Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“SEJARAH RETORIKA”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Retorika

Dosen Pengampu :

Hj. Nunung Khoiriyyah, MA.

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Miranda Aulia Maharani 11200541000014

Cici Aryanti 11200541000024

Dewi Asyifah 11200541000028

Kesejahteraan Sosial 4A

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2022
DAFTAR ISI

COVER

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. i

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………... 1

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………….. 2


1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………......... 2
1.3 Tujuan Penulisan ……………………………………………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………......... 3

2.1 Sejarah Retorika Yunani …………………………………………………….. 3

2.2 Sejarah Retorika Romawi …………………………………………………….. 7

2.3 Sejarah Retorika Abad Pertengahan …………………………………….. 10

2.4 Sejarah Retorika Masa Renaissance …………………………………………… 12

2.5 Sejarah Retorika Masa Modern ………………………………………………... 13

BAB III PENUTUP …………………………………………………………………. 17

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………... 17

3.2 Saran …………………………………………………………………………....... 17

DAFTAR PUSTAKA

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamuala’ikum. Wr.Wb

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat sehat wal’afiat, nikmat iman serta nikmat Islam, sehingga kami masih diberi kesempatan
untuk menjadi manusia yang bisa berubah menjadi lebih baik lagi disetiap harinya. Shalawat dan
salam tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
gelap hingga zaman terang seperti sekarang ini. Semoga apapun yang kami laksanakan
mendapatkan Ridha dari sang Illahi Rabbi, Aamiin, YRA.

Terimkasih kami ucapkan kepada Dosen pengampu mata kuliah Retorika, yaitu Ibu Hj.Nunung
Khairiyyah, MA. Berkat bimbingannya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
tepat waktu dan sesuai dengan batas yang telah diberikan. Kami ucapkan juga terimakasi kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, baik bersifat materiil maupun
non-materiil, dan juga melalui berbagai referensi yang telah diberikan kepada kami. Semoga
segala kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT dengan segala kebaikan-kebaikan lainnya.

Kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami
memohon kritik serta saran, agar dapat membantu kami menjadi lebih baik di kemudian hari.
Semoga makalah ini dapat dibaca, menjadi bahan pelajaran, menambah wawasan serta menjadi
penambah pengetahuan dan memperluas pengetahuan kita semua, Aamiin. Semoga apa yang
kami berikan ini bisa membantu dan bermanfaat untuk kita semua.

Akhir akata, semoga dapat dimaafkan segala kesalahan baik dalam penulisan, perkataan maupun
penyampaian. Kurang dan lebihnya mohon maaf. Barakallahu fiik.

Wassalamuala’ikum. Wr. Wb

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya seluruh manusia telah melakukan komunikasi sejak lama untuk
berhubungan dengan sesamanya. Komunikasi yang dilakukan manusia semakin berkembang
menjadi sebuah seni atau gaya dalam menyampaikan pendapat atau yang biasa disebut
dengan retorika. Dalam perbendaharaan bahasa Inggris, “retorika” disebut “rethoric” dan
mengandung definisi sebagai “kepandaian berbicara atau berpidato”. Sedangkan dalam
Webster‟s Tower Dictionary definisi “rethoric” adalah sebagai “seni menggunakan bahasa
secara efektif”.

Hornby dan Parnwell mengartikan istilah “retorika” sebagai seni penggunaan kata-kata
secara mengesankan, baik lisan maupun tulisan, atau berbicara dengan menggunakan
pertunjukan dan rekaan di depan orang banyak. Dalam hal ini, retorika berbeda dengan
bicara biasa karena memiliki seni yang bertujuan untuk menarik perhatian, memberikan
informasi, menghibur, serta memberikan pengaruh kepada orang lain.

Dalam perkembangan peradaban manusia, retorika tidak lepas dari sejarahnya tersendiri.
Di Yunani, retorika mulai dipelajari sejak abad ke-5 SM. Hal tersebut dimaksudkan untuk
membujuk rakyat demi kemenangan dalam dunia politik. Selanjutnya, berkembanglah seni
ini yang menjamur di negeri lain seperti Romawi, abad pertengan, sampai modern. Seiring
berjalannya waktu, retorika tidak hanya sebatas kepentingan politik saja.

Sehubungan dengan pengaruh bahasa, retorika dapat digunakan oleh manusia dalam
mengembangkan bakat-bakat tertingginya, melalui bahasa yang selanjutnya memberikan
kemampuan berkomunikasi kepada manusia agar dapat menuangkan isi pikirannya secara
jelas. sejak memasuki abad ke-20, bahkan hingga kini, retorika dibangun dengan mengambil
manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan modern. Adanya pengaruh ilmu-ilmu modern,
menjadikan kegunaan retorika semakin berpengaruh dalam mengembangkan salah satu
bagian disiplin ilmu komunikasi yang dikenal dengan istilah speech communication atau oral
communication atau public speaking.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah untuk makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan retorika pada masa Yunani?
2. Bagaimana perkembangan retorika pada masa Romawi?
3. Bagaimana perkembangan retorika di abad pertengahan?
4. Bagaimana retorika pada masa modern?
5. Apa saja landasan normative retorika dalam Islam?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui perkembangan retorika pada masa Yunani.
2. Mengetahui perkembangan retorika pada masa Romawi.
3. Mengetahui perkembangan retorika di abad pertengahan.
4. Mengetahui retorika pada masa modern.
5. Mengetahui landasan normatif retorika dalam Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Retorika di Yunani

Di Yunani, retorika muncul di Syracusa, ibukota Sycilia sekitar 567 sebelum masehi1.
Hal ini dikarenakan adanya sistem pemerintahan di Sycilia yang tidak demokratis. Rakyat
menuntut dan menentang pemerintahan yang tiranis. Oleh karena itu, pemimpin menempuh
jalan lain agar tidak terjadi pertumpahan darah, yaitu (1) mempopulerkan gagasan sistem
pemerintahan yang demokratis di tengah masyarakat untuk memperoleh dukungan; (2)
mengirim utusan kepada penguasa untuk menyampaikan tuntutatn hati nurani rakyat.

Di dalam kedua kegiatan itu, kecakapan berpidato dan menampilkan gagasan


dibutuhkan, maka perkembangan suatu ilmu yang membuat orang mampu berpidato yang
dinamakan retorika. Tokoh yang menonjol saat itu bernama Corax sebagai orator. Corax
menuliskan karya yang berjudul Techne Logon (seni kata-kata). Beliau menggunakan “teknik
kemungkinan” yang mengajarkan bahwa, jika kita tidak bisa memastikan sesuatu, mulailah
dengan memikirkan kepentingan umum.”

Menurut Corax, suatu pidato terdiri atas lima bagian adalah sebagai berikut:

 Poem atau pengantar dari pidato yang akan disampaikan.


 Diegesis atau Naratio sebagai bagian yang mengandung uraian tentang pokok
persoalan yang akan disampaikan.
 Agon atau argument sebagai bagian yang mengemukakan validitas-validitas mengenai
pokok persoalan yang disampaikan.
 Parekbasis atau diregsio sebagai catatan pelengkap yang mengemukakan keterangan-
keterangan lainnya yang dianggap perlu; dan
 Peroratio atau bagian penutup pidato yang merupakan simpulan dan saran.2

Retorika mulai dipelajari dan dianggap sebagai sebuah seni sejak abad ke-5 sebelum
masehi (SM). Retorika dipelajari dan dilaksanakan di negara-negara yang menganut
demokrasi langsung, salah satunya Yunani. Masyarakat Yunani hidup berkelompok dalam
sebuah sistem kemasyarakatan yang disebut Polis atau negara kota. Di dalamnya terdapat

1
Basuki dan Oka. 1990. Retorika: Kiat Bertutur. (Malang: A3). h. 75
2
Syamsuddin, M. 2014. Ruang Lingkup Retorika. (Jakart: Universitas Terbuka). h. 17-18

3
lembaga yang meliputi kekuasaan secara otonomi, swasembada, dan politik. Salah satu syarat
yang paling dicari untuk dapat masuk ke sistem elit politik Yunani pada masa itu adalah
dengan menggunakan keterampilan berbahasa. Bahasa adalah alat untuk mengungkapkan hal
yang abstrak dan jelas.

Akibat pentingnya berbahasa di Yunani, para penguasa politik menaruh perhatian


pada keterampilan tersebut untuk merebut kekuasan dan memperluas pengaruhnya di seluruh
Yunani. Bahkan, para penguasa menyewa agitator untuk memperkuat posisinya di
pemerintahan. Para agitator ini menggunakan alasan-alasan keagamaan untuk untuk
memngaruhi pendapat umum. Kemudian karena dibayar, banyak agitator yang mempelajari
seni berbicara untuk meningkatkan pendapatannya.

Kelompok agitator ini disebut sebagai kaum sophist yang berarti orang yang menipu
orang lain dengan kata-kata atau argumen di depan umum. Kala itu, para sophist di Yunani
berpindah-pindah tempat untuk mengajarkan pengetahuan politik dan berbicara di depan
umum dengan menekankan kemampuan berpidato. Sementara itu, warga Polis yang dapat
berpikir kritis mendirikan tempat yang bernama agora untuk mendiskusikan segala peristiwa
yang menyangkut kepentingan dan perhatian umum.

Sejak awal perkembangan retorika di Yunani memiliki arti yang berbeda-beda. Hal
pertama menyangkut tentang pemakaian gaya berbahasa atau stalistika. Hal kedua
menyangkut relasi antara retorika dengan moral; apakah retorika harus memerhatikan
masalah moral, penyampaian kebenaran, dan bukti. Hal ketiga menyangkut masalah
pendidikan; apakah pendidikan berpengaruh pada retorika untuk meningkatkan moralitas
seseorang.

Di samping perkembangannya, retorika di Yunani tidak terlepas dari tokoh-tokoh


yang menyebarkan. Adapun tokoh-tokoh tersebut di antaranya :

1. Georigias.

Georgias merupakan tokoh sophist yang menjadi guru retorika pertama. Beliau
mengatakan bahwa kebenaran suatu hanya dapat dibuktikan jika tercapai kemenangan
dalam pembicaraan. Georgias mendirikan sekolah yang mengajarkan dimensi bahasa
yang puitis dan teknik berbicara impromptu (berbicara tanpa persiapan). Sekolah ini
dibuka untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis dan berbicara yang jelas serta
peruasif.

4
2. Protagoras

Protagoras bersama dengan Georgias menjadi „dosen terbang‟ yang mengajar dengan
berpindah dari satu kota ke kota lain3. Menurut Protagoras, kemahiran dalam berbicara
bukan menjadi kemenangan. Akan tetapi, demi keindahan berbahasa.

3. Sokrates

Retorika menuurut Sokrates merupakan kebenaran yang menggunakan dialog sebagai


tekniknya. Teknik dialog Sokrates menggunakan jalan deduksi yaitu menarik kesimpulan
dari yang umum ke khusus. Terdapat metode dari Sokrates terkait retorika, di antaranya:

a. Memisahkan pemikiran yang salah dari yang tepat melalui cara berpikir dan
memerhatikan suatu persoalan dengan bersungguh-sungguh agar dapat
menemukan nilai universal yang ada dalam masyarakat.
b. Bertanya (dialog) dan menyelidiki argumentasi yang diberikan untuknya dengan
harapan dapat membuat definisi berdasarkan hasil penemuan dari masyarakat.

Biasanya Sokrates menggunakan teknik berpura-pura bodoh seolah tidak mengetahui


persoalan apapun. Kemudian membuat pertanyaan dari yang ia ketahui yang
menimbulkan perdebatan. Sokrates dianggap menyimpang karena dialog digunakan untuk
memengaruhi bukan untuk mengumpulkan data.

4. Isokrates

Beliau mendirikan sekolah retorika yang berfokus pada pidato politik dengan
menggunakan kata-kata yang rapi dan tidak berlebihan, menggunakan suara yang dan
gagasan yang lancar. Pendidikan merupakan kemampuan untuk membentuk pendapat
yang tepat mengenai masyarakat sehingga diharapkan masyarakat dapat mengeluarkan
opini dengan tepat. Isokrates yakin bahwa retorika dapat meningkatkan kualitas
masyarakat yang tidak terpisahkan dari sastra dan politik.

5. Plato

Plato merupakan tokoh dari kalangan bangsawan dari Athena. Menurutnya, retorika
merupakan hal penting sebagai persiapan seseorang untuk menjadi pemimpin. Salah satu
karangannya tentang retorika berjudul Dialogues yang berisi tentang pembuatan kerangka

3
Rahmat, Jalaluddin. 1994. Retorika Modern Pendekatan Praktis. (Bandung : Remaja Rosdakarya). h. 4

5
retorika. Di dalamnya dijelaskan bahwa retorika memiliki relasi dengan kebenaran dan
moral sehingga seorang orator harus menyesuaikan retorikanya dengan pendengar.

6. Aristoteles.

Tujuan retorika menurut Aristoteles adalah membuktikan maksud dari pembicaraan


atau menampakkan keindahan. Keindahan berbahasa digunakan untuk membenarkan,
memerintah, mendorong, dan memertahankan sesuatu. Aristoteles menulis buku berjudul
“Rhetoric” yang telah diterjemahkan Lane Cooper ke dalam bahasa Inggris pada tahun
1960. Aristoteles menyatakan bahwa secara sadar atau tidak sadar, seseorang sebenarnya
telah menggunakan retorika dan dialektika, yaitu ketika dia mengungkapkan buah pikiran,
mempertahankan pendirian dan menolak pendapat orang lain.

Aristoteles menjadi tokoh retorika yang penting, ia juga menulis tiga jilid buku
berjudul De Arte Rhetorica yang di dalamnya membahas tahap penyusunan pidato yang
dikenal dengan The Five Canons of Rhetoric (Lima Hukum Retorika), di antaranya :

a. Inventio (penemuan). Pada tahap ini pembicara menggali topik dan meneliti
khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Pembicara juga
merumuskan tujuan dan mengumpulkan bahan yang sesuai dengan kebutuhan
khalayak.
b. Dispositio (penyusunan). Pada tahap ini pembicara menyusun pidato atau
mengorganisasikan pesan. Pesan dibagi ke dalam beberapa bagian yang berkaitan
secara logis. Susunan tersebut mengikuti kebiasaan berpikir manusia yang terdiri
dari: pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog.
c. Elocutio (Gaya). Tahap ini, pembicara memilih kata-kata dan menggunakan
bahasa yang tepat untuk mengemas pesan. Ini dapat ditempuh dengan:
menggunakan bahasa yang tepat, benar, dan dapat diterima, memilih kata-kata
yang jelas dan langsung, memakai kalimat yang indah, mulia, dan hidup, serta
menyesuaikan bahasa dengan pesan, khalayak, dan pembicara.
d. Memoria (memori). Pada tahap ini, pembicara harus mengingat apa yang ingin
disampaikannya dengan mengatur bahan-bahan pembicaraannya.
e. Pronuntiatio (penyampaian). Pada tahap ini, pembicara menyampaikan pesannya
secara lisan. Pembicara harus memperhatikan olah suara dan gerakan anggota
badan

Aristoteles membagi pidato menjadi 3 jenis sesuai dengan karakteristik pendengarnya.

6
a. Pidato yudisial (legal) atau forensik, yakni pidato mengenai perkara di pengadilan,
apa yang telah terjadi dan tidak pernah terjadi. Pendengarnya adalah para hakim
atau yuri dalam pengadilan.
b. Pidato deliberatif atau politik (suasoria) yaitu pidato yang berisi nasihat yang
disampaikan. Pendengarnya anggota badan legislatif atau eksekutif.
c. Pidato epideitik atau pidato demonstrative yaitu pidato-pidato untuk pementasan,
upacara-upacara ibadah, maupun bukan, yang berisi kecaman atau pujian
mengenai hal-hal yang terjadi sekarang.

Sementara itu, terdapat dasar-dasar retorika menurut Aristoteles, di antaranya sebagai


berikut:

a. Retorika erat hubungannya dengan moral karena harus mengemukakan sesuatu


yang benar.
b. Retorika mendasari metode analitika dan dialektika. Analitika berarti meneliti
berbagai argumentasi dari proposisi yang benar. Sedangkan dialektika meneliti
berbagai argumentasi yang diragukan kebenarannya.
c. Retorika sebagai suatu yang inheren dan diresapi oleh semua orang dengan
menggunakan dialog sebagai tekniknya untuk mencari kebenaran.
d. Sebuah pidato yang totalitas harus mencakup tiga hal, yakni ethos (sumber
kredibilitas orator dan kesadar orator agar dapat dipercaya pendengar). Phatos
(sisi emosional pembicara yang terkadung dalam isi pidato. Logos (mengandung
imbauan argumen yang masuk akal).

2.2 Retorika Zaman Romawi

Retorika pada masa Romawi Kuno diawali oleh runtuhnya masa kejayaan Yunani.
Retorika merupakan hal yang dibawa Romawi atas kemenangan ekspansi militer mereka
ke Yunani. Retorika berkembang pesat di Romawi, sebabnya adalah karena system
pemerintahan Romawi yang berbentuk republic memiliki senat, yaitu badan yang
mewakili wewenang untuk memutuskan kebijakan penting, sehingga kondisi tersebut
menyadarkan pada senator untuk melengkapi diri dengan kemampuan retorika atau
berpidato. Kemudian, retorika menjadi berbumi di Romawi dan berbagai hal itulah yang
membuat sekolah, buku dan pamor guru retorika menjadi semakin di hormati ditengah
masyarakat romawi. Sejarah lain mengenai retorika romawi adalah tentang seorang tokoh

7
bernama Yunani Luvius Andronicus pada tahun 284-204 SM yang dibawa ke Roma
sebagai budak, ia mengajar retorika kepada tuannya dan pada saat itulah seni berpidato
mulai menarik perhatian orang Romawi. Retorika Romawi melahirkan dua tokoh
legendaris mereka, yaitu Cicero dan Quintilianus. Kedua tokoh retorika ini dianggap
mewakili perkembangan retorika romawi.

Selain itu, retorika masa Romawi melahirkan para orator-orator ulung seperti
Antonius, Craccus, Rufus, dan Hortensius. Tokoh Hortensius sendiri dikenal dengan
begitu piawai dalam berpidato sehingga para artis berusaha mempelaari gerakan dan cara
penyampaiannya.4 Kemudian kemampuan beliau disempurnakan oleh Cicero. Cicero
muncul sebagai cendekiawan dan negarawan, beliau adalah seorang orator yang sangat
berpengaruh, karena telah menulis banyak buku filsafat dan lima buah buku retorika pada
tahun 44-45 SM. Cicero sendiri percaya bahwa efek pidato akan baik bila yang
menyampaikan adalah orang baik pula, The good man speeks well. Cicero mendapatkan
pujian dari Caesar seorang penguasa yang ditakuti, pujiannya berisi kalimat sebagai
berikut : “Anda telah menemukan semua khazanah retorika, dan anda adalah orang
pertama yang menggunakan semuanya. Anda telah memperoleh kemenangan yang lebih
disukai dari kemenangan para jenderal. Karena, sesungguhnya lebih agus memperluas
batas-batas kecerdasan manusia dari pada memperluas batas-batas kerajaan Romawi.” 5
Pujian tersebut memberikan kesimpulan bahwa Cicero memiliki keterampilan dalam
menyederhanakan bahasa yang sulit dan latinnya mudah dibaca. Bangsa Romawi dapat
dikatakan sebagai bangsa yang memiliki orator ulung nomor satu, yaitu Cicero. Sebab,
jika ia berpidato maka ia telah mempelajarinya dengan baik, sehingga pesan yang
diberikan mengandung penekanan dan keindahan dalam komposisi. Inti dari pidato
adalah harus mencerminkan kebenaran dan kesusilaan, serta meyakinan para
pendengarnya. Cicero menyarankan bahwa seorang orator harus melakukan riset dan
bahan-bahan yang akan dibahas, kemudian menyusun dengan sistematis dan mencoba
menghafal isinya serta menyampaikannya dengan baik. Sejarah pengalaman cicero selain
pada bidang retorika adalah pada bidang politik, dimana ketika ia menjadi konsul dan
mencegah perebutan kekuasaan yang dilkukan oleh catilina. Pada tahun 60 SM, ia
bertentangan dengan tiga orang tokoh yaitu Pompeys, Caesar dan Craccus, akibat yang
ditimbulkan adalah ia dibuang dan akibat perbuatannya yang selalu menentang akhirnya

4
Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis…p.8
5
Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis…p.9

8
ia dibunuh. Pidato-pidato beliau yang terpenting adalah In Verrem pidato ini ditujukan
kepada Varres karena telah melakukan pemerasan ,In Catilinam ditujukan kepada
Catilina dengan maksud untuk menentangnya dan Philippica, yaitu ditujukan kepada
Antonius.Kemudian, hingga pada akhirnya sepeninggal Cicero, Quintilianus mendirikan
sekolah retorika, dan berusaha merumuskan teori-teori retorika dari pidato dan tulisan
Cicero dalam buku yang berjudul Institutio Oratoria’.

Sebelum lahirnya retorika di masa Romawi, teori retorika Aristoteles sendiri sangat
sistematis dan komperhensif, sehingga uraiannya yang lengkap dan persuasive telah
menyebabkan para ahli retorika sesudahnya tidak menghasilkan karya yang bagus
mengenai retorika. Orang Romawi pada 200 tahun yang lalu, setelah buku Aristoteles
yang berjudul De Art Rethorica tidak menambahkan apa-apa yang berarti bagi
perkembangan retorika. Kemudian, buku Ad Herrenium yang dituliskan dalam bahasa
latin sekitar 100 SM hanya menyistematiskan dengan cara Romawi warisan retorika gaya
Yunani. Terdapat kurang lebih 57 Pidato yang sampai pada saat ini yang disimpulkan
oleh Will Durant mengenai gaya pidatonya, yaitu pidatonya mempunyai kelebihan
dalam menyajikan secara bergelora, satu sisi masalah atau karakter. Dalam menghibur
khalayak dengan humor dan anekdot, dalam menyentuh kebanggaan, prasangka,
perasaan, patriotism dan kesalehan, dalam mengungkapkan secara keras kelemahan lawan
yang sebenarnya yang diberitakan, yang tersembunyi atau yang terbuka. Dalam
mengalihkan perhatian secara terampil dari pokok-pokok pembicaraan yang kurang
menguntungkan. Dalam membondong pertanyaan retoris yang sulit dijawab. Dalam
menghimpun serangan-serangan dengan kalimat periodic yang anak-anaknya seperti
cambukan dan yang badainya membahana. Selain itu, banyak lahir para tokoh retorika
pada masa Romawi yang mahsyur namanya, seperti : Appius Claddius Caesus (300
SM), Caisus Graechus, Mercus Antonius dan Licius Lianus Craccus. Meskipun
demikian, pengajar-pengajar retorika formal adalah orang Yunani. Dalam karya Cicero,
yang berjudul De Oratorie’ dikemukakan prinsip-prinsip ortori yang dibagi berdasarkan
tiga bagian yaitu : (1). Studi yang diperlukan oleh seorang Orator, (2). Penggarapan topic
Pidato dan (3). Bentuk dan penyajian sebuah pidato. Jasa yang terpenting dari retorika
Romawi adalah melanjutkan tradisi Yunani abad pertengahan Eropa. Sejah abad ke-2
SM, Republik Romawi tertarik dengan keahlianj dan pengalaman guru Yunani, hingga
akhirnya teori retorika Yunani tidak hanya diungkapkan kembali dalam buku-buku

9
pegangan seperti buku Anonim Rhetorica Ad Herrenium, tetapi juga diusahakan untuk
mengadakan penerapan.

Pada masa setelah Cicero, tetap dipertahankannya tujuan pengajaran retorika yang
dihubungkan dengan sopan-santun dan kelenggangan yang telah di agungkannya. Akan
tetapi, dalam jaman Hellenis, penguasa-penguasa Romawi perlahan membungkam
perdebatan politik dan membatasi ruang lingkup pengadilan. Tetapi, penulis lainnya yang
bergerak diluar bidang retorika serta anggota masyarakat lainnya yang tinggi
kedudukannya sudah lama mempergunakan semua upaya retorika yang sudah dikenal
hingga waktu itu. Para kaisar Romawi banyak memberikan subsidi kepada sekolah yang
memasukan ajaran retorika dalam silabusnya, sehingga tindaan tersebut menghasilkan
dukungan kebudayaan kepada para kaisar. Dampak yang ditimbulkan lainnya adalah para
ahli retorika menjadi Imam agung dalam sebuah uacara resmi jaman itu, tapi dalam tiga
abad berikutnya sesudah Quantilianius menulis Institutio Oratoria, kegiatan pidato
hanya berlangsung dengan usaha meniru kebesraan jaman lampau, baik dengan metode
Imitasi maupun metode Deklamasi.

1) Metode Imitasi
Adalah sebuah cara untuk melatih dan membawakan pidato-pidato dengan meniru
cara yang biasa digunakan orator-orator klasik. Imitasi menjadi peranan penting
dalam retorika, dan menjadi focus dalam pelajaran retorika. Buku yang menjadi
pegangan zaman itu adalah Progimanasmata karya Hormogenes dan buku
Antonius.
2) Metode Deklamasi
Yaitu terkait dengan apa yang dibawakan, biasanya tidak ada hubungannya
dengan kehidupan nyata pada masa itu.

Salah satu kutipan Cicero yang sangat berpengaruh yaitu : “Barang siapa yang naik
ke mimbar tanpa persiapan, maka ia akan turun tanpa penghormatan.”

2.3 Sejarah Retorika Pada Abad Pertengahan

Sejak zaman Yunani sampai Romawi, retorika selalu berkaitan dengan


kenegarawanan. Para orator di zaman ini, sebagian besar terlibat dalam kegiatan politik.
Untuk meraih kemenangan politik, para orator menggunakan retorika talk it out yaitu

10
membicarakan sesuatu atau persoalan sampai tuntas/demokratis.6 Namun demokrasi
Romawi mengalami kemunduran, dan kaisar demi kaisar memegang pemerintahan,
demokrasi berganti menjadi kekerasan/shoot it out (menembak sampai habis). Sehingga
retorika mulai terkikis dan mengalami kemunduran.

Pada masa abad pertengahan ini ada perubahan yang terjadi yaitu Ketika agama
Kristen berkuasa dan menolak retorika dari Yunani dan Romawi karena menganggap
orang yang pandai beretorika itu adalah orang jahilayah penganut berhala. Kecuali
Agustinus, yaitu seseorang yang telah mempelajari retorika sebelum masuk Kristen
tahun 386. Dan setelah dia masuk kristen, dia menulis buku yang berjudul On Christian
Doctrine (426) ia menjelaskan bahwa para pengkhotbah (orator) harus sanggup
mengajar, menggembirakan, dan menggerakkan. Untuk mencapai tujuan Kristen, yakni
mengungkapkan kebenaran, maka harus mempelajari teknik penyampaian pesan.
Menurut Agustinus, mereka harus memahami retorika supaya ajaran Kristen itu bisa
diterima oleh orang lain.

Satu abad kemudian, di Timur muncul peradaban Islam, Nabi Muhammad SAW
menyampaikan firman Allah SWT yaitu dalam QS An-nisa ayat 63

ْ ‫ض َع ْن ُه ْم َو ِع‬ ٰۤ
‫ظ ُه ْم َوقُ ْل لَّ ُه ْم فِ ْْٓي ا َ ْنفُ ِس ِه ْم قَ ْى اًل ۢ بَ ِل ْيغاا‬ ‫اُولىِٕكَ الَّ ِذيْنَ يَ ْعلَ ُم ه‬
ْ ‫ّٰللاُ َما فِ ْي قُلُ ْى ِب ِه ْم فَاَع ِْر‬

“Mereka itu adalah orang-orang yang (sesungguhnya) Allah mengetahui apa yang
ada di dalam hatinya. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka
nasihat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya.”
(Al Qur‟an 4:63).

Nabi Muhammad saw bersabda, untuk memperteguh firman diatas “Sesungguhnya


dalam kemampuan berbicara yang baik itu ada sihirnya”. 7

Beliau sendiri adalah seorang pembicara yang fasih dengan kata-kata singkat yang
mengandung makna yang padat. Para sahabat bercerita bahwa ucapan beliau sering
menyebabkan pendengar berguncang hatinya dan berlinangan air matanya. Beliau tidak
hanya menyentuh hati umatnya, beliau juga sangat memperhatikan orang-orang yang

6
Sulistyarini, D & Gustina, Z, A.. Buku Ajar Retorika. (Banten: CV AA Rizky, 2020) Hlm 30
7
Susandi. Sebuah Pengantar Retorika. (IKIP Budiutomo, 2018) Hlm 12

11
dihadapinya, dan menyesuaikan pesannya dengan keadaan mereka. Salah seorang
sahabat yang paling dikasihinya, Ali bin Abi Thalib, mewarisi ilmunya dalam berbicara.
Pada Ali bin Abi Thalib, kefasihan dan kenegarawanan berpadu. Khotbah-khotbahnya
dikumpulkan dengan cermat oleh pengikutnya dan diberi judul Nahjal Balaghah (Jalan
Balaghah).

Balaghah menjadi disiplin ilmu yang menduduki status yang mulia dalam peradaban
Islam. Kaum Muslim menggunakan balaghah sebagai pengganti retorika. Tetapi warisan
retorika Yunani, yang dicampakkan di Eropa pada Abad Pertengahan, dikaji dengan
tekun oleh para ahli balaghah. Namun sayang masih kurang studi tentang kontribusi
balaghah pada retorika modern. Balaghah masih hanya dipelajari di pesantren-pesantren
tradisional.

2.4 Zaman Renaissance (Transisi dari abad pertengahan ke zaman modern)

Abad Pertengahan berlangsung selama seribu tahun (400-1400). Di Eropa, selama


periode panjang tersebut, warisan peradaban Yunani diabaikan. Pertemuan orang Eropa
dengan Islam yang menyimpan dan mengembangkan khazanah Yunani dalam Perang
Salib menimbulkan Renaissance. Pada zaman pencerahan atau Renaissance (sekitar abad
ke-15-18 M), retorika kembali dianggap penting. Peter Ramus memopulerkan gagasan
Argicola secara gemilang dan sangat berpengaruh dalam melahirkan aliran retorika yang
dikenal dengan sebutan Ramisme. Aliran Ramisme membagi retorika pada dua bagian,
yaitu penemuan (Inventio) dan disposisi dari retorika (Dispositio) yang dimasukkan dan
diperkenalkan sebagai bagian dari dialektika (logika). Adapun retorika sendiri dipandang
hanya berkaitan dengan elocutio dan pronuntiatio saja. pembagian ini berlangsung
selama beberapa generasi. Dalam retorika aliran Ramisme ini, gaya masih dipertahankan,
sedangkan pidato sudah tidak dianggap penting lagi. Kekurangan pandangan Ramisme
adalah bahwa dalam pandangan mereka terjadi dikotomi antara gagasan dan kata yang
mengungkap gagasan itu sendiri. Bahkan, akibat dari cara pandang ini, sendi-sendi seni
retorika mulai mengalami keruntuhan. Meskipun demikian, zaman Renaissance dapat
disebut sebagai era yang menjembatani munculnya retorika modern, terutama dikenal
melalui tokoh yang sangat berpengaruh, Roger Bacon (1214-1219). Ia bukan saja
memperkenalkan metode eksperimental, tetapi juga pentingnya pengetahuan tentang

12
proses psikologis dalam studi retorika. Rasio, imajinasi, kemauan adalah fakultas-
fakultas psikologis yang kelak akan menjadi kajian utama retorika modern. 8

2.5 Retorika Zaman Modern

Retorika Modern lahir karena terjadinya perang salib, sehingga orang Islam dengan
pertemuan orang Eropa yang kemudian mengembangkan khazanah Yunani dan akhirnya
menjadi Reinaissance. Reinaissance merupakan sebuah pertanda dimulainya masa
retorika modern atau abad pencerahan sekitar tahun 1200 yang lalu. Seorang tokoh
pemikir Renaissance yang menarik kembali minat orang terhadap retorika adalah Peter
Ramus. Beliau membagi retorika menjadi dua bagian yaitu Inventio dan Dispositio yang
dimasukan ke dalam bagian logika. Retorika memiliki tiga aliran-aliran yang terkandung
di dalamnya, yaitu :

1. Aliran Epistemologis
Adalah sebuah aliran yang membahas teori pengetahuanm, asal-usul, sifat, metode
dan batas-batas pengetahuan manusia. Pemikiran Epistemologis berusaha
mengkaji retorika klasik dalam sorotan perkembangan psikologi kognitif, yaitu
9
membahas mengenai mental. Tokoh-tokoh dalam aliran ini yaitu (1). Roger
Bacon, 1214-1219. Beliau menekankan pada penggunaan rasio dan imajinasi
untuk menggerakan kemauan secara lebih baik. Rasio, imajinasi dan kemauan
merupakan kajian psiologis yang mendapat perhatian dari ahli retorika modern.
(2). George Campbell, 1719-1796. Beliau menjelaskan perilaku manusia dalam
empat tataran yaitu terkait dengan pemahaman, memori, imajinasi, perasaan dan
kemauan. Retorika diarahkan pada upaya mencerahkan pemahaman,
menyenangkan imajinasi, menggerakan persaan dan mempengaruhi kemauan. (3).
Richard Whately, beliau memusatkan perhatian pada argumentasi sebagai focus
retorika. Menurut beliau, retorika meurupakan suatu seni yang harus mengajarkan
bagaimana mencari argumentasi yang tepat dan mengorganisasikannya secara
baik. Oleh karena itu, menelaah proses berpikir sangat penting.
2. Aliran Bellens Letters
Maksud dari kata Bellens Letters dalam bahasa prancis adalah tulisan yang indah.
Retorika dalam aliran ini sangat mengutamakan keindahan bahasa, segi-segi

8
Syamsuddin, M. Ruang Lingkup Retorika. (Jakarta: Univerrsitas Terbuka.2014) hlm 20-21
9
Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis…p.12

13
estetis pesan, dan terkadang mengabaikan segi informatifnya. Tokoh dalam aliran
ini adalah Hugh Blair (1718-1800) yang menulis Lectures OnRethoric and Belles
Lettres. Beliau menghubungkan antara retorika, sastra, dan kritik sehingga
memunculkan kajian cita rasa (taste) berupa kemampuan untuk memperoleh
kenikmatan dari pertemuan dengan apapun yang indah. Sebuah citarasa akan
mencapai kesempurnaan ketika kenikmatan indrawi di padukan dengan rasio.
Rasio adalah bagian yang menjelaskan bagian-bagian kenikmatan tersebut. Aliran
Belles Lettres dan Epistemologis memusatkan perhatian pada persiapan pidato
yang meliputi penyusunan pesan dan penggunaan bahasa.
3. Aliran Plukosionis
Aliran ini merupakan aliran yang menekankan pada tekhnik penyampaian pidato.
Tokoh dalam aliran ini adalah Gilbert Austin. Beliau memberikan petunjuk
praktis penyampaian pidato yaitu pembicaraan tidak boleh malntur, menjaga
ketenangan dan mnegarahkan matanya langsung kepada audience. Tidak boleh
melepaskan semua suaranya tetapi memulainya dengan suara yang paling rendah
dengan mengeluarkan suaranya sedikit saja, tujuannya adalah agarmenarik
perhatian para audience. Akan tetapi, gerakan ini banyak mendapatkan kritik
karena berlebihan dalam persoalan teknik, sehingga pembicara tidaklai berbicara
dan gerakan terjadi secara spontan, sehingga gerakan menjadi semu. Namun, para
kaum Plukosionis telah berhasil melakukan penelitian empiris sebelum
merumuskan resep-resep penyampaian pidato.

Kemudian memasuki abad ke-20, retorika mengambil manfaat dari perkembangan


ilmu pengetahuan modern, khusunya ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Pada
masa itu, istilah retorika mula bergeser menjadi speech, speech communication, public
speaking. Masa sekarang ini retorika dikenal dengan nama Public speaking, oral
communication atau speech communication yang telah diteliti dan diajarkan secara
ilmiah di lingkungan akademis. Pengaruh mengenai speech course telah diteliti oleh Dr.
Charles Husrt, yaitu mengenai pembahasan tentang pengaruhnya terhadap prestasi
akademik mahasiswa. Hasilnya membuktikan bahwa pengaruhnya cukup berarti. Speech
dalam pengaruhnya memberikan dampak positif bagi energy mahasiswa seperti membuat
mahasiswa lebih terampil dalam berbicara dan memiliki kemampuan berbicara yang
memuaskan. Maksud dari penelitian tersebut adalah retorika memiliki peranan penting

14
dalam kehidupan. Para tokoh retorika modern seperti James A. Winans, Charles Henry
Woolbert, William Noorwood Brigance dan Alam H. Monroe. Seperti tokoh Monroe,
beliau banyak meneliti proses motivasi, kontribusi yang terbesar adalah dalam hal cara
organisasi pesan. Menurut Monroe, pesan harus disusun secara sistematis dan
berdasarkan pada proses berpikir manusia yang disebutnya dengan istilah Motivated
Squence. Beberapa tokoh retorika modern, yaitu seperti :

a. James A. Winans
Adalah seorang perintis pengguna psikologi modern dalam pidatonya. Bukunya
yang berjudul public speaking (1917) menggunakan teori psikologi dari William
james dan E.B Tichener. Sesuai dengan teori jJames, dikatakan bahwa tindakan
ditentukan oleh perhatian, Winans kemudian mengemukakan persuasi sebagai
proses menumbuhkan perhatian yang memadai baik dan tidak terbagi terhadap
proposisi-proposisi. Ia menerangkan pentingnya membagikan emosi melalui motif-
motif psikologis seperti kepentingan pribadi, kewajiban social dan agama. Cara
berpidato yang bersifat percakapan atau converstation dan teknik-teknik
penyampaian pidato adalah pembahasan berharga, selain itu Winans merupakan
pendiri Speech Communication Association of America pada tahun 1950.
b. Charles Henry Woolbert
Psikologi yang pengaruhnya adalah behaviorisme dari John B. Watson, Woolbert
memandang speech communication sebagai tingkah laku. Baginya proses
penyusunan pidato merupakan kegiatan seluruh organisme. Organisme merupakan
ungkapa kepribadian dan logika adalah dasar utama persuasi. Menurut Woolbert,
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyusun pidato, seperti :
meneliti tujuannya, mengetahui khalayak dan situasi, temukan proposisi yang
cocok dengan khalayak, memilih kalimat yang dipertalikan secara logis. Bukunya
yang terkenal adalah The Fundamental Of Speech.
c. William Noorwood Brigance
Beliau menekankan pada faktor keinginan (desire) sebagai dasar persuasi.
Menurutnya, keyakinan jarang merupakan hasil pemikiran, kita cenderung
mempercayai apa yang membangkitkan keinginan kita, ketakutan dan emosi kita.
Persuasi sendiir meliputi empat unsur yaitu : 1) rebut perhatian pendengar, 2)
mengusahakan pendengar untuk mempercayai kemampuan da karakter anda, 3)

15
dasarkanlah pemikiran pada keinginan dan 4) kembangkan setiap gagasan sesuai
dengan sikap pendengar.
d. Alan H.Monroe
Pada pertengahan tahun 20-an yang lalu, Monroe dan para staffnya meneliti proses
motivasi atau Motivation Proccess. Jasa beliau yang sangat besar adalah terkait
dengan cara organisasi pesan. Menurutnya, pesna harus disusun berdasarkan proses
berpikir manusia yang disebutnya dengan Motivation Squence. Beberapa ahli
retorika modern lainnya seperti A.E. Philips (1908), Brombeck dan Howell
(1952), R.T. Oliver (1942). Retorika modern sampai dengan saat ini banyak
dikenal dengan nama Public Speaking atau orang awam menyebutnya dengan nama
pidato. Masa sekarang, orientasi orang berbicara sudah bukan pada seni saja, tetapi
lebih terfokus pada sebagai pengetahuan yang harus dipelajari untuk mencapai
efektivitas pesan yang maksimal. Mengacu pada pendapat DeVito (1994), ada
beberapa keuntungan yang dapat diraih seseoran karena mempelajari Public
Speaking, antara lain sebagai berikut :
1. Meningkatkan keahlian pada bidang akademik dan karier, 2. Memperbaiki
kemampuan bicara di depan public dan 3. Memperbaiki kemampuan
komunikasi secara umum.

Public speaking menekankan pada efektivitas pesan yang dapat diterima para
audience. Sejarah telah membuktikan bahwa kemampuan berbicara dapat
digunakan dalam berbagai keperluan seperti politis, social sampai kepada
psikologis. Pelopon retorika modern lainnya yang terkenal yaitu seperti Hitler
(Meinkampf), Naumann (Die Kunst der Rade, 1941), Dessoir (Die Rade Ais
Kunst), dan Damachke (Volkstumliche Radekunst, 1918).

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan catatan sejarah, perkembangan awal retorika di Yunani


digunakan untuk berbagai keperluan politik. Sedangkan pada zaman Romawi, selama
dua ratus tahun, retorika tidak banyak berkembang, namun pada zaman ini banyak
didirikan sekolah retorika. Walaupun Demikian, kekaisaran Romawi tidak saja subur
dengan sekolah-sekolah retorika tetapi juga kaya dengan orator-orator ulung seperti
Antonius, Crassus, Rufus, Hortensius, dan Cicero.

Pada abad pertengahan (sekitar abad ke-5-15 M), retorika mulai dikaitkan
dengan sikap kenegarawanan. Retorika yang tumbuh subur pada zaman ini adalah
retorika yang menggunakan model demokratis. Pada abad pertengahan ini, retorika
sempat mengalami kemunduran, yaita ketika kekuasaan di dominasi oleh orang
kristen. Namun satu abad kemudian retorika berhasil berkembang kembali pada masa
penyebaran islam yang dikenal balaghah. Sampai selanjutnya sampai kepada masa
pencerahan atau Renaissance (sekitar abad ke-15-18 M)/transisi dari abad
pertengahan menuju zaman modern. Peter Ramus merintis berdirinya aliran retorika
yang dikenal dengan sebutan Ramisme. Aliran Ramisme ini membagi retorika pada
dua bagian, yaitu penemuan (Inventio) dan disposisi dari retorika (Dispositio) yang
dimasukkan dan diperkenalkan sebagai bagian dari dialektika (logika).

Memasuki zaman modern, perkembangan retorika tidak dapat dilepaskan dari


jasa-jasa beberapa negara maju di dunia ini, terutama Prancis, Inggris, Amerika, dan
Jerman. Sekitar abad ke-20, pengertian retorika pada umumnya mengalami
pergeseran arah, yaitu lebih mengikuti aliran-aliran pemikiran yang mendasarinya,
seperti aliran epistemologis, aliran yang disebut sebagai gerakan belles letters, dan
aliran yang disebut juga sebagai gerakan elokusionis.

3.2 Saran

Setelah menguraikan berbagai macam penjelasan tentang Retorika yang telah


diambil dari berbagai literature referensi, diharapkan makalah ini mampu menjadi
acuan bagi mahasiswa agar mampu memahami metode retorika dengan baik dan
benar. Semoga makalah ini Mahasiswa mengetahui sejarah perkembangan retorika.

17
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuddin, M. (2014). Ruang Lingkup Retorika. Universitas Terbuka, Jakarta, 1-39.

Rajiyem, R. (2005). Sejarah dan Perkembangan Retorika. Humaniora, 17(2), 142-153.

Susandi (2018). Sebuah Pengantar Retorika, IKIP Budiutomo

Sulistyarini, D & Gustina, Z, A. (2020). Buku Ajar Retorika. CV AA Rizky, Banten

Aly Bachtiar. 1994. Modul Retorilka, Jakarta, Universitas Terbuka.

Rakhmat Jalaluddin. 1994. Retorika Modern Pendekatan Praktis. Bandung, Remaja


Rosdakarya

Sunarjo Djoenaesih S. 1983. Komunikasi Persuasi dan Retorika. Yogyakarta : Liberty.

Rojiyem, 2005. Sejarah dan Perkembangan Retorika, Vol. 17, Hal. 142 – 152.

18

Anda mungkin juga menyukai