Anda di halaman 1dari 7

Produksi Feature 2020

Pengertian Feature dan Unsur-unsur Feature


Pertemuan ke-2
19 September 2020

Kajian
Pengertian Feature
Unsur-unsur Feature

Indikator Capaian
Mahasiswa mampu membuat definisi feature sendiri berdasarkan pendapat
para ahli

Pendahuluan
Dalam persaingan media yang kian ketat tak hanya antar media cetak
melainkan juga antara media cetak dengan televisi, straight/spot news seringkali tak
terlalu memuaskan. Spot news cenderung hanya berumur sehari untuk kemudian
dibuang, atau bahkan beberapa jam di televisi. Spot news juga cenderung menekankan
sekadar unsur elementer dalam berita, namun melupakan latar belakang peristiwa.
Kita memerlukan berita yang lebih dari itu untuk bisa bersaing. Kita memerlukan
news feature -- perkawinan antara spot news dan feature.
News feature diartikan sebagai tulisan panjang, lengkap, komprehensif,
berimbang, dengan kasus yang magnitude-nya cukup besar, tapi lebih mementingkan
unsur why dan how. Yaitu ―mengapa‖ atau sebab musabab sampai peristiwa itu
terjadi, dan ―bagaimana‖ proses terjadinya peristiwa tersebut.

Pengertian Feature

Secara sederhana, feature adalah cerita atau karangan khas yang berpijak pada
fakta dan data yang diperoleh melalui proses jurnalistik. Disebut cerita atau karangan
khas, karena feature bukanlah penuturan atau laporan tentang fakta secara lurus atau
lempang sebagaimana dijumpai pada berita langsung (straight news).
Rivers dalam The Mass Media: Reporting, Writing, Editing (1967)
menjelaskan bahwa kita mempunyai kisah atas fakta-fakta yang apa adanya, dan itu
dikenal sebagai berita. Di samping berita kita jumpai lagi tajuk rencana, kolom, dan

Dr. Mia Dwianna Widyaningtyas, M.I.Kom Page 1


Produksi Feature 2020
tinjauan yang kita sebut artikel atau opinion pieces. Sisanya yang terdapat dalam
lembaran surat kabar, itulah yang disebut sebagai karangan khas (feature).
McKinney, feature adalah suatu tulisan yang berada di luar tulisan yang
bersifat berita langsung. Dalam tulisan hi pegangan utama 5W1H dapat diabaikan.
Sedangkan Wolseley dan Campbell dalam Exploring Journalism (1957) memasukkan
feature pada surat kabar ke dalam segi hiburan (entertainment). Secara gamblang ia
mengiaskan feature pada surat kabar sebagai asinan dalam sajian makanan. Ia tidak
memberikan kalori utama, tetapi ia menimbulkan selera makan dan penyedap. Ia
merupakan bagian cukup penting, sehingga surat kabar memenuhi pula fungsi ketiga
yang tidak dapat diabaikan, yakni hiburan (entertainment) di samping fungsi memberi
informasi dan pendidikan (Assegaff, 1983:55).
Jadi jelas, feature bukanlah menu utama surat kabar, tabloid, majalah, atau
media massa. Menu utama surat kabar tetap adalah berita. Feature adalah menu
penunjang surat kabar atau media massa. Sifatnya sebagai pelengkap. Feature juga
dapat diabaikan oleh khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa media massa.
Hanya, dengan merujuk pada analogi sajian makanan pada sebuah pesta, siapa pun
pengunjung pesta tidak akan merasa afdal apabila sesudah makan berat, is tak
mencicipi menu penunjang seperti puding, aneka buahbuahan, atau ice cream. Begitu
juga dengan pembaca surat kabar. la tak akan merasa afdal apabila setelah menyimak
berita, tak sekaligus juga menikmati hidangan feature.
Feature dapat dikatakan juga sebagai artikel yang kreatif, terkadang subyektif,
yang dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca
tentang suatu kejadian, keadaan atau aspek kehidupan. Feature memungkinkan
reporter ‗‘menciptakan‘‘ sebuah cerita. Meskipun masih diikat etika bahwa tulisan
harus akurat karangan tidak boleh fiktif dan bersifat khayalan, reporter bisa mencari
feature dalam pikirannya, setelah mengadakan penelitian terhadap gagasannya itu

Menulis feature berbeda dengan menulis straight news. Penulis feature


memerlukan kecakapan tertentu. Dari paragraf pertama, pembaca harus merasa seperti
terbang di alur venus-flytrap. Penulis feature harus membuat kalimat pertama yang
bisa membuat penonton yang tengah menonton televisi/ film berpaling dan tiap
kalima sesudahnya, bisa mengalahkan acara televisi. Ini berarti menulis dengan
penggambaran yang hidup. Pembaca diajak mengenali persoalan dengan enteng,

Dr. Mia Dwianna Widyaningtyas, M.I.Kom Page 2


Produksi Feature 2020
mengalir, dan tidak ruwet. Tiap soal dijelaskan melalui peristiwa. Peristiwa demi
peristiwa yang menjalin kisah membingkai tema besar kemanusiaan.
Wartawan yang ingin menulis feature terlebih dulu harus mampu menulis
berita yang konvensional, mulai dari straight news dan berita yang ditulis dengan
metode ―piramida terbalik‖ — yang semuanya harus mengandung unsur 5-W dan 1-
H, yang juga disebut sebagai jurnalisme dasar (basic journalism).
Ibarat orang yang mau belajar melukis, tidak bisa dia langsung melukis
dengan gaya kubisme seperti gaya Picasso, AS Budiono, Fajar Sidik, atau modern
abstrak seperti gaya Mondrian atau Affandi. Ia terlebih dahulu harus belajar melukis
dengan gaya Leonardo Da Vinci atau Basuki Abdullah yang naturalis, bahkan berkali-
kali harus studi atau berlatih menggambar anatomi tubuh manusia. Misalnya, wujud
tangan kanan mulai dari pergelangan tangan dan lima jari-jarinya yang sedang
mencengkeram, atau wajah seorang perempuan yang sedang meringis atau menangis
– tampak guratan urat dan kerut-merut kulitnya. Persis dan detil! Barulah setelah itu ia
boleh mencoba melukis dengan gaya modern, abstrak atau ekspresionistis.
Pendeknya, seorang wartawan yang bermaksud belajar menulis news feature dan
literary journalism, terlebih dahulu wajib memahami basic journalism.
Selain itu, sebuah feature hendaknya ditulis dengan gaya bertutur, deskriptif,
sedemikian rupa sehingga susunan kata dan kalimatnya mampu menggambarkan atau
melukiskan suatu profil atau peristiwa tertentu. Oleh karena itu, feature sesungguhnya
sebuah ―cerita‖, tapi bukan cerita mengenai fiksi melainkan mengenai fakta. A feature
is a story about facts, not about fiction (feature ialah cerita tentang fakta, bukan
tentang fiksi). Sedangkan karya tulis tentang fiksi disebut novel, cerita pendek.

Ada asas atau dalil klasik dalam dunia jurnalisme, yaitu mengenai fakta dan opini.
Menurut dalil klasik tersebut, sebuah berita harus hanya memuat fakta tanpa mengikut
sertakan opini, hanya memuat peristiwa-peristiwa yang terjadi dengan sesungguhnya
(facts), tanpa pendapat, komentar, ulasan atau tafsir (opinion) si wartawan. Dengan
demikian diharapkan berita itu dapat tampil secara obyektif, seperti apa adanya, tanpa
bumbu-bumbu lain, meskipun ditulis dengan deskripsi (penggambaran) yang persis
setepat-tepatnya..

Dr. Mia Dwianna Widyaningtyas, M.I.Kom Page 3


Produksi Feature 2020
Kisah feature merupakan sebuah karya tulis jurnalistik yang unik. Keunikannya ada di
orisinalia penulisan dan paparannya yang bersifat deskriptif. Kisah feature biasanya
ditulis untuk tiga tujuan:
1. to entertains (hiburan)
2. to informs (memberitahu)
3. to teaches (mengajarkan sesuatu)

Nilai orisinal feature diantaranya terkait dengan kandungan human interest. Ia


menggambarkan peristiwa yang buruk melalui dunia human interest. Human interest
berarti apa-apa yang terkait dengan ketertarikan dan minat orang seorang. Titik berat
feature ini terletak pada peristiwa-peristiwa hidup. Segala kejadian yang bisa bikin
orang enak, enteng, dan meriah bila memahaminya.
Dalam feature, kekuatan human interest dijadikan alat. Untuk itu, penulis mesti
peka. Penulis mesti tahu dimana ia meletakkan emosi (bukan emosional) tertentu.
Dimana paparan yang menyentuh ditaruh, adegan-adegan yang menarik dirancang,
deskripsi-deskripsi yang kuat disusun.
Penulis feature perlu mencontoh karya sasatra. Sebuah pikiran besar diurai ke
dalam peristiwa-peristiwa menarik. Sastra memang dekat dengan feature. Kisah
feature mempunyai ekspresi. Kisah –kisah human interest menyimpan simbolisme.
Ada pesan di balik deskripsi-deskripsi. Sastra memakai simbol-simbol, yang disimpan
antara lain di balik deskripsi-deskripsi human interest.
Bahasa feature ditata dengan apik. Tiap kata dan kalimat dipilih. Ringkas,
jernih, tegas, serta aktif. Walau bahasa feature adalah bahasa jurnalistik, bahasa
feature mesti memikat, enak dibaca dan perlu. Gagasan dibangun dengan ekspresi
harmonis keseluruhannya
Oleh karena itu, mirip sastra, feature membutuhkan kreatifitas. Jika tidak, tak
akan berbuah pengisahan human interest yang kuat dan cemerlang. Ini antara lain
mencirikan kemampuan menggunakan sudut pandang (the point of view) dan gaya
penulisan yang khas.
Menulis feature agak sulit dibandingkan dengan membuat berita. Hampir-
hampir merupakan suatu seni tersendiri. Penulis harus mempunyai kepekaan untuk
memilih objek dan membawakanya secara memikat. Penulis tidak boleh bsan memilih

Dr. Mia Dwianna Widyaningtyas, M.I.Kom Page 4


Produksi Feature 2020
bagian paling prima untuk tulisannya. Kalaupun beropini, maka tulisan itu tidak
kentara mengemukakan opininya.
Mengenai penyajian feature, tulisan diusahakan tidak kering dan monoton
tetapi bervariasi, ibarat menyusun sebuah taman yang penuh bunga warna warni.
Ditulis dengan bahasa yang baik dan benar. Penuturan harus lancar, bagaikan air yang
bening tetapi menghanyutkan. Kalimat tidak panjang, penuh ini, suasana yang
digambarkan harus hidup ibarat kita menonton bioskop. Feature mirip-mirip sebuah
novel fakta.

Unsur-unsur Feature
Sebagai sebuah cerita, feature dibangun dengan berpijak pada beberapa unsure pokok.
Dalam cerita pendek, unsure-unsur pokok itu meliputi: karakter, mood atau suasana,
tema, gaya, sudut pandang (point of view), dan setting. Menurut kritikus sastra Jakob
Sumardjo, seorang pengarang terikat pada unsure-unsur itu meskipun ia bisa mencari
variasi tersendiri. Seorang penulis bisa menekankan pada karakter atau tema, tapi
tetap ia tidak bisa melepaskan diri dari unsur-unsur yang lain. Berikut penjelasan
unsur feature yang diadaptasi dari cerpen menurut Haris Sumadiria dalam bukunya
Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature (2014:183-189).

1. Tema
Tema adalah ide sebuah cerita. Dalam feature, ide sering muncul dari berbagai
peristiwa berita yang sifatnya aktual dan faktual. Ide tidak diperoleh lewat imajinasi,
tetapi dipetik dari informasi, hasil penelusuran referensi, kerja observasi, pilihan
visitasi, dan proses konfirmasi ke suatu atau berbagai pihak yang terkait. Wartawan
sebagai penulis feature, sama sekali tak terlibat, dan memang tidak boleh terlibat,
untuk melakukan suatu tindakan apapun. Wartawan sebagai penulis cerita hanya
berhak melakukan rekonstruksi dan visualisasi atas apa yang dilakukan tokoh cerita
sesuai dengan setting peristiwa yang terjadi.
2. Sudut Pandang
Sudut pandang (point of view) pada dasarnya adalah visi pengarang, artinya sudut
pandang yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Cerita feature,
dengan merujuk pada sudut pandang, umunya lebih menyukai sudut pandang orang
ketiga. Dengan sudut pandang orang ketiga, wartawan sebagai penulis feature, tahu

Dr. Mia Dwianna Widyaningtyas, M.I.Kom Page 5


Produksi Feature 2020
tantang segalanya. Ia bisa menceritakan apa saja yang ia perlukan untuk melengkapi
ceritanya sehingga mencapai efek yang diinginkan. Sebagian kecil wartawan,
menyukai sudut pandang orang pertama dengan memerankan tokoh aku. Sudut
pandang manapun yang dipilih, sesungguhnya bergantung pada selera wartawan atau
reporter, redaktur, serta sifat dan bobot materi cerita yang ingin disampaikan kepada
khalayak.
3. Plot
Plot bukan jalan cerita. Dengan mengikuti jalan cerita kita dapat menemukan plotnya.
Sesuatu yang menggerakan cerita adalah plot, yaitu segi rohaniah dari kejadian. Plot
sering dikupas menjadi lima elemen: pengenalan, timbulnya konflik, konflik
memuncak, klimaks, dan pemecahan soal (Sumardjo, 2004:15-16). Feature yang baik
harus memiliki plot. Feature tidak mewajibkan pemunculan dan penajaman konflik
dalam rangkaian adegan cerita. Feature mengangkat suatu situasi, keadaan, atau aspek
kehidupan yang sifatnya faktual objektif. Tidak semua aspek kehidupan yang diangkat
dalam cerita feature mangandung unsur konflik. Jadi, hanya pada peristiwa tertentu
saja unsur konflik dan klimaks itu diperlukan atau dihadirkan.
4. Karakter
Suatu cerita feature disebut baik, apabila karakter tokohnya dilukiskan dengan jelas,
tegas, ringkas, dan spesifik. Setiap punya karakter atau kepribadian masing-masing,
yang sekaligus membedakan dirinya dengan orang lain. Tokohlah yang menentukan
segala-galanya dalam cerita. Pengarang tidak perlu pegang kemudi. Ia hanya
membiarkan saja tokoh-tokoh cerita yang dipilihnya itu hidup dan bergerak sendiri
menurut wataknya masing-masing, dan menciptakan situasi, membuat masalah,
menimbulkan ketegangan, mencetuskan klimaks, dan akhirnya menutup cerita (Lajos
Egri dalam Dipenogoro, 2003:51).
5. Gaya
Gaya adalah cara khas pengungkapan seseorang. Cara bagaimana seorang pengarang
memilih tema, persoalan, meninjau persoalan dan menceritakannya sebagai sebuah
cerpen. Sebagai cerita, feature ditulis oleh wartawan atau reporter dengan gaya
masing-masing. Ada wartawan yang sangat mengagumi gaya Putu Wijaya, ada yang
sangat menyukai gaya Ahmad Tohari, dll. Berbeda dengan berita yang gaya
penulisannya sama karena mengacu pada teknik melaporkan, pola piramida terbalik,
dan rumus 5W1H.

Dr. Mia Dwianna Widyaningtyas, M.I.Kom Page 6


Produksi Feature 2020
6. Suasana
Suasana dalam cerita pendek membantu menegaskan maksud. Di samping itu suasana
juga merupakan daya pesona sebuah cerita. Sama halnya dengan feature, tidak ada
cerita feature tanpa suasana. Karena suasana itulah yang bisa menghidupkan cerita
feature sehingga memikat pembaca, enak dibaca, berjiwa, dan sanggup melantunkan
pesan-pesan moral tertentu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Menulis feature
adalah melukis suasana peristiwa. Dari suasan itulah kemudian timbul imajinasi dan
fantasi pembaca, pendengar atau pemirsa.
7. Lokasi Peristiwa
Setting tidak hanya menunjukkan tempat kejadian dan kapan terjadinya, tetapi
berkaitan juga dengan karakter, tema, suasana cerita. Feature juga harus mengandung
unsur ini. Dalam feature, unsur tempat/setting, tidak sekadar sebagai keterangan
pelengkap sebagaimana dijumpai pada berita langsung. Dalam feature, setting justru
memainkan peran yang amat menetukan jalannya cerita. Setting bencana alam seperti
gempa dan gelombang tsunami di Aceh dan Sumut pada 26 Desember 2004, dengan
korban tewas lebih dari 100 ribu jiwa, misalnya, memunculkan aroma tragedy
kemanusiaan yang luar biasa.

Referensi

AAmidor, Abraham et al. 2013. Real Feature Writing: Story Shapes and Writing
Stragtegies From The Real World Of Journalism. ed. Abraham AAmidor. Nw
York and London: Routledge.

Dunham, Richard Scott. 2020. Multimedia Reporting: How Digital Tools Can
Improve Journalism Storytelling. Singapore: Springer.
http://link.springer.com/10.1007/978-981-13-6163-0.

Hennessy, Brendan. 2006. Writing Feature Articles. Fourth Edi. Great Britain: Focal
Press.

Witt, Leonard. 1991. The Complet Book of Feature Writing. Second. ed. Leonard
Witt.

Mappatoto, A B. 1992. Teknik Penulisan Feature (Karangan Khas). Gramedia Pustaka


Utama.
Rivers, W L. 1975. The Mass Media: Reporting, Writing, Editing. Harper & Row.

Dr. Mia Dwianna Widyaningtyas, M.I.Kom Page 7

Anda mungkin juga menyukai