Anda di halaman 1dari 34

Teori Komunikasi Antar Pribadi

2.1 APREHENSI KOMUNIKASI

Ada yang menyatakan bahwa aprehensi komunikasi merupakan kondisi


kongnitif seseorang yang mengetahui bahwa dirinya saat berrkomunikasi dengan
orang lain karena kekahwatiran dan ketakutannya, tak memiliki pikiran apapun
dalam benaknya dan juga tidak memahami sebab akibat sosial sehingga menjadi
orang yang “mati rasa”. Ada juga yang menyebutkan bahwa aprehensi komunikasi
itu terjadi manakala indifidu memandang pengalaman komunikasinya itu tidak
menyenangkan dan merasa takut berkomunikasi. Teori aprehensi komunikasi juga
banyak dipergunakan untuk menjalankan situasi komunkasi kelompok. Namun,
banyak ilmuan komunikasi yang menggunakan teori ini juga untuk menjelaskan
komunikasi antar pribadi atau menggunakan dalam latar atau konteks komunikasi
antar pribadi.

Mccroskey sendiri menyatakan bahwa aprehensi komunikasi itu muncul


pada manusia karena pengaruh suasana komunikasi dirumahnya. Dinyatakan
bahwa faktor-faktor lingkungan rumah, seperti jumlah percakapan dengan anggota
kelurga dan gaya interaksi anak-orang tua akan mempemgaruhi perilaku
komunikasi anak. Ini menunjukkan bahwa lingkungan keluarga menjadi penentu
penting ada tidaknya. Penyebab aprehensi komuniksi itu ada yang
mengelompokan menjadi tiga kategori sebagai berikut:

1. Aktifitas berlebihan. Hal ini menunjukkan bahwa secara psikologis kita


terlalu aktif sebelum kegiatannya sendiri dilakukan.
2. Pemprosesan kongnitif yang tidak tepat. Hal ini untuk menunjukkan rasa
tidak nyaman dalam menghadi kegiatan komunikasi. Oleh karena itu,
penyebab aprehensi komunikasi ini dipandag terkait dengan bagaimana
kita berfikir tentang komunikasi dan bagaimana proses komunikasi itu
dipandang menakutkan.
3. Keterampilan komunikasi yang memadai. Ini untuk menunjukan bahwa
kita tak tahu bagaimana berkomunikasi secara efektif. Jika kita merasa
tidak terampil berkomunikasi maka dengan sendirinya kita pun akan
memandang kegiatan komunikasi merupakan kegiatan yang
menagangkan.
2.2 SELF-DISCLOSURE

Self disclosure merupakan kajian komunikasi dari perspektif internasional.


Sesui dengan istila untuk menyebut perspektif ini maka perhatian utama dalam
tindak kominikasi adalah aspek interaksi. Dalam interaksi tersebut terlibat
indicator-indikator sebagai individu-sosial. Yakni individu yang mengembangkan
segenap potensi komunkasi melalui interaksi sosial (fister:1986:243). Pada self-
disclosure orang membuka diri dan menyatakan informasi tentang dirinya pada
lawan komunikasinya. Bahkan informasi yang diungkapkan pun buka informasi
yang biasa-biasa saja melainkan informasi yang mendalam tentang dirinya.

2.3 TEORI PENETRASI SOSIAL

Teori ini menyatakan bahwa pendekatan antar pribadi itu belangsung


secara bertahap (gradual) dan berurutan yang dimulai dari tahap biasa-biasanya
saja sehingga tahap intim sebagai salah satu fungsi dari dampak satini maupun
dampak masa depan.

Dalam teori ini dinyatakan bahwa relasi akan menjadi semakin intim
apabila disclosure berlangsung artinya, orang-orang yang menjalin komunikasi
antar pribadi masing-masing melakukan, self-disclosure. Pada dasarnya, konsep
penetrasi sosial menjelaskan bagaimana kedekatan relasi itu berkemban, gagal
untuk berkembang atau berhenti. Konsep ini berusaha untuk
menjelaskanbagaimana proses seperti itu bisa terjadi.

2.4 TEORI PENGURANGAN KETIDAK PASTIAN

Teori ini menjelaskan, hal resebut dilakukan manusia guna mengurangi


ketidak pastian atau meningkatkan prediktabilitas perilaku masing-masing dalam
interasi yang akan mereka kembangkan. Menggali pengetahuan berupa
memahami itulah yang merupakan perhatian utama kita saat bertemu dengan
seseorang yang belum kita kenal. Oleh karena itu,kita akan berusaha mengetahui
dan memahami oramg tersebut.

Tori pengurangan ketidak pastian ini mengungkap beberapa aksioma, yang


berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia dalam menjalin relasi antar priadi.
Aksioma tersebut adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi verbal: menghadapi tingginya ketidakpastian pada awal


perjumpaan dengan orang yang tidak dikenal.
2. Kehangatan non verbal: begitu terjadi peningkatan ekspresi non verbal
maka derajat ketidak pastian akan berkurang pada situasi awal interaksi.
3. Pencarian informasi: tingginya derajat ketidak pastian akan meningkatkan
perilaku informasi.
4. Self-disclosure: tingginya ketidak pastian dalam satu relasi akan
menurungkan derajat intim dalam komunkasi.
5. Timbale balik: tingginya ketidak pastian menghasilkan tingginya tingkat
timbal balik.
2.5 TEORI PENILAIAN SOSIAL

Relasi antar pribadi itu tidak statis atau menururt teori dialektika
relational, bersifat cair.orang-orang yang menjalin relasi dan komunkasi antar
pribadi pada batinnya mengalami apa yang dinamakan tarikan konflik. Tarikan
konflik itulah yang menyebabkan relasi menjadi selalu berada dalam kondisi cair,
yang dikenal sebagai ketegangan dialektis. Antara harmonis dan koflik atau
antara akrab dan musuh.
TEORI KOMUNIKASI MASSA

Komunikasi Massa (Mass Communication) adalah komunikasi yang


menggunakan media massa, baik cetak (Surat Kabar, Majalah) atau elektronik
(radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan,
yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat.

1. Teori Pengaruh Tradisi (The Effect Tradition)

Teori pengaruh komunikasi massa dalam perkembangannya telah


mengalami perubahan yang kelihatan berliku-liku dalam abad ini. Dari awalnya,
para peneliti percaya pada teori pengaruh komunikasi “peluru ajaib” (bullet
theory) Individu-individu dipercaya sebagai dipengaruhi langsung dan secara
besar oleh pesan media, karena media dianggap berkuasa dalam membentuk opini
publik. Menurut model ini, jika Anda melihat iklan Close Up maka setelah
menonton iklan Close Up maka Anda seharusnya mencoba Close Up saat
menggosok gigi. Kemudian pada tahun 50-an, ketika aliran hipotesis dua langkah
(two step flow) menjadi populer, media pengaruh dianggap sebagai sesuatu yang
memiliki pengaruh yang minimal. Misalnya iklan Close Up dipercaya tidak akan
secara langsung mempengaruhi banyak orang-orang untuk mencobanya.
Kemudian dalam 1960-an, berkembang wacana baru yang mendukung
minimalnya pengaruh media massa, yaitu bahwa pengaruh media massa juga
ditengahi oleh variabel lain. Suatu kekuatan dari iklan Close Up secara komersil
atau tidak untuk mampu mempengaruhi khalayak agar mengkonsumsinya,
tergantung pada variabel lain. Sehingga pada saat itu pengaruh media dianggap
terbatas (limited-effects model).

Sekarang setelah riset di tahun 1970-an dan 1980-an, banyak ilmuwan


komunikasi sudah kembali ke powerful-effects model, di mana media dianggap
memiliki pengaruh yang kuat, terutama media televisi.Ahli komunikasi massa
yang sangat mendukung keberadaan teori mengenai pengaruh kuat yang
ditimbulkan oleh media massa adalah Noelle-Neumann melalui pandangannya
mengenai gelombang kebisuan.

2. Uses, Gratifications and Depedency

Salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan serimg
diguankan sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa
adalah uses and gratifications. Pendekatan uses and gratifications menekankan
riset komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu
memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses and
gratifications mencoba untuk menjawab pertanyan : “Mengapa orang
menggunakan media dan apa yang mereka gunakan untuk media?” (McQuail,
2002 : 388). Di sini sikap dasarnya diringkas sebagai berikut :

Studi pengaruh yang klasik pada mulanya mempunyai anggapan bahwa


konsumen media, bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian dalam
komunikasi massa. Dalam kajian ini yang diteliti adalah perilaku komunikasi
khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya dengan media massa.
Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam
memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat mengkonsumsi media
massa(Rubin dalam Littlejohn, 1996 : 345).

Di sini khalayak diasumsikan sebagai aktif dan diarahkan oleh tujuan.


Anggota khalayak dianggap memiliki tanggung jawab sendiri dalam mengadakan
pemilihan terhadap media massa untuk mengetahui kebutuhannya, memenuhi
kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya. Media massa dianggap sebagai
hanya sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan individu dan individu boleh
memenuhi kebutuhan mereka melalui media massa atau dengan suatu cara lain.
Riset yang dilakukan dengan pendekatan ini pertama kali dilakukan pada tahun
1940-an oleh Paul Lazarfeld yang meneliti alasan masyarakat terhadap acara radio
berupa opera sabun dan kuis serta alasan mereka membaca berita di surat kabar
(McQuail, 2002 : 387). Kebanyakan perempuan yang mendengarkan opera sabun
di radio beralasan bahwa dengan mendengarkan opera sabun mereka dapat
memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan
mendengarkan opera sabun mereka merasa dapat melepas segala emosi yang
mereka miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan
membeca surat kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka
juga mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian
(McQuail, 2002 : 387).

Riset yang lebih mutakhir dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-
kawan dan mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum
dalam skema media – persons interactions sebagai berikut :
Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan
emosi Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial
Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai
Surveillance (bentuk-bentuk pencarian informasi) (McQuail, 2002 : 388).

Seperti yang telah kita diskusikan di atas, uses and gratifications


merupakan suatu gagasan menarik, tetapi pendekatan ini tidak mampu melakukan
eksplorasi terhadap berbagai hal secara lebih mendalam. Untuk itu mari sekarang
kita mendiskusikan beberapa perluasan dari pendekatan yang dilakukan dengan
teori uses and gratifications.

3. Teori Pengharapan Nilai (The Expectacy-Value Theory)

Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang


ada di dalam teori uses and gratification dengan menciptakan suatu teori yang
disebutnya sebagai expectance-value theory (teori pengharapan nilai).
Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media
ditentukan oleh sikap Anda terhadap media –kepercayaan Anda tentang apa yang
suatu medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang bahan
tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa situated comedy (sitcoms),
seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda senang dihibur, Anda akan
mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda dengan menyaksikan
sitcoms. Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa sitcoms menyediakan suatu
pandangan hidup yang tak realistis dan Anda tidak menyukai hal seperti ini Anda
akan menghindari untuk melihatnya.

4. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)

Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra


Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications,
pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan. Untuk
mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu pendekatan sistem yang
lebih jauh. Di dalam model mereka mereka mengusulkan suatu relasi yang
bersifat integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang lebih besar.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini
memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari
media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta
mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu
digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap
semua media. Lalu apa yang sebenarnya melandasi ketergantungan khalayak
terhadap media massa ?

Ada dua jawaban mengenai hal ini. Pertama, khalayak akan menjadi lebih
tergantung terhadap media yang telah memenuhi berbagai kebutuhan khalayak
bersangkutan dibanding pada media yang menyediakan hanya beberapa
kebutuhan saja. Jika misalnya, Anda mengikuti perkembangan persaingan antara
Manchester United, Arsenal dan Chelsea secara serius, Anda mungkin akan
menjadi tergantung pada tayangan langsung Liga Inggris di TV 7. Sedangkan
orang lain yang lebih tertarik Liga Spanyol dan tidak tertarik akan Liga Inggris
mungkin akan tidak mengetahui bahwa situs TV 7 berkaitan Liga Inggris telah di
up date, atau tidak melihat pemberitaan Liga Inggris di Harian Kompas.
Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan
sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam
menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi
khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media massa
yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial.
Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada
beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset
etnografi.

Macam teori komunikasi massa:

a. Teori Inokulasi/jarum suntik (Mc. Gure)

Teori ini mengasumsikan individu/kelompok yang lemah terhadap


pemahaman informasi berupa persepsi akan semakin mudah dipengaruhi. Teori
Inokulasi memberi “vaksin” berupa informasi atau persepsi untuk menghindarkan
individu terpengaruhi/menangkal pengaruh.

b. Individual Defferences Theory (Melvin DeFleur)

Pesan-pesan yang disampaikan media massa ditangkap individu sesuai


dengan kebutuhan personal individu dan latar belakang perbedaan tingkat
pendidikan, agama, budaya, ekonomi sesuai dengan karakteristik. Efek pesan pada
individu akan beragam walaupun individu menerima pesan yang sama. Terdapat
faktor psikologis dalam menerima pesan yang disampaikan media massa. Masing-
masing individu mempunyai perhatian, minat, keinginan yang berbeda yang
dipengaruhi faktor-faktor psikologis yang ada pada diri individu tersebut sehingga
mempengaruhi dalam menerima pesan yang disampaikan media massa.

c. Teori Social Category (DeFleur)

Individu yang masuk dalam kategori sosial tertentu/sama akan cenderung


memiliki prilaku atau sikap yang kurang lebih sama terhadap rangsangan-
rangsangan tertentu. Pesan-pesan yang disampaikan media massa cenderung
ditanggapi sama oleh individu yang termasuk dalam kelompok sosial tertentu.
Penggolongan sosial ini berdasarkan usia, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan,
ekonomi,agama dsb. Dengan adanya penggolongan sosial ini muncullah media
massa yang sifatnya special atau khusus yang diperuntukan bagi kalangan
tertentu, dengan mengambil segmentasi/pangsa pasar tertentu. Sebagai contoh:
Majalah Bobo misalnya diperuntukan untuk anak-anak, majalah Bola, Soccer,
diperuntukan bagi mereka yang senang olahraga. Begitu juga di media elektronik
disajikan acara-acara tertentu yang memang diperuntukan bagi kalangan tertentu
dengan memprogramkannya sesuai dengan waktu dan segmen khalayaknya.

d. Social Relationship Theory (DeFleur)

Pesan media disampaikan melalui perantara/tidak langsung (opinion


leader). Pada dasarnya pesan-pesan komunikasi massa lebih banyak diterima
individu melalui hubungan personal dibanding langsung dari media massa.
Informasi melalui media massa tersebar melalui hubungan-hubungan sosial di
dalam masyarakat. Teori ini berhubungan dengan teori Two Step Flow
Communication.

e. Cultural Norms Theory (Norma Budaya) – (DeFleur)

Media massa menyampaikan informasi dengan cara-cara tertentu dapat


menimbulkan kesan yang oleh khalayak disesuaikan dengan norma-norma dan
nilai-nilai budayanya.

Pesan media mampu mengubah norma-norma budaya yang telah


ada/berlaku dalam masyarakat. Dalam hal ini ada tiga indicator peran media
terhadap budaya, yakni:
a. Memperkuat norma
b. Mengubah norma
c. Menciptakan norma baru

Penjelasan:
Media massa mempengaruhi budaya-budaya masyarakatnya dengan cara :
Pesan-pesan yang disampaikan media massa memperkuat budaya yang
ada.Ketika suatu budaya telah kehilangan tempat apresiasinya, kemudian
media massa memberi lahan atau tempat maka budaya yang pada
awalnya sudah mulai luntur menjadi hidup kembali. Contoh :

1. Acara pertunjukan Wayang Golek atau Wayang Kulit yang


ditayangkan Televisi terbukti telah memberi tempat pada budaya
tersebut untuk diapresiasi oleh masyarakat.
Media massa telah menciptakan pola baru tetapi tidak bertentangan
bahkan menyempurnakan budaya lama.
2. Acara Ludruk Glamor misalnya memberi nuansa baru terhadap
budaya ludruk dengan tidak menghilangkan esensi budaya asalnya.
Media massa mengubah budaya lama dengan budaya baru yang berbeda
dengan budaya lama.
3. Terdapat acara-acara tertentu yang bukan tak mungkin
lambat laun akan menumbuhkan budaya baru.
Menurut Paul Lazarfeld dan Robert K Merton terdapat empat sumber
utama kekhawatiran masyarakat terhadap media massa, yakitu :
Sifat Media Massa yang mampu hadir dimana-mana (Ubiquity) serta
kekuatannnya yang potensial untuk memanipulasi dengan tujuan-tujuan
tertentu

Dominasi kepentingan ekonomi dari pemilik modal untuk menguasai


media massa dengan demikian media massa dapat dipergunakan untuk menjamin
ketundukan masyarakat terhadap status quo sehingga memperkecil kritik sosial
dan memperlemah kemampuan khalayak untuk berpikir kritis.
Media massa dengan jangkauan yang besar dan luas dapat membawa khalayaknya
pada cita rasa estetis dan standar budaya populer yang rendah.
Media massa dapat menghilangkan sukses sosial yang merupakan jerih payah para
pembaharu selama beberapa puluh tahun yang lalu.

f. Social Learning Theory (Teori pembelajaran social)

Pembelajaran sosial dilakukan/didapat melalui pengamatan media.


Respon/tindakan individu muncul setelah melakukan pengamatan terhadap pesan
yang disampaikan media baik secara langsung maupun tidak langsung.

Teori ini mengalahkan teori sebelumnya, yakni teori tradisional yang


menyatakan respon individu/masyarakat akan terjadi bila dilakukan secara
berulang pada aktivitas tertentu hingga mengakibatkan respon tertentu. Teori ini
dapat digambarkan sbb:

- Mencoba → berhasil → diulangi


- Mencoba → gagal → tidak akan mengulangi

Tahapan-tahapan Teori Sosial Learning

1. Attention Procces : Pembelajaran sosial dilakukan melaui perhatian


individu.
2. Retentional Procces: Pembelajaran sosial dilakukan melaui
ingatan/merekam objek.
3. Motor Retroduction : Pembelajaran sosial dilakukan melaui
tindakan/aktivitas.
4. Motivational Procces : Timbulnya motivasi atas adanya ganjaran terhadap
proses yang dilakukan.
Teori Komunikasi Kelompok

1.1 THE RHETORIC OF ARISTOTLES

BIOGRAFI

Aristoteles adalah murid Plato keemasan peradaban Yunani, empat


berabad-abad sebelum kelahiran Kristus. Ia menjadi seorang instruktur yang
dihormati di Plato's Akademi tetapi tidak setuju dengan mentornya atas tempat
berbicara di depan umum di Athena kehidupan. Yunani kuno dikenal para
gurunya bepergian pidato yang disebut Sophists. Terutama di Athena, guru-guru
dilatih calon pengacara dan politisi untuk berpartisipasi secara efektif dalam
pengadilan dan sidang-sidang deliberatif. Di belakang, mereka nampaknya telah
inovatif pendidik yang ditawarkan diperlukan dan ingin layanan.

Tapi karena saran mereka terbelakang secara teoritis, Plato mengejek


Sophists' bicaranya perangkat. Skeptisisme nya tercermin dari hari ini negatif cara
orang menggunakan istilah rhetoricto hanya label pidato rumit pengacara,
bertepung-mouthedpoliticians, spellbindingpreachers, dan fast-talkingtenaga
penjualan. Aristoteles, seperti Plato, menyesalkan hasutan pembicara
menggunakan mereka keterampilan untuk memindahkan penonton sambil
menunjukkan kasual ketidakpedulian terhadap kebenaran. Tapi tidak seperti Plato,
dia melihat alat-alat retorika sebagai sarana netral yang orator baik bisa mencapai
mulia berakhir atau lebih lanjut penipuan: "... dengan menggunakan ini adil satu
akan melakukan kebaikan, dan tidak adil, kerugian terbesar."

Aristoteles percaya bahwa kebenaran memiliki keunggulan moral yang


membuatnya lebih diterima daripada kepalsuan. Tapi tidak bermoral lawan
kebenaran mungkin menipu khalayak kusam kecuali pembicara etis menggunakan
segala cara yang mungkin persuasi untuk melawan kesalahan. Pembicara yang
mengabaikan seni retorika memiliki hanya diri untuk menyalahkan ketika
pendengar mereka memilih kepalsuan. Sukses membutuhkan hikmat dan
kefasihan.
Politicsand Aristoteles Ethicsof dipoles dan terorganisir dengan baik buku
dibandingkan dengan prosa kasar dan pengaturan nya teks pada retorika.
Rhetoricapparently terdiri dari catatan kuliah ulang Aristoteles untuk nya kursus
di Akademi. Meskipun sifat yang tidak merata dari menulis, retorika adalah
sebuah pencarian studi psikologi penonton.

Aristoteles mengangkat retorika ilmu pengetahuan dengan secara


sistematis menjelajahi efek speaker, pidato, dan para penonton. Ia menganggap
pembicara menggunakan pengetahuan ini sebagai seni. Sangat mungkin, teks
departemen komunikasi Anda menggunakan untuk kelas berbicara di depan
umum pada dasarnya kontemporer membentuk kembali analisis audiens yang
disediakan oleh Aristotle lebih dari dua ribu tahun yang lalu.

2. Pengertian Teori Retorika THE RHETORIC OF ARISTOTLE

Pada masa Yunani Kuno, Kaum Sophist terkenal dengan ajaran


berpidatonya yang mampu menginspirasi banyak pengacara dan politikus dalam
berpartisipasi di pengadilan dan dewan pertimbangan. Namun Plato menyatakan
sindiran atas ajaran Sophist yang tidak teoretis ini. Yang dimaksud dengan tidak
teoretis adalah ajaran oratoris Kaum Sophist yang penuh tipu muslihat. Kita dapat
melihat kenyataan itu sekarang dalam term negative ‘mere rhetoric’ yang dipakai
untuk menyebut pidato pengacara yang tricky, janji-janji politikus, pidato pastur-
pastur yang menyentuh hati, maupun cara bicara cepat para sales.

Aristotle melihat bahwa rhetoric sebagai alat, adalah cara alami agar para
orator dapat meraih kemuliaan dan kemenangan meski dengan sedikit kecurangan.
Pelatihan Sophist tentang retorika memang sangat praktis, tetapi tidak disusun
secara teliti. Sebaliknya, Aristotle mengangkat rhetoric sebagai ilmu dengan
mengeksplorasi secara sistematis efek speaker, the speech, dan the audience. Ia
menyebut penggunaan pengetahuan ini oleh speaker sebagai sebuah seni.
A. RHETORIC: MAKING PERSUASION PROBABLE (Membuat Persuasi
Menjadi Mungkin)

3 klasifikasi situasi pidato berdasarkan hakikat khalayak, yaitu:

1. Courtroom (forensic) speaking, digunakan oleh para juri yang berusah


memutuskan fakta apakah seseorang bersalah atau tidak.
2. Political (deliberative) speaking, usaha untuk mempengaruhi legislatif atau
pemilih yang dapat mempengaruhi kebijakan di masa depan.
3. Ceremonial (epideictic) speaking, menghimpun pujian atau kesalahan pada
pihak lain untuk kebaikan penonton.

B. RHETORICAL PROOF: LOGOS, ETHOS, PATHOS

Menurut Aristotle, cara-cara yang tersedia pada persuasi berdasar pada tiga
macam bukti, yaitu:

1. Logical (logos) : datang dari garis argumen dalam pidato.


2. Ethical (ethos) : cara karakter speaker terlihat melalui pesan.
3. Emotional (pathos) : perasaan yang digambarkan speaker yang muncul pada
pendengar.

C. LOGICAL PROOF: LINES OF ARGUMENT THAT MAKE SENSE


(Garis-Garis Penjelasan Yang Masuk Akal)

Aristotle memfokuskan bahasannya pada dua bentuk logical proof, yaitu


enthymeme dan example (contoh). Menurutnya, enthymeme sebagai yang paling
kuat dari bukti-bukti. Sebuah enthymeme adalah versi tidak lengkap dari
silogisme deduktif formal.

Enthymeme adalah semacam silogisme (penarikan kesimpulan) yang


belum sempurna. Enthymeme digunakan untuk menafsirkan premis yang
dimaksudkan oleh orator ke audience (pendengar).
Example (contoh) untuk memperkuat pembuktian -pembuktian
sebelumnya lalu diberikan contoh-contoh itu

D. ETHICAL PROOF: PERCEIVED SOURCE CREDIBILITY (Ketika

Kredibilitas Sumber Dapat Dirasakan Dengan Jelas)

1. Perceived Intelligence (kecerdasan yang dapat dilihat) ─ ada tumpang tindih


(overlap) yang terjadi dalam penilaian kecerdasan speaker oleh khalayak.
Tumpang tindih itu terjadi antara kepercayaan mereka dengan ide yang
disampaikan speaker.
2. Virtuous Character (karakter yang berbudi luhur) ─karakter berhubungan
dengan imej speaker sebagai orang yang baik dan jujur.
3. Goodwill (keinginan luhur) ─goodwill adalah penilaian positif atas maksud
speaker terhadap khalayak. Menurut Aristotle, sangat mungkin seorang orator
memiliki kecerdasan yang luar biasa dan karakter yang luhur, tetapi hal itu
tetap tidak mampu menjangkau ketertarikan terbesar dalam hati khalayak.
Karenanya, perlu ada sebuah goodwill bagi khalayak sehingga mampu
menyentuh hati dan menggerakkan mereka.

E. EMOTIONAL PROOF: STRIKING A RESPONSIVE CHORD


(Menyerang Perasaan yang Responsif)

Aristoteles mengerti bahwa public rhetoric, apabila dipraktikkan secara


etis, dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, ia menyusun
teori lanjutan dari pathos. Ia menawarkan ini tidak untuk mengambil manfaat dari
emosi khalayak yang destruktif, tetapi sebagai ukuran korektif yang bisa
menolong tuntutan emosional keahlian speaker yang menginspirasi decision
making untuk umum yang beralasan. Untuk itu, ia membuat daftar seperangkat
perasaan yang berlawanan, menjelaskan dalam kondisi seperti apa perasaan-
perasaan itu dialami seseorang, kemudian menggambarkan bagaimana speaker
dapat membuat khalayak merasa seperti itu.
1. Anger (versus mildness)─kemarahan vs kelembutan

Diskusi Aristotle mengenai anger, adalah versi awal dari hipotesis


frustration-aggression dari Freud. Orang akan marah jika mereka dihalangi dalam
usaha memenuhi kebutuhan mereka. Mereka akanmarah jika didingatkan akan
kelalaian interpersonal. Jika si penghalang menyesal, pantas menerima pujian,
atau memiliki kekuasaan, maka khalayak akan tenang.

2. Love or friendship (versus hatred)─cinta atau persahabatan vs rasa benci

Seiring dengan penelitian masa kini tentang ketertarikan, Aristotle


menganggap persamaan (similarity) sebagai kunci kehangatan satu sama lain.
Speaker haruslah menunjukkan tujuan, pengalaman, perilaku, dan semangat
mereka. Ketika tidak ada persamaan antara speaker dengan khalayak, musuh
bersama dapat digunakan untuk menciptakan solidaritas.

3. Fear (versus confidence)─ketakutan vs kepercayaan

Rasa takut muncul dari imej mental tentang malapetaka yang potensial.
Seorang speaker haruis mampu menggambarkan gambaran kata-kata yang nyata
tentang tragedi itu, untuk menunjukkan bahwa hal itu mungkin terjadi.
Kepercayaan dapat dibangun dengan mendeskripsikan bahaya adalah hal yang
jauh dan memiliki kemungkinan kecil untuk terjadi.

4. Shame (versus shamelessness)─rasa malu vs tanpa rasa malu

Kita merasa malu atau bersalah ketika kekalahan berasal dari kelemahan dan
sifat buruk kita. Emosi kita akan besar ketika speaker mengatakan kegagalan dan
keburukan kita di hadapan keluarga, teman, atau orang-orang yang kita kagumi.

5. Indignation (versus pity)─kejengkelan vs berbelas kasih

Kita semua punya rasa keadilan. Mudah menggerakkan rasa ketidakadilan


dengan menggambarkan kesewenang-wenangan penggunaan kekuasaan atas
orang-orang yang tidak berdaya.
6. (versus envy)─kekaguman vs kecemburuan

Orang menyukai sifat yang baik, kekuasaan, kesejahteraan, dan keindahan.


Dengan menunjukkan bahwa seseorang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya
melalui kerja keras, bukannya keberuntungan, kekaguman akan meningkat.

F. THE FIVE CANONS OF RHETORIC


1. Invention (penemuan)

Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk
mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Bagi Aristoteles, retorika tidak
lain dari kemampuan untuk menentukan, dalam kejadian tertentu dan situasi te
rtentu, metode persuasi yang ada”. Dalam tahap ini juga, pembicara merumuskan
tujuan dan mengumpulkan bahan (argumen) yang sesuai dengan kebutuhan
khalayak.

2. Arrangement (penyusunan)

Pada tahap ini, pembicara menyusun pidato atau mengorganisasikan


pesan. Aristoteles menyebutnya Taxis yang berarti pembagian. Pesan harus dibagi
ke dalam beberapa bagian yang berkaitan secara logis. Susunan berikut ini
mengikuti kebiasaan berpikir manusia : pengantar, pernyataan, argumen, dan
epilog. Menurut Aristoteles, pengantar berfungsi menarik perhatian,
menumbuhkan kredibilitas (ethos), dan menjelaskan tujuan.

3. Style (gaya)

Pada tahap ini pembicara memilih kata-kata dan menggunakan bahasa


yang tepat untuk “mengemas”pesannya. Aristoteles mengatakan agar
menggunakan bahasa yang tepat, benar dan dapat dite rima, pilih kata-kata yang
jelas dan langsung, sampaikan kalimat yang indah, mulia, dan hidup, dan
sesuaikan bahasa dengan pesan, khalayak dan pembicara.
4. Delivery (penyampaian)

Pada tahap ini, pembicara menyampaikan pesannya secara lisan. Disini


akting sangat berperan. Pembicara harus memperhatikan suara (vocis) dan
gerakan-gerakan anggota badan.

5. Memory (memori)

Pada tahap ini pembicara harus mengingat apa yang ingin


disampaikannya, dengan mengatur bahan-bahan pembicaraannya. Aristote le s
menyarankan “jembatan keledai” untuk memudahkan ingatan.

2.2 THE DRAMATISM OF KENNETH BURKE

BIOGRAFI

Kenneth Burke adalah seorang kritikus. Ia percaya bahwa bahasa adalah


suatu respon strategis manusia terhadap suatu situasi tertentu yang dihadapinya.
Seorang kritikus bertugas untuk mengungkapkan motif atau alasan speaker
menggunakan kata-kata dan gaya tertentu dalam pidatonya. Ia melakukan itu
melalui─ia menyebutnya “motivational jungle” manusia─mengunakan berbagai
disiplin i lmu seperti filsafat, literatur, psikologi, ekonomi, linguistik, sosiologi,
dan komunikasi.

Ia mencoba menggambarkan apa yang ia temukan sedang terjadi ketika


orang berbicara, dan menyebut pendeskripsian ini dengan istilah dramatism.
Burke berpandangan bahwa kehidupan bukan seperti drama; kehidupan adalah
drama.

PENGERTIAN TEORI DRAMATISME

Teori dramatisme adalah teori yang mencoba memahami tindakan


kehidupan manusia sebagai drama. Dramatisme, mengonseptualisasikan
kehidupan sebagai sebuah drama, menempatkan suatu focus kritik pada adegan
yang diperlihatkan oleh berbagai pemain. Dramatisme adalah istilah yang tepat
yang digunakan oleh Burke untuk mendeskripsikan setiap kali seseorang
membuka mulutnya untuk berkomunikasi.

Identification: Without It, There Is No Persuasion

1. Burke menyebutnya dengan substance yang diibaratkan sebagai an


umbrella, substance ini adalah pengetahuan mengenai karakter fisik, bakat,
pekerjaan, latar belakang, kepribadian, kepercayaan serta kemampuan yang
dimiliki oleh seseorang.
2. Hal ini sangat penting untuk dimiliki para pembicara dan pendengar agar
mereka saling memiliki pengetahuan tentang satu sama lain sehingga pada
saat speaker berbicara, para audiens memiliki rasa kesamaan atau koneksi
dengan pembicara, begitu juga sebaliknya.
3. Apabila tingkat identifikasinya rendah maka akan semakin besar pemisah
antara pembicara dalam arti bahwa audiens tidak akan tertarik dengan topik
pembicaraan yang akan disampaikan sehingga tidak akan ada proses persuasi ,
hal yang sama juga terjadi dengan sebaliknya

THE DRAMATISTIC PENTAD

Dramatistic pentad adalah alat yang menganalisa bagaimana pembicara


melakukan persuasi sehingga audiens menerima ide dari pesan yang akan
disampaikan. Burke merekomendasikan analisis konten yang mengidentifikasi
istilah kunci atas dasar intensitas evaluasi mereka

1. God term : kata yang menunjukkan bahwa segala hal positif atau kebaikan,
terkandung di dalamnya
2. Devil term : kata yang menunjukkan bahwa segala hal yang jahat, buruk, dan
salah terkandung di dalamnya

Dalam hal ini, Burke memusatkan pada 5 elemen yang sangat penting
dalam human drama yaitu:

1. Act: sesuatu yang dilakukan oleh seseorang


2. Scene: konteks yang mencakup act
3. Agent: orang yang melakukan tindakan
4. Agency: cara/teknik yang digunakan untuk melakukan act,
5. Purpose: tujuan akhir yang dimiliki agent

GUILT-REDEMPTION CYCLE

Burke menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang perfeksionis,


maka manusia seringkali menginginkan sesuatu berjalan sesuai dengan maunya.
Burke sangat percaya bahwa motivasi terakhir dari semua pembicara adalah
membersihkan diri dari rasa guilt yang pernah dialami. Guilt adalah segala rasa
tertekan, kemarahan, rasa malu, yang membuatnya tidak percaya diri.

Ada 2 cara menghilangkan guilt :

1. self-blame (menyalahkan diri sendiri) dalam agama disebut dengan


mortification yaitu pengakuan dosa dan permohonan ampun atas hal yang
telah dilakukan.
2. redemption through victimage atau dengan menghadirkan orang lain sebagai
pihak yang bertanggung jawab atas guilt yang dimilikinya, dalam arti lain
adalah menyalahkan orang lain

A RHETORICAL CRITIQUE USING DRAMATISTIC INSIGHT

Dengan melihat retorika publik sebagai upaya untuk membangun tatanan


sosial tertentu, Kenneth Burke membantu mengungkapkan kekuatan “The Ballot
or the Bullet”. Malcolm menggambarkan Amerika sebagai bangsa yang
menjanjikan kesetaraan penuh, martabat, dan kebebasan untuk semua warganya,
namun Afrika Amerika tidak pernah menerima mereka hak kelahiran.

Menggambarkan komitmennya untuk Black Nationalism, Malcolm


mendesak nya saudara-saudara untuk memulai bisnis mereka sendiri dan memilih
pemimpin mereka sendiri. Judul pidato, "The Ballot or Bullet," mengacu pada
cara, atau lembaga, dimana agen - African Amerika- dapat bertindak sebagai
warga negara untuk mencapai tujuan kesetaraan, martabat, dan kebebasan.
Malcolm menempatkan secara strategis pendengarnya dalam konteks yang lebih
besar dari sejarah Amerika dan internasional berjuang untuk hak asasi manusia.

2.3 NARRATIVE PARADIGM OF WALTER FISHER

Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang bercerita. Fisher berpikir


bahwa komunikasi manusia mengungkap sesuatu yang lebih mendasar dari
rasionalitas, rasa ingin tahu, atau kapasitas penggunaan symbol. Ia yakin bahwa
kita adalah makhluk naratif yang “experience and comprehend life as a series of
ongoing narratives, as conflicts, characters, beginnings, middles, and ends.”Jika
hal ini benar, maka semua bentuk komunikasi manusia yang menarik alasan kita
secara mendasar dilihat sebagai cerita.

Fisher memperkenalkan konsep dari good reason pada tahun 1978, yang
mengantarkan ia pada pengajuan paradigma naratifnya tahun 1984. Ia menyatakan
bahwa memberikan alasan yang baik itu lebih memberi dampak apabila
disampaikan dengan bercerita daripada ketika hal itu mengumpulkan bukti atau
mengkonstruksi argumentasi yang kaku.

NARRATION AND PARADIGM: DEFINING THE TERMS

Fisher mendefinisikan narasi sebagai “symbolic actions—words and/or deeds


—that have sequence and meaning for those who live, create, or interpret them.”
Fisher menggunakan istilah paradigmyang merujuk pada conceptual framework
atau kerangka berpikir konseptual. Sebuah paradigma adalah model universal
yang membuat orang-orang memandang kejadian melalui lensa interpretif umum.

Fisher menawarkan cara untuk memahami semua komunikasi dan untuk


mengarahkan penyelidikan retorika. Ia tidak menganggap paradigma naratif
sebagai retorika khusus. Tetapi, ia melihatnya sebagai “the foundation on which a
complete rhetoric needs to be built. This structure would provide a comprehensive
explanation of the creation, composition, adaptation, presentation, and reception
of symbolic messages.”
PARADIGM SHIFT: FROM A RATIONAL-WORLD PARADIGM TO A
NARRATIVE ONE

Fisher mengatakan bahwa 2000 tahun setelah masa kejayaan para filsuf,
revolusi ilmiah telah mencopot kejayaan mereka. Para beberapa abad terakhir,
satu-satunya pengetahuan yang terlihat layak untuk diketahui dalam academia
adalah pengetahuan yang bisa dilihat dalam dunia fisik. Orang yang ingin
memahami cara benda bekerja harus memeriksanya pada dokter, ilmuwan, teknisi,
maupun ahli teknis lainnya. Terlepas dari perkembangan teknologi dan matinya
fiosofi, kedua model pengambilan keputusan adalah sama dalam kecenderungan
untuk “place that which is not formally logical or which is not characterized by
expertise within a somehow subhuman logical work of behavior.” Fisher melihat
diskusi filosofis dan teknis sebagai standar pengetahuan bagi para ilmuwan. Ia
menyebut mindset ni sebagai rational-world paradigm atau paradigma dunia
rasional.

Fisher mencatat lima asumsi dari paradigma dunia rasional:

1. Manusia secara esensial adalah makhluk yang rasional.

2. Kita membuat keputusan berdasar pada argumentasi

3. Tipe situasi berbicara (logis, ilmiah, legislative) menentukan argumentasi kita

4. Rasionalitas ditentukan oleh seberapa banyak kita mengetahui dan sebaik apa
kita berargumentasi

5. Dunia adalah susunan puzzle logis yang bisa kita selesaikan melalui analisis
rasional

Namun, Fisher percaya bahwa asumsi dari paradigma dunia rasional


terlalu terbatas. Ia kemudian membuat kerangka berpikir konseptual yang baru
(pergeseran paradigma) agar lebih memahami komunikasi manusia. Paradigma
naratifnya terbentuk dari lima asumsi dari paradigma dunia rasional, tetpai dalam
konten yang agak berbeda:
1. Manusia adalah makhluk yang bercerita

2. Kita membuat keputusan berdasarkan pada alasan yang baik, dimana bervariasi
tergantung dari situasi komunikasi, media, dan jenisnya

3.Sejarah, biografi, budaya, dan karakter menentukan apa yang kita anggap
sebagai alasan yang baik

4. Rasionalitas naratif ditentukan oleh koherensi dan kebenaran dari cerita kita

5. Dunia adalah susunan cerita yang kita pilih dan secara konstan kita gunakan
untuk membentuk kembali dunia kita

Melihat manusia sebagai makhluk yang bercerita yang beralasan dalam


cara yang berbeda adalah pergeseran konseptual yang paling besar.

NARRATIVE RATIONALITY: COHERENCE AND FIDELITY

Menurut Fisher, tidak semua cerita sama-sama baik. Meskipun tidak ada
jaminan bahwa orang tidak akan meniru cerita yang buruk, namun ia berpikir
bahwa setiap orang menggunakan standar yang sama dari narrative rationality
atau rasionalitas naratif pada cerita yang mereka dengar.

Narrative Coherence: Does the Story Hang Together?

Koherensi naratif berkaitan dengan seberapa besar cerita bisa meyakinkan


pendengarnya. Sebuah cerita disebut sebagai satu kesatuan ketika kita yakin
bahwa narrator tidak meninggalkan detil-detil penting. Kita seringkali menilai
koherensi dari sebuah naratif dengan membandingkannya dengan cerita lain yang
telah kita dengar yang memiliki tema yang sama.

Bagi Fisher, pengujian utama dari koherensi naratif adalah apakah kita bisa
mengandalkan karakter yang bertindak dalammanner yang baik. Kita cenderung
untuk percaya pada cerita orang yang menunjukkan keberlanjutan dari pikiran,
motif, dan tindakan.
Narrative Fidelity: Does the Story Ring True and Humane?

Narrative fidelity atau kebenaran naratif adalah kualitas cerita yang


menyebabkan kata-kata yang menyentuh perasaan pendengar. Sebuah cerita
memiliki kebenaran ketika ia terdengar benar pada pengalaman pendengar. Fisher
percaya bahwa cerita memiliki kebenaran ketika cerita itu menyediakan alasan
yang baik untuk memandu tindakan kita di masa yang akan datang.

The logic of good reasons terpusat pada lima isu yang berkaitan dengan nilai-
nilai. Fisher mengatakan bahwa kita fokus pada

1) nilai yang melekat pada pesan

2) relevansi dari nilai-nilai itu untuk pengambilan keputusan

3) konsekuensi dari melekatnya kita pada nilai-nilai itu

4) tumpang-tindihnya dengan pandangan audiens mengenai dunia

5) konformitas dengan apa yang dipercaya audiens adalah “an ideal basis of
conduct.”

CRITIQUE: DOWS FISHER’S STORY HAVE COHERENCE AND


FIDELITY?

Paradigma naratif Fisher menawarkan analisis Aristoteles yang lebih


segar, yang sebelumnya telah mendominasi pemikiran retorika di lingkungan
komunikasi. Pendekatannya sangatlah demokratis. Ketika komunikasi dipandang
sebagai naratif, orang-orang biasanya tidak perlu untuk pelatihan atau ahli special
untuk menemukan apakah sebuah cerita dapat dipercaya.

Teori Fisher sendiri adalah sebuah cerita, dan seperti yang kita bayangkan,
tidak semua orang bisa menerima ceritanya. Banyak kritik yang masih
memperdebatkan pentingnya good reason dalam paradigma naratif, apakah teori
ini memiliki koherensi, dan apakah teori ini memiliki fidelity seperti yang
dikatakan Fisher sebagai cirri dari sebuah cerita yang baik
Teori Komunikasi Tentang Hubungan

A. Pola Interaksi dalam Hubungan

Pola dalam interaksi suatu hubungan banyak dipengaruhi oleh tradisi


sibernetika.Kaitannya dengan "pola interaksi dalam berhubungan" tradisi
sibernetika memiliki pandangan bahwa orang akan terus menerus melakukan
adaptasi terhadap perilakunya berdasarkan umpan balik yang diterimanya, dan
adaptasi ini dilakukan oleh semua pihak secara bersama sama.

Contoh: Dalam membina Hubungan

1. Hubungan suami istri dalam rumah tangga.terjadi adaptasi untuk


mendapatkan penyesuaian- penyesuaian dengan pasangan. Beda adaptasi
pada tahun pertama dengan yg sudah mengalami sekian tahun pernikahan.
Bagaimana pola interaksinya?
2. Hubungan keluarga= Orang tua vs Anak bagaimana pola interaksi
hubungan anak dgn ortu saat masih bayi/ anak-anak, adaptasi ortu dgn
anak saat anak merambah remaja, saat anak tumbuh menjadi dewasa
sementara dirinya bertambah tua? Bagaimana pola interaksinya?
3. Pola hubungan dominan - patuh. (suami-istri)
4. Pola hubungan hierarkis. Lingk Kerja (atasan - bawahan)
5. Pola hubungan yg setara (equal). Lingk. Bertetangga.
Adalah Gregory Batseon dan Paul Watzlawick. (Paolo Alto)
Menurut pandangan ini ketika dua orang berkomunikasi mereka
mendefinisikan hubungan mereka berdasarkan cara mereka berinterkasi.
Sifat hubungan menurut teori ini tidak di tentukan oleh
orang-orangnya/pelakunya melainkan oleh interaksi didalamnya, interaksi
sepanjang waktu yg mereka lakukan
2 jenis pola interaksi hubungan menurut Paolo Alto
A. Hubungan Simetris

Terjadi jika dua orang saling memberikan tanggapan dengan cara yang sama,
memiliki kedudukan yg sama.

Contoh: hubungan saat pemberian respon yang sama karena saling mendukung.

B. Hubungan Komplementer (saling melengkapi/ berseberangan)

Terjadi jika komunikator memberikan tanggapan dengan arah yg berbeda /


berlawanan.Jika satu dominan/ superior maka satunya pasif/inferior.Jika satu
argumentatif maka lawannya banyak diam dan menerima. dlsb

Melihat hubungan dengan melihat Skema Hubungan Keluarga

Bila melihat hubungan dengan kacamata ini, maka kita melhat dalam tradisi
sosiopsikologi. Teori skema hubungan Keluarga Penemu: Mary Anne Fitzpatrick
Fitzpatrick menyebut cara berpikir anggota sbg individu berpikir mengenai
keluarga sebagai "skema hubungan". Skema hubungan terdiri dari pengetahuan
mengenai diri sendiri, orang lain, hubungan yang sudah dikenal dan juga
pengetahuan mengenai bagaimana cara berinteraksi dalam hubungan. Skema
khusus-Skema keluarga/tertentu--- Skema umum.

Teori Skema Hubungan Keluarga

Skema hubungan dikelompokkan ke dalam sejumlah level atau tingkatan. Skema


ini terdiri atas pengetahuan mengenai:

Seberapa intim suatu keluarga

Derajat individualitas dalam keluarga Faktor eksternal keluarga, seperti teman,


jarak geografis, pekerjaan dan lainnya diluar keluarga.

Orientasi dalam berkomunikasi: orientasi percakapan (tinggi/rendah), orientasi


kepatuhan (patuh/individualis)

4 tipe keluarga menurut Fitzpatrick

1. Tipe keluarga Konsensual


2. Tipe keluarga Pluralistic

3. Tipe keluarga Protectif

4. Tipe keluarga Laissez Faire

Terbentuknya tipe tipe keluarga ini dipengaruhi oleh tipe orang tua dalam
mengasuh, yang dipengaruhi oleh cara-cara mereka menggunakan ruang, waktu,
energi dan derajat mereka dalam mengngkapkan perasaan, penggunaan kekuasaan
serta filosofi perkawinan.

Tipe keluarga Konsensual

Yaitu keluarga yg sangat sering melakukan percakapan, interkasi, juga memiliki


kepatuhan yang tinggi.

Keluarga tipe ini senang ngobrol bersama, tetapi pemegang otoritas keluarga
adalah orang tua sebagai pembuat keputusan.

Keluarga tipe ini sangat menghargai komunikasi secara terbuka, namun tetap
menghendaki kewenangan orang tua yang jelas sebagai panutan utama.

Tipe keluarga Pluralistic

Yaitu keluarga yang sangat sering melakukan percakapan, interaksi namun


memiliki kepatuhan yang rendah.

Anggota keluarga pada tipe pluralistic ini sering sekali berbicara secara terbuka,
tetapi setiap orang dalam keluarga akan membuat keputusannya masing-masing.

Orang tua tidak merasa perlu untuk mengontrol anak-anak mereka karena setiap
pendapat dinilai berdasarkan pada kebaikannya, yaitu pendapat mana yang
terbaik, dan setiap orang turut serta dalam pengambilan keputusan.

Tipe keluarga Protective

Keluarga yang jarang melakukan percakapan, namun memiliki kepatuhan yang


tinggi (sedikit komunikasi tetapi memiliki sifat patuh yang tinggi dalam keluarga)
Upaya untuk mendapatkan kepatuhan, lebih sering mengemukakan hal-hal buruk
yg akan terjadi jika pasangan atau anggota keluarga tidak patuh. (misal ancaman,
ketakutan)

Anggota keluarga tidak memiliki sifat ekspresif terhadap perasaan mereka sendiri.

Tipe keluarga Laissez Faire

Tipe keluarga yg jarang sekali melakukan percakapan dan tingkat kepatuhan yang
rendah.

Masing masing anggota kelurga tidak peduli terhadap apa yang dilakukan oleh
anggota keluarga lainnya.

Melihat hubungan dari sisi keterbukaan diri dalam membina hubungan

Teori yang berkaitan dengan keterbukaan dalam berhubungan Teori Penetrasi


Sosial

Tokohnya Irwin altman dan Dalmas taylor. Teori penetrasi sosial (social
penetration theory) berupaya mengidentifikasi proses peningkatan keterbukaan
dan keintiman seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

Mengenal seseorang, ingin membuka diri atau tidak, ibaratnya seperti kita melihat
orang dalam Bola/lingkaran

Hal yang boleh orang lain tahu atau ingin kita buka bisa berujud pada aspek
keluasan (banyaknya aspek yg diketahui tapi sedikit sedikit) atau aspek
kedalaman (satu topik tapi dalam).

Bila diri kita ingin kita buka pada satu topik/ sudut saja dan mendalam maka
keterbukaan yang ingin kita tampilkan adalah aspek kedalaman.

Bisa juga banyak sisi yg ingin kita tampilkan untuk diketahui banyak orang, tapi
hanya di sisi permukaan saja, maka dalam ranah ini aspek keluasan topik yang
ditawarkan untuk diketahui.
Dalam teori pertukaran sosial, interakasi manusia adalah seperti transaksi
ekonomi. Kalau bisa mendapatkan banyak dengan biaya minimal.

Jika teori pertukaran sosial diterapkan dalam teori penetrasi sosial, maka orang
akan mengungkapkan informasi mengenai dirinya lebih banyak bila rasio biaya
dan imbalan yang akan di terima sebanding.

Ketika imbalan/ manfaat yang diterima makin besar, sedangkan biaya/


pengorbanan semakin berkurang, maka hubungan antar pasangan individu akan
semakin dekat, dan mereka akan lebih banyak saling membuka diri.

Melihat hubungan dengan melihat bagaimana mengelola Perbedaan.

Teori yang berkaitan dengan mengelola Perbedaan

1. Teori Dialogis

Teori ini menjelaskan bagaimana suatu hubungan mampu memadukan atau


mengintegrasikan berbagai pandangan yang berbeda-beda dalam suatu hubungan.
Tokoh teori ini: Mikhail Bakhtin.

Dia mengemukakan bahwa selalu ada ketidak teraturan terus menerus yang
sifatnya konstan dalam setiap pola hubungan.

Bakhtin mengemukan bahwa terdapat dua jenis kekuatan yang berpengaruh dalam
kehidupan manusia setiap harinya yaitu: kekuatan sentripetal dan kekuatan
sentrifugal. kekuatan sentripetal adalah kekuatan untuk menerapkan aturan pada
saat kekacauan mulai muncul.
kekuatan sentrifugal kekuatan untuk mengacaukan atau menggangu aturan yang
telah ada. adanya dua kekuatan ini menyebahkan suatu hubungan itu terus
menurus pasti ada perubahan, dinamis dan tidak konstan.

Adanya bahasa, budaya telah menjadi medium untuk menjembatani kedua


kekuatan ini.

(baca hal 190, teori kom)

2. Teori hubungan Dialektik

Dikemukakan oleh Baxter. Menurutnya suatu hubungan ditentukan maknanya


melalui dialog diantara banyak suara. Selain itu suatu hubungan adalah tempat
dimana berbagai pertentangan atau perbedaan pendapat dikelola atau diatur.
Hubungan memiliki sifat yang dinamis, dan

komunikasi pada dasarnya adalah upaya bagaimana

mengelola persamaan dan perbedaan yg terjadi.

Adanya komunikasi membangun adanya similarity atau kesamaan pemahaman yg


menimbulkan keteraturan,

namun dgn komunikasi sekaligus juga menunjukkan, menciptakan perbedaan yg


menciptakan perubahan.
(hampir sama dgn konsep kekuatan sentripetal dan sentifugal sekaligus)

3. Teori Privasi Komunikasi

Di kemukakan oleh Sandra Petronio

Hal yg menjadi perhatian utama dalam teori ini adalah pengelolaan ketegangan
saat berkeinginan bersikap terbuka (openness) atau pilhan untuk bersikap tetutup.
Ingat pilihan mau terbuka atau tertutup dalam teori ini bukan dipengaruhi oleh
unsur pribadi tetapi atas kesepakatan bersama antar pelaku hubungan.

Individu yg terlibat dalam suatu hubungan dengan individu lain akan terus
menerus mengelola garis batas (boundary) dalam dirinya ingin terbuka atau tdk
ingin berbagi.

Teori Privasi Komunikasi

Teori ini hampir sama dgn teori penentrasi sosial yg mengelola kapan waktunya
kita membuka informasi atas diri kita atau kita menutupnya sebagai sebuah privasi
pribadi.

Perbedaannya, 1. Dalam teori Privasi Komunikasi yg dikemukan oleh Sandra


Petronio, adalah paradigmanya yg berbeda. Kalau penetrasi sosial yg kita bahas
sebelumnya dlm kacamata sosiopsikologis, maka dalam teori privasi komunikasi
ini kacamata yg digunakan adalah sosiokultural.

2. Dalam penetrasi sosial kita mau terbuka atau tidak dalam berhubungan di
tentukan oleh hubungan /alasan ekonomis. Bila manfaat yg kita dapat banyak,
sementara biaya yg kita keluarkan sedikit makan n hubungan akan tetap terjalin.
Sementara dalam teori privasi komunikasi ini tdk semata mata atas pertimbangan
ekonomis, tetapi keterbukaan ini bukan semata mata atas keputusan individu
pelaku komunikasi, tetapi adanya kesepakatan bersama ( konsensus) antar pelaku
yg terlibat dalam hubungan.
DAFTAR PUSTAKA

Supratiknya,Dr,1996. Komunikasi Antar Pribadi.Tinjauan Psikolos.


Yogyakarta: Kanisius

Amran,2017.Teori Komunikadi Antar Pribadi,Fakultas Ilmu Sosial dan


Ilmu Politik,Universitas Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara.

Lestari Puji,2011.Teori Komunikasi Massa,Attribution Non-


Commercial.

Sandy Narazalexandria,2019.Teori Komunikasi Kelompok,All Rights


Resenved.

https://id.scribd.com/doc/59268932/TEORI-KOMUNIKASI-MASSA

https://www.scribd.com/document/337669048/Review-Bahasa-Indonesia-Griffin-
Chapter-22-23

https://www.scribd.com/document/96025333/Teori-Dramatism-Kenneth-Burke

http://rosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2016/04/
ebooksclub.org__A_First_Look_at_Communication_Theory___8th_Edition_.pdf

http://www.pengertianku.net/search/
pengertian+komunikasi+verbal+dan+non+verbal

https://rumahradhen.wordpress.com/materi-kuliahku/semester-iii/
perilaku-dalam-berorganisasi/hambatan-komunikasi-dan-komunikasi-antar-
pribadi/

http://ariplie.blogspot.co.id/2005/05/pengertian-unsur-unsursifat-sifat-
dan.html

Anda mungkin juga menyukai