Anda di halaman 1dari 15

SEPULUH JURUS MENULIS BERITA EKONOMI & BISNIS Purwanto Setiadi Pengantar Berita ekonomi dan bisnis, bagi

negara seperti Indonesia, terus menempatkan diri pada posisi yang semakin penting. Dan pers bertambah sadar bahwa berita ekonomi dan bisnis bukanlah subjek yang sebaiknya ditempatkan di halaman tersembunyi. Berita ekonomi dan bisnis mempengaruhi siapa pun, dari bankir hingga mereka yang membeli roti atau beras di pasar. Simak apa kata sebuah koran terkemuka di Nigeria tentang berita ekonomi dan bisnis: Sejak Program penyesuaian struktur ditetapkan sebagai langkah besar pertama dalam usaha pemerintah untuk mengubah keadaan ekonomi, istilah-istilah seperti Pasar Valuta Asing Lapis Kedua, pembayaran utang, penjadwalan kembali utang, pasar otonom, dll. Menjadi rutin terbaca oleh warga biasa Nigeria. Namun ada dua masalah dasar menyangkut berita-berita ekonomi dan bisnis. Yang kerap muncul adalah: Satu, rumit; dan Dua, menjemukan. Penulis pada koran terkemuka Nigeria tersebut benar tentang makin sadarnya warga Nigeria pada isu-isu ekonomi. Namun bisa dipastikan kebanyakan warga Nigeria sudah jemu pada program dan lembaga yang disebutkannya-setidaknya dibandingkan dengan skandal-skandal politik yang tengah terjadi. Yang terutama menjadi penyebab adalah rumitnya berbagai program dan lembaga itu. Istilah seperti Pasar Valuta Asing Lapis Kedua mungkin sudah menjadi buah mulut warga Nigeria kebanyakan, tapi mudah disangsikan banyak dari mereka--bahkan profesional terdidik sekalipun--yang memahami artinya. Seperti halnya orang di mana pun, kebanyakan warga Nigeria tak belajar menjadi ekonom. Jadi, apa tujuan seorang wartawan ekonomi dan bisnis? Jelas, yang terutama ingin dicapainya adalah melaporkan berita seakurat mungkin-sebuah misi luar biasa penting pada subjek yang memungkinkan seseorang kehilangan keberuntungan hanya karena salah meletakan titik atau koma pada deretan angka. Namun jika berita ekonomi dan bisnis pada hakikatnya, kerap rumit dan membosankan, ada tujuan lain yang tak kalah utamanya--menjadikan berita ekonomi dan bisnis: Satu, bisa dipahami; dan Dua, menarik. Kedua tujuan itu sama pentingnya baik di Lagos, di Lahore, di London, maupun Los Angeles. Bagaimana kita bisa membuat berita ekonomi dan bisnis mudah dipahami? Ada seorang redakstur yang, suatu ketika, mengatakan wartawan ekonomi dan bisnis yang baik harus mengikuti tiga aturan. "Yang pertama, "katanya, "adalah menjelaskan. Yang kedua.. menjelaskan. Yang ketiga.." - kita pasti bisa menebaknya. Tapi sebelum wartawan bisa menjelaskan kepada orang lain, mereka sendiri harus memahami apa yang harus dijelaskannya. Dan untuk memahami, kerap mereka harus mengakui bahwa mereka memang tak tahu. Ini tak mudah. Wartawan tergolong yang gengsian. Kalau kita benar wartawan, kita pasti tahu ini. Tak

seorang pun mau mengakui kebodohan mereka, terutama bila seorang pejabat pemerintah atau seorang penting lainnya memanfaatkan peluang itu untuk menyepelekan. Tapi wartawan, bagaimanapun, adalah komunikatior, bukan ahli yang tahu segala hal; dan wartawan berkewajiban menyampaikan (berita) kepada pembacanya. Jika wartawan tak paham, pembaca pun tak akan bisa mencerna apa yang disampaikan. Jangan biarkan gengsi membuat lidah kita erat mengatakan, "Maaf, saya tak paham. Bisakah Anda menjelaskannya pada saya?" Benar, seorang wartawan perlu memperhitungkan pembacanya ketika menulis berita, dan tak ingin menyepelekan. Namun lebih banyak penjelasan biasanya lebih baik ketimbang hanya sedikit. Pembaca yang cangih sekalipun perlu disegarkan ingatannya tentang konsep-konsep ekonomi. The Wall Street Journal bisa menjadi salah satu koran terlaris di AS, tanpa kehilangan prestisenya, sedikit pun, karena menyajikan berita ekonomi dan bisnis dengan penjelasan-penjelasan bagi pembaca yang bukan ekomon dan ahli bisnis. Tujuan Journal ekonomi dan bisnis - bukan mengecualikan mereka, seolah-olah bisnis adalah semacam kelab terbatas. Setelah membuat berita ekonomi dan bisnis bisa di pahami, bagaimana kita menjadikannya menarik? Jawaban pendeknya adalah: Pusatkan sedikit saja pada statistik dan lebih banyak pada orang. Yang menjadi alasan orang di mana pun untuk lebih memilih berita tentang skandal politik mutahir ketimbang berita tentang pasar "Pasar Valuta Asing Lapis Kedua" adalah karena berita tentang skandal jelas melibatkan banyak orang. Ini bukan berarti kita sebaiknya hanya mengejar-ngejar skandal bisnis. Ekonomi dan bisnis pada dasarnya menyangkut orang. Perubahan ekonomi mempengaruhi sehari-hari orang. Bisnis penuh dengan drama kemanusiaan yang mencakup sukses, kegagalan, dan pergulatan antarpesaing untuk saling menyingkirkan. Tip-tip yang akan disarankan di sini berkaitan dengan cara mencapai dua tujuan ini: menjadikan berita dan bisnis mudah dipahami dan manarik. Sejumlah saran yang ada agak tak lazim; tapi akan baik jika dijadikan sebagai bahan diskusi. Untuk memberikan ilustrasi disertakan kutipan dari sejumlah koran di Afrika Barat, India, dan di tempat-tempat lain di negara yang sedang berkembang. Beberapa kutipan sengaja diringkas karena keterbatasan ruang atau untuk menghindari dikenalinya koran atau perusahaan yang bersangkutan. Prinsip dasar jurnalistik bersifat universal. Karennya, tip-tip yang disarankan kebanyakan bisa diterapkan di mana pun profesi wartawan dijalankan. Kepentingan pembaca, bagaimana mereka bisa memahami dan tertarik pada apa yang kita sajikan, betapun tujuan utama kita, kan? 01. Jangan Berkawan dengan Jargon Simak kalimat dari laporan sebuah radio ini: Pejabat menyeru produsen barang-barang industri, konsumsi, dan produk-produk lain di dalam negeri agar terlibat dalam kampanye pengunaan bahan-bahan dasar dari dalam negeri. Gaya sangat akrab. Tapi apa maksudnya? Dalam bahasa sederhana, pejabat itu semata

mendesak agar industriwan dalam negeri mengunakan bahan-bahan mentah dari dalam negeri. Jadi, mengapa si wartawan tak mengatakaan begitu? Sayang, banyak wartawan terlalu kerap tergelincir ikut memamerkan jargon-jargon yang memusingkan dari ekonom, bankir, dan pejabat pemerintah ketimbang mengunakan bahasa yang digunakan banyak orang dalam percakapan sehari-hari. Bagi ekonom, jargon-jargon itu bukan masalah; mereka saling memahaminya - atau setidaknya berpura-pura begitu. Sebaiknya, bagi pembaca kebanyakan, jargon ekonomi membingungkan dan membosankan. Istilah-istilah sulit serupa itu bisa tercetak karena begitu mudahnya mengulang kata-kata birokrat, ekonom, bankir, atau siaran pers ketimbang menerjemahkan ke dalam bahasa sehari-hari. Wartawan pun kadang-kaang senang pamer kepada pembaca, dan mereka percaya jargon akan dilihat sebagai tanda kemajuan pendidikan dan kecerdasan mereka. Namun sering wartawan sendiri tak paham apa yang dimaksud dengan jargon tertentu dan karenanya merasa aman untuk menuliskannya tanpa perubahan sedikit pun. Meski sulit mernerjemahkan jargon ke dalam bahasa biasa, wartawan harus berusaha melakukannya. Tujuannya: penguna bahasa sederhana untuk soal-soal yang ruwet. Idealnya, gunakan kalimat pendek, sedikit kata. Bila berlebihan, penyederhanaan memang berbahaya. Namun bisanya penyerdehanaan bisa dilakukan dengan selalu berhenti dan bertanya apa yang sesungguhnya dimaksud sesuatu jargon. Jika mungkin, teknik terbaik adalah menanyakannya kepada penceramah yang mengatakannya agar meringkaskaan apa yang dimaksudnya ke dalam bahasa seharihari. Birokrat sering mengunakan jargon karena mengatakan sesuatu secara sederhana akan terlalu blak-blakan. Simak laporan dari sebuah surat kabar Cina ini: Cina harus berusaha mati-matian menyesuaikan struktur industrinya untuk memastikan penggunaan dan pengerahan sumber-sumber ekonomi secara rasional, kata seorang ekonom di Beijing akhir pekan lalu. Kepada peserta sebuah simposium internasional ia mengemukakan kontradiksi struktural masih berlangsung di dalam industri Cina. Paragraf tersebut penuh eufemisme. Bila seorang ekonom berbicara tentang "pengunaan rasional" dari "sumber-sumber ekonomi", biasanya mereka bermaksud mengatakan perlunya pengurangan jumlah pekerja - atau, lebih terus terang, memberhentikan pekerja. Jika ini memang yang dimaksud, katakan saja demikian. Dan apa yang dimaksud pembicara itu ketika mengatakan "kontradiksi struktural" masih berlangsung di dalam industri Cina? Jika mungkin tanyakan. Hindarkan pula pengunaan akronim yang membingungkan bila menyebut nama organisasi atau sesuatu program. Bahkan pada penyebutan kedua, kerap lebih jelas dengan menuliskan nama lengkapnya atau sebagian saja--misalnya Barito ketika menyebut untuk kedua kalinya nama Barito Pasific Timber, ketimbang menyingkatnya menjadi BPT. Wartawan sering ngotot beralasan sesuatu jargon sudah lazim di sesuatu

tempat--misalnya "integrasi ke belakang" di Nigeria - sehingga " setiap orang tahu apa artinya". Namun bila diminta menjelaskannya, sering terbukti bahwa setiap orang memang tahu kecuali sang wartawan. Itulah tanda bahwa wartawan telah menjadi korban bahaya jargon ekonomi, terlalu sering mendengarkannya sehingga seperti sudah lazim. Reporter harus terbiasa untuk terus menerus bertanya: Bisakah ini dikatakan secara lebih jelas? 02. Definisikan Istilah Ekonomi Bila tak bisa menghindarkan jargon ekonomi, definisikan. Beberapa istilah ekonomi memang punya arti khusus yang jika ditanggalkan bakal membingungkan. Namun ingat, bagi banyak orang, istilah-istilah itu masih merupakan kode kata-kata yang misterius; Wartawan harus memecahkannya. Ini ringkasan dari sebuah artikel di halaman depan Daily Times, sebuah koran Nigeria: Suku bunga antarbank, yang relatif stabil dalam tiga bulan terakhir, melonjak tiga persen pekan lalu. Di bagian tengah berita yang sama, sang reporter menulis: Suku bunga antarbank adalah suku bunga pinjaman yang diberlakukan oleh bank kepada bank lain dan biasanya menjadi faktor dasar yang dipertimbangkan oleh bank dalam menetapkan suku bunga pinjaman nasabahnya.. Bravo! Tanpa definisi yang sangat membantu itu, tulisan tersebut jelas akan menjadi tak berarti bagi banyak pembaca yang buta suku bunga antarbank. Definisi seperti itu sangat jarang ada dalam berita-berita bisnis. Beberapa wartawan mengatakan bahwa definisi boleh-boleh saja untuk berita halaman depan sebuah koran umum, tapi pembaca halaman bisnis atau publikasi bisnis sudah sangat kenal dengan istilah-istilah ekonomi. Mungkin. Tapi The Street Journal, yang pembacanya adalah kelompok yang cukup canggih, mendefinisikan bahkan istilah-istilah ekonomi yang sudah sangat biasa. Misalnya ketika istilah Produk Nasional Bruto (PNB) pertama kali muncul dalam sebuah berita, ini akan diikuti oleh penjelasan bahwa PNB adalah "nilai total barang dan jasa yang dihasilkan oleh sebuah negara". Sebelumnya telah dikatakan bahwa seorang wartawan harus berusaha mengunakan sedikit saja kata. Mendefinisikan, istilah, jelas, membutuhkan kata-kata ekstrak, Namun kejelasan lebih penting ketimbang keringkasan. Dan sebuah definisi yang berkepanjangan tak selalu perlu bila contoh ringkas bisa memperjelas makna sebuah istilah. Contohnya sebuah berita mungkin menyebutkan sebuah perusahan memberikan "fasilitas dan tunjagan, seperti cuti tahunan dan asuransi kesehatan". Tapi sering definisi panjang dibutuhkan. Sebuah koran Nigeria memuat artikel tentang pro kontra terhadap "konversi utang" - tanpa sekalipun mendefinisikannya! Sebuah penjelasan sederhana mungkin menyatakan: "Konversi utang adalah skema pembebasan

Nigeria dari utangnya cara menukar utang dengan saham perusahaan-perusahaan Nigeria." Definisi objektif itu kelihatan mudah, tapi sesunguhnya sulit dituliskan. Itulah sebabnya reporter atau media masa tempat mereka bekerja harus membuat definisi yang bisa dengan mudah dikutip dan disisipkan ke dalam sebuah berita bila suatu istilah dipakai. Daftar serupa ini, tentu saja, tak mungkin diciptakan dalam semalam; ini akan berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Beberapa istilah yang biasa dipakai pijakan: neraca pembayaran, suku bunga utama, Dana Moneter Internasional, devaluasi, swastanisasi, Perjanjian Umum tentang Perdagangan dan Tarif atau GATT, dll. 03. Gunakan Statistik secara Seletif Berita bisnis biasanya mengandung terlalu banyak angka. Meski angka yang penting bisa menjadikan berita lebih berwibawa dan akurat, wartawan harus meninggalkan angkaangka yang tak penting benar. Ini tampaknya saran yang ganjil bagi wartawan bisnis, yang bahan mentahnya kerap semata berupa angka dan stasitik. Namun memang banyak pembaca yang memandang angka terlalu kering dan sulit dicerna. Coba tanya seseorang yang telah berusaha keras membolak-balik beberapa halaman tabel stasistik. Akibatnya, sebuah berita dengan begitu banyak angka menjadi--tebak sendiri--membosankan dan sulit dipahami. Simak kutipan dari sebuah koran Cina ini: Meski lebih dari 13 juta sepeda buatan Cina kini menumpuk di gudang-gudang, para produsen menaruh harapan pada kemungkinan bakan melonjaknya pasar dunia. Dari Januari hingga September tahun ini Cina mengekspor 1,6 juta sepeda senilai 67 juta dolar AS: 72 persen lebih tinggi dan dengan nilai 87, 8 persen lebih besar ketimbang periode yang sama tahun lalu. Pada September sendiri, menurut sebuah laporan statistik dari dinas Bea dan Cukai, Cina mengekspor 294 ribu sepeda senilai 11 juta dolar. Tahun lalu Cina memproduksi lebih dari 40 Juta sepeda, 2,53 juta di antaranya diekspor. Sepeda yang diekspor setiap tahunnya merupakan lima persen dari total produksi Cina. Keempat paragraf tersebut begitu padat - bahkan terlalu padat-informasi. Seorang pembaca yang telah menelusur di halaman koran itu mungkin akan membacanya, lalu menyerigai ketika kepalanya mulai berusaha keras merayap data yang ada. Dibombadir oleh angka-angka itu siapa pun akan cenderung membuka halaman lain. Disini wartawan sebetulnya perlu memilih sedikit saja statistik yang akan lebih tepat mendukung penegasannya bahwa produsen sepeda di Cina berharap ekspor akan meningkat penjual. Jika perlu, tambahan informasi yang bersifat statistik bisa dimasukan menjelang bagian akhir berita, khusus untuk pembaca yang tertarik pada detail. Dengan mengangkat begitu banyak angka di bagian atas berita, sang wartawan telah memaksa banyak pembaca enggan menyimak isi berita selebihnya. Mengapa wartawan begitu kerap membebani berita dengan banyak statisitik? Hanya ada satu jawaban: mereka menunjukan kepada pembaca (atau redaktur) bahwa mereka menempuh segala kesulitan untuk mendapatkannya. Karena telah mencatat statistiknya,

sang wartawan ingin menumpahkan seluruhnya ke dalam berita. Namun karena membekukan benak pembaca, statistik sebaiknya digunakan secara selektif. Pembaca umum tak membutuhkan seluruh data--dan pembaca ahli--biasanya sudah punya sendiri. Sebuah artikel istimewa dalam sebuah majalah Nigeria melaporkan bagaimana produksi pertanian Nigeria merosot begitu pemerintah berusaha mengurangi impor makanan. Di tengah artikel, dilaporkan bahwa: Angka produksi jagung sebesar 694 ribu ton pada 1983, 1,05 juta pada 19984, 1,01 juta pada 1985, dan 1,3 juta pada 1986. Pada 1987 angkanya turun menjadi 1,2 juta ton, lebih kecil 10 persen dibandingkan produksi pada tahun sebelumnya. Kecenderungannya sama untuk padi-padian. Angka produksi tercatat 2,7 juta ton pada 1983, 3,3 juta ton pada 1984, 4,1 juta pada 1986, dan 3,9 juta pada 1987 Dan seterusnya, hingga tiga hasil pertanian lainnya -sorgum, yam, dan singkong. Meski mendukung apa yang dikemukan wartawan, daftar statistik lengkap ini memacetkan 'nyawa' berita. Karena berita bukan karya akademik, banyak pembaca akan puas hanya dengan satu contoh: "Misalnya, produksi jangung merosot 10 persen menjadi 1,2 juta ton pada tahun 1987." Jika reporter dan redaktur mengira bahwa kepada pembaca perlu disajikan seluruh data yang ada, pemanfaatan bagan dan tabel akan lebih tepat -lebih mencuri perhatian dan mudah di pahami. Terkadang wartawan seperti nyaris terobesisi oleh angka, misalnya ketikan mereka melaporkan nomor polisi kendaraaan atau nomor cek suatu bank. Di negara yang pemerintahnya kerap mempertanyakan akurasi pers, mungkin ini perlu. Tapi biasanya informasi semacam ini tak menambah banyak peran pada berita kecuali menunjukan - sedikit berlebihan - bahwa sang wartawan benar-benar melakukan telah tugas. Bila memang dipakai, angka terkadang bisa dibuat sesederhana mungkin dengan cara membulatkannya atau memakai pendekatannya. Jelas, dalam beberapa segi pelaporan kegiatan bisnis, ketepatan sangat diperlukan; untuk harga saham dan komoditas, misalnya, fluktuasi sedikit saja sangat berarti. Tapi pada banyak keadaan seorang reporter cukup mengatakan "kira-kira separo" keimbang "49 persen" atau "hampir lipat tiga" ketimbang "naik 295 persen". Dalam berita tentang sepeda Cina, umpanya, sang reporter cukup mengatakan nilai ekspor naik "hampir 90 persen" ketimbang "87,8 persen". Ekonom memang perlu tahu angka persisnya. Pembaca koran seringkali tidak. 04. Bandingkanlah setiap Statistik Bila kita memang mengutip statistik dalam sebuah berita, akan baik bila kita menempatkannya dalam konteks dengan cara membandingkannya dengan hal lain. Sebuah angka tak akan berarti apa-apa bila berdiri sendiri; maknanya yang sebenarnya muncul dari nilai relatifnya. Sebagai acuan, selalu ajukan pertanyaan ini pada diri sendiri, terutama bila hendak membubuhkan angka pada berita yang tengah ditulis: Dibandingkan

dengan apa? Ini kebiasaan baik. Banyak statistik bisa dibandingkan dengan statistik yang sama dari periode lainumpamanya tahun lalu. Angka-angka itu pun bisa dibandingkan dengan statistik yang sama dari tempat lain-misalnya negara tetangga atau perusahaan pesaing. Jika angka yang dimaksud mewakili hanya sebagian dari suatu keseluruhan-misalnya laba satu divisi sebuah perusahaan-nilai relatifnya bisa ditunjukkan dengan menyodorkan prestaasenya dari angka keseluruhan. Ini lead berita halaman depan sebuah kora Nigeria: Pemerintah federal membelanjakan 905,8 juta naita, 94,2 juta naira lagi dari 1 milyar naira, untuk menerapkan pelebaran skala gaji April lalu. Setiap Warga Nigeria tahu lebih dari 900 juta naira adalah jumlah yang sangat banyak, lebih banyak ketimbang yang bisa dibayangkan siapapun. (pada saat berita itu diterbitkan nilainya kira-kira setara dengan 130 juta dola AS.) Tapi berapa banyak itu, secara relatif? Pelebaran skala gaji - o ya, istilah ini tak pernah dijelaskan dalam tubuh berita merupakan kenaikan gaji pegawai pemerintah untuk seluruh tingakatan. Jadi, sang reperter harus bertanya: Bagaimana 905,8 juga naira itu dibandingkan dengan jumlah yang dibelanjakankan pemerintah federal untuk gaji pegawai pemerintah pada tahun sebelumnya? Bagaimana bila dibandingkan dengan jumlah seluruhnya yang dibayarkan pemerintah lokal kepada pegawainya? Mungkin lebih penting, berapa persen 905, 8 juta naira itu dari seluruh anggaran pemerintah federal? Berita tersebut tak menjelaskannya. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu - atau yang lainnya - jumlah 905,8 juta naira bisa memberikan makna yang lebih berarti. Sebuah laporan dari kantor berita mengemukakan proyek penamanan gandum di suatu wilayah sebuah negara Afrika Barat, bagian dari usaha pemerintah untuk meningkatkan produksi gandum. Berita ini mengemukakan banyak pertanyaan sekaligus jawaban. Sebuah lahan seluas 225 ha dilaporkan tengah ditamami. Jika dibandingkan, luaskah tanah itu? Bagaimana bila dibandingkjan dengan lahan yang sudah ditanami di wilayah itu? Secara nasional? Bagaiamana dibandingkan dengan luas lahan yang ditanami segala jenis tanaman? Seorang pejabat mengatakan kepada sang reporter pemerintah akan membayar petani jumlah tertentu utuk sekarung gandum. Bagaimana bila dibandingkan dengan tahun lalu? Bagaimana pula dibandingkan dengan jumlah yang akan dibayarkan pemerintah sekarung Jagung? Jelas, besarnya ruang membatasi banyaknya perbandingan yang bisa disajikan dalam sesuatu berita. Dan stastistik yang di pakai sebagai bandingan pun tak selalu tersedia. Namun bila statistik itu bisa diperoleh--kerap hanya dengan bertanya kepada sumber berita--informasi tambahan akan memberikan makna tambahan pula.

Terkadang seorang wartawan bisa menghidupkan angka dengan menyajikan dalam suasana keseharian, atau yang bersifat manusiawi. Berita tentang proyek gandum tersebut di atas melaporkan proyek pertanian bakal menanen 20 ribu ton gandum. Siapa pun tahu ini jumlah yang banyak. Tapi berapa banyak potong roti yang bisa dibuat darinya? Bisa memenuhi kebutuhan makan berapa banyak keluarga? 05. Ceritakanlah Statistik Tapi bahkan membandingkan statisitik pun biasanya tak cukup. Seorang wartawan perlu melakukan hal lain ketimbang sekedar melaporkan angka. Ia harus menjelaskan nilai pentingnya dan mengatakan maknanya. Dan ini kerap tak sangat jelas. Perhatikan lead yang dikutip dari sebuah berita tentang impor mobil di Nigeria ini: Arus masuk beragam jenis kendaraan bekas dan baru ke pelabuhan Lagos rata-rata per bulan mencapai angka tertinggi, demkian temuan sebuah penyidikan khusus. Dari rata-rata 148 kendaraan sebulan pada tahun 986 jumlahnya naik menjadi 1.48 kendaraan sebulan pada tahun 1986 jumlanya naik menjadi 1.431 kendaraan sebulan sebelum pada 1990, menjadikan jumlah seluruhnya pada paro pertama tahun ini 8.581 kendaraan. Tahun lalu 1.253 kendaraan diimpor, rata-rata perbulan 1.104 kendaraan. Pada 1988 jumlah seluruh impor lewat pelabuhan Lagos mencapai 7.820 atau rata-rata per bulan 652 kendaraaan. Bisa dilihat beriota itu tak sekedar melaporkan angka-angka impor pada 1990. Penulisnya menempatkannya pada konteks dan memperlihatkan nilai pentingnya dengan membandingkannya engan angka-angka tahun-tahun sebelumnya. (Namun berita itu, sungguh, mengambil resiko membuat pembaca letih oleh terlalu banyaknya angka pada tiga paragraf pertama.) Bagaimana kita menjadikan sajian statistik yang bermanfaat itu sebagai sebuah berita yang bermakna? Perbandingan antar-tahun tak cukup untuk mengungkapkan seluruh cerita di balik stastistik. Wartawan harus berhenti sejenak, mencermati seluruh angka di hadapannya, dan bertanya pada dirinya sendiri: Apa yang sesungguhnya terjadi di sini? Menyimak data mentah akan terlihat bahwa pada 1990 impor kendaraan meski secara rata-rata tergolong paling tinggi, mulai menurun pada Mei dan terus merosot hingga Juni dan Juli. Apa yang sesungguhnya diperlihatkan statistik ini adalah jumlah impor kendaraan yang bergerak turun setelah terjadi rekor kenaikan pada awal tahun. Tapi bahkan simpulan itu tak cukup untuk menjadikan statistiknya sebagai sebuah berita yang bermakna. Sang reporter perlu bertanya mengapa kenaikan impor kendaraan diikuti oleh kemorosatan. Jawaban atas pertanyaan ini: Pasar tampaknya kini mulai beraksi terhadap pembatasan oleh Pemerintah Militer Federal lewat undang-undang tarif bea masuk bagi barang-barang impor. Mengapa pemerintah memberlakukan pembebatasan? Karena impor mengancam kelangsungan pabrik perakitan kendaraan di dalam negeri. Itu berarti perbandingan stastistik lebih lanjut bisa dilakukan: Bagaimana kenaikan dan penurunan impor kendaraan dibadingkan dengan angka-angka produksi di dalam negeri? Ada saling

pengaruh? Dengan bertanya--dan menjawabnya--sang reporter bisa menjelajah dimensi lain selain sekedar melaporkan angka, dan karenanya menjadikan stasistik yang ada sebagai sebuah berita yang bermakna. Dan arti itulah yang harus ditempatkan di beberpa paragraf pertama, bukan angkanya. Dihadapkan pada stastistik kasar, seorang wartawan harus bertanya: Apa ini artinya? Jawabannya atas pertanyaan ini lebih penting bagi pembaca ketimbang angka-angka yang memunsingkan 06. Cari Sisi lain Tak ada prinsip utama yang dasar dalam jurnalistik ketimbang meliput dari dua sisi. Tapi betapa seringnya ini dilupakan - atau diabaikan - dalam berita-berita bisnis. Sering seorang reporter menerima pemberitaan rutin sebuah perusahaan, menuliskan beritanya dan, ya, itu saja. Atau reporter itu mendapatkan informasi rahasia tentang rencana sebuah perusahaan dan segara menuliskanya. Namun biasanya ada segi lain pada berita-berita seperti itu, dan tak jarang banyak segi. Meski seluruh informasi yang dibutuhkan seorang reporter tampaknya sudah di tangan, bila hanya satu saja sumber informasi, jarang diperoleh gambaran yang lengkap pada sesuatu hal. Reporter harus selalu bertanya-tanya. Perhatikan lead dari sebuah berita di koran Thailand ini: Major Group, yang menangani iklan bagi delapan produsen film internasional untuk pasar Thailand, kini tengah memmpertimbangkan niat untuk meninggalkan semua kliennya karena terlibat konflik serius, kata sebuah sumber. Dengan menyebutkan sumber tersebut diwawancarai secara ekslusif berita itu menambahkan bahwa para produsen film membayar Major komisi sebesar enam persen dari pendapatan d pasar Thailand kerena sepinya penonton. Major beraksi dengan membatalkan promosi. Sumber dari Major itu mengatakan komisi enam persen sama sekali tak cukup untuk menutup biaya promosi dan "delapan persen memungkinkan pengiklan lebih efektif" Apa yang hilang di sini? Komentar dari para produsen film, tentu saja. Betul, sang wartawan mendapatkan berita bisnis bagus yang ekslusif. Tapi berita itu hanya bergantung pada sebuah sumber. Sang wartawan perlu mendapatkan sisi atau sumber lain--atau setidaknya menunjukkan bahwa para produsen film tak bisa dihubungi untuk dimintai komentarnya, atau memang tak mau berkomentar. Tujuannya: keberimbangan, dan gambaran yang lebih jelas bagi pembaca. Tak ada reporter yang benar-benar objektif. Dengan memilih apa yang benar-benar objektif. Dengan memilih apa yang menarik dalam suatu berita - atau bahkan berita apa yang akan ditulis - seorang reporter sudah memihak. Itulah sebabnya kita harus berusaha matimatian untuk bersikap adil kepada semua pihak. Dua koran India melaporkan perundingan ekonomi antara India dan AS mengenai apa

yang oleh AS disebut Undang-undang Super-301. (Celakanya, tak satu pun koran itu yang menjelaskan atau mendefinisikan Super-301, yang menentukan produser bagi AS untuk membalas apa yang dipandangnya sebagai pembatasan perdagangan tak adil oleh negara asing.) Sebuah tulisan, dengan mengemukakan pokok-pokok pandangan AS, melaporkan kedua negara hampir terperangkap kemacetan dan India seperti akan tetap berada dalam daftar hitam AS karena dituduh menerapkan pembatasan perdagangan. Tulisan yang lain, seraya mengemukakan pokok-pokok pandangan India, melaporkan bahwa AS memahami dengan lebih baik posisi India meski tetap ada perbedaanperbedaan di antara kedua pihak. Kedua cara memperlakukan berita itu sah. Tapi tak satu pun diantaranya yang memberikan sajian secara adil pandangan pihak lain. Tulisan yang mengemukakan pokok-pokok pandangan AS melaporkan komentar menteri keuangan India, tapi membenamkannya di bagian belakang. Tulisan yang satunya tak menyajikan sama sekali posisi AS. Kadang-kadang 'keberpihakan' serupa itu bukan timbul akibat kecerobohan atau kemalasan reporter tapi karena adanya "tekanan" dari luar - dari sebuah perusahaan, atau pemasang iklan. (Ada pula, terkadang, "tekanan" dari dalam, dari pemilik koran yang tak ingin kepentingan bisnisnya - atau teman-temannya - dieksploitasi.) Sayangnya, keadaan keuangan banyak koran memberi peluang pemasang iklan untuk mendiktekan topik liputan, melemahkan kebebasan editorial. Wartawan profesional hanya bisa berharap agar penerbitan bisa menahan "godaan-godaan" untuk menukarkan liputan yang positif demi iklan. Kalau bukan itu yang terjadi, berita yang hanya menampilkan satu sisi saja cenderung menimbulkan kecurigaan pembaca bahwa tulisan yang ada sudah "dibeli" oleh pemasang iklan. Contoh, sebuah majalah bisnis di sebuah negara pengahsil minyak menurunkan laporan lengkap tentang usaha perusahaan minyak setempat untuk melindungi lingkungan. Masalahnya: Sang wartawan tak meminta pendapat kalangan pencinta lingkungan atau pihak luar lainnya yang berkemungkinan mempersoalkan pencitraan perusahaan itu sebagai sosok ideal dalam kampanye perlidungan terhadap lingkungan. Pembaca tak bisa disalahkan bila bertanya-tanya bahwa ada sisi lain yang tak dilaporkan dan bahwa liputan itu dipengaruhi oleh perusahaan-perusahan tersebut. n 07. Memanusiakan Berita Bisnis Berita bisnis memang berhubungan dengan angka. Namun lebih dari itu, ia sekaligus juga menyangkut manusia. Bukan sekedar pejabat pemerintah dan eksukutif bisnis dan bankir dan ekonom, tapi manusia nyata--lelaki dan perempuan yang menjadi konsumen dan pembayar pajak.

Ini begitu sering dilupakan oleh wartawan bisinis. Misalnya, sebuah majalah bisnis di India memuat feature mendalam tentang perebutan konsumen dalam industri kripik tentang yang tengah berkembang. Sejumlah eksukutif di perusahaan snack dikutip--tapi tak satu pun konsumen pemakan kripik kentang, orang-orang yang diperebutkan oleh pemain di Industri yang bersangkutan. Sebuah mingguan bisnis di Nigeria memuat feature panjang tentang lingkungan kewirausahaan yang berubah di Negara Bagian Katsina. Laporan ini meliput pula analisis tentang berbagai kebijakan pemerintah yang dilancarakan untuk mendorong wirausaha mendirikan bisnis skala kecil--namun terang-terangan mengabaikan suara dan pengalaman para wirausaha sendiri. Bandingkan kedua contoh itu dengan lead sebuah tulisan pada majalah Newswatch tentang kelangkaan koin di Nigeria ini: Bus itu berhenti di Ojota di luar Lagos. Kendekturnya meloncat keluar, tapi segera dikepung oleh para penumpang yang membuntutinya turun, masing-masing dengan tangan terentang, meminta kembaliannya. Kondektur itu mengabaikan mereka, tapi tetap berpikir keras. Kemudian ia menghitung mereka, membagi mereka menjadi dua kelompok dan dari tangan kirinya, yang mengengam tumpukan uang kertas, ia mengeluarkan beberapa pecahan 1 naira dan 50 kobo. Katanya, kepada tiap-tiap kelompok, "Kalian bagi ini di antara kalian." Tulisan berlanjut dengan menjelaskan betapa kelangkaan itu menyebabkan bisnis menjadi sulit dan kadang-kadang sampai menimbulkan kerusuhan. Dianalisisnnya kemungkinan -kemungkinan yang menyebabkan kelangkaan. Tulisan itu merupakan berita feature yang relatif panjang dengan banyak ruang untuk memotret drama kemanusiaan. Sebuah contoh yang baik bagaimana sebuah "lead anekdotal" - cerita ringkas dan khas tentang orang yang menjadi ilustrasi maksud sebuah berita - bisa merenggut perhatian pembaca. Mengapa? Karena orang suka membaca sesuatu tentang orang. Orang senang membaca drama keberhasilan dan kegagalan dan persaingan. Mereka senang mendegar suara rata-rata orang dalam kalimat-kalimat sederhana dan bersifat sehari-hari. (kontras dengan kutipan-kutipan menjemukan dari para eksutif perusahaan, seperti termuat dalam siaran-siaran pers.) Mereka suka deskripsi rinci tentang orang dan peristiwa yang memungkinkan mereka menangkap apa yang sesunguhnya terjadi, seperti manyaksikan film. Itu biasanya mungkin dilakukan pada sebuah berita feature yang panjang. Tapi bahkan dalam berita bisnis yang paling dasar pun wartawan harus mencari sisi-sisi kemanusiannya. Ini biasanya menjadi petunjuk bagaimana wartawan mengaitkan sisi berita dari sebuah cerita. Pembaca biasanya harus bisa menjawab pertanyaan: Bagaiamana berita ini mempengaruhi saya? Contoh, seorang pembaca secara langsung dipengaruhi oleh perkembangan bisnis bila perkembangan itu berdampak pada harga atau pajak atau ketersedian barang atau daya

beli orang. Setiap berita yang berkaitan dengan produk konsumsi atau bisnis biasanya punya pengaruh tertentu tehadap pembaca. Bahkan bila dampaknya tak langsung, pembaca tetap ingin tahu apa akibatnya terhadap orang lain. N 08. Tunjukkan Makna Berita Bisnis Bacalah kalimat pertama artikel pada halaman muka sebuah koran terkemuka ini: Nigeria Air way kini memikul rugi 22 juta naira per tahun, kata direktur pengelolanya, Mayor Jendral olu Bajowa, kemarin. Stop Press. Berita besar. Berita halaman depan. Tapi lalu apa? Pertanyaan itu harus kerap diajukan ketika membaca berita bisnis. Dan juga harus diajukan ketika hendak memulai menulis berita bisnis. Bagi seorang wartawan bisnis, ada kewajiban untuk tak hanya melaporkan apa yang terjadi atau apa yang dikatakan seseorang, tapi juga menjelaskan maknanya. Berita harus lulus "uji lalu apa" Sebuah tulisan berita harus menjelaskan kepada pembaca apa akibat sebuah peristiwa, mengapa peristiwa itu penting - bagi perusahaan, bagi angkatan kerja, bagi,industri, bagi negara. Mengapa pula ia penting bagi pembaca. Itulah cara terpenting yang memungkinkan wartawan menjadikan sebuah berita bisnis yang rumit menjadi mudah dipahami. Jelas, pertanya-pertanyaan itu tak bisa dijawab dalam satu tulisan saja. Tapi beberapa diantaranya harus. Dan jawabnya harus berada di awal tulisan, bukan tengelam dalam bagian-bagaian yang semakin tak penting. Sebuah laporan berita yang baik haruslah melaporkan fakta-fakta penting di bagian awal, lalu diikuti oleh penjelasan sederhana mengenai maknanya. Pada berita tentang Nigeria Airways apa yang penting mengenai kerugian besar perusahan itu? Jelas, kerugian itu mengacam masa depan perusahaan negara itu dan bisa menimbulkan pergantian menejemen puncak. Itu juga bisa menimbulkan PHK atau penyitaan pesawat-pesawatnya di negara lain tempat perusahaan itu berutang biaya pendaratan. Itu bisa mengacaukan usaha pemerintah untuk mengkormersilkan Nigeria Airways (tentu harus dijelaskan apa yang dimaksud "mengkomersilkan") Lebih penting lagi, apa makna berita itu bagi pembaca? Mengapa mereka harus peduli pada kerugian perusahan tersebut? Sebuah perusahaan bisa mendandani kerugian dengan memotong biaya maupun meningkatkan pendapatan. Bagaiamana perusahaan tersebut meningkatkan pendapatannya? Dengan menaikan harga tiket! Kini kita berbicara tentang sesuatu yang penting bagi pembaca. Masalah bagi pembaca: Analisis sederhana itu menembus wilayah yang jauh di luar sekedar fakta dan sampai pada opini dan spekulasi. Namun wartawan bisa - dan harus menarik simpulan logis dari peristiwa tanpa masuk ke dalam opini yang bisa diperdebatkan atau spekulasi yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Di sini wartawan bisa memanfaatkan pengetahuannya mengenai perkembangan mutahir di industri penerbangan, atau menghubungi pengamat luar mengenai perkiraan berapa besar harga

tiket harus dinaikan untuk mendandani kerugian 22 juta naira itu. Analisis itu membatu pembaca memahami berita. Perhatikan contoh ini. Fakta: Komisaris Allied Industrial Corp. ditahan karena tuduhan pengelapan. Analisis: Ini bisa memperburuk citra perusahaan dan, akhirnya, kinerja penjualannya, Opini: karena, demi kepentingan terbaik perusahaan, komisaris itu harus mundur. Hanya pernyataan yang terakhirlah yang tak pantas disertakan dalam sebuah berita. Toh, kalimat itu masih kabur dan perbedaan antara analisis logis yang tepat dan opini yang berlebihan atau spekulasi tak selalu jelas. Salah satu cara untuk mengetahui apakah repoter sudah menerobos wilayah opini yang berlebihan adalah: Bisakah pembaca mengatakan di mana letak simpati reporter, dipihak mana ia berada? Seorang pembaca harus tak bisa menjawab pertanyaan ini. Analis bisa bersifat sederhana. Ingat berita tentang suku bunga antarbank yang telah disebutkan pada Tip 2? Suku bunga antarbank, yang relatif stabil dalam tiga bulan terakhir, melonjak tiga presen pekan lalu Tapi reporter tak berhenti disitu: menimbulkan isyarat kekhawatiran bahwa biaya pinjamnan bank sekali lagi begerak naik. Dengan menambahkan berapa kata tersebut, ada sebuah jawaban bagi pembaca yang mungkin bertanya : Lalu apa? Reporter harus mengakui akan ada sejumlah pihak yang tak sependapat dengan analisisnya. Pada banyak berita akan baik bila disertakan apa yang disebut kalimat atau paragaraf "sudah barang tentu". Misalnya: "sudah barang tentu, Nigeria Air ways bisa menjalani krisis keuangan tanpa memecatat karyawannya atau menaikan harga tiket." Pengakuan bahwa ada sisi lain pada isu Nigeria Airways ini memperkuat kridibelitas tulisan dengan memperlihatkan reporter telah mempertimbangkan pendangan lain sebelum menyimpulkan sesuatu. Beberapa penerbitan dan kantor berita cenderung menjauhkan diri bahkan dari analisis dasar. Atau wartawan berhadapan dengan kendala politis. Jika demkian halnya, mereka bisa saja mencari sesorang, analisis luar atau pejabat terkait, yang bisa memberikan analisis. Jika pada sebuah konferensi pers reporter hanya berkesempatan mengajukan satu pertanyaan, tak keliru jika bertanya: Mengapa berita ini penting? Biarkan sang pembicara menganalisinya sendiri. Tak jarang hal ini menjadika lead sebuah tulisan. Tanpa analisis tulisan tak memberikan pemaham yang dibutuhkan pembaca. Sebuah koran di Cina melaporkan bahwa kantor paten nasional memperkirakan akan ada 120 ribu permohnan paten hingga November. Lalu apa? Sebuah berita di koran India tentang sanksi perdagangan Super-301 melaporkan bahwa India berkemungkinan di Blacklist oleh AS. Lalu apa?

09. Jangan Terpaku pada Siartan Pers Sebuah siaran pers perusahaan atau pemerintah hanyalah sebuah titik beranjak bagi suatu berita bisnis. Liputan lanjutan biasanya diperlukan untuk menghidupakannya. Kita perlu juga mewawancari perusahaan-perusahan pesaing, pengamat luar, konsultan, akademisi, atau sumber-sumber lain untuk mendapatkan sisi dari berita. (lihat Tip 6). Dan sisi siara pers juga hampir selalu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong kita untuk melengok langsung perusahaan yang mengeluarkannya. Mungkin pertanyaan penting adalah - silakan tebak - "lalu apa?" (lihat Tip 8). Kita bisa menyatakan ini dalam kalimat yang agak 'lunak', seperti: Apa pentingnya pengumuman ini? Apa dampaknya terhadap perusahaan? Pada angkatan kerja? Pada industri? Pada negara? Pada pembaca? (Lihat Tip 7.). Pertanyaan-pertanyaan lain yang mungkin: Dibandingkan dengan apa? (Lihat Tip 4.) Dalam bahasa sehari-sehari apa yang dimaksudkan dengan istilah tertentu dalam sesuatu siara pers - jika ada? (Lihat Tip 1 dan 2.). 10. Kail Gagasan-gagasan Baru Mungkin cara terbaik untuk membuat berita bisnis menarik perhatian pembaca adalah menuliskan sesuatu yang tak biasa, hal menarik yang tak dilaporkan penerbitan lain. Dengan mencari sisi baru perkembangan bisnis. Dengan sudut pandang bisnis pada berita-berita umum. Dengan melihat sudut pandang kemanusiaan pada berita bisnis. Dengan mempelajari kecenderungan-kecederungan yang menimbulkan dari - dan punya arti lebih penting - ketimbang peristiwa-peristiwa tertentu. Itu jelas menurut penulisan berita feature yang melebar dari sekedar berita-berita seharihari yang bersifat siaran pers atau pengumungan pendapatan perusahaan. Tujuannya: Untuk mengajak pembaca lebih menyimaknya ketimbang berita lain pada halaman yang sama - atau justru berpindah halaman. Gagasan mengenai berita-berita serupa itu kerap muncul dari rapat-rapat brainstroming dengan redaktur dan repoerte. Setiap media massa harus mendorong rapat-rapat seperti ini. Inilah beberapa cara untuk mengali gagasan: a. Cari sudut pandang bisnis pada berita-berita umum. Banyak hal yang kini tak bisa lepas dari bisnis, dan mencari sudut pandang bisnis pada sebuah berita besar berpeluang menarik minat pembaca. Contoh, pemerintah berencana memberlakukan kartu tanda penduduk yang bersifat nasional. Siapa yang beruntung menjadi pelaksannya? b. Perhatikan kecenderungan tertentu. Sebuah peristiwa bisa jadi memang penting, tapi akan lebih penting bila itu menjadi tanda bagi sejumlah kecenderungan yang lebih besar. Perhatikan hutannya, jangan sekedar pohonnya. Contoh, sebuah perusahaan mengumumnkan akan meluncurkan sabun mandi baru,,. Pengecekan pada sejumlah perusahaan pesaing buka tak mungkin akan memperlihatakan bahwa ini bagian dari manuver industri secara keseluruhan, yang terdorng oleh kemasan bahwa sabun serupa yang dihentikan pembuatannya tak aman digunakan. c. Cari sudut pandang kemanusiaan. Membaca tentang orang yang sukses berbisnis adalah hal yang menarik. Contoh, pemerintah berniat menjual perusahaan-petusahaan milik negara kepada swata (privatisasi). Bagaimana dengan profil pejabat yang mengetahui program ini? Juga menarik membaca bagaimana bisnis mempengaruhi orang? Contoh, cerita tentang seorang karyawan perusahaan yang membeli saham perusahaan bersangkutan, dan mengapa ia melakukannya?

d. Cari studi kasus yang menjadi ilustrasi sesuatu kecenderungan. Pembaca menyenangi cerita yang memperlihatkan drama bagaiamana sebuah perusahaan berusaha, misalnya, untuk mengembangkan produk baru. Hidup kerap sedramatis fiksi. Peliputan mendalam kerap bisa membangun sebuah narasi bisnis yang penuh perjuangan, harapan, kekecewaan dan akhirnya, keberhasilan atau (kegagalan). Wartawan juga harus mempertimbangkan perluasan definisi tradisional tentang berita bisnis. The Wall Street Journal telah menambah bagian yang berisi peliputan-peliputan sisi bisnis kesehatan, ilmu pengetahuan, hukum, olah raga, hiburan, dan subjek-subjek lain. Perhatikan pula bahwa bisnis tak selalu mengenai perusahaan besar. Bisnis skala kecil pun tak kalah penting nya bagai ekonomi suatu negara dan biasanya melibatkan lebih banyak orang. Berita tentang isu yang mempengaruhi bisnis skala kecil umumnya banyak dibaca. Wilayah bisnis lain yang kini berkembang adalah keuangan orang seorang, yang menjanjikan kepada pembaca saran ahli tentang bagaimana mengelola uang. Berita-berita demikian ini meliputi subjek-subjek, seperti jenis investasi baru, praktik penipuan yang merugikan investor atau perbandingan mengenai insentif yang ditawarkan bank kepada nasabah.@

Anda mungkin juga menyukai