Tahap ini, individu telah menyeleksi pihak-pihak yang
dapat bertukar informasi ditandai dengan hubungan persahabatan yang dekat atau hubungan
antar individu yang lebih intim. Komitmen yang lebih besar serta perasaan yang lebih nyaman
terhadap pihak lain menjadi ciri tahap ini. Ungkapan, kata-kata, atau perilaku yang bersifat lebih
personal atau unik banyak digunakan pada tahap ini.
Teman yang sudah mengenal lama tentunya mengetahui latar belakang keluarga masing-
masing, atau sisi kelam dari diri masing-masing. Contoh: A dan B adalah sahabat karib. B
mengetahui bahwa A merupakan anak dari seorang bandar narkoba, dan itu merupakan rahasia
dari A. Contoh lebih sederhananya adalah ketika masing-masing individu sudah memahami arti
mimik wajah misalnya anggukan memiliki arti setuju.

d. Tahap Pertukaran Stabil

Tahap akhir dari seluruh tahapan disebut juga sebagai lapisan inti. Terdapat pada bagian
paling dalam. Memasuki fase sangat intim, Pertukaran informasi terjadi secara intim seperti nilai,
kepercayaan, cara pandang terhadap sesuatu. Tahap ini kita telah mengenal individu dengan
sangat dekat hingga memungkinkan para individu untuk memprediksi tindakan-tindakan atau
respon masing-masing dengan baik. Contoh: Ketika individu akan membahas sesuatu, individu
telah memprediksi respon yang dikeluarkan individu lain (rekan atau pasangan).

Dari keempat tahapa asumsi, tahapan paling mudah adalah tahap pertama (orientasi).
Tahap kedua menjadi tahapan penentu apakah hubungan menjadi lebih intim atau tidak berlanjut,
pada tahap kedua, menentukan apakah terjalinnya kemistri. Semakin masuk ke tahap lebih dalam
maka, semakin tebal kulit bawang yang dikupas hingga memerlukan beberapa waktu serta upaya
yang dikeluarkan.

(Teori Penetrasi Sosial,Dr. Winda Kustiawan, Irma Yanti Lubis, Natasya, Ika Sartika,
Faradia Kristanti Dewi, Tris Supriadi, Ilham Anggianto,Jurnal Edukasi Nonformal,VO. 3.
NO. 2 (2022))

Dalam kerangka kerja teori penetrasi sosial, Altman dan Taylor telah menjelaskan empat
pengamatan berikut mengenai proses yang telah membawa seseorang pada titik ini atau bisa di
sebut dengan aksioma:

1. Hal-hal di rumah lebih sering dan lebih cepat daripada informasi pribadi. Ketika sisi tajam
pada irisan baru saja menyentuh wilayah intim, bagian yang lebih tebal telah memotong jalur
yang lebar melalui lingkaran yang lebih luar. Hubungan masih relatif pada tingkat yang tidak
mengenai orang tertentu (laki-laki dewasa jangan menangis). Arthur Van Lear, seorang profesor
di Universitas Connecticut menganalisa isi percakapan dalam mengembangkan hubungan.
Studinya menunjukkan bahwa 14% tidak mengungkapkan sesuatu mengenai pembicara, 65%
menempati hal-hal umum, 19% berbagi detil yang semi pribadi dan hanya 2% menyingkap
rahasia yang mendalam. Penetrasi lebih jauh akan membawa pada suatu titik di mana seseorang
bisa berbagi perasaannya lebih mendalam (misalnya kesengsaraan cinta).

2. Penyingkapan diri adalah timbal balik, khususnya pada tahap awal pengembangan hubungan.
Teori memperkirakan bahwa kenalan baru akan mencapai tingkat yang sama dalam keterbukaan,
tetapi tidak menjelaskan mengapa. Apapun alasannya, teori penetrasi sosial menegaskan hukum
timbal balik.

3. Penetrasi berlangsung cepat pada awalnya tetapi melambat dengan cepat karena ketatnya
bungkusan pada lapisan yang lebih dalam untuk dicapai. Keakraban secara langsung adalah
mitos. Tidak hanya adanya dorongan internal untuk merangsek dengan cepat ke dalam hati, ada
norma-norma kemasyarakatan juga berpengaruh yang terlalu banyak dan terlalu cepat. Sebagian
besar hubungan berhenti sebelum pertukaran keakraban yang stabil ditetapkan. Untuk alasan ini,
hubungan ini memudar atau mati dengan mudah setelah pemisahan atau sedikit ketegangan.
Pembagian yang nyaman dalam hal reaksi positif dan negatif adalah jarang. Ketika hal tersebut
dicapai, hubungan menjadi lebih penting bagi kedua belah pihak, lebih berarti dan lebih abadi.

4. Penetrasi adalah proses bertahap pada penarikan lapisan per lapisan. Persahabatan hangat
antara seseorang akan memburuk jika mereka mulai menutup wilayah hidup mereka yang telah
dibuka sebelumnya. Hubungan mundur akan mengembalikan pada apa yang sebelumnya
dipertukarkan dalam membangun hubungan. Altman dan Taylor membandingkan proses ini
dengan tayangan set-back dalam film. Pembicaraan di permukaan masih berlangsung jauh
setelah penyingkapan yang dalam disembunyikan. Hubungan kemungkinan berakhir tidak
dengan kilauan ledakan kemarahan tetapi dengan peredaman secara bertahap dengan hiburan dan
perhatian.

Ketika kedalaman adalah penting sekali dalam proses penetrasi sosial, perluasan cakupan
menjadi sama pentingnya. Sangat mungkin bagi seseorang secara tulus mengungkap tiap detil
keakraban pada percintaannya, tetapi masih tetap merahasiakan hal-hal mengenai ayahnya yang
pecandu alkohol atau mengenai gangguan kecil pada dirinya dalam proses belajar misalnya.
(TEORI PENETRASI OSIAL DAN HUBUNGAN INTERPERSONAL,Ristiana
Kadarsih,JURNAL DAKWAH, Vol. X No. 1, Januari-Juni 2009)
B. Teori Komunikasi Massa

Teori komunikasi massa adalah landasan, asumsi, atau seperangkat pernyataan yang
berhubungan dengan komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,
heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama yang
dapat diterima secara serentak dan sesaat.

Proses komunikasi massa lebih bersifat kompleks jika dibandingkan dengan komunikasi
lainnya. Informasi yang disampaikan dengan komunikasi massa ini akan dengan cepat menyebar
pada masyarakat umum karena media komunikasi ini sangat mudah ditemukan serta digunakan.
Komunikasi massa bersifat satu arah karena diantara komunikator serta komunikan tidak
bertatap muka secara pribadi. Tidak akan terdapat dialog diantara keduanya. Seorang
komunikator akan sibuk dengan dengan kegiatan penyampaian pesan yang ia lakukan, sementara
komunikan akan sibuk dengan aktivitas ia mendapatkan pesan, dengan begitu komunikasi ini
hanya bersifat satu arah.

( KOMUNIKASI MASSA. Winda KustiawB Tan, Fikrah Khairani Siregar, Sasi Alwiyah,
dkk. JOURNAL ANALY TICA ISLAMICA : Vol. 11 No. 1 Januari – Juni 2022 )

Berdasarkan hasil studi dan penelitian yang dilakukan oleh para ahli mengenai komunikasi
massa ini, setidak ada beberapa teori komunikasi massa yang dapat dijadikan sebagai bahan
analisis dalam mengamati fenomena komunikasi massa. Teori-teori itu diantaranya :

1. Hypodermic Needle Theory

Teori ini bisa dikatakan teori paling tua yang memandang dan menempatkan media
sebagai sesuatu yang perkasa sehingga mampu mempengaruhi orang. Teori ini dikembangkan
oleh Wilbur Shcramm. Menurut teori ini, audience, anggota masyarakat dianggap mempunyai
ciri khusus yang seragam dan dimotivasi oleh faktor biologis dan lingkungan serta mempunyai
sedikit kontrol.

Tidak ada campur tangan diantara pesan dan penerima. Artinya bahwa pesan yang sangat
jelas dan sederhana akan jelas dan sederhana pula responnya. Jadi antara penerima tidak ada
perantara atau langsung diterimanya. Teori ini lebih menitikberatkan pada instuisi daripada bukti
ilmiah, peneliti ilmu sosial yang agak kuno dan sedikit bukti empiris. Teori ini juga memiliki
asumsi bahwa pengelola media lebih pintar dibandingkan dengan audience sehingga audience
dapat ditundukan dan dibentuk sedemikian rupa akibatnya audience dikelabui oleh siaran. Teori
ini mempelajari masalah efek.

2. Cultural imperialism theory

Teori ini diperkenalkan oleh Herb Schiller. Asumsi dasar teori ini menyatakan bahwa
negara Barat mendominasi media di seluruh dunia. Hal ini berarti bahwa media massa Barat
mendominasi media massa di dunia ketiga. Adanya dominasi ini mempunyai efek yang kuat
untuk mempengaruhi media dunia ke tiga, sehingga mereka ingin meniru budaya yang muncul
lewat media tersebut. Saat terjadi peniruan budaya, maka terjadilah apa yang disebut dengan
cultural imperialism (penjajahan budaya).

3. Media equation theory

Teori ini dikembangkan oleh Byron Reeves dan Clifford Nass. Menurut asumsi teori ini,
media diibaratkan manusia. Teori ini memperhatikan bahwa media juga bisa diajak berbicara.
Media bisa menjadi lawan bicara individu seperti dalam komunikasi interpersonal yang
melibatkan dua orang dalam situasi face to face. Media equation theory menjelaskan bahwa
media dianggap sebagai sejajar dengan manusia. Teori ini mengibaratkan bahwa media dapat
berbicara. Persoalan-persoalan hidup dapat dicurhatkan kepada media.

4. Use and Gratifications Theory

Tokoh utamanya adalah Elihu Katz, Jay G. Blumler dan Michael Gurevitch.Teori ini
mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan
media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang
paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Pengguna media mempunyai pilihan
alternatif untuk memuaskan kebutuhannya.

Ada 5 (lima) asumsi dasar dari teori ini, yaitu :

1) Audiens adalah aktif, dan penggunaan media berorientasi pada tujuan.


2) Inisiative yang menghubungkan antara kebutuhan kepuasan dan pilihan media spesifik
terletak di tangan audiens.
3) Media bersaing dengan sumber-sumber lain dalam upaya memuaskan kebutuhan audiens.
4) Orang-orang mempunyai kesadaran-diri yang memadai berkenaan penggunaan media,
kepentingan dan motivasinya.
5) Nilai pertimbangan seputar keperluan audiens tentang media spesifik atau isi harus
dibentuk.

5. Agenda setting theory

Agenda-setting diperkenalkan oleh Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw. Asumsi


dasar teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu
akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap penting
media, maka dianggap penting juga oleh khalayak. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki
efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan
perubahan sikap dan pendapat. Secara spesifik, ada 2 (dua) asumsi mendasar dari teori ini
adalah,

(1). pers dan media tidak mencerminkan realitas yang sebenarnya, melainkan mereka
membentuk dan mengkonstruk realitas tersebut.

(2). media menyediakan beberapa isu dan memberikan penekanan lebih kepada isu tersebut yang
selanjutnya memberikan kesempatan kepada publik untuk menentukan isu mana yang lebih
penting dibandingkan dengan isu lainnya.

6. Dependency Theory

Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra Ball-Rokeach


dan Melvin Defleur. Menurut teori ini, suatu relasi yang bersifat integral antara pendengar,
media. dan sistem sosial yang lebih besar. Dalam pandangan teori ini diprediksikan bahwa
khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi
kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media
massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama
terhadap semua media.
Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem
media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan
dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media,
sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi
sosial.

7. Individual Differences Theory

Dikembangkan oleh Melvin DeFleur. Asumsi dasar teori ini menyatakan bahwa pesan-
pesan yang disampaikan media massa ditangkap oleh individu sesuai dengan kebutuhan masing-
masing. Dalam konteks ini, individu dinilai terdiri atas sejumlah orang yang memiliki perbedaan
baik dari aspek perhatian, minat, keinginan maupun latar belakang (pendidikan, agama, budaya,
ekonomi dan lain sebagainya). Oleh karena itu, efek penerimaan pesan pada individu juga akan
menghasilkan efek yang beragam. Teori ini juga secara tidak langsung membantah bahwa semua
orang memiliki kesamaan dalam hal kecenderungan, minat, perhatian dan penerimaan serta efek
yang sama dari hasil terpaan media.

8. Cultural Norm Theory

Tokoh pencetus teori ini adalah Melvin DeFleur. Asumsi dasarnya adalah media massa
melalui program tertentu dapat menguatkan budaya atau bahkan sebaliknya media massa
menciptakan budaya baru dengan caranya sendiri. Pesan media mampu mengubah norma-norma
budaya yang telah ada/berlaku dalam masyarakat. Dalam hal ini ada tiga indikator peran media
terhadap budaya, yakni: 1. Memperkuat norma, 2. Mengubah norma dam 3. Menciptakan norma
baru.

(Zainal Mukarom. TEORI - TEORI KOMUNIKASI , Jurusan Manajemen Dakwah


Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020, Hal 141-146 )
C. Teori Komunikasi Kelompok

Kelompok merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas kita sehari-hari.
Kelompok baik yang bersifat primer maupun sekunder, merupakan wahana bagi setiap orang
untuk dapat mewujudkan harapan dan keinginannya berbagi semua informasi dalam hamper
semua aspek kehidupan. Ia bisa merupakan media untuk mengungkapkan persoalan-persoalan
pribadi (keluarga sebagai kelompok primer), ia dapat merupakan sarana meningkatkan
pengetahuan para anggotanya (kelompok belajar) dan bisa pula merupakan alat untuk
memecahkan persoalan bersama yang dihadapi seluruh anggota (kelompok pemecah masalah).

Komunikasi kelompok adalah proses komunikasi yang berlangsung antara 3 orang atau
lebih secara tatap muka di mana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lain. Tidak
ada jumlah batasan anggota yang pasti, 2-3 orang atau 20-30 orang, tetapi tidak lebih dari 50
orang. Komunikasi kelompok dengan sendirinya melibatkan pula komunikasi antarpribadi.
Selain itu, komunikasi kelompok cenderung spontan dan belum adanya bagian atau tugas dari
masing-masing anggota yang terstruktur jelas. Jadi, dalam komunikasi ini setiap orang bisa
memegang peranan apa saja.

Setiap orang menghabisakan banyak waktu di dalam berbagai jenis kelompok. Sebagai
anggota keluarga, kelompok sebaya, klub, kelompok kerja atau tim, kelompok agama, dan
kelompok-kelompok sosial lain, secara selektif setiap orang terpapar oleh dunia yang ada di
sekitarnya. Seperti halnya hubungan, kelompok diciptakan dan dipelihara oleh orang yang
terlibat dalam pengolahan pesan timbal balik. Seperti yang dilihat, proses komunikasi membuat
kelompok bekerja. Komunikasi juga sangat penting agar setiap aspek kelompok berfungsi.

Orang bergabung ke dalam kelompok untuk mengejar kebutuhan individu dalam konteks
sosial. Kelompok membantu individu dalam memenuhi sejumlah tujuan, termasuk bergaul dan
bersahabat, memperoleh dukungan untuk perubahan atau pengembangan diri, pertumbuhan
rohaniah, dan keuntungan ekonomi.

(Hj. Ilah Holilah, S.Ag., M.Si.,TEORI-TEORI KOMUNIKASI,Serang:buku ajar teori


komunikasi,hal 31-32)
1.Teori Perbandingan Sosial

Teori perbandingan sosial diformulasikan oleh Festinger (1954). Perkembangan teori ini
dimulai dengan suatu pertimbangan mengenai komunikasi sosial tentang perubahan opini dalam
kelompok sosial. Umumnya, teori ini melihat bahwa proses pengaruh sosial dan beberapa
perilaku kompetitif tertentu berasal dari kebutuhan untuk mengevaluasi diri dan kepentingan
untuk evaluasi ini berdasar pada perbandingan dengan orang lain. Prinsip utama dari teori proses
perbandingan sosial diajukan oleh Festinger (1954) dalam bentuk hipotesis,kesimpulan dan
derivasinya. Pernyataan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk evaluasi, sumber
evaluasi, pilihan seseorang dalam melakukan perbandingan, faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan, berkurangnya perbandingan dan tekanan untuk mencapai kesatuan.

(KONSEP DASAR DAN IMPLIKASI TEORI PERBANDINGAN SOSIAL,Nurfitriany


Fakhri,Jurnal Psikoligi Talenta,Volume 3 No 1 September 2017)

2. Teori Pertukaran Sosial

Teori pertukaran sosial adalah teori dalam ilmu sosial yang menyatakan bahwa dalam
hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling
memengaruhi. Teori ini menjelaskan bagaimana manusia memandang tentang hubungan kita.
dengan orang lain sesuai dengan anggapan diri manusia tersebut terhadap:

1. Keseimbangan antara apa yang di berikan ke dalam hubungan dan apa yang dikeluarkan. dari
hubungan itu.

2. Jenis hubungan yang dilakukan.

3. Kesempatan memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain.

Adapun Asumsi Teori Pertukaran Sosial mengenai sifat dasar manusia Manusia mencari
penghargaan dan menghindari hukuman.

1. Pendekatan ini berasumsi bahwa perilaku orang dimotivasi oleh suatu mekanisme dorongan
internal. Ketika orang merasakan dorongan ini, mereka termotivasi untuk menguranginya,
dan proses pelaksanaannya merupakan hal yang menyenangkan.
2. Manusia adalah makhluk rasional Teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa di dalam
batasan-batasan informasi yang tersedia untuknya, manusia akan menghitung pengorbanan
dan penghargaan dari sebuah situasi tertentu dan ini akan menuntun perilakunya. Hal ini juga
mencakup kemungkinan bahwa, bila dihadapkan pada pilihan yang tidak memberikan
penghargaan, orang akan memilih pilihan yang paling sedikit membutuhkan pengorbanan.
Dengan berasumsi bahwa manusia adalah makhluk rasional, Teori Pertukaran Sosial
menyatakan bahwa manusia menggunakan pemikiran rasional untuk membuat pilihan.

3. Standar yang digunakan manusia untuk mengevaluasi pengorbanan dan penghargaan


bervariasi seiring berjalannya waktu dari satu orang ke orang lainnya. Bahwa teori ini harus
mempertimbangkan adanya keanekaragaman. Tidak ada satu standar yang diterapkan pada
semua orang untuk menentukan apa pengorbanan dan apa penghargaan itu

Adapun Asumsi Teori mengenai sifat dasar dari suatu hubungan

1. Hubungan memiliki sifat saling ketergantungan. Dalam pendekatan mereka tentang


hubungan, Thibaut dan Kelley lebih memilih untuk menamakan teori ini Teori Interpedensi
dibandingkan Pertukaran Sosial atau Teori Permainan. Mereka memutuskan demikian karena
mereka ingin menghindarkan pemikiran menang-kalah dalam teori permainan dan mereka
ingin menekankan bahwa pertukaran sosial merupakan fungsi saling ketergantungan.

2. Kehidupan yang berhubungan adalah sebuah proses. Dengan menyatakan hal ini, para
peneliti ini mengakui pentingnya waktu dan perubahan dalam kehidupan suatu hubungan.
Secara khusus, waktu mempengaruhi pertukaran karena pengalaman-pengalaman masa lalu
menuntun penilaian mengenai penghargaan dan pengorbanan, dan penilaian ini
mempengaruhi pertukaran- pertukaran selanjutnya.

(Dewii Alfita,2015,TEORI PERTUKARAN SOSIAL (SOSIAL EXCHANGE


THEORYY,Padang)
D. Teori Komunikasi Tentang Hubungan

1. Teori Dialektik Relasional

Teori dialektika relasional yang dikembangkan oleh Baxter dan Montgomery (Kim and
Yun, 2007) menggambarkan hidup hubungan sebagai kemajuan dan pergerakan yang konstan.
Orang orang yang terlibat di dalam hubungan terus merasakan dorongan dan tarikan dari
keinginan keinginan yang bertolak belakang di dalam seluruh bagian hidup berhubungan. Pada
dasarnya orang menginginkan kebaikan-kebaikan, paling tidak mengarah kepada perubahan
untuk mendapatkan kebaikan, namun dalam hal ini ada konstan yang berlawanan bukan hanya
ketika membicarakan dua tujuan yang berlawanan, tetapi akan selalu ada kontradiktif dalam
mencapai suatu tujuan.

Seperti halnya hubungan a antara pelatih dengan atlet tenis meja yang mempunyai
keinginan yang bertolak belakang yakni pada saat pelatih ingin supaya atlet terus berprestasi di
masa pandemi tetapi selalu ada konflik baik itu karena situasi maupun kondisi mental atlet yang
menurun sehingga menimbulkan kontradiktif diantara keduanya. Kemudian apabila terjadi
permasalahan yang terjadi pada atlet ketika ingin bertanding di ajang PON maupun POPNAS
akan tetapi terhalang situasi pandemi sehingga atlet tersebut hanya bisa berprestasi di event yang
tidak resmi.

Leslie Baxter dan Barbara Montgomery (1996) mengemukakan bahwa dalam hidup
berhubungan antar sesama makhluk hidup terdapat ketegangan-ketegangan yang mampu
mempengaruhi jalannya hubungan itu sendiri, atau yang dapat disebut sebagai dinamika
dialektika relasional yang mana dinamika dialektika sendiri mengartikan bahwa adanya
ketegangan, ketegangan yang timbul bisa dalam bentuk pertentangan ataupun kontradiksi yang
dipicu dari berbagai faktor.

West & Turner (2008), menjelaskan bahwa pada dialektika relasional memiliki empat
asumsi pokok yang mampu menunjukkan argumen mengenai hidup berhubungan, keempat
asumsi yaitu:
1. Hubungan tidak bersifat linear. Dimana pemikiran bahwa hubungan tidak hanya terdiri atas
bagian-bagian yang bersifat linear, namun sebaliknya hubungan terdiri dari adanya fluktuasi
yang terjadi antara keinginankeinginan yang kontradiktif.

2. Hidup berhubungan ditandai dengan adanya perubahan. Pada asumsi kedua dari teori ini
menjelaskan mengenai pemikiran akan adanya proses atau perubahan, walaupun tidak
sepenuhnya membingkai proses sebagai kemajuan yang linear. Pembahasan mengenai perubahan
dalam asumsi ini adalah lebih mengenai tingkatan kedekatan dalam suatu hubungan yang mana
nantinya akan mempengaruhi perbedaan dalam pengungkapan kebersamaan dan kemandirian.

3. Kontradiksi merupakan fakta fundamental dalam hidup berhubungan. Asumsi ketiga ini
menekankan bahwa ketegangan atau kontradiksi yang terjadi dalam dua hal yang berlawanan
tidak pernah berhenti menciptakan ketegangan dan juga tidak pernah hilang. Meskipun cara
pengelolaan ketegangan yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda tetapi tidak menutup
kemungkinan hal tersebut tetap terjadi.

4. Komunikasi sangat penting dalam mengelola dan menegosiasikan kontradiksi-kontradiksi


dalam hubungan. Sebagaimana menurut Baxter dan Montgomery (dalam West & Turner, 2008)
menyebutkan "Dari perspektif dialektika relasi, aktor-aktor sosial memberikan kehidupan
melalui praktik komunikasi kepada kontradiksi-kontradiksi yang mengelola hubungan. Adanya
realita sosial dari kontradiksi ini diproduksi dan direproduksi melalui tindakan komunikasi dari
para aktor sosial". Dalam pengertian lainnya, komunikasi disini berperan sebagai pemberi solusi
dan penyelesaian atas setiap masalah yang terjadi dalam hubungan.

Pada teori dialektika relasional ini terdapat empat aksioma yang paling mendasar dalam
perspektif dialektis, yaitu totalitas, kontradiksi, pergerakan, dan praksis menurut Rawlins (1992),
(dalam West & Turner 2008). Penjelasan mengenai aksioma-aksioma tersebut adalah sebagai
berikut:

1. Totalitas (Totality). Menyatakan bahwa orang-orang di dalam suatu hubungan saling


tergantung. Ini berarti bahwa ketika sesuatu terjadi pada salah satu anggota dalam hubungan,
maka anggota yang lain juga akan terpengaruh. Totalitas juga berarti bahwa konteks budaya &
sosial memengaruhi proses yang terjadi.
2. Kontradiksi (Contradiction). Elemen kontradiksi lebih merujuk kepada oposisi mengenai
pertentangan dua elemen. Kontradiksi juga dapat diartikan sebagai ciri utama dari pendekatan
dialektika. Dialektika sendiri merupakan hasil dari oposisi-oposisi.

3. Pergerakan (Motion). Pergerakan atau motion yang dimaksud pada elemen ini adalah merujuk
pada sifat yang memiliki proses dari suatu hubungan dan perubahan yang cenderung terjadi pada
hubungan seiring dengan berjalannya waktu.

4. Praksis (Praxis). Praksis dalam elemen ini adalah, manusia dianggap sebagai pembuat
keputusan. VERSI mempunyai pilihan beba EMARAT Walaupun tidak sepenuhnya pada setiap
kesempatan dan adanya pembatasan yang diakibatkan oleh pilihan-pilihan yang telah dibuat
sebelumnya, ataupun bahkan diakibatkan oleh pilihan orang lain, dan bisa juga keterbatasan
tersebut dikarenakan kondisi budaya dan sosial, namun tetap manusia sebagai individu yang
mengambil keputusan atau sebagai pengambil keputusan yang aktif dan sepenuhnya sadar.

Dilihat dari adanya empat dialektika yang telah dijelaskan diatas dapatdijadikan sebagai
acuan penelitian mengenai bagaimana relasi antara Pelatih dengan Atlet tenis meja Pusat
Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLOP) Jawa Tengah di masa pandemi. Dialektika
relasional dan pemikiran dialektik menumbuhkan inisiatif keterlibatan yang memberikan
perubahan dinamis dan positif dalam proses komunikasi yang efektif (Dumlao and Janke, 2012).

2.Teori Manajemen Privasi Komunikasi

Kajian teori Manajemen Privasi Komunikasi (Communication Privacy Management-


CPM) dikemukakan oleh Sandra Petronio yang dikembangkan untuk mengetahui cara orang
dalam membuat keputusan tentang mengungkapkan, dan menyembunyikan informasi pribadi
dari dirinya. Teori ini menunjukkan bahwa seorang individu akan mangelola serta
mengkoordinasikan batas-batas informasi dari dirinya untuk dibagikan kepada mitra komunikasi
yang nantinya diharapkan akan memberi manfaat tertentu.

Menurut Wrightsman, dalam buku Dayaksini (2001) menjelaskan bahwa Pengungkapan


diri sendiri merupakan suatu proses pengungkapan yang diwujudkan dengan berbagi perasaan
dan informasi kepada orang lain. Informasi yang diberikan tersebut mencakup berbagai hal
seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, dan sebagainya.
Proses memutuskan antara ingin mengungkapkan atau menyimpan informasi diri inilah
yang membutuhkan negosiasi dan koordinasi. Ada lima asumsi dasar yang dimaksud sebagai
proses pembukaan pribadi (West dan Turner, terj., Brian Marswendy, 2008: 256), antara lain:

a. Informasi Privat

Hal ini merujuk pada pesan dari proses pembukaan pribadi. Ini merupakan informasi
mengenai hal-hal yang sangat berarti bagi seseorang yang sifatnya privat. Prosesnya dapat
diungkapkan baik secara lisan maupun tulisan.

b. Batasan Privat

Batasan privat yang merupakan sebuah garis perumpamaan batasan yang memisahkan
antara informasi yang bersifat pribadi dan informasi yang bersifat publik.

c. Kontrol dan Kepemilikan

Asumsi ini membawa pada pemikiran sebagai pemilik informasi privat ini, mereka
berhak untuk mengontrol apakah informasi itu akan disimpan atau dibagikan kepada orang lain
dan jika pada nantinya dibagikan, siapa saja yang boleh mengakses informasi ini.

d. Sistem Manajemen. Berdasarkan Aturan Sistem ini terdiri atas tiga privasi aturan manajemen
untuk mengatur proses pengungkapan dan penyembunyian informasi pribadi.

Tiga unsur ini meliputi karakteristik aturan pribadi, batasan koordinasi, serta batasan
turbulensi.

a Karakteristik Aturan Privasi (Characteristics of Privacy Rules) Karakteristik aturan privasi


merupakan suatu proses didalam sistem manajemen privasi yang mendiskripsikan sifat dasar dari
aturan privasi. Karakteristik aturan privasi sendiri memiliki lima kriteria untuk menjelasakan
bagaimana aturan privasi ini dibangun, antara lain:

1) Kriteria Berdasarkan Budaya

2) Kriteria Berdasakan Gender

3) Kriteria Mengenai Motivasi


4) Kriteria Kontekstual

5) Kriteria Rasio Resiko-Keuntungan

b. Batasan Koordinasi (Boundary Coordination) Koordinasi batasan merujuk pada bagaimana


antar individu mengelola dan menjaga informasi yang dimiliki bersama dalam sebuah hubungan.

c. Batasan Turbulensi (Boundary Turbulence) Istilah turbulensi batasan muncul ketika terjadi
ketidaksesuaian kriteria privasi antar kedua komunikan, di sana akan terjadi turbulensi batasan.
Kasus yang mungkin terjadi dalam turbulensi batasan adalah bocornya suatu rahasia seseorang
ke pihak lain sehingga dapat memungkin terjadinya sebuah konflik

e. Dialektika Manajemen

Asumsi yang kelima ini berfokus pada ketegangan-ketegangan antara keinginan untuk
mengungkapkan informasi privat dan keinginan untuk menutupinya. Ketegangan ini terjadi di
dalam diri seseorang sebagai yang memiliki informasi, ketika melakukan pertimbangan-
pertimbangan antara membagikan atau menyimpan informasi yang dimiliki.

Anda mungkin juga menyukai