Anda di halaman 1dari 4

TUGAS BAHASA INDONESIA

MENYUSUN TEKS ULASAN

KELOMPOK 1
KETUA : I GUSTI AGUNG NGURAH KRISNA RAJENDRA WIBAWA
(12/8A)
ANGGOTA :
1. Anak.Agung Ngurah Indra Surya Putra (06/8A)
2. Komang Aruna Gio Pranata (22/8A)
3. Ngakan Putu Ngurah Raditya Indrasta (37/8A)
4. Anak Agung Istri Agung Sasikirana Naura Yudasmara (38/8A)
5. Komang Andini Sri Budiani (39/8A)
TEKS ULASAN FILM
“All the President’s Men”

Judul : All the President’s Men


Bintang Film : Robert Redford, Dustin Hoffman, Jason
Robards, dan Stephen Collins
Sutradara : Alan J. Pakula
Produser : Walter Coblenz
Skenario : William Goldman, diadaptasi dari buku “All
the President’s Men” oleh Carl Bernstein dan Bob
Woodward.
Fotografi : Gordon Willis
Produksi : Wildwood Enterprises dan Warner Bros.
Tahun rilis : 1976
Durasi : 138 menit

Film detektif biasanya akan memiliki style seperti film – film Sherlock Holmes
yang akan mengajak kita untuk memecahkan kasus dengan karakter yang dapat
disebut sangat pintar, suasana yang kurang realistis, dan intensitas yang kita rasakan
akibat musik yang mencerminkan suasana detektif. Namun tidak dengan film yang
akan kita ulas ini, yaitu “All the President’s Men”. Film ini diadaptasi dari buku novel
berjudul sama yang diterbitkan pada tahun 1974.
All the President’s Men menceritakan Bob Woodward (Robert Redford) yaitu
seorang wartawan yang ditugaskan oleh editornya, Ben Bradlee (Jason Robards)
untuk menyelidiki kasus penyusupan 5 orang pencuri ke kantor Partai Demokrat di
kompleks perhotelan Watergate. Kasus yang tampaknya hanya merupakan kasus
pencurian biasa tersebut ternyata memiliki rahasia besar yang melibatkan konspirasi di
bidang pemerintahan seperti yang diinformasikan oleh Deep Throat, seorang sumber
anonim yang kelak dikenal sebagai pemberi informasi mengenai skandal tersebut.
Bersama Carl Bernstein (Dustin Hoffman), Woodward ditugaskan untuk
meliput berita Watergate. Eksekutif Editor Ben Bradlee (Jason Robards) yakin bahwa
pekerjaan mereka tidak lengkap dengan fakta dan tidak layak ditampilkan di halaman
depan Washington Post. Mereka harus mencari informasi lebih dengan fakta yang
jelas.
Woodward memiliki seorang sumber anonim yaitu "Deep Throat" (Hal
Holbrook),seorang pejabat senior pemerintah yang telah ia gunakan sebelumnya di
masa lalu. Berkomunikasi melalui salinan The New York Times dan pot bunga
balkon, mereka bertemu di sebuah garasi parkir di tengah malam. Deep Throat
berbicara dengan teka-teki dan metafora tentang Watergate break-in, tetapi Woodward
bingung dengan semua metaforanya. Ia pun menyarankan Woodward untuk "follow
the money" atau ikuti uangnya.
Selama beberapa minggu berikutnya, Woodward dan Bernstein menghubungi
lima pencuri di kantor Partai Demokrat, namun sambungannya dialihkan kepada
Komite Pemilihan Kembali Nixon. Bradlee dan lain-lain di Washington Post tidak
menyukai ketergantungan dua wartawan muda tersebut pada sumber-sumber yang
tidak disebutkan namanya seperti Deep Throat, dan bertanya-tanya mengapa
pemerintahan Presiden Nixon akan melanggar hukum ketika Presiden memiliki
kemungkinan untuk mengalahkan calon Demokrat George McGovern. Bob kemudian
mencari data dengan metode penelitian jurnalistik untuk mencari tahu fakta yang
sebenarnya. Penyelidikan inilah yang pada akhirnya membawa keduanya berhasil
mengungkapkan berbagai macam data dan saksi yang mengarah pada fakta
sebenarnya dari Skandal Watergate.
Film “All the President’s Men” sendiri dapat disebut sebagai kebalikan dari
kebanyakan film – film detektif atau jurnalis lainnya. Teradaptasi dari kejadian nyata
pada 1972 sampai 1974 yaitu “Skandal Watergate”, film ini dapat dibilang sebagai
salah satu film terbaik sepanjang masa, menurut kami.
“All the President’s Men” menghadirkan suasana yang intense, membuat
penonton merasakan kekhawatiran yang sama dengan si duo jurnalis tersebut. Karena
plot atau cerita yang sudah teradaptasi, skenario penulis sangat memengaruhi jalan
cerita film ini. Sang penulis skenario, William Goldman melakukan tugasnya dengan
sangat baik. Skenario yang ditulis William dapat menceritakan skandal ini dengan
sangat detail tanpa mengorbankan esensi keindahan dari film ini sendiri.
Pengambilan gambar disini hampir tidak ada yang sia – sia, semua terkesan pas
dan mampu menggambarkan bagaimana kehidupan jurnalis di tahun 70-an dengan
baik. Suasana kantor jurnalis, pertemuan dengan sumber anonim hingga pengumpulan
data investigasi mampu diambil dengan ciamik.
Akting – akting para pemeran film ini dapat diacungi jempol. Robert Redford
yang memerankan Bob Woodward, seorang jurnalis The Washington Post dapat
mengeksekusi mimik – mimik yang menggambarkan kecemasan seorang jurnalis.
Dustin Hoffman mampu menggambarkan sosok Carl Bernstein dengan sangat baik.
Awalnya dia santai, namun lambat laun ia juga mulai menunjukkan keobsesian dalam
menemukan fakta dibalik skandal ini.
Produksi film ini mungkin bisa dibilang cukup, karena dari ceritanya sendiri
memang perlu tempat yang serealistis mungkin. Nah, karena itulah produksi film tidak
perlu yang megah. Karena rentang dari kejadian sebenarnya dengan film ini hanya
beda 2 tahun, maka sangat mudah untuk membuat latar film ini.
Hampir tidak ada musik yang mengiringi film ini. Keputusan ini faktor utama
bagaimana film ini hati para penonton yakni film yang murni dengan dialog.
Walaupun minim gejolak baik secara audio maupun visual, film ini mampu bergerak
sendiri baik dengan dialognya, atau dengan suasananya yang sangat menegangkan
hati.
Kekurangan film ini hanya satu. Film ini perlu kita tonton setidaknya lebih dari
satu kali, karena tokohnya yang bervariasi. Beberapa bagian cerita dapat menimbulkan
kebingungan para penonton. Ini dikarenakan kompleksnya plot yang disajikan sang
sutradara.
Film ini sepertinya lebih cocok dengan kalangan para cinephile atau penikmat
film. Karena untuk penonton biasa, mungkin ini bisa dibilang film yang sedikit
membosankan bagi mereka.

Anda mungkin juga menyukai