Anda di halaman 1dari 4

Pers Mahasiswa Bukan Journalism School1

Oleh : Agus Budiono2

Redefinisi Yuk Ngomongin masalah persma memang nggak ada habisnya deh. Dari permasalahan bentuk, politik redaksional sampai pada orientasi kedepan pers kampus satu ini selalu menjadi sebuah masalah yang always muncul dari waktu ke waktu. Namun ada baiknya kali ini kita mencoba membedah sedikit mengenai masalah persma dalam dinamika kampus dan perjalanan mahasiswa dalam mewujudkan cita-cita tegaknya student government di kampus. Kalau dilihat dari definisi yang ada pers mahasiswa dapat dikatakan sebagai hasil hubugan mesra antara tradisi ilmiah kampus dengan tradisi jurnalisme3. Dari definisi ini kiranya dapat dikatakan bahwa pers mahasiswa dalam melakukan kehidupan sehari-harinya menggunakan metodologi ilmiah untuk mencari dan menganalisis, data yang didapat dan menampilkannya dengan kemasan jurnalistik dengan berbagai style. Pekerjaan yang dilakukan oleh pers mahasiswa adalah mengenali permasalahan yang ada kemudian mencari titik kontradiksi dengan kondisi ideal yang seharusnya berlaku lalu menganalisis dengan menggunakan metodologi ilmiah yang ada. Setelah analisis data dilakukan maka pers mahasiswa dengan gaya jurnalistiknya menampilkannya dalam hasil terbitan masingmasing. Ternyata tidak hanya itu, pers mahasiswa juga harus memenuhi dirinya dengan beberapa syarat seperti yang ditentukan selayaknya pers umum. Pers mahasiswa juga disyaratkan dengan tiga sifat pers yaitu aktualita, publisita dan aktualita4. Karena tiga syarat tadi, maka pers mahasiswa juga harus mampu sedikit banyak gaul, dalam artian mampu membaca dengan jeli berbagai permasalahan yang sedang muncul dan berkembang. Selanjutnya pers mahasiswa kudu paham mengenai apa saja yang boleh dan tidak boleh dalam versi pers dan perjuangan penegakan demokrasi dan keadilan. Trus Apa Dong..? Kalo ngomongin ideologisasi pers mahasiswa memang tak semudah dan seenak kita ngobrol saat di Dugem. Meskipun pemerintah dulu melalui NKK/BKK-nya menilai bahwa pers mahasiswa digolongkan sebagai badan penerbitan di kampus (bukan pers), namun secara substansial pers mahasiswa tidak hanya melakukan pekerjaan terbit-menerbitkan sebuah produk5. Tapi lebih dari itu pers mahasiswa mengemban sebuah misi besar yang harus tetap dijaga dan dilaksanakan. Dari penjelasan di atas, bahwa pers mahasiswa mengemban tugas sebagai pers dan juga sebagai media propaganda mahasiswa yang nota benenya sebagai avant garde sebuah perubahan bangsa. Untuk itu pers mahasiswa dituntut untuk lebih selalu bertindak sesuai dengan misi dan visi pers mahasiswa an sich. Dipandang dari organisasi, maka pers mahasiswa adalah sebuah organisasi tempat berkumpulnya beberapa orang yang untuk mewujudkan suatu cita-cita yang sama. Dari sinilah misi dari sebuah organisasi itu muncul, sedangkan misi merupakjan sebuah penjabaran kerja untuk sebuah cita-cita tersebut. Misi persma pada umumnya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dengan gaya edukatifnya, melakukan kontrol sosial yang konstruktif dengan style wacth dog-nya, meningkatkan mutu komunikasi dan partisipasinya dalam rangka mengembangkan Tri Dharma Perguruan tinggi6. Kemudian dapat dijabarkan bahwa dalam kerja-kerjanya persma harus berpijak pada misi yang diemban secara umum. Sejauh pegiat persma memahami ini sebagai sebuiah titah suci yang harus dijalankan, maka dalam setiap langkah baik itu berkaitan dengan politik organisasi dan politik redaksional tidak akan kehilangan orientasi.

1 2

Disampaiakan pada Stadium General LPM Khlorofil Fak. Pertanian Unud, 1 Maret 2002 Mahasiswa Teknik Sipil Unud 3 Lih. Evaluasi dan Eksistensi Penerbitan Mahasiswa Indonesia Eddy Rifai, 1997 4 Lih.Publistik Press Oey Hang Lee, 1965 5 Lih. Undang-Undang no. 21 tahun 1982 UU Pokok Pers 6 Ibid

Sedangkan visi organisasi dapt diartikan sebagai cara pandang terhadap suatu permasalahan yang ada. Visi organisasi sangat dipengaruhi oleh backgound pada pegiatnya. Namun dapat dijelaskan bahwa visi ini merupakan turunan dari misi yang diemban. Cara pandang akhirnya akan menentukan politik organisasi dan redaksional7. Secara gamblang akan dapat digambarkan mengenai posisi, fungsi dan tugas pers mahasiswa. Posisi persma adalah sebagai penjaga nilai kebenaran. fungsinya adalah memberikan informasi, menjalankan proses edukasi, komunikatif dan melakukan pengawasan umum terhadap nilai kebenaran. Tugasnya menjadi alat propaganda sebuah proses tranformasi, penyambung aspirasi yang tertindas dsb8. Jangan Sekolah Jurnalistik Di Pers Mahasiswa.! Kalau toh dengan adanya NKK/BKK menyebutkan bahwa pers mahasiswa dianggap sebagai wadah yang menampung dan mengembangkan minat dan bakar mahasiswa di bidang jurnalistik, namun pers mahasiswa secara utuh bukan sekedar UKM jurnalistik. Pandangan bahwa persma tidak lebih dari UKM jurnalistik yang hanya menampung mahasiswa yang pengen bergaya-gaya jadi wartawan amatiran maka itu secara tidak langsung menafikkan keberadaan persma dalam sebuah rangkaian sejarah. Pandangan terhadap persma secara utuh dapat kita gambarkan sebagai sebuah cara pandang dimana persma merupakan tempat penggemblengan untuk sebuah jiwa yang matang dan utuh dalam melihat jalannya sebuah demokratisasi di masyarakat maupun di kampus. Jiwa yang care, tradisi berpikir, keberpihakan dan daya kekritisan yang tinggi adalah sebuah jiwa yang dibentuk oleh sebuah persma pada pegiatnya. Eh..eit! tapi harus diingat bahwa pers mahasiswa adalah benda mati yang sangat tergantung pegiatnya mau membentuk menjadi seperti apa. Idealnya, sebagai pegiat persma kita dituntut untuk dapat meletakkan dasar-dasar falsafah persma sehingga mampu mengkondisikan pegiatnya untuk mempunyai jiwa-jiwa seperti di atas. Jadi pendeknya sangat konyol kalau ada LPM yang berpromosi bahwa LPM-nya mampu mencetak puluhan bahkan ratusan wartawan yang siap dijual pada pers umum yang nota benenya menjadi musuh bersama pers mahasiswa. Atau mahasiswa yang dengan rela jadi wartawan dan mengabaikan program studi yang dia tekuni selama ini karena orientasi yang terbentuk di kepalanya hanya aktif di persma dan menjadi wartawan. Persma hanya mencetak manusia yang membudayakan berpikir kritis dan tajam menganalisa keadaan dan inilah modal untuk menuju masyarakat modern. Belajar Sejarah Yuk.! Lost Oriented. Begitu mungkin bahasa keren yang dapat kita gunakan pada kondisi persma nasional dewasa ini. Kondisi persma setelah jatuhnya rejim Suharto seakan hanya seonggok sampah yang bangga dengan sejarah karena history claiming dan tak lebih dari kumpulan mahasiswa yang hanya ber-aktivisme ria hanya untuk mempertahankan eksistensinya. Jiwa progresiv dan revolusioner yang dulu dipunyai persma seakan hilang begitu saja. Tapi apakah benar pertama dulu sehebat itu??? Coba kita lihat yuk.! Dimulai sejak jaman perjuangan kemerdekaan, persma mencatat sejarah manis tentang bagaimana memanfaatkan diri sebagai counter attack terhadap media penjajah dan alat propaganda untuk merebut perjuangan nasional. Tercatat Hindia Poetra, Oesaha Pemoeda, Jong Java, Soeara Indonesia Moeda pada 1920-an mewarnai coretan sejarah bangsa. Seiring perjalanan waktu, sekitar tahun 1950-an, tensi dari perjuangan dengan menggunakan pers sebagai media propaganda agak menurun karena konsentrasi gerakan mahasiswa dan rakyat lebih terfokus pada perang gerilya9. Namun hukum saat ditekan maka kekuatan akan lebih besar berlaku saat kelaliman orde lama menekan rakyat dan gerakan mahasiswa secara umum. Saat pers umum harus menjadi corong kebijkan parpol, maka persma denga gagah berani mempu mengatakan yang kebenaran dan tetap melakukan proses enlightment pada masyarakat. Bersama pilar gerakan mahasiswa lainnya ( kelompok studi dan parlemen jalanan) persma terus bergerak.
7 8

Lih. Politik Redaksinal dan Visi Media Lih. Eksistensi Pers Dalam Lingkaran Kekuasaan 9 Lih. Luapkan semangat Pejuangan Melalui Tulisan Agus Budiono, 2001

Selanjutnya pemberlakuan NKK/BKK pada setiap kampus benar-benar memecah gerak mesra tiga pilar elemen gerakan mahasiswa. Pola pikir yang dibenturkan adalah menganggap pers mahasiswa bukan lagi sebagai wadah pembentukan pola, proganda dan perjuangan melainkan sebagai sebuah wadah bagi penggemar skill jurnalistik dan kewartawanan semata 10. Pola inilah yang sampai sekarang sebenarnya menjadi momok bagi jernihnya pemahaman kita terhadap persma secara utuh. Nah! dari sejarahnya dulu persma terbentuk bukan sebagai ajang gaul jadi wartawan tapi lebih pada nilai perjuangan yang ingin ditonjolkan. Namun kalau kita kehilangan orientasi terhadap langkah kedepan persma kita, itu sih memang menggejala dan wajar tapi jangan keterusan dong. Persma Sebagai Lembaga Sosial Dalam kehidupannya sehari-hari, LPM dapat dipandang sebagai sebuah lembaga sosial yang senantiasa melakukan komunikasi masa (mass communications). Dalam hal ini, LPM dalam pemberitaannya selalui membawa sebuah konsep nilai melalui serangkaian pemberitaannya. Sedangkan berita dapat didefinisikan sebagai laporan mengenai sebuah peristiwa aktual, mempunyai makna dan karenaitu menarik (Jakob Utomo, 1987). Dari kriteria news value yang ada, maka makna obyektivitas persma adalah obyektivitas yang subyektiv karena dari perencanaan berita sampai penyajiannya merupakan tawaran nilai bagi pembacanya. Hal terpenting dari nilai pemberitaan persma adalah hanya pada cover both side dengan keberpihakan yang jelas yang disertai dengan analisis teoritis yang kuat dan tawaran solusi. Selanjutnya, jika model kerja yang dilakukan dalam hal pemberitaannya seperti di atas, maka peran selanjutnya yang diambil adalah sebagai salah satu sarana pengendali sosial , ideologisasi (ethizing), dan rekayasa sosial (social engineering) pada masyarakat kampus maupun luar kampus (pembaca). Lembaga sosial selalu menunjukkan inisiatif kepada masyarakat /khalayak dalam mempertahankan, melestariakn dan meneruskan seperangkat nilai yang telah disebarluaskan (Leon V siegel). Dengan fungsi dan tugas yang dilaksanakannya, LPM sebagai lembaga dapat mengembangkan beberapa infrastruktur untuk menghidupkannya menjadi sebuah lembaga sosial yang tetap kontinyu mengembangkan nilai-nilai. Infrastruktur redaksional dan infrastruktur bisnis yang ada menjadi pilihan mana yang lebih dikembangkan dan diabaikan. Pengembangan infrastruktur redaksional dapat dilakukan dengan penguatan pegiatnya terhadapat berbagai permasalahan yang ada disertai modal skill yang cukup dan metodologi sebagai pisau bedah analisis wacana. Hal ini dapat dilakukan dengan pola pengembangan SDM melalui beberapa levelisasi. Untuk pembangunan infrastruktur bisnis harus dipertimbangkan kekurangan LPM sebagai lembaga dengan pengelola yang selalu berganti struktur kepengurusan tiap tahun, sehingga jika penguatan ini dilakukan maka akan banyak menyita waktu kerja penerbitan sehingga dapat mempengaruhi kualitas terbitan. Dalam hal ini, kiranya LPM menyadari akan keterbatasan pangsa pasar yang dibentuk. Persma Dalam Konteks Pilar Demokrasi Trias politica yang kita kenal dalam konteks elemen demokrasi yang ada di masyarakat terdapat eksekutif, yudikatif dan legislatif masih kurang lengkap dalam pandangan tatanan masyarakat modern sehingga pers menjadi elemen keempatnya, karena pers mampu membentuk opini, sikap dan perilaku massa dan ini sangat menentukan dalam sebuah proses demokrasi11. Dalam konteks demokratisasi di kampus, fungsi eksekutif tepatnya dijalankan oleh lembaga yang bernama Senat Mahasiswa/LEM atau Kosma. Sedangkan yang berperan sebagai legislatif adalah BPM/LLM/Presidium mahasiswa. Untuk fungsi yudikatif tidak ada namun karena jika terdapat perbedaan pendapat antara elemen yudikatif dan eksekutif penyelesaiannya lebih bersifat musyawarah mufakat dengan mediator birokrat kampus (dekanat atau rektorat). Sedangkan fungsi pers dijalankan oleh pers mahasiswa. Namun ada elemen kampus yang lain yaitu kelompok studi. Kelompok studi dapat disebut sebagai ormas kalau hanya melakukan kajian-kajian dari berbagai pemasalahan yang ada, namun KSM dapat disebut sebagai parpol jika dalam keja-kerjanya selalu menyiapkan beberapa kadenya untuk duduk di eksekutif ataupun legislatis.
10 11

Lih. Perlawanan Pers Mahasiswa Protes Sepanjang NKK/BKK Didik Supriyanto, 1998 Ibid

Dalam kerangka mewujudkan student government di kampus, pers mahasiswa harus ikut beperan serta mewujudkan itu dengan melakukan kerja-kerja layaknya fungsi kerja pers secara umum. Pada intinya fungsi yang paling dominan yang dpat dilakukan yaitu social control terhadap segala kebijakan yang ada baik itu yang berasal dari birokrat kampus maupun kelembagaan kemahasiswaan secara umum12. Untuk mewujudkan kerangka itu, dalam skala fakultas pers mahasiswa hendaknya melakukannya dalam pemberitaan yang dimunculkan ditiap fakultas. Di tingkatan universitas, LPM ditingkat fakultas dapat membentuk Dewan Pers Kampus yang merupakan berkumpulnya beberapa LPM dari tiap-tiap fakultas. Secara jelas DPK dapat menyatakan diri sebagai badan pengawas/kontrol tingkat universitas karena DPK sendiri dibentuk oleh beberapa LPM yang ada ditiap fakultas. Bahkan DPK dapat diakui suaranya ditingkatan Presidium Mahasiswa universitas karena jelas membawahi beberapa aspirasi di fakultas. Ide pembentukan Dewan Pers Kampus setidaknya menjadi Pe-eR bagi setiap LPM untuk langkah kedepan dmi terwujudnya sebuah bangunan student government. Karena DPK akan menjalankan tugas dan fungsi kontrol sosial, dan merupakan kerja tim bersama beberapa LPM, maka untuk dapat menguatkan jaringan kerja yang akan dibentuk dibutuhkan kerja-kerja pendahuluan. Kerja pendahuluan dapat dilakukan dengan menguatkan jalinan antar LPM di masingmasing fakultas. Tukar-menukar informasi, diskusi lingkar kota dan penguatan jaringan pers lokal dapat dilakukan. Kawan ! Harus diingat bahwa hanya LPM-LPM yang mempunyai kesamaan pandang dan kemauan mengenai student government saja yang dapat kita gandeng. Jika terdapat beberapa LPM yang masih nggak matching dapat dilakukan pendampingan dari beberapa LPM yang ada. Akhirnya??? Coba kita pelan-pelan mengkaji bareng langkah kedepannya seperti apa. Pertama : definisikan ulang apa itu pers mahasiswa. Uraian yang mungkin muncul adalah bahwa pers mahasiswa adalah orgasme dari erotisme tradisi ilmiah dan tradisi jurnalistik yang mempunyai nilai tugas yang diemban. Kedua : benahi kinerja didalam Dengan memperjelas misi, visi dan orientasi pers mahasiswa maka kita tidak akan kebingungan dalam menentukan politik organisasi dan redaksional serta akan lebih mudah mengambil sikap dalam menghadapi setiap persoalan yang muncul. Penting juga memilih pembenahan infrastruktur mana yang akan digarap dalam waktu dekat. Ketiga :organisir diri Kekuatan yang paling mungkin dapat dilakukan oleh LPM untuk mewujudkan cita-citanya dalam kerangka social engineering dan student government adalah dengan menyatukan beberapa kekuatan yang se-ideologi. Sinergitas dengan beberapa elemen gerakan lain adalah mutlak juga bangun komunitas antar LPM. Keempat : wujudkan fungsi kontrol Jika kekuatan antar LPM sudah terbentuk maka dapatlah dimulai sebuah kerja untuk membentuk sebuah dewan pers kampus dengan fungsi kerja seperti di atas. Akhir kata, bukannya pengen menggurui.tapi sekedar mengingatkan bahwa persma adalah sebuah wadah untuk mengasah diri, membentuk mental merdeka dan kritis. Tetap gaul N funky dalam sebuah sinergitas revolusioner!

Denpasar, februari merah jambu dalam sendu!

12

Lih. Surat kabar, Fungsi, tugas serta pengaruhnya didalam masyarakatRobert Peerbaan, 1965

Anda mungkin juga menyukai