Anda di halaman 1dari 28

Teori Komunikadi Antar Pribadi

Teori komunikasi antar pribadi adalah teori yang menjelaskan bagaimana individu
berkomunikasi dengan individu lain. Teori ini berfokus pada proses komunikasi yang terjadi
antara dua orang atau lebih, serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi
tersebut.

Adapun Teori-teori Komunikasi Antar Pribadi

1. Teori Pengurangan Ketidakpastian

Teori pengurangan ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory) adalah teori


komunikasi yang menjelaskan bagaimana individu menggunakan komunikasi untuk
mengurangi ketidakpastian mereka tentang orang lain. Teori ini dikemukakan oleh
Charles R. Berger dan Richard J. Calabrese pada tahun 1975.

Teori pengurangan ketidak pastian ini mengungkap beberapa aksioma, yang


berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia dalam menjalin relasi antar priadi.
Aksioma tersebut adalah sebagai berikut:

a. Komunikasi verbal: menghadapi tingginya ketidakpastian pada awal


perjumpaan dengan orang yang tidak dikenal.

b. Kehangatan non verbal: begitu terjadi peningkatan ekspresi non verbal maka
derajat ketidak pastian akan berkurang pada situasi awal interaksi.

c. Pencarian informasi: tingginya derajat ketidak pastian akan meningkatkan


perilaku informasi.

d. Self-disclosure: tingginya ketidak pastian dalam satu relasi akan menurungkan


derajat intim dalam komunkasi.

e. Timbale balik: tingginya ketidak pastian menghasilkan tingginya tingkat timbal


balik.

Teori pengurangan ketidakpastian ini memiliki beberapa asumsi:

a. Orang mengalami ketidakpastian dalam latar interpersonal. Ketidakpastian


adalah perasaan tidak tahu atau tidak pasti tentang seseorang atau sesuatu. Dalam
konteks interpersonal, ketidakpastian dapat mencakup pengetahuan tentang orang
lain, seperti keyakinan, nilai, tujuan, atau perilaku mereka.
b. Orang termotivasi untuk mengurangi ketidakpastian. Ketidakpastian dapat
menyebabkan perasaan cemas, stres, dan ketidaknyamanan. Oleh karena itu,
orang termotivasi untuk mengurangi ketidakpastian tersebut agar dapat merasa
lebih nyaman dan percaya diri dalam interaksi mereka.
c. Komunikasi adalah alat yang efektif untuk mengurangi ketidakpastian.
Komunikasi memungkinkan orang untuk berbagi informasi dan membentuk
pemahaman yang lebih baik tentang satu sama lain. Dengan demikian,
komunikasi dapat membantu mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan
kenyamanan dan kepercayaan dalam interaksi interpersonal.

2. Teori Penilaian Sosial


Teori komunikasi penilaian sosial adalah teori komunikasi yang menjelaskan
bagaimana individu menilai pesan-pesan yang diterimanya. Teori ini dikembangkan
oleh Muzafer Sherif dan Carl Hovland pada tahun 1950-an.
Teori penilaian sosial menyatakan bahwa individu memiliki sikap tertentu
terhadap suatu objek atau isu. Sikap ini dapat bersifat positif, negatif, atau netral.
Ketika individu menerima pesan tentang objek atau isu tersebut, mereka akan menilai
pesan tersebut berdasarkan sikap mereka.
Teori komunikasi penilaian sosial memiliki beberapa aksioma,Aksioma-aksioma
tersebut mendasari penjelasan teori komunikasi penilaian sosial tentang bagaimana
individu menilai pesan-pesan yang diterimanya.
a. Pesan yang efektif adalah pesan yang sejalan dengan sikap individu. Pesan
yang sejalan dengan sikap individu cenderung diterima oleh individu. Oleh
karena itu, pesan yang efektif adalah pesan yang sejalan dengan sikap individu
yang dituju.
b. Pesan yang bertentangan dengan sikap individu akan sulit diterima. Pesan
yang bertentangan dengan sikap individu cenderung ditolak oleh individu. Oleh
karena itu, pesan yang bertentangan dengan sikap individu harus disampaikan
dengan hati-hati agar dapat diterima oleh individu.
c. Pesan yang tidak relevan dengan sikap individu akan diabaikan. Pesan yang
tidak relevan dengan sikap individu cenderung diabaikan oleh individu. Oleh
karena itu, pesan yang disampaikan harus relevan dengan sikap individu yang
dituju.

Asumsi teori komunikasi sosial adalah pernyataan-pernyataan yang diterima


sebagai kebenaran tanpa perlu dibuktikan. Asumsi-asumsi ini mendasari penjelasan
teori komunikasi sosial tentang bagaimana komunikasi sosial bekerja.Berikut adalah
penjelasan lebih lanjut tentang masing-masing asumsi:

a. Manusia adalah makhluk sosial. Asumsi ini menyatakan bahwa manusia


memiliki kebutuhan untuk berhubungan, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan
orang lain. Kebutuhan ini disebut sebagai kebutuhan affiliasi. Kebutuhan affiliasi
merupakan kebutuhan dasar manusia yang penting untuk memenuhi kebutuhan
sosial dan emosional.
b. Komunikasi adalah proses. Asumsi ini menyatakan bahwa komunikasi adalah
proses yang berkelanjutan dan dinamis. Komunikasi tidak terjadi secara instan,
tetapi merupakan proses yang terus berkembang. Komunikasi juga tidak terjadi
dalam satu arah, tetapi merupakan proses yang melibatkan dua atau lebih orang
yang saling bertukar informasi dan makna.
c. Komunikasi adalah transaksi. Asumsi ini menyatakan bahwa komunikasi
melibatkan dua atau lebih orang yang saling bertukar informasi dan makna.
Dalam komunikasi, setiap orang tidak hanya menjadi pengirim pesan, tetapi juga
penerima pesan.
d. Komunikasi adalah simbolik. Asumsi ini menyatakan bahwa komunikasi
menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan informasi dan makna.
Simbol-simbol ini dapat berupa kata-kata, gambar, gerakan tubuh, atau tanda-
tanda lainnya.
e. Komunikasi adalah kontekstual. Asumsi ini menyatakan bahwa komunikasi
terjadi dalam konteks tertentu yang mempengaruhi bagaimana komunikasi
tersebut berlangsung. Konteks ini dapat berupa waktu, tempat, budaya, atau
hubungan antar partisipan komunikasi.

3. Teori Penetrasi Sosial


Teori komunikasi penetrasi sosial (social penetration theory) adalah teori yang
dikembangkan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor pada tahun 1960-an. Teori ini
menjelaskan bagaimana hubungan interpersonal berkembang dari komunikasi
superfisial ke komunikasi yang lebih intim.Jadi,teori penetrasi sosial yaitu hubungan
interpersonal berkembang melalui proses komunikasi yang melibatkan pembukaan diri
(self-disclosure)
Teori komunikasi penetrasi sosial (social penetration theory) memiliki beberapa
aksioma,Aksioma-aksioma tersebut mendasari penjelasan teori penetrasi sosial tentang
bagaimana hubungan interpersonal berkembang.
a. Individu memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain.
Aksioma ini menyatakan bahwa individu memiliki kebutuhan untuk
berhubungan, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan orang lain. Kebutuhan ini
disebut sebagai kebutuhan affiliasi. Kebutuhan affiliasi merupakan kebutuhan
dasar manusia yang penting untuk memenuhi kebutuhan sosial dan emosional.
b. Individu akan berusaha untuk menjalin hubungan yang semakin intim
dengan orang lain.
Aksioma ini menyatakan bahwa individu akan berusaha untuk menjalin
hubungan yang semakin intim dengan orang lain karena mereka memiliki
kebutuhan affiliasi. Hubungan yang semakin intim akan memberikan kepuasan
emosional yang lebih besar kepada individu.
c. Intimitas dalam hubungan interpersonal berkembang melalui proses
komunikasi.
Aksioma ini menyatakan bahwa komunikasi adalah faktor penting dalam
perkembangan hubungan interpersonal. Melalui komunikasi, individu dapat
saling mengenal dan memahami satu sama lain. Komunikasi juga dapat
digunakan untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, dan pengalaman pribadi.
d. Pembukaan diri (self-disclosure) adalah faktor penting dalam
perkembangan hubungan interpersonal.
Aksioma ini menyatakan bahwa pembukaan diri adalah faktor penting
dalam perkembangan hubungan interpersonal. Pembukaan diri adalah proses
mengungkapkan informasi pribadi kepada orang lain. Informasi pribadi ini dapat
berupa informasi tentang diri sendiri, perasaan, pikiran, pengalaman, dan
keyakinan.
e. Resiprokalitas (timbal-balik) adalah faktor penting dalam perkembangan
hubungan interpersonal.
Aksioma ini menyatakan bahwa resiprokalitas adalah faktor penting dalam
perkembangan hubungan interpersonal. Resiprokalitas adalah kondisi di mana
dua orang dalam suatu hubungan saling membuka diri. Resiprokalitas merupakan
faktor penting dalam membangun dan memelihara hubungan yang saling
menguntungkan.

Asumsi teori komunikasi penetrasi sosial adalah pernyataan-pernyataan yang


diterima sebagai kebenaran tanpa perlu dibuktikan. Asumsi-asumsi ini mendasari
penjelasan teori komunikasi penetrasi sosial tentang bagaimana hubungan interpersonal
berkembang.

Asumsi-asumsi tersebut mendasari penjelasan teori penetrasi sosial tentang


bagaimana hubungan interpersonal berkembang.

a. Individu memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain.


Asumsi ini menyatakan bahwa individu memiliki kebutuhan untuk
berhubungan, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan orang lain. Kebutuhan ini
disebut sebagai kebutuhan affiliasi. Kebutuhan affiliasi merupakan kebutuhan
dasar manusia yang penting untuk memenuhi kebutuhan sosial dan emosional.
b. Individu akan berusaha untuk menjalin hubungan yang semakin intim
dengan orang lain.
Asumsi ini menyatakan bahwa individu akan berusaha untuk menjalin
hubungan yang semakin intim dengan orang lain karena mereka memiliki
kebutuhan affiliasi. Hubungan yang semakin intim akan memberikan kepuasan
emosional yang lebih besar kepada individu.
c. Intimitas dalam hubungan interpersonal berkembang melalui proses
komunikasi.
Asumsi ini menyatakan bahwa komunikasi adalah faktor penting dalam
perkembangan hubungan interpersonal. Melalui komunikasi, individu dapat
saling mengenal dan memahami satu sama lain. Komunikasi juga dapat
digunakan untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, dan pengalaman pribadi.
d. Pembukaan diri (self-disclosure) adalah faktor penting dalam
perkembangan hubungan interpersonal.
Asumsi ini menyatakan bahwa pembukaan diri adalah faktor penting dalam
perkembangan hubungan interpersonal. Pembukaan diri adalah proses
mengungkapkan informasi pribadi kepada orang lain. Informasi pribadi ini dapat
berupa informasi tentang diri sendiri, perasaan, pikiran, pengalaman, dan
keyakinan.
e. Resiprokalitas (timbal-balik) adalah faktor penting dalam perkembangan
hubungan interpersonal.
Asumsi ini menyatakan bahwa resiprokalitas adalah faktor penting dalam
perkembangan hubungan interpersonal. Resiprokalitas adalah kondisi di mana
dua orang dalam suatu hubungan saling membuka diri. Resiprokalitas merupakan
faktor penting dalam membangun dan memelihara hubungan yang saling
menguntungkan.
Teori Komunikasi Massa

Teori komunikasi massa adalah teori yang menjelaskan bagaimana komunikasi massa
bekerja. Komunikasi massa adalah proses komunikasi yang melibatkan satu sumber
(komunikator) yang menyampaikan pesan kepada khalayak yang besar dan heterogen melalui
media massa.Teori komunikasi massa juga dapat digunakan untuk mengembangkan strategi
komunikasi massa yang efektif.
1. Teori Pengaruh Tradisi
Teori pengaruh tradisi adalah teori yang menjelaskan bagaimana tradisi dapat
mempengaruhi komunikasi. Tradisi adalah kebiasaan atau kepercayaan yang diturunkan
dari generasi ke generasi. Tradisi dapat berupa kebiasaan, ritual, atau simbol-simbol
yang memiliki makna bagi suatu kelompok atau masyarakat.
Aksioma teori komunikasi sosial adalah pernyataan-pernyataan yang diterima
sebagai kebenaran tanpa perlu dibuktikan. Aksioma-aksioma ini mendasari penjelasan
teori komunikasi sosial tentang bagaimana komunikasi sosial bekerja.
Aksioma-aksioma teori komunikasi sosial ini penting untuk dipahami karena
dapat membantu kita untuk memahami bagaimana komunikasi sosial bekerja.
Aksioma-aksioma ini juga dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena
komunikasi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
a. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan untuk
berhubungan, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan orang lain. Kebutuhan ini
disebut sebagai kebutuhan affiliasi. Kebutuhan affiliasi merupakan kebutuhan
dasar manusia yang penting untuk memenuhi kebutuhan sosial dan emosional.
Aksioma ini menyatakan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk
berhubungan, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan orang lain. Kebutuhan ini
disebut sebagai kebutuhan affiliasi. Kebutuhan affiliasi merupakan kebutuhan
dasar manusia yang penting untuk memenuhi kebutuhan sosial dan emosional.
Manusia membutuhkan interaksi sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhannya,
seperti:
1) Kebutuhan untuk merasa diterima dan dihargai
2) Kebutuhan untuk berbagi informasi dan pengalaman
3) Kebutuhan untuk mendapatkan dukungan emosional
4) Kebutuhan untuk belajar dan berkembang
b. Komunikasi adalah proses. Komunikasi adalah proses yang berkelanjutan dan
dinamis. Komunikasi tidak terjadi secara instan, tetapi merupakan proses yang
terus berkembang. Komunikasi juga tidak terjadi dalam satu arah, tetapi
merupakan proses yang melibatkan dua atau lebih orang yang saling bertukar
informasi dan makna. Aksioma ini menyatakan bahwa komunikasi adalah proses
yang berkelanjutan dan dinamis. Komunikasi tidak terjadi secara instan, tetapi
merupakan proses yang terus berkembang. Komunikasi juga tidak terjadi dalam
satu arah, tetapi merupakan proses yang melibatkan dua atau lebih orang yang
saling bertukar informasi dan makna. Komunikasi adalah proses yang
berkelanjutan karena komunikasi tidak pernah berhenti. Komunikasi selalu terjadi
dalam kehidupan kita, baik secara sadar maupun tidak sadar. Komunikasi juga
merupakan proses yang dinamis karena komunikasi selalu berubah dan
berkembang seiring dengan perubahan kondisi dan situasi.
c. Komunikasi adalah transaksi. Komunikasi melibatkan dua atau lebih orang
yang saling bertukar informasi dan makna. Dalam komunikasi, setiap orang tidak
hanya menjadi pengirim pesan, tetapi juga penerima pesan.
Aksioma ini menyatakan bahwa komunikasi melibatkan dua atau lebih orang
yang saling bertukar informasi dan makna. Dalam komunikasi, setiap orang tidak
hanya menjadi pengirim pesan, tetapi juga penerima pesan.
Komunikasi adalah transaksi karena komunikasi adalah proses yang melibatkan
dua atau lebih orang yang saling mempengaruhi satu sama lain. Pengirim pesan
tidak hanya menyampaikan informasi kepada penerima pesan, tetapi juga
menerima umpan balik dari penerima pesan. Umpan balik ini dapat berupa
penerimaan, penolakan, atau permintaan klarifikasi.
d. Komunikasi adalah simbolik. Komunikasi menggunakan simbol-simbol untuk
menyampaikan informasi dan makna. Simbol-simbol ini dapat berupa kata-kata,
gambar, gerakan tubuh, atau tanda-tanda lainnya.
Aksioma ini menyatakan bahwa komunikasi menggunakan simbol-simbol untuk
menyampaikan informasi dan makna. Simbol-simbol ini dapat berupa kata-kata,
gambar, gerakan tubuh, atau tanda-tanda lainnya.
Komunikasi adalah proses simbolik karena komunikasi menggunakan simbol-
simbol untuk menyampaikan informasi dan makna. Simbol-simbol ini dapat
berupa kata-kata yang diucapkan atau ditulis, gambar, gerakan tubuh, atau tanda-
tanda lainnya. Simbol-simbol ini memiliki makna yang disepakati oleh orang-
orang yang terlibat dalam komunikasi.
e. Komunikasi adalah kontekstual. Komunikasi terjadi dalam konteks tertentu
yang mempengaruhi bagaimana komunikasi tersebut berlangsung. Konteks ini
dapat berupa waktu, tempat, budaya, atau hubungan antar partisipan komunikasi.
Aksioma ini menyatakan bahwa komunikasi terjadi dalam konteks tertentu yang
mempengaruhi bagaimana komunikasi tersebut berlangsung. Konteks ini dapat
berupa waktu, tempat, budaya, atau hubungan antar partisipan komunikasi.
Komunikasi adalah proses kontekstual karena komunikasi terjadi dalam konteks
tertentu yang mempengaruhi bagaimana komunikasi tersebut berlangsung.
Konteks ini dapat berupa waktu, tempat, budaya, atau hubungan antar partisipan
komunikasi. Misalnya, komunikasi yang terjadi di dalam kelas akan berbeda
dengan komunikasi yang terjadi di luar kelas. Komunikasi yang terjadi di budaya
tertentu akan berbeda dengan komunikasi yang terjadi di budaya lain.
Komunikasi yang terjadi antara teman akan berbeda dengan komunikasi yang
terjadi antara atasan dan bawahan.

Asumsi teori pengaruh tradisi adalah pernyataan-pernyataan yang diterima


sebagai kebenaran tanpa perlu dibuktikan. Asumsi-asumsi ini mendasari penjelasan
teori komunikasi pengaruh tradisi tentang bagaimana tradisi dapat mempengaruhi
komunikasi.
Berikut adalah beberapa asumsi teori pengaruh tradisi:

a. Tradisi adalah bagian dari budaya. Tradisi adalah kebiasaan atau kepercayaan
yang diturunkan dari generasi ke generasi. Tradisi dapat berupa kebiasaan, ritual,
atau simbol-simbol yang memiliki makna bagi suatu kelompok atau masyarakat.

b. Tradisi memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku manusia. Tradisi


dapat mempengaruhi perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupan,
termasuk komunikasi.

c. Komunikasi dipengaruhi oleh konteks budaya. Komunikasi yang terjadi dalam


suatu budaya tertentu akan dipengaruhi oleh tradisi budaya tersebut.

d. Asumsi-asumsi teori pengaruh tradisi ini penting untuk dipahami karena dapat
membantu kita untuk memahami bagaimana tradisi dapat mempengaruhi
komunikasi. Asumsi-asumsi ini juga dapat digunakan untuk menjelaskan
berbagai fenomena komunikasi yang terjadi dalam konteks budaya yang beragam.

Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang masing-masing asumsi:

a. Tradisi adalah bagian dari budaya.


Asumsi ini menyatakan bahwa tradisi adalah bagian dari budaya. Tradisi
merupakan salah satu unsur budaya yang penting. Tradisi dapat membantu untuk
mempertahankan dan melestarikan budaya.
Tradisi dapat dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, seperti:
1) Kebiasaan, yaitu perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang dan
dianggap sebagai hal yang normal.
2) Ritual, yaitu upacara atau kegiatan yang dilakukan secara khusus untuk
memperingati atau merayakan peristiwa tertentu.
3) Simbol, yaitu benda atau tanda yang memiliki makna tertentu.
b. Tradisi memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku manusia.
Asumsi ini menyatakan bahwa tradisi memiliki pengaruh yang kuat terhadap
perilaku manusia. Tradisi dapat mempengaruhi perilaku manusia dalam berbagai
aspek kehidupan, termasuk komunikasi.

Tradisi dapat mempengaruhi komunikasi melalui beberapa cara, yaitu:


1) Tradisi dapat menentukan topik yang dapat dibicarakan dalam komunikasi.
Misalnya, dalam suatu masyarakat yang menjunjung tinggi tradisi adat
istiadat, maka topik-topik yang berkaitan dengan adat istiadat tersebut akan
lebih sering dibicarakan dalam komunikasi.
2) Tradisi dapat menentukan cara berkomunikasi. Misalnya, dalam suatu
masyarakat yang menjunjung tinggi tradisi kesopanan, maka cara
berkomunikasi yang sopan dan santun akan lebih diutamakan. Tradisi dapat
menentukan makna yang terkandung dalam komunikasi. Misalnya, dalam
suatu masyarakat yang menjunjung tinggi tradisi spiritual, maka simbol-
simbol spiritual akan memiliki makna yang penting dalam komunikasi.
c. Komunikasi dipengaruhi oleh konteks budaya.

Asumsi ini menyatakan bahwa komunikasi yang terjadi dalam suatu budaya
tertentu akan dipengaruhi oleh tradisi budaya tersebut.

Tradisi budaya dapat mempengaruhi komunikasi melalui beberapa cara,


yaitu:

1) Tradisi budaya dapat menentukan topik yang dapat dibicarakan dalam


komunikasi. Misalnya, dalam suatu budaya yang menjunjung tinggi tradisi
kesunyian, maka topik-topik yang bersifat pribadi akan lebih jarang
dibicarakan dalam komunikasi.
2) Tradisi budaya dapat menentukan cara berkomunikasi. Misalnya, dalam
suatu budaya yang menjunjung tinggi tradisi kontak mata, maka kontak
mata akan menjadi hal yang penting dalam komunikasi.
3) Tradisi budaya dapat menentukan makna yang terkandung dalam
komunikasi. Misalnya, dalam suatu budaya yang menjunjung tinggi tradisi
simbolisme, maka simbol-simbol akan memiliki makna yang penting dalam
komunikasi.

2. Teori Pengharapan Nilai

Teori pengharapan nilai (value expectancy theory) adalah salah satu teori
komunikasi massa yang menjelaskan bahwa pemilihan dan penggunaan media oleh
khalayak dipengaruhi oleh harapan dan nilai-nilai yang mereka anut.

Teori ini dikemukakan oleh Joseph R. Dominick dan Daniel J. Wackman pada
tahun 1983. Teori ini merupakan perkembangan dari teori uses and gratifications yang
dikemukakan oleh Elihu Katz, Jay Blumler, dan Michael Gurevitch pada tahun 1974.

Aksioma dari teori pengharapan nilai adalah pernyataan yang mendasari teori
tersebut. Aksioma-aksioma ini memberikan gambaran bahwa khalayak bukan objek
pasif yang dikendalikan oleh media. Sebaliknya, khalayak adalah individu yang aktif
dan memiliki kemampuan untuk memilih dan menggunakan media sesuai dengan
kebutuhan dan nilai-nilai mereka.

Berikut adalah aksioma-aksioma dari teori pengharapan nilai:

a. Khalayak memiliki harapan dan nilai-nilai tertentu dalam menggunakan


media. Khalayak memiliki harapan dan nilai-nilai tertentu dalam menggunakan
media. Harapan ini dapat berupa harapan untuk memperoleh informasi, hiburan,
atau bahkan untuk membentuk opini. Nilai-nilai ini dapat berupa nilai pribadi,
nilai sosial, atau nilai budaya. Misalnya, seorang remaja yang sedang mengalami
masa pubertas mungkin memiliki harapan untuk memperoleh informasi tentang
hubungan percintaan. Remaja tersebut akan lebih cenderung memilih untuk
menonton film atau membaca novel yang bertemakan percintaan.
b. Khalayak akan memilih dan menggunakan media yang mereka yakini dapat
memenuhi harapan dan nilai-nilai mereka. Khalayak akan memilih dan
menggunakan media yang mereka yakini dapat memenuhi harapan dan nilai-nilai
mereka. Misalnya, seorang remaja yang sedang mengalami masa pubertas akan
lebih cenderung memilih untuk menonton film atau membaca novel yang
bertemakan percintaan karena remaja tersebut memiliki harapan untuk
memperoleh informasi tentang hubungan percintaan.
c. Pengaruh media massa terhadap khalayak bersifat tidak langsung. Pengaruh
media massa terhadap khalayak bersifat tidak langsung. Pengaruh media massa
terhadap khalayak akan bergantung pada harapan dan nilai-nilai yang dianut oleh
khalayak. Misalnya, seorang remaja yang sedang mengalami masa pubertas
mungkin akan lebih cenderung percaya pada pesan-pesan media tentang
hubungan percintaan jika pesan-pesan tersebut sesuai dengan harapan dan nilai-
nilai yang dianut oleh remaja tersebut.

Asumsi teori komunikasi pengharapan nilai adalah pernyataan yang mendasari


teori tersebut. Asumsi-asumsi ini memberikan gambaran penjelasan singkat dari
masing-masing asumsi tentang bagaimana teori tersebut bekerja.

Berikut adalah asumsi-asumsi dari teori komunikasi pengharapan nilai:

a. Khalayak adalah individu yang aktif dan berorientasi pada tujuan. Khalayak
tidak hanya pasif menerima pesan media, tetapi juga memiliki tujuan dan
motivasi tertentu dalam menggunakan media. Tujuan ini dapat berupa
memperoleh informasi, hiburan, atau bahkan untuk membentuk opini. Asumsi ini
menjelaskan bahwa khalayak bukanlah objek pasif yang dikendalikan oleh media.
Sebaliknya, khalayak adalah individu yang aktif dan memiliki kemampuan untuk
memilih dan menggunakan media sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya.
b. Harapan dan nilai-nilai khalayak berperan penting dalam pemilihan dan
penggunaan media. Khalayak akan memilih dan menggunakan media yang
mereka yakini dapat memenuhi harapan dan nilai-nilai mereka. Asumsi ini
menjelaskan bahwa harapan dan nilai-nilai khalayak berperan penting dalam
pemilihan dan penggunaan media. Khalayak akan memilih dan menggunakan
media yang mereka yakini dapat memenuhi harapan dan nilai-nilai mereka.
c. Pengaruh media massa terhadap khalayak bersifat tidak langsung. Pengaruh
media massa terhadap khalayak tidak hanya bergantung pada pesan media itu
sendiri, tetapi juga pada harapan dan nilai-nilai yang dianut oleh khalayak.
Asumsi ini menjelaskan bahwa pengaruh media massa terhadap khalayak bersifat
tidak langsung. Pengaruh media massa terhadap khalayak tidak hanya bergantung
pada pesan media itu sendiri, tetapi juga pada harapan dan nilai-nilai yang dianut
oleh khalayak.

Asumsi-asumsi ini memberikan gambaran bahwa khalayak bukan merupakan


objek pasif yang dikendalikan oleh media massa. Sebaliknya, khalayak adalah individu
yang aktif dan memiliki kemampuan untuk memilih dan menggunakan media sesuai
dengan kebutuhan dan nilai-nilai mereka.

3. Teori Ketergantungan

Teori ketergantungan (dependency theory) adalah teori komunikasi massa yang


menjelaskan bahwa khalayak akan semakin tergantung pada media massa dalam
memenuhi kebutuhannya jika media massa tersebut menyediakan informasi dan
hiburan yang relevan dan dapat dipercaya.

Teori ini dikemukakan oleh Melvin DeFleur dan Sandra Ball-Rokeach pada tahun
1976. Teori ini merupakan perkembangan dari teori uses and gratifications yang
dikemukakan oleh Elihu Katz, Jay Blumler, dan Michael Gurevitch pada tahun 1974.

Aksioma teori komunikasi ketergantungan adalah pernyataan yang mendasari


teori tersebut. Aksioma-aksioma ini memberikan gambaran bahwa khalayak bukanlah
objek pasif yang dikendalikan oleh media. Sebaliknya, khalayak adalah individu yang
aktif dan memiliki kemampuan untuk memilih dan menggunakan media sesuai dengan
kebutuhan dan motivasinya.

Berikut adalah penjelasan singkat dari masing-masing aksioma:

a. Khalayak memiliki kebutuhan dan motivasi tertentu dalam menggunakan


media. Khalayak memiliki kebutuhan dan motivasi tertentu dalam menggunakan
media. Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan untuk memperoleh informasi,
hiburan, atau bahkan untuk membentuk opini. Misalnya, seorang remaja yang
sedang mengalami masa pubertas mungkin memiliki kebutuhan untuk
memperoleh informasi tentang hubungan percintaan. Remaja tersebut akan lebih
cenderung memilih untuk menggunakan media massa yang menyediakan
informasi dan hiburan tentang hubungan percintaan.
b. Media massa dapat memenuhi kebutuhan dan motivasi khalayak dengan
menyediakan informasi dan hiburan yang relevan dan dapat dipercaya.
Media massa dapat memenuhi kebutuhan dan motivasi khalayak dengan
menyediakan informasi dan hiburan yang relevan dan dapat dipercaya. Informasi
dan hiburan yang relevan adalah informasi dan hiburan yang sesuai dengan
kebutuhan dan motivasi khalayak. Informasi dan hiburan yang dapat dipercaya
adalah informasi dan hiburan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Misalnya, seorang remaja yang sedang mengalami masa pubertas akan lebih
cenderung menggunakan media massa yang menyediakan informasi dan hiburan
tentang hubungan percintaan yang relevan dengan kebutuhannya. Remaja
tersebut juga akan lebih cenderung menggunakan media massa yang
menyediakan informasi dan hiburan tentang hubungan percintaan yang dapat
dipercaya.
c. Khalayak akan semakin tergantung pada media massa yang menyediakan
informasi dan hiburan yang relevan dan dapat dipercaya. Khalayak akan
semakin tergantung pada media massa yang menyediakan informasi dan hiburan
yang relevan dan dapat dipercaya. Semakin relevan dan dapat dipercaya
informasi dan hiburan yang disediakan oleh media massa, semakin besar
kemungkinan khalayak untuk menggunakan media massa tersebut. Khalayak
akan menjadi semakin tergantung pada media massa tersebut dalam memenuhi
kebutuhannya. Misalnya, seorang remaja yang sedang mengalami masa pubertas
akan semakin tergantung pada media massa yang menyediakan informasi dan
hiburan tentang hubungan percintaan yang relevan dengan kebutuhannya dan
dapat dipercaya. Remaja tersebut akan menjadi semakin tergantung pada media
massa tersebut dalam memperoleh informasi dan hiburan tentang hubungan
percintaan.

Asumsi teori ketergantungan adalah pernyataan yang mendasari teori tersebut.


Asumsi-asumsi ini memberikan gambaran umum tentang bagaimana teori tersebut
bekerja dan penjelasan singkat dari masing-masing asumsi:

a. Khalayak adalah individu yang aktif dan memiliki kebutuhan dan motivasi
tertentu dalam menggunakan media. Khalayak tidak hanya pasif menerima
pesan media, tetapi juga memiliki tujuan dan motivasi tertentu dalam
menggunakan media. Tujuan ini dapat berupa memperoleh informasi, hiburan,
atau bahkan untuk membentuk opini.Asumsi ini menjelaskan bahwa khalayak
bukanlah objek pasif yang dikendalikan oleh media. Sebaliknya, khalayak adalah
individu yang aktif dan memiliki kemampuan untuk memilih dan menggunakan
media sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya.
b. Media massa dapat memenuhi kebutuhan dan motivasi khalayak dengan
menyediakan informasi dan hiburan yang relevan dan dapat dipercaya.
Media massa dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini dengan menyediakan
informasi dan hiburan yang relevan dan dapat dipercaya. Informasi dan hiburan
yang relevan adalah informasi dan hiburan yang sesuai dengan kebutuhan dan
motivasi khalayak. Informasi dan hiburan yang dapat dipercaya adalah informasi
dan hiburan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Asumsi ini
menjelaskan bahwa media massa dapat memenuhi kebutuhan dan motivasi
khalayak dengan menyediakan informasi dan hiburan yang relevan dan dapat
dipercaya. Informasi dan hiburan yang relevan adalah informasi dan hiburan yang
sesuai dengan kebutuhan dan motivasi khalayak. Informasi dan hiburan yang
dapat dipercaya adalah informasi dan hiburan yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
c. Pengaruh media massa terhadap khalayak bersifat tidak langsung. Pengaruh
media massa terhadap khalayak tidak hanya bergantung pada pesan media itu
sendiri, tetapi juga pada relevansi dan kepercayaan informasi dan hiburan yang
disediakan oleh media massa tersebut. Asumsi ini menjelaskan bahwa pengaruh
media massa terhadap khalayak bersifat tidak langsung. Pengaruh media massa
terhadap khalayak tidak hanya bergantung pada pesan media itu sendiri, tetapi
juga pada relevansi dan kepercayaan informasi dan hiburan yang disediakan oleh
media massa tersebut.
d. Khalayak akan semakin tergantung pada media massa yang menyediakan
informasi dan hiburan yang relevan dan dapat dipercaya. Semakin relevan
dan dapat dipercaya informasi dan hiburan yang disediakan oleh media massa,
semakin besar kemungkinan khalayak untuk menggunakan media massa tersebut.
Khalayak akan menjadi semakin tergantung pada media massa tersebut dalam
memenuhi kebutuhannya. Asumsi ini menjelaskan bahwa khalayak akan semakin
tergantung pada media massa yang menyediakan informasi dan hiburan yang
relevan dan dapat dipercaya. Semakin relevan dan dapat dipercaya informasi dan
hiburan yang disediakan oleh media massa, semakin besar kemungkinan khalayak
untuk menggunakan media massa tersebut. Khalayak akan menjadi semakin
tergantung pada media massa tersebut dalam memenuhi kebutuhannya. Asumsi-
asumsi ini memberikan gambaran bahwa khalayak bukan merupakan objek pasif
yang dikendalikan oleh media massa. Sebaliknya, khalayak adalah individu yang
aktif dan memiliki kemampuan untuk memilih dan menggunakan media sesuai
dengan kebutuhan dan nilai-nilai mereka.
Teori Komunikasi Tentang Hubungan
1. Teori Dialogis

Teori dialogis adalah teori komunikasi yang memandang komunikasi sebagai


proses interaksi dan negosiasi makna antara dua atau lebih partisipan. Teori ini
dikemukakan oleh Mikhail Bakhtin, seorang filsuf dan teoretikus sastra asal Rusia.

Menurut teori dialogis, makna tidak ada secara objektif, tetapi diciptakan secara
bersama-sama oleh para partisipan dalam komunikasi. Makna tidak hanya bergantung
pada teks atau pesan yang disampaikan, tetapi juga pada konteks sosial, budaya, dan
pengalaman para partisipan.

Aksioma teori dialogis adalah pernyataan yang mendasari teori tersebut.


Aksioma-aksioma ini memberikan gambaran umum tentang bagaimana teori tersebut
bekerja dan penjelasan singkat dari masing-masing aksioma:

a. Makna adalah produk dari interaksi dan negosiasi antara para partisipan
dalam komunikasi. Makna tidak ada secara objektif, tetapi diciptakan secara
bersama-sama oleh para partisipan dalam komunikasi. Makna tidak hanya
bergantung pada teks atau pesan yang disampaikan, tetapi juga pada konteks sosial,
budaya, dan pengalaman para partisipan. Aksioma ini menjelaskan bahwa makna
tidak ada secara objektif, tetapi diciptakan secara bersama-sama oleh para
partisipan dalam komunikasi. Makna tidak hanya bergantung pada teks atau pesan
yang disampaikan, tetapi juga pada konteks sosial, budaya, dan pengalaman para
partisipan. Misalnya, ketika seorang guru mengajar di kelas, makna dari materi
pelajaran yang disampaikan oleh guru tidak hanya bergantung pada materi
pelajaran itu sendiri, tetapi juga pada konteks sosial dan budaya kelas, serta
pengalaman para siswa.
b. Komunikasi adalah proses yang aktif dan kreatif. Para partisipan tidak hanya
menerima pesan, tetapi juga memproduksi makna. Para partisipan tidak hanya pasif
menerima pesan, tetapi juga aktif menciptakan maknanya sendiri. Aksioma ini
menjelaskan bahwa para partisipan tidak hanya menerima pesan, tetapi juga
memproduksi makna. Para partisipan tidak hanya pasif menerima pesan, tetapi juga
aktif menciptakan maknanya sendiri. Misalnya, ketika seorang siswa membaca
buku, siswa tersebut tidak hanya menerima pesan dari penulis, tetapi juga
memproduksi maknanya sendiri. Makna yang dihasilkan oleh siswa akan
dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan siswa tersebut.
c. Komunikasi adalah proses yang interaktif. Para partisipan saling mempengaruhi
satu sama lain dalam menciptakan makna. Makna tidak dapat diciptakan oleh satu
partisipan saja, tetapi membutuhkan interaksi dengan partisipan lain. Aksioma ini
menjelaskan bahwa para partisipan saling mempengaruhi satu sama lain dalam
menciptakan makna. Makna tidak dapat diciptakan oleh satu partisipan saja, tetapi
membutuhkan interaksi dengan partisipan lain. Misalnya, dalam percakapan antara
dua orang, kedua orang tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dalam
menciptakan makna. Makna yang diciptakan oleh kedua orang tersebut akan
dipengaruhi oleh tanggapan yang diberikan oleh masing-masing orang.
d. Komunikasi adalah proses yang kontekstual. Makna tidak dapat dipisahkan dari
konteks sosial, budaya, dan pengalaman para partisipan. Makna yang diciptakan
oleh para partisipan akan dipengaruhi oleh konteks sosial, budaya, dan pengalaman
mereka. Aksioma ini menjelaskan bahwa makna tidak dapat dipisahkan dari
konteks sosial, budaya, dan pengalaman para partisipan. Makna yang diciptakan
oleh para partisipan akan dipengaruhi oleh konteks sosial, budaya, dan pengalaman
mereka. Misalnya, ketika seorang pemimpin memberikan pidato, makna dari pidato
tersebut akan dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya masyarakat, serta
pengalaman para pendengar pidato tersebut.

Aksioma-aksioma ini memberikan gambaran bahwa komunikasi adalah proses


yang dialogis. Para partisipan saling mempengaruhi satu sama lain dalam menciptakan
makna. Asumsi teori dialogis adalah pernyataan yang mendasari teori tersebut. Asumsi-
asumsi ini memberikan gambaran umum tentang bagaimana teori tersebut bekerja dan
penjelasan singkat dari masing-masing asumsi

Berikut adalah asumsi-asumsi dari teori dialogis:

a. Makna adalah produk dari interaksi dan negosiasi antara para partisipan
dalam komunikasi. Asumsi ini menjelaskan bahwa makna tidak ada secara
objektif, tetapi diciptakan secara bersama-sama oleh para partisipan dalam
komunikasi. Makna tidak hanya bergantung pada teks atau pesan yang
disampaikan, tetapi juga pada konteks sosial, budaya, dan pengalaman para
partisipan. Asumsi ini menjelaskan bahwa makna tidak ada secara objektif, tetapi
diciptakan secara bersama-sama oleh para partisipan dalam komunikasi. Makna
tidak hanya bergantung pada teks atau pesan yang disampaikan, tetapi juga pada
konteks sosial, budaya, dan pengalaman para partisipan. Asumsi ini didasarkan
pada pandangan bahwa komunikasi adalah proses yang dialogis. Dalam
komunikasi dialogis, para partisipan saling bertukar informasi dan ide. Mereka
saling mempengaruhi satu sama lain dalam menciptakan makna. Misalnya, ketika
seorang guru mengajar di kelas, makna dari materi pelajaran yang disampaikan
oleh guru tidak hanya bergantung pada materi pelajaran itu sendiri, tetapi juga
pada konteks sosial dan budaya kelas, serta pengalaman para siswa.
b. Komunikasi adalah proses yang aktif dan kreatif. Asumsi ini menjelaskan
bahwa para partisipan tidak hanya menerima pesan, tetapi juga memproduksi
makna. Para partisipan tidak hanya pasif menerima pesan, tetapi juga aktif
menciptakan maknanya sendiri. Asumsi ini menjelaskan bahwa para partisipan
tidak hanya menerima pesan, tetapi juga memproduksi makna. Para partisipan
tidak hanya pasif menerima pesan, tetapi juga aktif menciptakan maknanya
sendiri. Asumsi ini didasarkan pada pandangan bahwa manusia adalah makhluk
yang aktif dan kreatif. Manusia tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga
aktif menciptakan maknanya sendiri. Misalnya, ketika seorang siswa membaca
buku, siswa tersebut tidak hanya menerima pesan dari penulis, tetapi juga
memproduksi maknanya sendiri. Makna yang dihasilkan oleh siswa akan
dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan siswa tersebut.
c. Komunikasi adalah proses yang interaktif. Asumsi ini menjelaskan bahwa para
partisipan saling mempengaruhi satu sama lain dalam menciptakan makna. Makna
tidak dapat diciptakan oleh satu partisipan saja, tetapi membutuhkan interaksi
dengan partisipan lain. Asumsi ini menjelaskan bahwa para partisipan saling
mempengaruhi satu sama lain dalam menciptakan makna. Makna tidak dapat
diciptakan oleh satu partisipan saja, tetapi membutuhkan interaksi dengan
partisipan lain. Asumsi ini didasarkan pada pandangan bahwa komunikasi adalah
proses yang dialogis. Dalam komunikasi dialogis, para partisipan saling bertukar
informasi dan ide. Mereka saling mempengaruhi satu sama lain dalam
menciptakan makna. Misalnya, dalam percakapan antara dua orang, kedua orang
tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dalam menciptakan makna. Makna
yang diciptakan oleh kedua orang tersebut akan dipengaruhi oleh tanggapan yang
diberikan oleh masing-masing orang.
d. Komunikasi adalah proses yang kontekstual. Asumsi ini menjelaskan bahwa
makna tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, budaya, dan pengalaman para
partisipan. Makna yang diciptakan oleh para partisipan akan dipengaruhi oleh
konteks sosial, budaya, dan pengalaman mereka. Asumsi ini menjelaskan bahwa
makna tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, budaya, dan pengalaman para
partisipan. Makna yang diciptakan oleh para partisipan akan dipengaruhi oleh
konteks sosial, budaya, dan pengalaman mereka. Asumsi ini didasarkan pada
pandangan bahwa komunikasi adalah proses yang dipengaruhi oleh konteks.
Makna yang diciptakan oleh para partisipan akan dipengaruhi oleh konteks sosial,
budaya, dan pengalaman mereka. Misalnya, ketika seorang pemimpin
memberikan pidato, makna dari pidato tersebut akan dipengaruhi oleh konteks
sosial dan budaya masyarakat, serta pengalaman para pendengar pidato tersebut.
Asumsi-asumsi ini memberikan gambaran bahwa komunikasi adalah proses yang
dialogis. Para partisipan saling mempengaruhi satu sama lain dalam menciptakan
makna.

2. Teori Hubungan Dialektik


Teori hubungan dialektik adalah teori komunikasi yang memandang hubungan
sebagai proses yang terus-menerus berubah dan berkembang. Teori ini dikemukakan
oleh Leslie Baxter dan Barbara Montgomery pada tahun 1990. Menurut teori hubungan
dialektik, hubungan ditandai oleh adanya ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan
antara impuls-impuls yang kontradiktif. Ketegangan-ketegangan ini dapat berupa
ketegangan antara kebutuhan untuk keterikatan dan kebutuhan untuk otonomi,
ketegangan antara kebutuhan untuk kesamaan dan kebutuhan untuk perbedaan, dan
ketegangan antara kebutuhan untuk kebersamaan dan kebutuhan untuk privasi.
Aksioma teori hubungan dialektik adalah pernyataan yang mendasari teori
tersebut. Aksioma-aksioma ini memberikan gambaran umum tentang bagaimana teori
tersebut bekerja dan penjelasan singkat dari masing-masing aksioma:
Berikut adalah aksioma-aksioma dari teori hubungan dialektik:
a. Hubungan adalah proses yang terus-menerus berubah dan berkembang.
Hubungan tidak statis, tetapi terus-menerus berubah dan berkembang. Hubungan
dapat berubah karena berbagai faktor, seperti waktu, pengalaman, dan
lingkungan. Aksioma ini menjelaskan bahwa hubungan tidak statis, tetapi terus-
menerus berubah dan berkembang. Hubungan dapat berubah karena berbagai
faktor, seperti waktu, pengalaman, dan lingkungan. Misalnya, hubungan antara
pasangan yang baru menikah akan berbeda dengan hubungan antara pasangan
yang sudah menikah selama 20 tahun. Hubungan antara pasangan yang memiliki
anak akan berbeda dengan hubungan antara pasangan yang tidak memiliki anak.
b. Hubungan ditandai oleh adanya ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan
antara impuls-impuls yang kontradiktif. Ketegangan-ketegangan ini dapat
berupa ketegangan antara kebutuhan untuk keterikatan dan kebutuhan untuk
otonomi, ketegangan antara kebutuhan untuk kesamaan dan kebutuhan untuk
perbedaan, dan ketegangan antara kebutuhan untuk kebersamaan dan kebutuhan
untuk privasi. Aksioma ini menjelaskan bahwa hubungan ditandai oleh adanya
ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan antara impuls-impuls yang
kontradiktif. Ketegangan-ketegangan ini dapat berupa ketegangan antara
kebutuhan untuk keterikatan dan kebutuhan untuk otonomi, ketegangan antara
kebutuhan untuk kesamaan dan kebutuhan untuk perbedaan, dan ketegangan
antara kebutuhan untuk kebersamaan dan kebutuhan untuk privasi. Misalnya,
pasangan yang sedang berkencan mungkin akan mengalami ketegangan antara
kebutuhan untuk menghabiskan waktu bersama dan kebutuhan untuk memiliki
waktu sendiri. Keluarga mungkin akan mengalami ketegangan antara kebutuhan
untuk keteraturan dan kebutuhan untuk perubahan. Teman dekat mungkin akan
mengalami ketegangan antara kebutuhan untuk saling mendukung dan kebutuhan
untuk saling menantang.
c. Ketegangan-ketegangan ini tidak dapat diselesaikan secara permanen, tetapi
harus dikelola secara terus-menerus oleh para pihak yang terlibat dalam hubungan
tersebut. Pengelolaan ketegangan-ketegangan ini akan menentukan kualitas
hubungan tersebut. Aksioma ini menjelaskan bahwa ketegangan-ketegangan yang
ada di dalam hubungan tidak dapat diselesaikan secara permanen, tetapi harus
dikelola secara terus-menerus oleh para pihak yang terlibat dalam hubungan
tersebut. Pengelolaan ketegangan-ketegangan ini akan menentukan kualitas
hubungan tersebut. Misalnya, pasangan yang sedang berkencan perlu mengelola
ketegangan antara kebutuhan untuk menghabiskan waktu bersama dan kebutuhan
untuk memiliki waktu sendiri. Keluarga perlu mengelola ketegangan antara
kebutuhan untuk keteraturan dan kebutuhan untuk perubahan. Teman dekat perlu
mengelola ketegangan antara kebutuhan untuk saling mendukung dan kebutuhan
untuk saling menantang.
d. Manajemen ketegangan yang efektif akan menghasilkan hubungan yang
dinamis, kompleks, dan kreatif. Hubungan yang efektif adalah hubungan yang
mampu mengelola ketegangan-ketegangan yang ada di dalamnya secara efektif.
Hubungan yang efektif akan menjadi hubungan yang dinamis, kompleks, dan
kreatif. Aksioma ini menjelaskan bahwa manajemen ketegangan yang efektif
akan menghasilkan hubungan yang dinamis, kompleks, dan kreatif. Hubungan
yang efektif adalah hubungan yang mampu mengelola ketegangan-ketegangan
yang ada di dalamnya secara efektif. Hubungan yang efektif akan menjadi
hubungan yang dinamis, kompleks, dan kreatif. Misalnya, pasangan yang mampu
mengelola ketegangan antara kebutuhan untuk keterikatan dan kebutuhan untuk
otonomi akan memiliki hubungan yang dinamis. Hubungan mereka akan terus
berkembang dan berubah, tetapi tetap kuat dan langgeng. Asumsi teori hubungan
dialektis adalah pernyataan yang mendasari teori tersebut.

Asumsi-asumsi ini memberikan gambaran umum tentang bagaimana teori


tersebut bekerja.
Berikut adalah asumsi-asumsi dari teori hubungan dialektis dan penjelasan singkat dari
masing-masing asumsi:
a. Hubungan adalah proses yang terus-menerus berubah dan berkembang.
Asumsi ini menjelaskan bahwa hubungan tidak statis, tetapi terus-menerus
berubah dan berkembang. Hubungan dapat berubah karena berbagai faktor,
seperti waktu, pengalaman, dan lingkungan. Asumsi ini menjelaskan bahwa
hubungan tidak statis, tetapi terus-menerus berubah dan berkembang. Hubungan
dapat berubah karena berbagai faktor, seperti waktu, pengalaman, dan
lingkungan. Misalnya, hubungan antara pasangan yang baru menikah akan
berbeda dengan hubungan antara pasangan yang sudah menikah selama 20 tahun.
Hubungan antara pasangan yang memiliki anak akan berbeda dengan hubungan
antara pasangan yang tidak memiliki anak.
b. Hubungan ditandai oleh adanya ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan
antara impuls-impuls yang kontradiktif. Asumsi ini menjelaskan bahwa
hubungan ditandai oleh adanya ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan antara
impuls-impuls yang kontradiktif. Ketegangan-ketegangan ini dapat berupa
ketegangan antara kebutuhan untuk keterikatan dan kebutuhan untuk otonomi,
ketegangan antara kebutuhan untuk kesamaan dan kebutuhan untuk perbedaan,
dan ketegangan antara kebutuhan untuk kebersamaan dan kebutuhan untuk
privasi. Asumsi ini menjelaskan bahwa hubungan ditandai oleh adanya
ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan antara impuls-impuls yang
kontradiktif. Ketegangan-ketegangan ini dapat berupa ketegangan antara
kebutuhan untuk keterikatan dan kebutuhan untuk otonomi, ketegangan antara
kebutuhan untuk kesamaan dan kebutuhan untuk perbedaan, dan ketegangan
antara kebutuhan untuk kebersamaan dan kebutuhan untuk privasi. Misalnya,
pasangan yang sedang berkencan mungkin akan mengalami ketegangan antara
kebutuhan untuk menghabiskan waktu bersama dan kebutuhan untuk memiliki
waktu sendiri. Keluarga mungkin akan mengalami ketegangan antara kebutuhan
untuk keteraturan dan kebutuhan untuk perubahan. Teman dekat mungkin akan
mengalami ketegangan antara kebutuhan untuk saling mendukung dan kebutuhan
untuk saling menantang.
c. Ketegangan-ketegangan ini tidak dapat diselesaikan secara permanen, tetapi
harus dikelola secara terus-menerus oleh para pihak yang terlibat dalam
hubungan tersebut. Asumsi ini menjelaskan bahwa ketegangan-ketegangan
yang ada di dalam hubungan tidak dapat diselesaikan secara permanen, tetapi
harus dikelola secara terus-menerus oleh para pihak yang terlibat dalam hubungan
tersebut. Pengelolaan ketegangan-ketegangan ini akan menentukan kualitas
hubungan tersebut. Asumsi ini menjelaskan bahwa ketegangan-ketegangan yang
ada di dalam hubungan tidak dapat diselesaikan secara permanen, tetapi harus
dikelola secara terus-menerus oleh para pihak yang terlibat dalam hubungan
tersebut. Pengelolaan ketegangan-ketegangan ini akan menentukan kualitas
hubungan tersebut. Misalnya, pasangan yang sedang berkencan perlu mengelola
ketegangan antara kebutuhan untuk menghabiskan waktu bersama dan kebutuhan
untuk memiliki waktu sendiri. Keluarga perlu mengelola ketegangan antara
kebutuhan untuk keteraturan dan kebutuhan untuk perubahan. Teman dekat perlu
mengelola ketegangan antara kebutuhan untuk saling mendukung dan kebutuhan
untuk saling menantang.
d. Manajemen ketegangan yang efektif akan menghasilkan hubungan yang
dinamis, kompleks, dan kreatif. Asumsi ini menjelaskan bahwa manajemen
ketegangan yang efektif akan menghasilkan hubungan yang dinamis, kompleks,
dan kreatif. Hubungan yang efektif adalah hubungan yang mampu mengelola
ketegangan-ketegangan yang ada di dalamnya secara efektif. Hubungan yang
efektif akan menjadi hubungan yang dinamis, kompleks, dan kreatif. Asumsi ini
menjelaskan bahwa manajemen ketegangan yang efektif akan menghasilkan
hubungan yang dinamis, kompleks, dan kreatif. Hubungan yang efektif adalah
hubungan yang mampu mengelola ketegangan-ketegangan yang ada di dalamnya
secara efektif. Hubungan yang efektif akan menjadi hubungan yang dinamis,
kompleks, dan kreatif. Misalnya, pasangan yang mampu mengelola ketegangan
antara kebutuhan untuk keterikatan dan kebutuhan untuk otonomi akan memiliki
hubungan yang dinamis. Hubungan mereka akan terus berkembang dan berubah,
tetapi tetap kuat dan langgeng. Asumsi-asumsi ini memberikan gambaran bahwa
hubungan tidak statis, tetapi terus-menerus berubah dan berkembang. Hubungan
ditandai oleh adanya ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan antara impuls-
impuls yang kontradiktif. Ketegangan-ketegangan ini tidak dapat diselesaikan
secara permanen, tetapi harus dikelola secara terus-menerus oleh para pihak
yang terlibat dalam hubungan tersebut.
3. Teori Privasi Komunikasi
Teori privasi komunikasi adalah teori yang membahas tentang bagaimana
individu mengelola informasi pribadi mereka. Teori ini dikemukakan oleh Sandra
Petronio pada tahun 1991.
Menurut teori privasi komunikasi, individu memiliki hak untuk mengendalikan
informasi pribadi mereka. Individu dapat memilih untuk mengungkapkan informasi
pribadi mereka kepada orang lain, atau untuk merahasiakannya.
Aksioma teori komunikasi adalah pernyataan yang mendasari teori tersebut.
Aksioma-aksioma ini memberikan gambaran umum tentang bagaimana teori tersebut
bekerja.
Berikut adalah beberapa aksioma teori komunikasi penjelasan singkat dari
masing-masing aksioma:
a. Makna adalah produk dari interaksi dan negosiasi antara para partisipan
dalam komunikasi. Aksioma ini menjelaskan bahwa makna tidak ada secara
objektif, tetapi diciptakan secara bersama-sama oleh para partisipan dalam
komunikasi. Makna tidak hanya bergantung pada teks atau pesan yang
disampaikan, tetapi juga pada konteks sosial, budaya, dan pengalaman para
partisipan. Aksioma ini menjelaskan bahwa makna tidak ada secara objektif, tetapi
diciptakan secara bersama-sama oleh para partisipan dalam komunikasi. Makna
tidak hanya bergantung pada teks atau pesan yang disampaikan, tetapi juga pada
konteks sosial, budaya, dan pengalaman para partisipan. Misalnya, ketika seorang
guru mengajar di kelas, makna dari materi pelajaran yang disampaikan oleh guru
tidak hanya bergantung pada materi pelajaran itu sendiri, tetapi juga pada konteks
sosial dan budaya kelas, serta pengalaman para siswa.
b. Komunikasi adalah proses yang aktif dan kreatif. Aksioma ini menjelaskan
bahwa para partisipan tidak hanya menerima pesan, tetapi juga memproduksi
makna. Para partisipan tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga aktif
menciptakan maknanya sendiri. Aksioma ini menjelaskan bahwa para partisipan
tidak hanya menerima pesan, tetapi juga memproduksi makna. Para partisipan
tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga aktif menciptakan maknanya
sendiri. Misalnya, ketika seorang siswa membaca buku, siswa tersebut tidak hanya
menerima pesan dari penulis, tetapi juga memproduksi maknanya sendiri. Makna
yang dihasilkan oleh siswa akan dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan
siswa tersebut.
c. Komunikasi adalah proses yang interaktif. Aksioma ini menjelaskan bahwa
para partisipan saling mempengaruhi satu sama lain dalam menciptakan makna.
Makna tidak dapat diciptakan oleh satu partisipan saja, tetapi membutuhkan
interaksi dengan partisipan lain. Aksioma ini menjelaskan bahwa para partisipan
saling mempengaruhi satu sama lain dalam menciptakan makna. Makna tidak
dapat diciptakan oleh satu partisipan saja, tetapi membutuhkan interaksi dengan
partisipan lain. Misalnya, dalam percakapan antara dua orang, kedua orang
tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dalam menciptakan makna. Makna
yang diciptakan oleh kedua orang tersebut akan dipengaruhi oleh tanggapan yang
diberikan oleh masing-masing orang.
d. Komunikasi adalah proses yang kontekstual. Aksioma ini menjelaskan bahwa
makna tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, budaya, dan pengalaman para
partisipan. Makna yang diciptakan oleh para partisipan akan dipengaruhi oleh
konteks sosial, budaya, dan pengalaman mereka. Aksioma-aksioma ini
memberikan gambaran bahwa komunikasi adalah proses yang kompleks dan
dinamis. Komunikasi tidak hanya melibatkan penyampaian pesan dari satu orang
ke orang lain, tetapi juga melibatkan proses negosiasi dan penciptaan makna.
Aksioma ini menjelaskan bahwa makna tidak dapat dipisahkan dari konteks
sosial, budaya, dan pengalaman para partisipan. Makna yang diciptakan oleh para
partisipan akan dipengaruhi oleh konteks sosial, budaya, dan pengalaman mereka.
Misalnya, ketika seorang pemimpin memberikan pidato, makna dari pidato
tersebut akan dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya masyarakat, serta
pengalaman para pendengar pidato tersebut.

Asumsi teori privasi komunikasi adalah pernyataan yang mendasari teori tersebut.
Asumsi-asumsi ini memberikan gambaran umum tentang bagaimana teori tersebut
bekerja.
Berikut adalah asumsi-asumsi dari teori privasi komunikasi dan penjelasan singkat dari
masing-masing asumsi:
a. Manusia adalah makhluk yang memiliki privasi. Asumsi ini menjelaskan
bahwa manusia memiliki kebutuhan dan hak untuk mengendalikan informasi
pribadi mereka. Asumsi ini menjelaskan bahwa manusia memiliki kebutuhan dan
hak untuk mengendalikan informasi pribadi mereka. Manusia adalah makhluk
sosial yang membutuhkan interaksi dengan orang lain. Namun, manusia juga
membutuhkan ruang pribadi untuk melindungi diri dari gangguan dan penilaian
orang lain.
b. Privasi adalah suatu proses, bukan suatu keadaan. Asumsi ini menjelaskan
bahwa privasi adalah sesuatu yang terus berubah dan berkembang. Individu perlu
mengelola privasi mereka secara aktif, sesuai dengan kebutuhan dan situasi
mereka. Asumsi ini menjelaskan bahwa privasi adalah sesuatu yang terus berubah
dan berkembang. Individu perlu mengelola privasi mereka secara aktif, sesuai
dengan kebutuhan dan situasi mereka. Kebutuhan dan hak individu akan privasi
dapat berubah seiring waktu, tergantung pada faktor-faktor seperti usia,
pengalaman, dan perubahan sosial.
c. Privasi adalah suatu hubungan. Asumsi ini menjelaskan bahwa privasi tidak
hanya bergantung pada individu, tetapi juga pada hubungan individu dengan
orang lain. Asumsi ini menjelaskan bahwa privasi tidak hanya bergantung pada
individu, tetapi juga pada hubungan individu dengan orang lain. Individu perlu
mengelola privasi mereka dengan mempertimbangkan hubungan mereka dengan
orang lain. Misalnya, individu mungkin lebih terbuka dengan teman dekat
daripada dengan orang asing.
d. Privasi adalah suatu konteks. Asumsi ini menjelaskan bahwa privasi tidak
dapat dipisahkan dari konteks sosial, budaya, dan pengalaman individu. Asumsi
ini menjelaskan bahwa privasi tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, budaya,
dan pengalaman individu. Konteks sosial, budaya, dan pengalaman individu dapat
mempengaruhi kebutuhan dan hak mereka akan privasi. Misalnya, individu yang
tinggal di budaya yang menjunjung tinggi privasi akan memiliki kebutuhan akan
privasi yang lebih tinggi daripada individu yang tinggal di budaya yang kurang
menjunjung tinggi privasi. Asumsi-asumsi ini memberikan gambaran bahwa
privasi adalah suatu konsep yang kompleks dan dinamis. Privasi tidak hanya
bergantung pada individu, tetapi juga pada hubungan individu dengan orang lain,
dan konteks sosial, budaya, dan pengalaman individu.
Teori Komunikasi Kelompok

1. Teori Retorika THE RHETORIC OF ARISTOTLE

Pada masaYunani Kuno, Kaum Sophist terkenal dengan ajaran berpidatonya yang
mampu menginspirasi banyak pengacara dan politikus dalam berpartisipasi di
pengadilan dan dewan pertimbangan. Namun Plato menyatakan sindiran atas ajaran
Sophist yang tidak teoretis ini. Yang dimaksud dengan tidak teoretis adalah ajaran
oratoris Kaum Sophist yang penuh tipu muslihat. Kita dapat melihat kenyataan itu
sekarang dalam termnegative ‘mererhetoric’ yang dipakai untuk menyebut pidato
pengacara yang tricky, janji-janji politikus, pidato pastur-pastur yang menyentuh
hati ,maupun cara bicara cepat para sales.

Aksioma teori retorika adalah pernyataan yang mendasari teori tersebut.


Aksioma-aksioma ini memberikan gambaran umum tentang bagaimana teori tersebut
bekerja.

Berikut adalah beberapa aksioma teori retorika dan penjelasan singkat dari
masing-masing aksioma:

a. Komunikasi adalah tindakan persuasif. Aksioma ini menjelaskan bahwa


komunikasi adalah tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi orang lain.
Komunikasi tidak hanya sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga bertujuan
untuk mengubah pikiran, perasaan, atau perilaku orang lain. Aksioma ini
menjelaskan bahwa komunikasi adalah tindakan yang bertujuan untuk
mempengaruhi orang lain. Komunikasi tidak hanya sekadar menyampaikan
informasi, tetapi juga bertujuan untuk mengubah pikiran, perasaan, atau perilaku
orang lain. Misalnya, ketika seorang guru mengajar di kelas, guru tersebut tidak
hanya sekadar menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga bertujuan untuk
mempengaruhi siswa agar dapat memahami materi pelajaran tersebut.

b. Persuasi adalah proses yang kompleks. Aksioma ini menjelaskan bahwa


persuasi adalah proses yang melibatkan berbagai faktor, seperti komunikator,
pesan, media, dan audiens. Aksioma ini menjelaskan bahwa persuasi adalah
proses yang melibatkan berbagai faktor, seperti komunikator, pesan, media, dan
audiens. Komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan. Pesan adalah
informasi yang disampaikan oleh komunikator. Media adalah sarana yang
digunakan untuk menyampaikan pesan. Audiens adalah orang yang menerima
pesan. Persuasi adalah proses yang kompleks karena melibatkan berbagai faktor
yang saling berinteraksi satu sama lain. Misalnya, ketika seorang politikus
berpidato di depan umum, pidato tersebut akan dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti kepribadian politikus, isi pidato, media yang digunakan, dan karakteristik
audiens.

c. Persuasi adalah proses yang kontekstual. Aksioma ini menjelaskan bahwa


persuasi dipengaruhi oleh konteks sosial, budaya, dan pengalaman audiens.
Aksioma ini menjelaskan bahwa persuasi dipengaruhi oleh konteks sosial,
budaya, dan pengalaman audiens. Konteks sosial adalah lingkungan sosial di
mana komunikasi berlangsung. Budaya adalah nilai-nilai dan norma-norma yang
dianut oleh masyarakat. Pengalaman adalah pengetahuan dan kepercayaan yang
dimiliki oleh individu. Persuasi adalah proses yang kontekstual karena
dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Misalnya, sebuah iklan yang efektif di
satu negara mungkin tidak efektif di negara lain. Hal ini karena iklan tersebut
dipengaruhi oleh faktor-faktor kontekstual seperti budaya dan nilai-nilai yang
dianut oleh masyarakat di negara tersebut.

d. Persuasi adalah proses yang dapat dipelajari dan dilatih. Aksioma ini
menjelaskan bahwa persuasi adalah keterampilan yang dapat dipelajari dan
dilatih. Aksioma-aksioma ini memberikan gambaran bahwa komunikasi adalah
tindakan yang kompleks dan dinamis. Komunikasi tidak hanya sekadar
menyampaikan informasi, tetapi juga bertujuan untuk mengubah pikiran,
perasaan, atau perilaku orang lain. Aksioma ini menjelaskan bahwa persuasi
adalah keterampilan yang dapat dipelajari dan dilatih. Ada banyak teknik dan
strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas persuasi. Teknik
dan strategi tersebut dapat dipelajari dan dilatih melalui berbagai cara, seperti
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Misalnya, seorang politikus dapat
mempelajari teknik dan strategi persuasi untuk meningkatkan efektivitas
pidatonya. Asumsi teori terotika adalah pernyataan yang mendasari teori tersebut.
Asumsi-asumsi ini memberikan gambaran umum tentang bagaimana teori
tersebut bekerja.
Berikut adalah beberapa asumsi teori terotika dan penjelasan singkat dari masing-
masing asumsi:

a. Komunikasi adalah proses yang kompleks dan dinamis. Asumsi ini


menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses yang tidak statis, tetapi terus-
menerus berubah dan berkembang. Komunikasi tidak hanya melibatkan
penyampaian pesan dari satu orang ke orang lain, tetapi juga melibatkan proses
negosiasi dan penciptaan makna. Asumsi ini menjelaskan bahwa komunikasi
adalah proses yang tidak statis, tetapi terus-menerus berubah dan berkembang.
Komunikasi tidak hanya melibatkan penyampaian pesan dari satu orang ke orang
lain, tetapi juga melibatkan proses negosiasi dan penciptaan makna. Misalnya,
dalam percakapan antara dua orang, kedua orang tersebut tidak hanya
menyampaikan informasi, tetapi juga menciptakan makna bersama. Makna yang
diciptakan oleh kedua orang tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
seperti pengalaman, pengetahuan, dan nilai-nilai yang mereka miliki.

b. Komunikasi adalah proses yang interaktif. Asumsi ini menjelaskan bahwa


komunikasi adalah proses yang melibatkan dua pihak atau lebih yang saling
mempengaruhi satu sama lain. Para partisipan dalam komunikasi tidak hanya
pasif menerima informasi, tetapi juga aktif menciptakan maknanya sendiri.
Asumsi ini menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses yang melibatkan dua
pihak atau lebih yang saling mempengaruhi satu sama lain. Para partisipan dalam
komunikasi tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga aktif menciptakan
maknanya sendiri. Misalnya, ketika seorang guru mengajar di kelas, guru tersebut
tidak hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga menerima umpan balik
dari siswa. Umpan balik dari siswa tersebut dapat digunakan oleh guru untuk
meningkatkan efektivitas pengajarannya.

c. Komunikasi adalah proses yang kontekstual. Asumsi ini menjelaskan bahwa


komunikasi dipengaruhi oleh konteks sosial, budaya, dan pengalaman para
partisipan. Makna yang diciptakan oleh para partisipan akan dipengaruhi oleh
konteks sosial, budaya, dan pengalaman mereka. Asumsi ini menjelaskan bahwa
komunikasi dipengaruhi oleh konteks sosial, budaya, dan pengalaman para
partisipan. Makna yang diciptakan oleh para partisipan akan dipengaruhi oleh
konteks sosial, budaya, dan pengalaman mereka. Misalnya, sebuah iklan yang
efektif di satu negara mungkin tidak efektif di negara lain. Hal ini karena iklan
tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor kontekstual seperti budaya dan nilai-nilai
yang dianut oleh masyarakat di negara tersebut.

d. Komunikasi adalah proses yang transaksional. Asumsi ini menjelaskan bahwa


komunikasi adalah proses yang melibatkan pertukaran informasi dan makna
antara para partisipan. Para partisipan dalam komunikasi tidak hanya
menyampaikan informasi, tetapi juga menerima informasi dari pihak lain. Asumsi
ini menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses yang melibatkan pertukaran
informasi dan makna antara para partisipan. Para partisipan dalam komunikasi
tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga menerima informasi dari pihak
lain. Misalnya, dalam sebuah negosiasi, kedua pihak tidak hanya menyampaikan
tuntutan dan posisi mereka, tetapi juga mendengarkan tuntutan dan posisi pihak
lain. Informasi yang diperoleh dari pihak lain tersebut dapat digunakan oleh
kedua pihak untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Asumsi-
asumsi ini memberikan gambaran bahwa komunikasi adalah proses yang
kompleks dan dinamis. Komunikasi tidak hanya melibatkan penyampaian pesan
dari satu orang ke orang lain, tetapi juga melibatkan proses negosiasi dan
penciptaan makna.

2. Teori Dramatisme

Teori dramatisme adalah teori yang mencoba memahami tindakan kehidupan


manusia sebagai drama. Dramatisme, mengonseptualisasikan kehidupan sebagai sebuah
drama, menempatkan suatu focus kritik pada adegan yang diperlihatkan oleh berbagai
pemain. Dramatisme adalah istilah yang tepat yang digunakan oleh Burke untuk
mendeskripsikan setiap kali seseorang membuka mulutnya untuk berkomunikasi.

Teori dramatisme adalah teori sastra yang dikembangkan oleh Aristoteles. Teori
ini berfokus pada elemen-elemen yang membuat sebuah drama menarik dan efektif.
Teori dramatisme didasarkan pada lima aksioma berikut:

a. Drama adalah imitasi kehidupan. Drama harus mencerminkan kehidupan yang


sebenarnya, dengan semua konflik, emosi, dan ketegangannya.

b. Drama adalah konflik. Konflik adalah inti dari drama. Tanpa konflik, drama
akan menjadi membosankan dan tidak menarik.
c. Drama adalah tindakan. Drama harus bergerak maju secara terus-menerus.
Tidak ada waktu untuk jeda atau jeda yang tidak perlu.
d. Drama adalah kesatuan. Drama harus memiliki kesatuan plot, karakter, dan
tema. Ketiga elemen ini harus saling terkait dan saling mendukung.
e. Drama adalah klimaks. Drama harus memiliki klimaks, yaitu momen tertinggi
ketegangan dan emosi.

Teori dramatisme telah menjadi dasar bagi banyak drama klasik, termasuk karya-
karya Shakespeare, Sophocles, dan Euripides. Teori ini juga telah mempengaruhi
perkembangan drama modern.
Teori dramatisme adalah teori komunikasi yang dikembangkan oleh Kenneth
Burke. Teori ini berfokus pada analisis tindakan manusia sebagai sebuah drama. Burke
berpendapat bahwa kehidupan manusia dapat dilihat sebagai sebuah pertunjukan yang
melibatkan aktor, panggung, dan penonton.
Teori dramatisme memiliki tiga asumsi dasar dan penjelasan lebih rinci tentang
ketiga asumsi tersebut:
a. Manusia adalah hewan yang menggunakan simbol. Burke percaya bahwa
bahasa dan simbol memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia
menggunakan simbol untuk berkomunikasi, berpikir, dan membentuk identitas
mereka. Burke percaya bahwa bahasa dan simbol memainkan peran penting
dalam kehidupan manusia. Manusia menggunakan simbol untuk berkomunikasi,
berpikir, dan membentuk identitas mereka. Burke berpendapat bahwa bahasa
adalah "alat yang digunakan manusia untuk membangun dunia mereka." Bahasa
memungkinkan manusia untuk berbagi pengalaman dan gagasan mereka dengan
orang lain. Bahasa juga memungkinkan manusia untuk berpikir secara abstrak
dan konseptual. Simbol adalah bagian penting dari bahasa. Simbol adalah objek
atau kata yang mewakili sesuatu yang lain. Misalnya, kata "cinta" adalah simbol
dari perasaan yang kuat dan positif. Burke percaya bahwa simbol memainkan
peran penting dalam membentuk identitas manusia. Kita menggunakan simbol
untuk mengidentifikasi diri kita dengan kelompok-kelompok tertentu. Misalnya,
seseorang yang menggunakan simbol-simbol nasionalisme, seperti bendera dan
lagu kebangsaan, dapat dianggap sebagai orang yang patriotik.
b. Kehidupan adalah drama. Burke berpendapat bahwa kehidupan manusia dapat
dilihat sebagai sebuah pertunjukan yang melibatkan aktor, panggung, dan
penonton. Setiap orang memainkan peran tertentu dalam kehidupan ini, dan setiap
tindakan yang kita lakukan memiliki makna simbolis. Burke berpendapat bahwa
kehidupan manusia dapat dilihat sebagai sebuah pertunjukan yang melibatkan
aktor, panggung, dan penonton. Setiap orang memainkan peran tertentu dalam
kehidupan ini, dan setiap tindakan yang kita lakukan memiliki makna simbolis.
Burke menggunakan analogi drama untuk menjelaskan kehidupan manusia.
Dalam sebuah drama, ada aktor, panggung, dan penonton. Aktor adalah orang-
orang yang memainkan peran dalam drama. Panggung adalah tempat di mana
drama berlangsung. Penonton adalah orang-orang yang menonton drama. Burke
berpendapat bahwa analogi ini dapat diterapkan pada kehidupan manusia. Kita
semua adalah aktor dalam drama kehidupan. Kita masing-masing memainkan
peran tertentu dalam keluarga, pekerjaan, dan komunitas kita. Tindakan yang kita
lakukan memiliki makna simbolis. Misalnya, seseorang yang tersenyum dapat
dianggap sebagai orang yang ramah. Seseorang yang menangis dapat dianggap
sebagai orang yang sedih.
c. Aksi adalah pilihan. Burke percaya bahwa manusia adalah pembuat pilihan. Kita
memiliki kebebasan untuk memilih tindakan kita, dan setiap pilihan yang kita
buat memiliki konsekuensi. Burke percaya bahwa manusia adalah pembuat
pilihan. Kita memiliki kebebasan untuk memilih tindakan kita, dan setiap pilihan
yang kita buat memiliki konsekuensi. Burke berpendapat bahwa setiap tindakan
yang kita lakukan adalah sebuah simbol. Tindakan kita mengungkapkan nilai-
nilai dan keyakinan kita. Burke juga berpendapat bahwa tindakan kita memiliki
konsekuensi. Setiap tindakan yang kita lakukan dapat berdampak pada diri kita
sendiri, orang lain, dan dunia di sekitar kita.

Asumsi-asumsi teori dramatisme telah mempengaruhi berbagai bidang, termasuk


komunikasi, psikologi, dan sosiologi. Teori ini telah digunakan untuk memahami
berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk politik, agama, dan budaya.

3. Teori Interaktisme Simbolis

Teori interaksionisme simbolis adalah teori sosiologi yang menekankan pada


pentingnya interaksi sosial dalam membentuk makna dan identitas individu. Teori ini
dikembangkan oleh George Herbert Mead dan Herbert Blumer pada awal abad ke-20.
Teori interaksionisme simbolis berpendapat bahwa komunikasi adalah proses di
mana orang-orang menggunakan simbol untuk saling memahami. Teori ini
menekankan pentingnya makna dalam komunikasi kelompok.

Teori interaksionisme simbolis memiliki empat aksioma utama, yaitu:

a. Manusia adalah makhluk yang menggunakan simbol. Manusia menggunakan


simbol untuk berkomunikasi, berpikir, dan membentuk identitas mereka. Simbol
adalah objek atau kata yang mewakili sesuatu yang lain. Misalnya, kata "cinta"
adalah simbol dari perasaan yang kuat dan positif.
b. Makna adalah sosial. Makna tidak ada dalam diri objek atau kata, tetapi
diciptakan dalam interaksi sosial. Makna ditentukan oleh cara orang
menggunakan simbol. Misalnya, kata "cinta" dapat memiliki makna yang
berbeda-beda tergantung pada konteksnya.
c. Identitas adalah sosial. Identitas individu dibentuk melalui interaksi sosial. Kita
memahami diri kita sendiri melalui cara orang lain mempersepsikan kita.
Misalnya, jika orang lain mempersepsikan kita sebagai orang yang ramah, maka
kita akan mulai melihat diri kita sebagai orang yang ramah.
d. Perilaku sosial adalah hasil interpretasi. Perilaku sosial dibentuk oleh makna
yang diberikan orang pada situasi. Misalnya, jika seseorang melihat sekelompok
orang yang sedang tertawa, maka mereka mungkin akan tertawa juga, karena
mereka menafsirkan situasi tersebut sebagai situasi yang menyenangkan.
Aksioma-aksioma ini membentuk dasar bagi teori interaksionisme simbolis.
Aksioma-aksioma ini membantu kita untuk memahami bagaimana makna dan
identitas dibentuk melalui interaksi sosial. Asumsi teori interaksionisme ini iyalah
dimana Asumsi-asumsi ini membentuk dasar bagi teori interaksionisme simbolis.
Asumsi-asumsi ini membantu kita untuk memahami bagaimana makna dan
identitas dibentuk melalui interaksi sosial.

Anda mungkin juga menyukai