Anda di halaman 1dari 5

REVIEW FILM

(ALL THE PRESIDENTS MEN)

All the Presidents Men merupakan sebuah film yang menceritakan tentang investigasi dan
pengungkapan skandal Watergate oleh 2 jurnalis muda Washington Post , Carl Bernstein dan
Bob Woodward. Sebuah skandal dari kisah nyata yang terjadi pada tahun 70 an. Film
besutan Alan J. Pakula yang dirilis tahun 1976 merupakan film yang ini diadaptasi dari
sebuah novel karya Bob Woodward dan Carl Bernstein dengan judul yang sama, All The
Presidents Men tahun 1974.
Menjelang pemilu tahun 1972, wartawan Washington Post Bob Woodward diperintahkan
meliput persidangan
Amerika Serikat.

perampokan

di markas Partai Demokrat di komplek watergate,

Kasus ini menjadi tambah luar biasa ketika diketahui, belakangan,

melibatkan presiden Amerika saat itu, yaitu Richard Nixon.


Woodward dibantu oleh Carl Berstein dengan kesungguhannya mencoba menguak
skandal politik terbesar di Amerika kasus ini dikenal dengan sebutan Skandal watergate.
Kasus tentang kecurangan pemilu yang melibatkan banyak institusi negara, yaitu
kepresidenan, Komisi Pemilihan Umum Amerika, FBI, CIA, dan mungkin juga ada institusi
lainnya.
Woodward dan Bernstein bekerja keras mengumpulkan kepingan puzzle untuk
memecahkan kasus ini. Mereka mendatangi berbagai kantor, menelepon berbagai nama,
merayu berbagai narasumber dengan sejuta trik untuk mengonfirmasi temuan mereka.
Banyak hambatan yang mereka temui dalam usaha mereka untuk memecahkan kasus ini.
Hasil dari kerja keras mereka ini berhasil memaksa Nixon meletakkan jabatannnya
sebagai presiden Amerika di masa itu. Hal menarik lainnya dalam film ini adalah narasumber
kunci, seseorang dengan inisial Deep Throat. Deep Throat lah yang menuntun Woodward
dan Bernstein berhasil membongkar skandal ini dengan memberikan informasi-informasi
kunci.

Yulin Ragil Wahyuning Tyas (120110401074) | Review Film (ETIKA


JURNALISTIK)

Jika ditinjau dari Kode Etik Wartawan Indonesia (Kewi) sendiri, menurut saya terdapat
beberapa adegan dalam film yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar.
Dengan Woodward dan Bernstein yang mengusut tuntas skandal watergate membuktikan
bahwa mereka telah memberikan dan memproses berita yang mereka laporkan memanglah
berita yang sebenar-benarnya sesuai dengan fakta. Walaupun, mereka tetap besikukuh
untuk menyembunyikan identitas-identitas narasumber yang menolak untuk disebutkan,
termasuk orang yang disebut Deep Throat. Woodward dan Bernstein tetap memegang
teguh kode etik jurnalistik untuk tidak membucurkan identitas narasumber anonim.

2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan
menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
Ketika akan menerbitkan berita tentang mantan jaksa agung yang merupakan salah satu
orang yang terlibat dalam skandal Watergat, pihak The Washington Post sendiri
melakukan verivikasi terhadap John Mitchell. Melalui telfon, Carl Bernstein berusaha
beretikat baik dengan bermaksud memberi tahu bahwa pihak The Washington Post akan
mencetak berita tentang John Mitchell dan mengidentifikasi John Mitchell dengan
beberapa pertanyaan yang diajukan.

3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan


fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak
melakukan plagiat.
Dalam beberapa adegan digambarkan bahwa Woodward dan Bernstein berusaha untuk
memberikan berita yang berimbang, meneliti kebenaran informasi sesuai dengan fakta
dengan melakukan berbagai prosedur sebagai seorang wartawan sejati. Mulai dari
menemui saksi di pengadilan, mengunjungi rumah narasumber sampai mereka mengalami
penolakan dari banyak narasumber, dan menverifikasi berita sesuai dengan fakta dari
pihak-pihak yang bersangkutan.
Yulin Ragil Wahyuning Tyas (120110401074) | Review Film (ETIKA
JURNALISTIK)

4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis
dan cabul, serta tidak menyebut identitas korban kejahatan susila.
Dalam adegan dimana Ben Bredle, Bob Woodward, Carl Bernstein sedang berbincangbincang hasil identivikasi mengenai John Mitchell yang disebutkan terdapat kata-kata
tidak pantas untuk dipublikasikan. Sehingga Bredle memutuskan untuk memotong katakata tersebut demi kepentingan berita, karena Washington Post merupakan koran yang
dikonsumsi oleh keluarga. Dengan tidak mengurangi informasi yang didapat, berita yang
akan diublikasikan yang terpenting tidaklah bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul.

5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap, dan tidak menyalahkan profesi.


Walaupun tidak terdapat adegan dimana kedua wartawan tersebut berkaitan dengan suapmenyuap dalam bentuk apapaun, namun dapat dikatakan bahwa kedua wartawan tadi tidak
menyalahkan profesi mereka sebagai seorang wartawan sejati. Dalam film ini
digambarkan bahwa kedua wartawan ini dengan jelas berusaha mencari informasi sesuai
dengan fakta, dari mewawancarai narasumber, melaporkan berita kepada atasan mereka,
mencari pihak-pihak yang terkait dengan skandal watergate, melindungi identitas
narasumber, menverivikasi berita, dan lain-lain mereka jalankan yang menurut
pemahaman saya sudah sesuai dengan prosedur.

6. Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi


latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
Dalam film ini pihak Bob Woodward dan Carl Bernstein sepakat memnyembunyikan
identitas orang yang disebut-sebut sebagai Deep Throat, orang tersebut merupakan
narasumber utama dalam skandal watergate tersebut. Hal itu dilakukan untuk tujuan
beberapa hal, salah satunya demi keselamatan narasumber tersebut dari berbagai pihak
terkait, yang tentunya juga merupakan kesepakatan bersama dari pihak narasumber dan
pencari berita.

Yulin Ragil Wahyuning Tyas (120110401074) | Review Film (ETIKA


JURNALISTIK)

7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan


serta melayani Hak Jawab.
Dalam adegan dimana pihak Washington Post yang telah menerbitkan sebuah berita
mengenai kesaksian yang menghubungkan pembantu top Nixon tentang dana rahasia,
telah mendapatkan tuntutan dan pengaduan bahwa berita tersebut tidak benar dari berbagai
pihak. Namun Ben Bredleee sendiri tidak goyah dan tetap mendukung Woodward dan
Bernstein untuk tetap mengusut skandal watergate. Begitupun dengan Woodward dan
Bernstein yang kekeuh dengan mencari tahu kebenaran kepada berbagai pihak bahwa
mereka mempunyai bukti mereka tidak salah mengenai berita yang mereka cari.
Hal yang menarik dalam film tentang dunia jurnalisme ini adalah, dapat memetik beberapa
pelajaran sesuai dengan kode etik jurnalistik wartawan seperti sebagian hal yang sudah
dijabarkan diatas. Selain itu alur dalam film ini digambarkan sangat teratur, dari awal
bagaimamana skandal watergate bermula sampai Woodward dan Bernstein mengusut tuntas
skandal tersebut. Alan J. Pakula sukses membuat peran seorang wartawan dalam film ini
sesuai dengan profesi wartawan sendiri. Dari bagaimana wartawan mencari berita,
menverifikasi berita, mewawancarai narasumber, kehidupan wartawan sendiri, serta
prosedur-prosedur yang harus dilakukan seorang wartawan. Jurnalisme, yang sudah
menanamkan dirinya sebagai pilar keempat dalam demokrasi, juga turut berperan dalam
mengontrol aktivitas penguasa, khususnya eksekutif, yang seringkali korup. Melalui
independensi jurnalisme, skandal-skandal tersebut dapat terungkap meskipun melalui
berbagai proses yang tidak mudah dan mempertaruhkan nyawa kedua wartawan tersebut.
Namun ada hal yang kurang dalam film ini. Memang cerita yang disajikan terbilang
runtun dan jelas. Tapi durasi film yang terbilang lumayan lama (02:12:51) dengan jenis film
yang kontentnyaserius dapat membuat penonton yang melihat akan merasa bosan. Karena
dalam film ini sendiri kebanyakan berisi tentang dialog-dialog antar pemain.
Keseluruhan, film ini sangat menarik untuk ditonton masyarakat luas. Selain dapat
menambah ilmu tentang dunia jurnalisme, juga dapat memahami tentang sejarah dunia
jurnalisme terkenal dari Amerika tentang dua orang wartawan yang mengungkap kasus
skandal watergate. Mungkin juga dapat menjadi acuan untuk calon-calon jurnalis yang ingin
tahu bagaimana menjadi seorang wartawan sejati. Selain itu, juga dapat mengambil hikmah
dan pesan moral yang terdapat dalam film. Seperti kegigihan dan keberanian Woodward dan
Yulin Ragil Wahyuning Tyas (120110401074) | Review Film (ETIKA
JURNALISTIK)

Bernstein yang berjuang keras untuk mendapatkan informasi dan fakta untuk mengusut
skandal watergate walaupun awalnya mereka seringkali ditolak, sampai-sampai juga
membahayakan keselamatan mereka.
Secara pribadi, saya bukanlah penikmat film yang terlalu serius seperti film ini. Durasi
yang terlalu panjang dan penuh dengan dialog, dengan film serius tanpa ada hal yang
membuat saya kaget, menurut saya sangat membosankan sekali. Namun, film ini masih dapat
tertolong dengan shot yang diambil yang menurut saya dalam film kelas tahun 70an
terbilang baik. Dan dengan alur yang runtun membuat saya mudah memahami isi cerita film
ini.
Ada beberapa hal yang membuat saya kagum. Setelah menonton film ini, saya mencari
beberapa artikel mengenai skandal watergate dan menemukan beberapa hal yang mebuat
saya tercengang. Salah satunya adalah, Woodward dan Bernstein masih menjaga kerahasiaan
identitas Deep Throat terhitung selama 30 tahun lamanya sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Sampai pada akhirnya sang Deep Throat menguak sendiri identitasnya pada tahun 2005
silam. Seorang jurnalis hebat yang sangat menjunjung tinggi kode etik jurnalisme dan sangat
jarang sekali didapati di era kebebasan pers seperti sekarang ini.
Tapi ada satu hal yang membuat saya tertarik dalam film ini, mesin tik. Saya kagum,
bagaimana wartawan pada era mesin tik membuat laporan tanpa adanya tombol backspace
dan undo? Sungguh unik dan keren untuk zaman yang serba modern dan canggih seperti
sekarang ini. Dan saya pribadi sangat merekomendasikan film ini bagi para penikmat film
tentang sejarah jurnalisme, film-film yang diangkat dari kisah nyata, dan tentunya seorang
calon jurnalis.

Yulin Ragil Wahyuning Tyas (120110401074) | Review Film (ETIKA


JURNALISTIK)

Anda mungkin juga menyukai