Anda di halaman 1dari 6

Data Departemen Kav.

10 Unit Aktivitas Pers Kampus Universitas Brawijaya

Memahami Alur Liputan Investigatif


Andai dibuat perumpaan, seperti apakah jurnalisme investigatif? Dalam benak kita mungkin akan muncul sosok penyelam. Dia tidak hanya berenang, tapi juga menelusuri lebih dalam sampai ke dasar sekalipun. Bandingkan dengan yang sekedar main-main, berkecipak dengan air atau terobsesi dengan kecepatan dalam suatu perlombaan. Penyelam lebih aktif mencari daripada sekedar melintasi. Penyelam juga mengamati detil-detil di bawah permukaan. Penyelam lebih melibatkan panca indra dan pencernaan pikiran. Dia terus dibimbing oleh ketertarikan, sampai akhirnya tuntas. Kenapa perumpaan itu kita sebutkan? Tak lain supaya kita semua mempunyai abstraksi. Ini akan mempermudah pemahaman. Bukankah abstraksi menyederhanakan sesuatu yang rumit? Lewat abstraksi tentang penyelam dan perenang, kita ingin membuat kategori tentang jurnalisme investigatif dengan straight news yang mendominasi berita-berita koran harian. Refleksi kita, keduanya punya perbedaan mendasar. Straight news lebih berorientasi pada kecepatan. Ini karena keterbatasan waktu koran-koran harian yang bekerja kurang dari 1 X 24 jam. Jurnalisme ini lebih mengutamakan liputan suatu peristiwa. Selain itu juga menyantap talking news alias berita pernyataan, berita bibir. Bantah-membantah antar tokoh atau kekuatan yang bertikai, tuduh-menuduh cenderung amat laku. Ringkasnya, straight news merupakan berita yang ditulis langsung dari suatu peristiwa dan pernyataan yang terjadi saat itu. Berita ini diteruskan lewat follow up esok harinya atau pada jam-jam berikutnya. Yang kemudian dikenal dengan istilah running news. Lain lagi dengan jurnalisme investigatif yang cenderung komprehensif. Dia tidak hanya menggali pernyataan dan peristiwa, tapi juga mengumpulkan bukti-bukti. Dokumen amat penting dalam investigasi, karena membuat orang-orang yang terkait tidak bisa mengelak. Mau tidak mau harus mengakui. Dokumen juga membuat liputan lebih kredibel karena membuat pembaca percaya. Bandingkanlah dengan ketika kita menikmati berita saling bantah, tuduh-menuduh diantara orang-orang yang bertikai. Pastilah kita bingung untuk menentukan kebenaran. Siapa yang patut dipercaya? Tidak jelas. Karena itu jurnalisme investigatif tidak begtiu saja menyantap pernyataan seseorang, sebaliknya akan menelusur lebih dalam lagi. Melakukan pelacakan, cross check dengan narasumber-narasumber lain atau fakta tertulis, lalu melakukan analisa dan penarikan kesimpulan. Tipikal wawancara jurnalisme investigatif juga berbeda dengan straight news. Lebih bersifat indept interview atau wawancara mendalam. Reporter belum merasa puas bila belum mengorek tuntas narasumber. Dia dibimbing untuk melakukan klarifikasi atas semua data yang diperoleh, hingga akhirnya narasumber itu mengeluarkan seluruh info, pengetahuan dan kesaksian dirinya terhadap suatu masalah atau peristiwa. Bukankah orang sering lupa, atau malah berkelit? Dan, tugas reporter untuk membongkar semua ingatan narasumber lewat pertanyaan-pertanyaan kritis. Liputan investigatif juga memperhatikan detil. Ini mencakup kronologi peristiwa, barang bukti, suasana, ekspresi orang, cetusan hati dan sebagainya. Liputan yang detil akan memberikan informasi lengkap dan utuh pada pembaca tentang suatu kasus atau peristiwa masa silam. Detil juga akan memberikan warna sekaligus 1

Data Departemen Kav. 10 Unit Aktivitas Pers Kampus Universitas Brawijaya


membuat hidup tulisan investigatif. Misal, anda ditugasi mewawancarai tersangka korupsi. Pertemuan berlangsung di rumah Si Narasumber. Nah, deskripsi tentang situasi rumah, mobil yang dipunyai Si Narasumber, juga harta kekayaan lain yang kasat mata, tentu akan memberi warna kuat pada penulisan laporan. Tapi, harus diingat. Tidak semua detil berguna. Hanya yang bersangkut-paut dengan tema yang digarap. Dengan kata lain, perlu diperhatikan signifikansi. Data yang dipungut harus benar-benar mempunyai arti penting. Masih contoh wawancara tersangka korupsi di atas. Misal, anda mencatat plat nomer mobil narasumber. Data ini tidak berarti apa-apa bagi topik di atas. Justru yang penting merk mobil.

Beberapa Prinsip Investigasi


1. Harus Punya Magnitude Liputan investigatif tetap patuh pada prinsip berita, yakni menarik perhatian khalayak alias punya magnitude. Karena itu tidak semua kasus, masalah atau peristiwa punya kelayakan untuk dilakukan investigasi. Perencana berita harus benarbenar jeli sekaligus peka dalam menentukan suatu topik investigasi. Bagaimanapun kita adalah jurnalis, pewarta, penyaji berita. Tulisan kita hanya bermakna bila dibaca orang. Sangatlah sia-sia bila suatu topik investigasi yang digarap dengan banting tulang, ternyata dicampakkan bagitu saja oleh pembaca. Dilirik pun tidak. 2. Tunduk Kaidah 5W + 1H Liputan dan penulisan laporan investigasi juga harus memenuhi syarat 5w + 1h sebagai kaidah dasar berita. Satu saja syarat tidak terpenuhi, otomatis laporan investigasi akan bolong. Bayangkanlah ketika kita melakukan investigasi terhadap suatu kasus, ternyata dalam penulisan kita lupa menyebut tempat terjadinya peristiwa. Alhasil, laporan menjadi tidak lengkap. Pembaca pun niscaya terganjal pikirannya karena dihantui oleh pertanyaan yang tidak terjawab dalam laporan itu. 3. Ingat, Bukan Detektif Aparat penegak hukum dan intelejen juga melakukan investigasi. Tapi, investigasi untuk kepentingan jurnalistik sangatlah berbeda dengan pekerjaan mereka. Polisi atau intelejen misalnya, melakukan investigasi untuk membuktikan benar tidaknya suatu tuduhan. Atau mencari bukti-bukti terjadinya tindak pidana. Dalam menjalankan tugas, tidak jarang mereka menggunakan cara-cara represif untuk mendapatkan pengakuan jujur dari sesorang. Dan mereka cenderung diam untuk mendapatkan informasi. Mereka lebih mengandalkan pendengaran. Tapi, tidak demikian dengan jurnalis. Dia harus aktif bicara dengan banyak bertanya. Apa jadinya suatu liputan bila sang reporter lebih banyak diam seperti intel? Tentu tidak banyak diperoleh bahan tulisan dari sikap semacam itu. Jurnalis yang melakukan tugas investigasi juga tidak boleh bertindak seperti polisi atau jaksa penyelidik yang menekan bahkan menyiksa narasumber untuk mengatakan suatu hal. Prinsipnya, jurnalisme investigasi harus memberi ruang bagi penjelasanpenjelasan sang narasumber. Bahkan pengingkaran pun harus dihormati. Begitu pula sikap kukuh tidak mau bicara alias diam, juga harus dihormati. Jurnalis harus menghormati hak bicara dari narasumber atau hak diam. Kenapa demikian? Karena kita bekerja untuk berita. Bukan untuk penuntutan hukum. Dan berita haruslah memberi ruang lebar-lebar bagi terjadinya pengertian. 2

Data Departemen Kav. 10 Unit Aktivitas Pers Kampus Universitas Brawijaya


Bukan menyebarkan kebencian. Kendati kita telah mendapatkan data-data lengkap. Pembaca layak disuguhi keterangan seorang narasumber yang menjelaskan alasanalasan dari tindakannya. Selain itu, juga hak narasumber untuk memperoleh hak jawab. Seperti seorang tersangka pembunuhan. Meski bukti-bukti telah amat kuat, toh orang tersebut harus diberi kesempatan bicara. 4. Cover Both Side Lebih gamblang lagi, poin nomer tiga menegaskan prinsip cover both side. Bahwa liputan berita harus berimbang. Siapa pun yang punya kaitan dengan topik berita, layak diwawancarai. Apalagi bagi seseorang yang menjadi tertuduh dalam suatu kasus. Maka, hukumnya wajib, orang itu dikonfirmasi atas tuduhan atau buktibukti yang kita peroleh dalam investigasi. Yang harus dicamkan, berita bukanlah fitnah. Berita juga harus menghindar dari penghakiman, bahkan penghukuman terhadap seseorang. Siapapun yang sekiranya terpojokkan oleh suatu liputan berita, haruslah diberi hak bicara.

Apa yang layak diinvestigasi


Seperti dijelaskan, tidak semua masalah layak diinvestigasi. Topik itu harus punya daya tarik atau magnitude. Biasanya investigasi berusaha membongkar suatu kasus atau skandal yang bersangkut-paut dengan kepentingan publik. Misal, penimbunan gula, seperti digarap majalah TEMPO 2002 lalu. Investigasi juga menggarap kasus besar yang misterius. Seperti kasus Marsinah. Siapakah yang membunuh pejuang buruh dari Nganjuk itu? Hingga kini masih belum tertemukan. Kasus atau peristiwa besar yang misterius itu bisa saja terjadi di masa lampau atau terjadi pada masa sekarang. Skandal tersebut bisa berupa penyelewengan uang. Atau, konspirasi gelap yang merugikan kepentingan publik, seperti kasus 27 Juli 1996 tentang penyerbuan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro Jakarta. Skandal dimaksud bisa juga berupa kebijakan yang tidak transparan, seperti perintah pengucuran kredit bank bagi keluarga atau kroni seorang pejabat berpengaruh. Bagaimana dengan kasus seks atau perselingkuhan? Tiap media punya kebijakan masing-masing. Majalah TEMPO, misalnya, menghindari liputan-liputan yang membongkar aib kehidupan pribadi seseorang. Tapi, bagi media lain, topik itu justru dilahap. Seperti isu perselingkuhan seorang presiden dengan bekas pacar gelapnya. Di Amerika yang terbilang negeri bebas, ternyata kasus perselingkuhan atau pelecehan seks yang dilakukan pejabat publik merupakan isu yang sensitif. Ini karena menyangkut kredibiltas moral sang pejabat. Kita masih ingat betapa ancaman impeachment sempat menghadang Presiden Bill Clinton. Dia bukan saja melakukan tindakan tercela, tetapi juga melakukan kebohongan publik ketika membantah tuduhan hubungan gelap dengan Monica Lewinsky. Kasus ini bergulir kencang, sampai-sampai dibentuk penyelidik independen yang berhasil membongkar skandal seks sang presiden di Gedung Putih.

Data Departemen Kav. 10 Unit Aktivitas Pers Kampus Universitas Brawijaya

Alur Kerja Investigasi


1. Kumpulkan Informasi Awal Suatu investigasi harus didahului dengan pengumpulan informasi tentang suatu kasus. Tanpa informasi kita merasa menghadapi dunia gelap. Atau, seperti tersesat di hutan belantara karena tidak berbekal kompas. Informasi itu pula yang menentukan layak tidaknya suatu masalah diinvestigasi. Informasi yang dimaksud bukanlah isu. Tapi, keterangan yang diberikan oleh seorang sumber kredibel. Atau, tertemukannya bukti-bukti dokumen yang memperlihatkan terjadinya kasus besar. Darimana informasi itu diperoleh? Biasanya, wartawan mendapatkan info awal itu dari lobi. Dokumen sekali pun juga diperoleh dari lobi. Tapi, informasi awal tidak bisa serta merta dipercaya. Kita mesti curiga terhadap kepentingan si pemeberi informasi atau kemungkinan dilakukannya disinformasi dari fitnah. Karena itu, informasi awal harus disertai indikasi tentang suatu kasus besar. Indikasi ini penting karena menghindarkan liputan yang sekedar berangkat dari tuduhan. 2. Lakukan Riset Prinsipnya, tidak ada peristiwa di dunia yang sama sekali baru. Pastilah pernah terkait dengan peristiwa lain, atau sudah didahului oleh peristiwa serupa di belahan dunia lain. Skandal laporan ganda Bank Lippo, misalnya. Kejadian serupa pernah terjadi di Amerika Serikat. Beberapa waktu lalu mencuat skandal Enron. Nah, untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih lengkap, haruslah dilakukan riset, yakni membongkar arsip-arsip berita di masa lalu. juga, memperkaya dengan literatur hasil penelitian atau analisa seorang ahli. Misalnya, kita membongkar kasus Marsinah. Ini tentu tidak bisa dipisahkan dengan politik perburuhan di masa Orde Baru, dwi fungsi ABRI dan persengkokolan cukong dengan aparat negara pada masa itu. Dengan demikian, kita mendapatkan konteks dari suatu kasus. 3. Tentukan Angle Informasi awal yang akurat ditambah riset telah cukup bagi kita untuk melangkah lebih maju dalam liputan investigasi. Kita bisa menentukan tema sekaligus merumuskan masalah. Masalah harus dirumuskan dengan kalimat pertanyaan. Dengan begitu, kerja kita akan terang arahnya. Liputan kita punya angle. Ke mana arah kita bekerja, data apa saja yang perlu dikumpulkan, sangatlah tergantung dari angle yang kita rumuskan. Angle akan membuat liputan terarah. Selain itu juga membatasi liputan kita sehingga tidak melebar ke mana-mana. Bagaimanapun laporan jurnalistik mempunyai keterbatasan ruang di majalah atau koran. Dan, kita tidak menangani suatu masalah dalam satu liputan. Kita juga bekerja dengan keterbatasan, masalah tenaga, dana dan deadline. 4. Tentukan Narasumber Setelah menemukan tema liputan, pekerjaan selanjutnya adalah menentukan narasumber yang mesti dikejar. Kita bisa memilih, siapa saja yang layak diwawancarai? Bukan tergantung pada jabatan, pangkat dan kekayaan. Tapi, sematamata berdasar pengetahuan orang-orang tersebut terhadap topik berita yang kita investigasi. Seorang sopir sekalipun layak kita wawancarai karena dia punya

Data Departemen Kav. 10 Unit Aktivitas Pers Kampus Universitas Brawijaya


pengetahuan cukup tentang ke mana saja perginya sang majikan. Sebaliknya, seorang pejabat mungkin tidak layak dijadikan narasumber terhadap suatu kasus yang menimpa anak buahnya. Ringkasnya, kita harus memilih narasumber yang benarbenar kredibel. Yang harus diingat, narasumber yang kita tentukan kemungkinan besar akan berkembang ke narasumber-narasumber lain. Ini tergantung dari perkembangan informasi, keterangan atau data tertulis yang kita peroleh. Misal, saat diwawancarai, Pak Joko menunjuk Agus sebagai orang yang diyakini tahu betul tentang kasus atau peristiwa. Maka, Agus layak kita datangi kendati semula tidak masuk dalam daftar narasumber. 5. Buatlah Outline Liputan Kini, kita memasuki tahap perencanaan berita. Yakni, menyusun outline liputan. Rancangan itu menjadi pembimbing atau pegangan operasional liputan investigasi. Di dalam rancangan itu informasi baru tentang suatu kasus atau peristiwa besar. Juga dilengkapi dengan hasil riset. Selain itu terumuskan angle liputan dan daftar narasumber yang perlu dikejar. Rancangan tersebut juga dilengkapi pertanyaan-pertanyaan terhadap setiap narasumber, sehingga menjadi pegangan bagi reporter yang ditugasi wawancara. Introduksi, angle dan daftar pertanyaan itu akan mempermudah reporter dalam memahami pekerjaan yang dihadapinya. Tentu sangat konyol bila reporter tidak tahu apa yang mesti diperbuat ketika berhadapan dengan narasumber. Outline tersebut juga merumuskan cara menggali bahan. Wawancara hanyalah salah satu cara mencari bahan. Masih ada cara lain, yakni reportase yang mengandalkan kesaksian kita terhadap suatu peristiwa. Juga, wawancara dengan narasumber-narasember yang ditemui di lapangan. Ini penting agar kita mendapatkan penjelasan yang benar tentang suatu peristiwa. Misal, kita melakukan investigasi tentang penyelundupan minyak. Maka, kita mesti tahu situasi sehari-hari yang terjadi di Depo PERTAMINA. Kita juga perlu mendapatkan penjelasan dari para pelaku, seperti kernet dan sopir truk. Kemudian modus operandi para penyelundup. Selain wawancara dan reportase, bahan bisa dikumpulkan melalui riset. Dalam rancangan liiputan, harus ditegaskan data-data apa saja yang perlu diperoleh untuk melengkapi liputan di lapangan. Yang harus dicatat, outline tersebut hanyalah pegangan awal. Sangat mungkin dalam perjalanan liputan, rancangan tersebut berkembang bahkan berubah total seiring dengan temuan-temuan data di lapangan. 6. Mulailah Bekerja Setelah rancangan dibuat, tugas nyata kita adalah melakukan liputan. Kita melakukan wawancara, reportase dan riset. Tentu tidak semua bisa dikerjakan sendiri. Karena itu sangat perlu dilakukan pembagian kerja. Liputan investigasi juga mesti jelas menetapkan pilot officer alias penaggungjawab liputan. Dialah yang mengendalikan dan mengatur liputan, bahkan hingga ke penulisan sekalipun. Tahap pengerjaan ini amatlah vital karena akan menetukan jadi tidaknya laporan berita. Kumpulkan keterangan-keterangan yang relevan atau punya arti penting terhadap masalah yang digarap. Lebih jitu lagi bila liputan kita berhasil memergoki peristiwa. Selain itu, carilah sedapat mungkin dokumen atau bukti tertulis. Seperti dijelaskan di atas, dokumen tersebut merupakan bukti otentik yang tidak terbantahkan.

Data Departemen Kav. 10 Unit Aktivitas Pers Kampus Universitas Brawijaya


Dalam bekerja, investigator kerap menyamar, asal bisa dipertanggungjawabkan secara etik jurnalistik. Mungkin mula-mula dia tidak berterus terang sebagai wartawan karena dipastikan situasi yang akan dihadapi bakal berubah bila lingkungan mengetahui jati diri wartawan tersebut. Penyamaran ini kerap kali dibenarkan oleh sebuah dalih, yakni menyajikan berita yang benar untuk kepentingan publik. 7. Jangan Lupa Crosscheck Ciri khas liputan investigatif adalah tidak begitu saja mudah mempercayai keterangan seorang narasumber. Sebuah keterangan akan dinilai valid bila dinilai dengan keterangan dari narasumber lain, atau diperkuat oleh bukti-bukti dokumen. Tapi, bila muncul keterangan berbeda, maka tugas reporter untuk menelusur perbedaan itu. Bisa saja muncul variasi dari suatu kasus atau peristiwa. Karena itu cross check amatlah penting. Metode ini bukan saja membimbing kita untuk menemukan suatu kebenaran alias fakta yang valid. Juga, data-data atau pernyataan yang tidak perlu, sehingga harus diabaikan. Pengendali pula yang akan mengetahui pada siapa saja perlu dilakukan cross check terhadap suatu temuan data atau pernyataan seorang narasumber. 8. Analisa Data Seiring pengumpulan bahan, liputan investigatif juga ditentukan oleh ketajaman analisa. Karena itu forum diskusi intens amat diperlukan dilapangan. Analisa berita ini juga akan menentukan apakah seluruh bahan telah cukup terkumpul ataukah perlu dilengkapi dengan mewawancarai narasumber, reportase atau pencarian dokumen. Melalui analisa ini pula, sebuah liputan bakal mendapatkan roh. Sebagai peristiwa atau kasus dapat dijelaskan secara utuh berdasar data-data yang diperoleh. Kita menjadi tahu konstruksi suatu kasus atau peristiwa, peran pelaku, modus operandi, motif tindakan dan benang merah dasri semua data. Analisa pula yang menentukan isi tulisan, yakni memakai data-data yang perlu serta membuang yang mubazir. 9. Penulisan Berita Nilai sebuah liputan sangat ditentukan oleh penulisan. Karena lewat teks yang kita susun itulah para pembaca memahami suatu hasil liputan. Barangkali kita perlu memisahkan dalam beberapa tulisan sub topik. Penulisan ini pula yang akan mempengaruhi layak atau tidak suatu hasil liputan dibaca khalayak. Betapa pun cemerlang data yang kita peroleh dari liputan, namun menjadi tidak berharga sama sekali bila kita menyajikan dengan tulisan yang buruk, mbulet, logika tidak jelas karena itu tidak bisa dimengerti pembaca. Bila itu yang terjadi, sia-sialah seluruh kerja investigasi kita. Perencanaan penulisan juga menentukan apakah suatu susunan data lebih mudah dipahami lewat sajian grafis atau paparan tulisan. Grafis memang hasil perkembangan jurnalis modern. Dan, berita yang tersaji tidak semata-mata berupa tulisan dan foto. Dengan grafis itu pula kira bisa menggambarkan secara ringkas dan sederhana tentang alur sebuah peristiwa atau kasus. Ini lebih mempermudah pembaca untuk memhami laporan berita. Ingat, pembaca akan jenuh bila terus-menerus dijejali tulisan. Grafis tentu saja memberikan kesegaran. Tak hanya kasus. Data-data kuantitatif yang biasa membuat jenuh dan bosan pembaca, dapat disajikan mudah lewat grafis.

Anda mungkin juga menyukai