Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita
nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan yang luar biasa
ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah “Etika dan Filsafat
Komunikasi”.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi besar
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah
SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar
yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia
paling besar bagi seluruh alam semesta.

Sekaligus pula kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya


untuk Ibu Nova yohana S.Sos.M.I.Kom selaku dosen etika dan filsafat
komunikasi yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada saya guna
menyelesaikan tugas ini.

saya juga berharap dengan sungguh-sungguh supaya tugas makalah ini mampu
berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan
tentang pendidikan etika dan filsafat komunikasi.

Saya berharap tugas makalah ini dapat dimengerti oleh setiap pihak yang
membaca. Saya pun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam tugas
terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Pekanbaru,18 februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........................................................................................


B. Rumusan Masalah........................................................................................

BAB II FILSAFAT KOMUNIKASI

A. Sejarah Filsafat dan Ilmu Komunikasi ........................................................


B. Definisi Filsafat dan Ilmu Komunikasi .......................................................
C. Cakupan-Cakupan Filsafat dan Ilmu Komunikasi ......................................
D. Korelasi Filsafat dengan Ilmu Komunikasi..................................................
E Kajian hakikat Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis Komunikasi.......
F. Hakikat filsafat komunikasi...........................................................................

BAB III PENUTUP


A. Simpulan ...................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap orang tidak bisa tidak berkomunikasi. Banyak yang berpikir bahwa
berkomunikasi adalah hal yang mudah. Sehingga saat komunikasi kemudian dijadikan sebuah
cabang ilmu, yaitu Ilmu Komunikasi, maka sebagian orang akan menganggap sepele cabang
ilmu ini. Padahal sesungguhnya Ilmu Komunikasi tidak sedangkal itu. Ilmu komunikasi
bersifat multi disiplin dan sangat kompleks. Ilmu komunikasi merupakan ilmu yang
mengaitkan banyak ilmu di dalamnya. Seperti sosiologi, psikologi, antropologi, dan lain-lain.

Komunikasi merupakan hal yang tidak bisa luput dari kehidupan kita. Komunikasi
sangat dekat dengan kita, manusia.Seperti halnya komunikasi, filsafat juga hal yang sangat
dekat dengan kita. Saat kita mulai mempertanyakan tentang sesuatu, maka sesungguhnya kita
telah berfilsafat. Filsafat memang merupakan ilmu tertua yang sekaligus sebagai induknya
ilmu pengetahuan.

Mengingat kompleksitas Komunikasi sebagai ilmu, maka penulis merasa perlu bagi
kita untuk menelusuri lebih dalam mengenai komunikasi, melalui Filsafat Ilmu Komunikasi.

B. Rumusan Masalah
- Bagaimana awal perkembangan Filsafat dan Ilmu Komunikasi?
- Apa itu Filsafat, Komuinikasi, dan Filsafat Komunikasi?
- Apa saja ruang lingkup Filsafat Komunikasi?
- Memahami apasaja Korelasi Filsafat dengan Ilmu Komunikasi?
- Apa saja Kajian hakikat Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis Komunikasi?
- Apa Hakikat filsafat komunikasi?

BAB II
FILSAFAT KOMUNIKASI

A. Sejarah Filsafat dan Ilmu Komunikasi


1. Sejarah Singkat filsafat
Para filsuf sepakat untuk membagi sejarah filsafat menjadi empat tradisi besar, antaralain:

a. Filsafat India
Filsafat India berpangkal pada keyakinan bahwa ada kesatuan fundamental antara manusia
dan alam, harmoni antara individu dan kosmos. Harmoni ini harus disadari supaya dunia
tidak dialami sebagai tempat keterasingan, sebagai penjara.
Perkembangan filsafat India dibagi kedalam beberapa periode, yakni zaman Weda (2000 –
600 SM), zaman Skeptisisme (200 SM – 300 M), zaman Puranis (300 – 1200 M), zaman
Muslim (1200 – 1757 M), dan zaman Modern (setelah 1757 M).
Beberapa periode tersebut menunjukkan bahwa perkembangan filsafat di India tidak lepas
dari pengaruh kepercayaan dan agama.

b. Filsafat Cina
Ada tiga tema pokok sepanjang sejarah filsafat Cina,yakni harmoni, toleransi, dan
perikemanusiaan. Selalu dicarikan keseimbangan, harmoni, suatu jalan tengah antara dua
ekstrem: antara manusia dan sesama, antara manusia dan alam, antara manusia dan surga.
Toleransi kelihatan dalam keterbukaan untuk pendapat-pendapat pribadi, suatu sikap
perdamaian yang memungkinkan pluraitas yang luar biasa, juga dalam bidang agama.
Kemudian, perikemanusiaan. Pemikiran cina lebih antroposentris (menempatkan manusia
sebagai pusat kajian) daripada filsafat India dan Barat. Manusialah yang selalu merupakan
pusat filsafat Cina.

Ada empat periode besar dalam Filsafat Cina, yakni zaman Klasik (600 – 200 SM), zaman
Neo-Taoisme dan Buddhisme (200 SM – 1000 M), zaman Neo-Konfusianisme (1000 – 1900
M), dan zaman Modern (setelah 1900M).
Tradisi, agama dan ilmu pengetahuan memegang peran penting dalam perkembangan filsafat
di Cina.

c. Filsafat Islam
Pada abad IV SM, orang-orang Yunani memasuki Timur Tengah di bawah pimpinan
Aleksander Yang Agung untuk memperluas wilayah kekuasaannya dan juga menanamkan
kebudayaan Yunani di daerah-daerah yang dimasukinya. Maka berkembanglah falsafah dan
ilmu pengetahuan Yunani di Timur Tengah, yang pada akhirnya memunculkan pusat-pusat
peradaban Yunani, seperti Iskandariah di Mesir, Antakia di Suria, dan lain-lain. Selain
bermunculannya pusat-pusat peradaban tersebut, ilmu pengetahuan juga semakin
berkembang. Bukan hanya filsafat, tapi juga sains pada masa antara abad VIII dan XIII M.
Selain peradaban Yunani, perkembangan filsafat Islam juga tentu saja tidak luput dari
pengaruh agama Islam itu sendiri.

d. Filsafat Barat
Filsafat Barat kuno dimulai dari filsafat pra-sokrates di Yunani.
Pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas sejarah filsafat Barat memperlihatkan aliran-
aliran yang besar, yang mempertahankan diri lama dalam wilayah-wilayah yang luas, yaitu
rasionalisme, empirisme, dan idealisme. Dibandingkan dengan itu, fisafat Barat dalam abad
kesembilan belas dan kedua puluh kelihatan terpecah-pecah. Macam-macam aliran baru
muncul, dan aliran-aliran ini sering terikat pada hanya hanya satu negara atau satu lingkungan
bahasa.

2. Sejarah Singkat Ilmu Komunikasi


Sepanjang terekam dalam literatur, teoritisasi komunikasi dimulai sejak masa Yunani Kuno.
Ketika itu, Corax mengajarkan teori berbicara di depan pengadilan, yang kemudian dianggap
sebagai cikal-bakal ketereampilan persuasi (membujuk). Salah satu murid Corax yang
terkenal adalah Tisias, yang kemudian mengambil istilah rhetoric sebagai nama bagi
keterampilan tersebut.

Era Tisias kemudian digantikan oleh Aristoteles (385 – 322 SM) dan gurunya Plato (427 –
347 SM). Kedua orang tersebut merupakan figur penting dalam mengembangkan disiplin
komunikasi. Arstoteles (dalam Ruben, 2002:21) mengatakan bahwa, komunikasi adalah alat
di mana warga masyarakat dapat berpartisipasi dalam demokrasi. Aristoteles ketika itu
mendudukkan komunikasi sebagai keterampilan melakukan orasi dan menyusun argumen
untuk disampaikan kepada pendengar. Tujuan dai komunikasi, kata Aristoteles, adalah untuk
memberi kesan ositif tentang pembicara, sehingga pendengar akan menerima apa yang
disampaikan pembicara. Lebih jauh Plato mengatakan bahwa, keterampilan komunikasi
haruslah mencakup pula pengetahuan tentang sifat alami dari kata, sifat manusia dan
bagaimana manusia memandang hidup, susunan alam, dan studi tentang instrumen apa yang
dapat mempengaruhi manusia. Jelaaslah bahwa kedua tokoh tersebut mengajarkan
komunikasi sebagai keterampilan berbicara di depan umum (public speaking).

Perkembangan komunikasi lalu dilanjutkan oleh Cicero (106 – 43 SM) dan Quintilian (35 –
95 M). Cicero melihat komunikasi dalam dua ranah; praktis dan akademis. Karya kedua
tokoh ini lalu memberi inspirasi bagi pembentukan disiplin ilmu komunikasi yang lebih
matang pada era revolusi industri Inggris dan revolusi kebudayaan Prancis.
Memasuki abad XVIII, komunikasi dikembangkan oleh para sastrawan. Pada masa itu,
komunikasi telah mengenal dasar-dasar komunikasi seperti gaya bicara, artikulasi
(pengucapan) dan sikap tubuh (gesture). Pada akhir abad 19, di banyak perguruan tinggi
departemen rhetoric and speech berbeda di bawah fakultas sastra.
Disiplin lain yang membentuk studi komunikasi adalah jurnalisme. Sama seperti retorika,
jurnalisme sebenarnya telah dipraktikkan sejak 3700 tahun yang lalu di Mesir. Julius Caesar
lalu mengembangkan pola jurnalisme dengan menjual cikal bakal koran. Pada tahun 1690,
muncul koran pertama di AS dengan nama Public Occurrences both Foreign and Domestic.
Dalam fase selanjutnya, jurnalisme banyak berkembang di AS sementara teori-teori
komunikasi berkembang di Eropa.

Puncak dari sintesa komunikasi dan jurnalisme ditandai dengan dibukanya kursus jurnalisme
di University Of Wisconsin pada tahun 1905, yang dilanjutkan dengan perkembangan
teknologi radio (1920-an) dan televisi (1940-an).

Pada tahun 1948 Lasswell memperkenalkan pola komunikasi yang mengatakan bahwa proses
komunikasi meliputi “who says wahat to whom in what channel with what effect”, atau
“siapa berkata apa kepada siapa dengan menggunakan saluran apa serta menimbulkan
pengaruh apa”.

Selain teori Lasswell, dikenal juga teori dari Shannon dan Weaver, Schramm, serta Katz
Lazarvel.
Gagasan Shannon-Weaver menggambarkan pentingnya memperluas komunikasi, dari praktik
bercakap, menulis atau melalui media massa. Komunikasi menurut Shannon-Weaver meliputi
juga aktivitas lain, seperti bermusik, bermain balet, atau pentas teater.
Perkembangan komunikasi kemudian dilanjutkan dengan munculnya teori Wilbur Schramm.
Schramm yang oleh Alwi Dahlan, salah satu pakar komunikasi Universitas indonesia, disebut
sebgai salah satu dari empat ‘bapak komunikasi dunia’ pada tahun 1954 menulis artikel
dengan judul ‘How communicaton work’.

B. Pengertian atau Definisi Filsafat Komunikasi


1. Definisi Filsafat
Secara etimologis atau ilmu bahasa, filsafat bersal dari kata Yunani: philosophia, sebagai
rangkaian kata philos atau philein yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kebijaksanaan.
Sehingga filsafat dapat diartikan cinta pada kebijaksanaan. Istilah ini berawal pada
pandangan bahwa pengetahuan manusia yang sensual melalui indra bukan pengetahuan
sebenarnya; pengetahuan itu relatif umum serta mencakup dasarnya, meliputi keseluruhan
objek sampai ke akar. Para pemikir Yunani ingin tahu akan sebab yang sedalam-dalamnya.
Mereka juga tahu, pengetahuan seperti itu hanya dimiliki para dewa. Manusia hanya punya
keingina, cita-cita semata. Manusia yang cinta akan pengetahuan sejati disebut cinta
kebijaksanaan, filosofia. Orangnya disebut filosof, pencinta kebijaksanaan.
Sebagian orang menyebut filsuf. Berikut adalah beberapa definisi filsafat oleh para ahli:

- Plato (427 – 347 SM), mengatakan bahwa filsafat adalah mengkritik pendapat-pendapat
yang berlaku. Jadi, kearifan atau pengetahuan intelektual itu diperoleh melalui suatu proses
pemeriksaan secara kritis.

- Aristoteles (384 – 322 SM), menyatakan bahwa filsafat sebagai ilmu menyelidiki tentang
hal ada sebagai hal ada yang berbeda dengan bagian-bagiannya yang satu atau lainnya. Ilmu
ini juga dianggap sebagai ilmu yang pertama dan terakhir, sebab secara logis disyaratkan
adanya ilmu lain yang juga harus dikuasai, sehingga untuk memahaminya orang harus
menguasai ilmu-ilmu yang lain itu.

- Lous O. Kattsoff (1963), di dalam bukunya Element of Philosophy mengartikan filsafat


sebagai berpikir secara kritis, sistematis, rasional, komprehensif (menyeluruh), dan
menghasilkan sesuatu yang runtut.

2. Definisis Komunikasi
Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat
kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga
berasal dari akar kata dalam bahasa Latin Communico yang artinya membagi. Brikut ini
beberapa pengertian dari para ahli:

- Harold Lasswell mengatakan bahwa proses komunikasi meliputi “who says what to whom
in what channel with what effect.”
- Carl I. Hovland berpendapat bahwa komunikasi merupakan suatu proses, “Communication
is the process by which an individual (the communicator) transmit stimuly (usualy verbal
symbol) to modify the behavior the other individual (communicates).”
- Everett M. Rogers memberikan definisi bahwa “Komunikasi adalah suatu proses dimana
dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama
lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.”
Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur
sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:

1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)


2. Pesan (mengatakan apa?)

3. Media (melalui saluran/ channel/media apa?)

4. Komunikan (kepada siapa?)

5. Efek (dengan dampak/efek apa?).

Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi


adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu
saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.

C. Cakupan-Cakupan Materi Filsafat Komunikasi


1. Hakikat Filsafat Komunikasi
Menurut Prof. Onong Unchjana Effendi (2003:321), filsafat komunikasi adalah suatu
disiplin yang menelaah pemahaman (verstehen) secara lebih mendalam, fundamental,
metodologis, sistemats, analitis, kritis dan komperhensif teori dan proses komunikasi yang
meliputi segala dimensi menurut bidang, sifat, tatanan, tujuan, fungsi, teknik, dan metode-
metodenya.
Bidang komunikasi, meliputi komunikasi sosial, organisasional, bisnis, politik,
internasional, komunikasi antar budaya, pembangunan, tradisional dan lain-lain.
Sifat komunikasi, meliputi komunikasi verbal dan nonverbal. Adapun ragam tingkatan atau
tatanan komunikasi adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) yaitu komunikasi yang terjadi
dalam diri seseorang yang berupa proses pengolahan informasi melalui panca indera dan
sistem syaraf manusia.

b. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) yaitu kegiatan komunikasi yang


dilakukan seseorang dengan orang lain dengan corak komunikasinya lebih bersifat pribadi
dan sampai pada tataran prediksi hasil komunikasinya pada tingkatan psikologis yang
memandang pribadi sebagai unik. Dalam komunikasi ini jumlah perilaku yang terlibat pada
dasarnya bisa lebih dari dua orang selama pesan atau informasi yang disampaikan bersifat
pribadi.

c. Komunikasi kelompok (group communication) yaitu komunikasi yang berlangsung di antara


anggota suatu kelompok. Menurut Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam Sendjaja,
(1994) memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau
lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi
informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat
menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan akurat.

d. Komunikasi organisasi (organization communication) yaitu pengiriman dan penerimaan


berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi
(Wiryanto, 2005:52).

e. Komunikasi massa (mass communication). Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai


suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah audien yang tersebar, heterogen, dan
anonim melalui media massa cetak atau elektrolik sehingga pesan yang sama dapat diterima
secara serentak dan sesaat. Kemudian Mulyana (2005:74) juga menambahkan konteks
komunikasi publik. Pengertian komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang
pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak). Yang tidak bisa dikenali satu persatu.
Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah atau kuliah (umum). Beberapa
pakar komunikasi menggunakan istilah komunikasi kelompok besar (large group
communication) untuk komunikasi ini.

Tujuan komunikasi bisa terdiri dari soal mengubah sikap, opini, perilaku, masyarakat, dan
lainnya. Sementara itu, fungsi komunikasi adalah menginformasikan, mendidik,
mempengaruhi.
Teknik komunikasi terdiri dari komunikasi informatif, persuasif, pervasif, koersif,
instruktif, dan hubungan manusiawi. Metode komunikasi, meliputi jurnalistik, hubungan
masyarakat, periklanan, propaganda, perang urat saraf, dan perpustakaan.
Sehingga dengan demikian bisa dikatakan bahwa filsafat komunikasi adalah ilmu yang
mengkaji setiap aspek dari komunikasi dengan menggunakan pendekatan dan metode filsafat
sehingga didapatkan penjelasan yang mendasar, utuh, dan sistematis seputar komunikasi.
2. Tema Pokok dalam Etika dan Filsafat Komunikasi
a. Manusia Sebagai Pelaku Komunikasi
Hakikat komunikasi adalah proses ekspresi antarmanusia. Posisi manusia dalam komunikasi
dapat dilihat pada rumusan komunikasi dari Lasswell dan Aristoteles. Pola komunikasi
menurut Lasswell mengikuti rumusan “Who say what to whom in what channel with what
effect”. Sedangkan dalam model komunikasi Aristoteles kedudukan manusia sebagai pelaku
komunikasi meliputi “pembicara” dan “pendengar”. Rumusan komunikasi menurut
Aristoteles sendiri terdiri dari empat unsur, yakni pembicara, argumen, pidato, dan pendengar.

Berdasarkan dua rumusan tersebut, maka manusia memegang peran penting dalam
komunikasi. Karena manusia merupakan pelaku komunikasi itu sendiri, yakni sebagai
komunikator dan komunikan.
b. Teknologi Komunikasi
Teknologi informas dan komunikasi saat ini berkembang dengan sangat pesat. Sejak awal
ditemukannya pada tahun 1876, telepon yang mulanya duganakan untuk mengirim suara,
terus mengalami perkembangan baik dari segi ukuran maupun fungsi. Hal ini juga terjadi
pada komputer.

Kini, komputer dan telepon bahkan disatukan dalam satu alat dengan ukuran yang kecil
sehingga memudahkan kita untuk membawanya kemana saja. Ditunjang dengan teknologi
jaringan dunia yang bisa diakses dengan sangat luas dan kapan saja, yakni international
network (internet) yang kini telah melahirkan banyak situs.

c. Komunikasi Efektif dan Strategi Komunikasi


Proses komunikasi memang tidak dapat dihindarkan dari aktivitas manusia. Namun,
komunikasi tidak selalu berjalan sebagaimana mestinya. Ketidakefektifan dalam
berkomunikasi adalah hal yang juga sering terjadi. Hal ini akan terjadi jika pesan yang
disampaikan oleh komunikator tidak diterima secara benar dan baik oleh komunikan, dan
masih banyak faktor-faktor lain yang dapat menyebabkannya.

Wilbur Schramm menyebut sebagai “the conditions of success in communication”, yakni


kondisi yang harus dipenuhi jika kita ingin agar pesan yang kita sampaikan menghasilkan
tanggapan yang kita inginkan.
The Conditionsof Success in Communication terebut meliputi

 Pesan harus dirancang sedemikian dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat
menarik perhatian komunikasi.
 Pesan harus menggunakan lambang yang memiliki pengertian yang sama antara
komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
 Pesan harus dapat menumbuhkan kebutuhan pribadi komunikan sekaligus menyediakan
alternatif mencapai kebutuhan tersebut.
 Pesan harus berkaitan dengan kebutuhan kelompok dimana komunikan berada.

3. Komunikasi Sebagai Proses Simbolis


Teori interaksionisme-simbolis dikembangkan oleh kelompok The Chicago School dengan
tokoh-tokohnya seperti George Herbert Mead dan George Herbert Blumer. Awal
perkembangan interaksionisme simbolis dapat dibagi menjadi dua aliran mazhab, yaitu
aliran/mazhab Chcago, yang dipelopori oleh Herbert Blumer, melanjutkan penelitian yang
dilakukan George Herbert Mead. Blumer meyakini bahwa studi manusia tidak bisa
diselenggarakan di dalam cara yang sama dari ketika studi tentang benda mati. Peneliti perlu
mencoba empati dengan pokok materi, masuk pengalamannya, dan usaha untuk memahami
nilai dari tiap orang.

Menurut Blumer, teori ini berpijak pada premis bahwa


(1) manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang ada pada “sesuatu” itu
bagi mereka
(2) makna tersebut berasal atau muncul dari “intervensi sosial seseorang dengan orang
lain”
(3) makna tersebut disempurnakan melalui proses penafsiran pada saat “proses interaksi
sosial” berlangsung. “Sesuatu” ini tidak mempunyai makna yang intrisik. Sebab, makna yang
dikenakan pada sesuatu ini lebih merupakan produk interaksi simbolis.
Bagi Blumer, “sesuatu’ yang disebut juga “realitas sosial”, bisa berupa fenomena alam,
artifisial, tindakan seseorang, baik verbal maupun nonverbal, dan apa saja yang patut
“dimaknakan”. Sebagai realitas sosial, hubungan “sesuatu” dan “makna” ini tidak inheren,
tetapi volunteristik. Sebab, kata blumer sebelum memberikan makna atas sesuatu, terlebih
dahulu aktor melakukan serangkaian kegiatan olah mental, yakni memilih, memeriksa,
mengelompookkan, membandingkan, memprediksi, dan mentransformasikan makna dalam
kaitannya dengan situasi, posisi, dan arah tindakannya.
D. Korelasi Filsafat dengan Ilmu Komunikasi
Melihat dari sejarah hubungan antara filsafat dan ilmu komunikasi mengalami
perkembangan yang sangat cepat. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia”
meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu komunikasi
dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain.
Menurut Bertens, filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan
kemudian menjadi terpecah-pecah.[1] Namun munculnya ilmu komunikasi alam pada abad ke
17, menyebabkan terjadinya perpisahan antara filsafat dan ilmu komunikasi. Demikian
dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu komunikasi adalah identik
dengan filsafat.
Bidang garapan filsafat ilmu komunikasi terutama diarahkan pada komponen-
komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu
yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Interaksi antara ilmu komunikasi dan filsafat mengandung arti bahwa, filsafat pada
masa kontemporer tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari komunikasi. Ilmu
komunikasi tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat.

E. Kajian Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis Komunikasi


1. Kajian Ontologis
Adalah pengkajian ilmu mengenai hakikat realitas dari obyek yang ditelaah dalam
membuahkan ilmu pengetahuan (apa).
Menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara
jasmani maupun rohani
Ontologi merupakan bagian metafisika yang mempersoalkan tentang hal-hal yang berkenaan
dengan segala sesuatu yang ada dan terkhusus esensinya, juga merupakan cabang filsafat
yang membahas tentang prinsip yang paling mendasar atau paling dalam dari sesuatu yang
ada (baik yang bersifat abstrak maupun riil).

 Hakekat Ontologis
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut
pandang:
1. kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki
kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang
berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis.

2. Kajian Epistemologis
Adalah membahas cara untuk mendapatkan pengetahuan yang dalam kegiatan keilmuan
disebut juga metode ilmiah (bagaimana).
Secara etimologi epistemologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar, dan lazimnya
hanya disebut teori pengetahuan (Theory of Knowledge).[3]
Epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan
bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah
model filsafat.

 Objek Dan Tujuan Epistemologi


Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat
dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan
inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan
tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui
dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya
tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Tujuan epistemologi menurut Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah
hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk
menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan,
bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa
dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih
penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.

 Landasan Epistemologi
Kholil Yasin menyebut pengetahuan dengan sebutan pengetahuan biasa (ordinary
knowledge), sedangkan ilmu pengetahuan dengan istilah pengetahuan ilmiah (scientific
knowledge). Hal ini sebenarnya hanya sebutan lain. Disamping istilah pengetahuan dan
pengetahuan biasa, juga bisa disebut pengetahuan sehari-hari, atau pengalaman sehari-hari.
Pada bagian lain, disamping disebut ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, juga sering
disebut ilmu dan sains. Sebutan-sebutan tersebut hanyalah pengayaan istilah, sedangkan
substansisnya relatif sama, kendatipun ada juga yang menajamkan perbedaan, misalnya antar
sains dengan ilmu melalui pelacakan akar sejarah dari dua kata tersebut, sumber-sumbernya,
batas-batasanya, dan sebagainya. Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari
wujud pengetahuan menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar
untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena
pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan,
melaikan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh
dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.

 Hubungan Epistemologi, Metode dan Metodologi


Lebih jauh lagi Peter R.Senn mengemukakan, “metode merupakan suatu prosedur atau cara
mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis”.
Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam
metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa metodologi adalah ilmu tentang
metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Jika metode
merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, maka metodologilah yang mengkerangkai
secara konseptual prosedur tersebut. Implikasinya, dalam metodologi dapat ditemukan upaya
membahas permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan metode. Metodologi
membahas konsep teoritik dari berbagai metode, kelemahan dan kelebihannya dalam karya
ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan, sedangkan metode penelitian
mengemukakan secara teknis metode-metode yang digunakan dalam penelitian. Penggunaan
metode penelitian tanpa memahami metode logisnya mengakibatkan seseorang buta terhadap
filsafat ilmu yang dianutnya. Banyak peneliti pemula yang tidak bisa membedakan paradigma
penelitian ketika dia mengadakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Padahal mestinya dia
harus benar-benar memahami, bahwa penelitian kuantitatif menggunakan paradigma
positivisme, sehingga ditentukan oleh sebab akibat (mengikuti paham determinsime, sesuatu
yang ditentukan oleh yang lain), sedangkan penelitian kualitatif menggunakan paradigma
naturalisme (fenomenologis). Dengan demikian, metodologi juga menyentuh bahasan tantang
aspek filosofis yang menjadi pijakan penerapan suatu metode. Aspek filosofis yang menjadi
pijakan metode tersebut terdapat dalam wilayah epistemologi.
Oleh karena itu, dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis antara epistemologi,
metodologi dan metode sebagai berikut: Dari epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada
metodologi, yang biasanya terfokus pada metode atau tehnik. Epistemologi itu sendiri adalah
sub sistem dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Filsafat
mencakup bahasan epistemologi, epistemologi mencakup bahasan metodologis, dan dari
metodologi itulah akhirnya diperoleh metode. Jadi, metode merupakan perwujudan dari
metodologi, sedangkan metodologi merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam
epistemologi. Adapun epistemologi merupakan bagian dari filsafat.

 Hakikat Epistemologi
Bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara berpikir secara
rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungan dalam
mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran, sebab secara epistemologi ilmu
memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera.
Oleh sebab itu, epistemologi adalah usaha untuk menafsir dan membuktikan keyakinan
bahwa kita mengetahuan kenyataan yang lain dari diri sendiri. Usaha menafsirkan adalah
aplikasi berpikir rasional, sedangkan usaha untuk membuktikan adalah aplikasi berpikir
empiris. Hal ini juga bisa dikatakan, bahwa usaha menafsirkan berkaitan dengan deduksi,
sedangkan usaha membuktikan berkaitan dengan induksi. Gabungan kedua macaram cara
berpikir tersebut disebut metode ilmiah. Jika metode ilmiah sebagai hakikat epistemologi,
maka menimbulkan pemahaman, bahwa di satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan
landasan dari epistemologi yang sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan rasionalisme
dengan empirisme, atau deduktif dengan induktif), dan di sisi lain berarti hakikat
epistemologi itu bertumpu pada landasannya, karena lebih mencerminkan esensi dari
epistemologi. Dua macam pemahaman ini merupakan sinyalemen bahwa epistemologi itu
memang rumit sekali, sehingga selalu membutuhkan kajian-kajian yang dilakukan secara
berkesinambungan dan serius.

 Pengaruh Epistemologi
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban,
sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi
manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah
yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan
yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan,
kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan
teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh
penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai
merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh
kemajuan epistemologi.
Epistemologi dalam ilmu filsafat akan terus mendorong manusia untuk selalu berfikir dan
berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang
canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologi, yaitu pemikiran dan
perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat
apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya sehingga kajian
Filsafat Epistemologi akan selalu eksis pada seluruh cabang ilmu yang ada.

3. Kajian Aksiologi
Adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan yang diperoleh (untuk apa).
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu axios berarti ‘nilai’ dan logos berarti ‘ilmu atau
teori’. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan untuk apa manusia
mempergunakan ilmunya.

 Penilaian Dalam Aksiologi


Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika.
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah
moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika
merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan
menarik sejak masa Socrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah
kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang
ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral
ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat
manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau
perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari
etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia
lakukan.

Estetika merupakan bidang studi yang mempersoalkan tentang nilai keindahan.[4] Keindahan
mengandung arti bahwa di dalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara
tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh dan menyeluruh. Maksudnya
adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik
melainkan harus juga mempunyai kepribadian.

 Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan


Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat
dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan
ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu
digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang
membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem
ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah
kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan.Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk
petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah.Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar
dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih
enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah,
mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat
sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas. Penyelesaian yang detail
itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.

 Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu


Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-
nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan
berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak
tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta.
Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian;
kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang
akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh
berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan
antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang
ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat
idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik
penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia
hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan
baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif.
F. Hakikat filsafat komunikasi

Filsafat komunikasi adalah suatu disiplin yang menelaah pemahaman (verstehen)


secara fundamental, metodologis, sismatis, analitis, kritis, dan holitis teori dan proses komunikasi
yang meliputi segala dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya, tujuannya, fungsinya,
tekniknya, dan metodenya. Adapun menggambaran itu secara sederhana adalah sebagai berikut.
- Bidang Komunikasi : komunikasi sosial, komunikasi organisasional, komunikasi bisnis,
komunikasi politik, komunikasi internasional, komunikasi
antarbudaya, komunikasi pembangunan, komunikasi tradisional,
dan lain-lain.
- Sifat Komunikasi : komunikasi verbal (komunikasi lisan, komunikasi tulisan), komunikasi nirverbal
(komunikasi Kial, komu8nikasi gambar), komunikasi tatap muka dan komunikasi bermedia.
- Tatanan Komunikasi : komunikasi pribadi ( intrapribadi, antar pribadi), komunikasi
kelompok ( ceramah, forum, symposium, diskusi panel, seminar curah saran) , komunikasi massa
(surat kabar, majalah, radio, televisi, film dll) , dan komunikasi medio( surat, telepon, pamflet, poster,
spanduk, dll)
- Tujuan komunikasi : mengubah sikap, mengubah opini, mengubah perilaku, mengubah
masyarakat, dan lain-lain.
Fungsi komunikasi : menginformasikan, mendidik, menghibur, mempengaruhi, dan
sebagainya.
- Teknik komunikasi : komunikasi informative, komunikasi persuasive, komunikasi
pervasive, komunikasi koersif, komunikasi intruktif, hubungan
manusiawi.
- Metode komunikasi : jurnalistik, hubungan masyarakat, periklanan, propaganda, perang
urat syaraf, perpustakaan, dan lain sebagainya.

Jadi filsafat komunikasi adalah suatu disiplin yang menelaah pemahaman-pemahamannya di sini
dalam arti secara mendalam.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Filsafat komunikasi adalah ilmu yang mengkaji setiap aspek dari komunikasi dengan
menggunakan pendekatan dan metode filsafat sehingga didapatkan penjelasan yang
mendasar, utuh, dan sistematis seputar komunikasi.

Suatu proses komunikasi akan menjadi efektif jika memenuhi syarat-syarat berikut:

 Pesan harus dirancang sedemikian dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat
menarik perhatian komunikasi.
 Pesan harus menggunakan lambang yang memiliki pengertian yang sama antara
komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
 Pesan harus dapat menumbuhkan kebutuhan pribadi komunikan sekaligus menyediakan
alternatif mencapai kebutuhan tersebut.
 Pesan harus berkaitan dengan kebutuhan kelompok dimana komunikan berada.
pengkajian ilmu mengenai hakikat realitas dari obyek yang ditelaah dalam membuahkan ilmu
pengetahuan (apa).
Menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara
jasmani maupun rohani

B. Saran
Kita sebagai pelaku komunikasi sebaiknya mengkaji lebih dalam lagi mengenai komunikasi.
Sebaiknya kita tidak hanya mengkaji, tetapi juga memahami dan mempraktikkannya dalam
kehidupan sehari-hari agar ketidakefektifan dalam berkomunikasi dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI ,kencana ,2009 penulis: muhamad mufid, kencana prenadamedia
group

http://dianmk.blogspot.com/2009/07/hakikat-filsafat-komunikasi.html

Jurnal : http://repository.ut.ac.id/4487/2/SKOM4323-M1.pdf

Anda mungkin juga menyukai