Perubahan besar di wilayah media massa terjadi ketika internet mulai dikenal oleh
masyarakat. Beberapa tahun silam ketika jaringan internet masih belum merambah luas ke
dalam masyarakat, 0rang-orang menjalin relasi dengan memanfaatkan media seperti telepon
dan surat. Tentu bagi mereka yang menjalin relasi dalam jarak jauh, hal ini cukup merepotkan
karena tidak dapat dipungkiri bahwa jarak merupakan salah satu kendala untuk mengadakan
pertemuan dalam membina hubungan. Seiring dengan perkembangan teknologi, hal-hal
semacam itu semakin dapat teratasi dengan baik. Sebut saja salah satu hasil dari
perkembangan teknologi adalah Internet. Melalui jaringan Internet, seseorang dapat lebih
mudah dan cepat dalam melakukan aktivitas seperti mengirim pesan, mencari data,
mendapatkan informasi dan menjalin relasi, walaupun sedang dalam lokasi yang paling jauh
sekalipun. Begitupun dengan pola pencarian informasi, kehadiran internet mengubah hampir
seluruh peta media. Suratkabar yang tadinya menjadi primadona, sedikit demi sedikit mulai
hilang sinarnya. Bagi Surat Kabar, perkembangan teknologi informasi yang revolusioner
dengan hadirnya internet menjadi masa-masa tersulit dalam mempertahankan eksistensinya.
Sebelum kehadiran internet, suratkabar mampu menghadapi berbagai dampak kehadiran
teknologi terbaru. Sejak suratkabar komersil yang pertama terbit, Corantos, tahun 1620 pasca
penemuan teknik cetak berpindah (moveable type) Johannes Gutenberg tahun 1455,
(Straubharr dan LaRose, 2002: 109, Baran, 2012: 31), suratkabar adalah primadona yang
mengubah peradaban dunia. Suratkabar terus berjaya meskipun radio tahun 1906 telah
mengudara dan menyedot perhatian masyarakat. Ketika televisi hadir di ruang publik pada
tahun 1925 (Straubharr dan LaRose, 2002), sempat ada kekhawatiran, televisi akan
menghabisi suratkabar. Namun, kekhawatiran itu tidak terbukti. Suratkabar tetap tumbuh,
bahkan saling melengkapi dengan radio dan televisi karena adanya perbedaan karakter antara
ketiga media massa tersebut.
1
Kondisi menjadi sangat berbeda saat internet mulai digunakan. Dengan hadirnya
World Wide Web tahun 1991 (Straubharr dan LaRose, 2002) yang menggabungkan karakter
suratkabar, radio dan televisi dalam satu platform. Audiences bisa membaca teks, melihat
gambar, mendengar suara, serta melihat gambar dan suara. Suratkabar yang begitu kokoh,
mulai was-was, terhadap fenomena tersebut, karena terjadi penurunan jumlah pembaca yang
pada gilirannya berdampak pada penurunan oplah, dan berkurangnya pendapatan iklan.
Perlahan tetapi pasti, seiring dengan terjadinya krisis ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa,
suratkabar besar di sana, satu demi satu mendekati ajal kematian pada tahun 2009, hanya 18
tahun setelah internet digunakan secara massal di masyarakat. Suratkabar terbesar di Amerika
Serikat, The Seattle Post-Intelligencer, yang terbit sejak 1863 (dengan nama Seattle Gazette),
mulai tahun 2009 tutup karena merugi, dan berubah bentuk menjadi koran digital . Hal yang
sama terjadi di Inggris, suratkabar tertua di dunia yang sudah terbit selama 280 tahun di
London, (sejak 1734), Lloyd’s List, sejak tahun 2013 “menyerah”, dan beralih ke koran
digital juga karena terus merugi,
Sementara itu suratkabar The Chicago Tribune, sejak Februari 2009 bangkrut , dan koran
terkemuka di Amerika Serikat, The Washington Post, pada Agustus 2013 terpaksa dijual
pemiliknya karena pendapatannya terus turun . Begitu juga suratkabar The Philadelphia
Inquirer dinyatakan bangkut bersama suratkabar lainnya, The Star Tribune di Menneapolis
(kompas.com, 24 Februari 2009). Daftar suratkabar Amerika Serikat yang tutup dan beralih
ke media digital terus bertambah seperti The Rocky Mountain News, Kentucky Post,
Cincinati Post, Union City Register Tribune, South Idho Star, Halifax Daily News. Selain
suratkabar, majalah, juga mengalami nasib serupa seperti majalah Newsweek yang tidak lagi
memiliki versi cetak sebab sudah beralih ke versi digital (tempo.co, 19 Oktober 2012). Di
Indonesia, peristiwa tutupnya surat kabar “baru” dialami oleh harian Sinar Harapan yang
secara resmi menyatakan tutup sejak 1 Januari 2016 lalu. Kondisi memaksa organisasi surat
kabar untuk melakukkan perubahan dan adaptasi , agar dapat bertahan. Misalnya, seperti
yang dilakukan beberapa harian, seperti harian Kompas, Republika, Koran Tempo, dan
Bisnis Indonesia. Semua koran ini memiliki versi e-paper yang setiap saat dapat diakses para
pembacanya di tengah kesibukan mereka. Selain itu, dalam versi online dilakukan pengayaan
informasi berupa foto, video, atau grafis.
Perubahan format surat kabar, dari cetak ke versi e-paper mengubah juga struktur
organisasi media. Pada gambar di bawah ini , struktur organisasi redaksi seperti skema 1 dan
2 dianut oleh hampir semua suratkabar yang ada di Indonesia. Seorang pemimpin redaksi
2
membawahi redaktur pelaksana dan koordinator liputan. Jika redaktur pelaksana membawahi
sejumlah redaktur atau editor, maka koordinator liputan membawahi sejumlah reporter yang
bertugas ke lapangan untuk mencari berita. Jumlah redaktur pelaksana, redaktur, dan
kordinator liputan, serta reporter tergantung pada besar kecilnya perusahaan media massa.
Semakin besar suratkabar, semakin banyak jumlah anggota redaksinya. Ada kalanya seorang
pemimpin redaksi dibantu seorang wakil pemimpin redaksi. Demikian pula redaktur
pelaksana mungkin membawahi wakil redaktur pelaksana. Di redaktur pelaksan terdapat
beberapa redaktur yang membidangi beberapa rubrik. Setiap reporter menjalani tugas liputan
sesuai dengan keputusan rapat redaksi. Reporter bertugas mencari berita dan menuliskannya.
Ia menyerahkan hasil tulisan kepada redaktur atau koordinator liputan. Redaktur akan
menyunting tulisan tersebut. Redaktur menyetorkan semua berita kepada redaktur pelaksana
untuk dibaca ulang. Selain reporter ada pula fotografer yang bertugas mengambil foto.
Fotografer menyerahkan hasil fotonya kepada redaktur foto untuk diseleksi. Hasil foto pilihan
redaktur ini juga diserahkan kepada redaktur pelaksana untuk diperiksa ulang. Semua tulisan
dan foto yang telah diperiksa dikirimkan ke bagian praproduksi untuk dibuatkan lay-outnya.
Dengan kemajuan teknologi komputer, penataan letak suratkabar dapat dikerjakan dengan
komputer grafis. Hasilnya kemudian dikirimkan ke percetakan.
3
Kehadiran teknologi Internet mengubah semua pola kerja ini. Dengan Internet yang
menawarkan prinsip 3-M (multiplatform, multikanal, dan multimedia), maka pengelola media
cetak harus menyesuaikan diri agar dapat memberikan pelayanan yang lebih memuaskan
kepada pelanggan sekaligus memperluas pelanggan. Di Republika, sebagai gambaran, dalam
struktur organisasinya yang baru, Republika menempatkan redaktur pelaksana newsroom di
bawah pemimpin redaksi. Newsroom ini menghasilkan berbagaiproduk, seperti koran(cetak),
online (web), digital (aplikasi: ibadah, info mudik), e-commerce, danTV streaming. Setiap
reporter memiliki tugas utama mencari dan menulis berita. Mereka kemudian menyerahkan
pekerjaannya kepada editor. Editor mengolahnya menjadi tulisan yang sesuai dengan kanal
yang dipilih. Mulai dari cetak, online, digital, e-commerse, hingga TV streaming. Dalam
sehari repoter ditargetkan mendapat 4-5 berita atau 100 berita dalam sebulan. Ketika
suratkabar di Barat memasuki erago digital, ROL diluncurkan ulang (reload)padatahun 2003
sebagai media tersendiri yang isinya berbeda dari Republika cetak. Peluncuran e-paper ini
didorong oleh semakin majunya teknologi Internet dan munculnya konvergensi media.
(Mustika, 2014, p. 230). Tuntutan kecepatan dan ketepatan dalam menyajikan informasi
format e paper dan online, membutuhkan SDM yang memadai. Untuk itu, Republik—dalam
kasus Republika ONLINE (ROL)—menjadi one stop portal yang berbasis komunitas, seperti
rubric Internasional yang didukung oleh komunitas mahasiswa Indonesia yang tinggal di
Timur Tengah.
DIskusi
Teori struktural Fungsional pertama kali dikemukakan oleh Herbert Spencer. Teori
ini termasuk dalam teori konsensus. Teori konsensus memandang masyarakat sebagai suatu
struktur yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berhubungan, dipelihara oleh suatu
mekanisme keseimbangan (equilibrating mechanism). Teori Struktural Fungsional
(Fungsionalisme-strukturalisme) melakukan analisis dengan melihat masyarakatat sebagai
suatu “sistem” interaksi antar manusia dengan berbagai institusinya, yang segala sesuatunya
disepakati secara konsensus, termasuk dalam masalah nilai dan norma . Teori ini menekankan
pada harmoni, konsistensi, dan keseimbangan dalam masyarakat. (Syam, 2012, p. 27)
Fungsionalisme struktural mengkaji peran atau fungsi dari suatu struktur sosial atau
institusi sosial dan tipe perilaku tindakan sosial tertentu dalam sebuah masyarakat dan pola
hubungannya dengan elemen-elemen lainnya. Selain itu, teori ini juga mengkaji status, peran
dan proses kerja keseluruhan masyarakat. Masyarakat dianalogikan seperti organisme raksasa
4
yang terdiri dari banyak struktur, semuanya berfungsi secara bersama-sama untuk
memelihara keseluruhan sistem, sama halnya dengan kita yang hidup, paru-paru, ginjal, hati
dan organ lainnya berfungsi untuk memelihara tubuh.
Parson (Ritzer, 2014, p. 119) mengungkapkan beberapa hal yang berkaitan dengan
teori struktural fungsional ini
Coser dan Rosendberg dalam Syam (Syam, 2012, p. 30) menyatakan bahwa Struktur
menunjuk pada seperangkat unit-unit sosial yang relative stabil dan berpola atau suatu sistem
dengan pola-pola yang relatif abadi. Sementara Fungsi dibatasi sebagai “konsekuensi dari
setiap kegiatan sosial yang tertuju pada adaptasi penyesuaian suatu struktur tertentu dari
5
bagian-bagian komponennya”. Dalam Fungsionalisme struktural, istilah struktural dan
fungsional tidak selalu perlu dihubungkan, meski keduanya biasanya dihubungkan
Asumsi dasar teori fungsional struktural adalah bahwa setiap struktur dalam sistem
sosial, juga berlaku fungsional terhadap yang lainnya. Sebaliknya kalau tidak fungsional
maka maka struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya. Teori ini
cenderung melihat sumbangan satu system atau peristiwa terhadap sistem yang lain dan
karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau suatu sistem dalam
beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu system sosial. (Ritzer, 2014).
Perkembangan teori Struktural Fungsional ini dilanjukan oleh Talcott Parsons yang
melahirkan teori fungsional tentang perubahan. Dalam teorinya, Parsons menganalogikan
perubahan sosial pada masyarakat seperti halnya pertumbuhan pada mahkluk hidup.
Komponen utama pemikiran Parsons adalah adanya proses diferensiasi. Parsons berpendapat
bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan
strukturnya maupun berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas.
Ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan
yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan Parsons
termasuk dalam golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan.
Fungsional yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai sebuah sistem untuk terus
bertahan, kecenderungan masyarakat menciptakan konsensus (kesepakatan) antar anggotanya
dan kontribusi peran dan stastus yang dimainkan individu/institusi dalam keberlangsungan
sebuah masyarakat. Masyarakat dilihat sebagai sebuah sistem dimana seluruh struktur
sosialnya terintegrasi menjadi satu, masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda tapi
6
saling berkaitan dan menciptakan konsensus dan keteraturan sosial serta keseluruhan elemen
akan saling beradaptasi baik terhadap perubahan internal dan eksternal dari masyarakat.
7
dari seluruh pasokan isi media. Perubahan ini juga secara tidak langsung dirasakan oleh
masyarakat. Masyarakat yang awalnya tidak dilibatkan secara langsung dalam proses
produksi, dengan perubahan ini , kemudian menjadi bagian dari sistem media , yakni sebagai
pemasok informasi. Bahwa dalam sebuah sistem, perubahan sekecil apapun dalam sistem
tersebut akan mengubah pola kerja sistem tersebut.
1. Adaptation : fungsi yang dimiliki oleh sebuah sistem untuk menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dari sistem tersebut. Contoh konkritnya
adalah pada saat revolusi industri terjadi perubahan dalam pembuatan barang yang
sebelumnya menggunakan tenaga manusia diganti dengan penggunaan mesin uap, sehingga
dapat lebih efektif dan efisien dalam produksi barang. Maka dari itu industri-industri yang
ada juga harus mengadaptasikan dirinya dengan penggunaan mesin uap untuk dapat bertahan
dalam persaingan atau tidak mereka akan ketinggalan dan tidak dapat bertahan menghadapi
industri lain yang menggunakan mesin uap tersebut.
2. Goal Attainment : fungsi yang dimiliki sebuah sistem untuk dapat mendefinisikan
dan mencapai tujuannya. Misalnya pada suatu kelompok penelitian yang dibentuk pada suatu
mata kuliah. Bila dalam kelompok tersebut tidak dapat menentukan tujuannya maka
kelompok tersebut tidak akan dapat menjalankan fungsinya.
3. Integration : fungsi yang dimiliki oleh sistem dalam rangka mengatur hubungan
bagian-bagian dalam komponen sistem tersebut dan aktor-aktor didalamnya. Fungsi ini juga
berperan dalam mengelola hubungan ketiga fungsi lainnya dalam skema AGIL.
8
Fungsi-fungsi yang disampaikan oleh Parson tersebut, secara tidak langsung telah
dijalankan dengan beralihnya suratkabar dari bentuk fisik cetak di masa lalu menjadi koran
digital dan hal tersebut dapat terlihat dari :
(1) Meningkatkan keuntungan dari pengurangan biaya produksi. Koran digital tidak
memerlukan kertas untuk mencetak konten suratkabar sehingga biaya produksi
berkurang karena biaya pembelian kertas menjadi nol. Selama ini, biaya pembelian
kertas merupakan komponen utama produksi yang menyedot biaya besar terlebih lagi
kertas masih diimpor. Dengan tidak adanya biaya pembelian kertas, maka perusahaan
diharapkan mencapai keuntungan yang signifikan. Selain itu, dengan tidak
menggunakan kertas, perusahaan media secara tidak langsung ikut menyelematkan
lingkungan sebab ikut berkontribusi dalam mengurangi penebangan pohon-pohon
yang jadi bahan baku kertas.
(2) Tidak memerlukan mesin cetak/percetakan. Koran digital tidak lagi memerlukan
mesin cetak, sehingga perusahaan suratkabar dapat menghemat biaya pencetakan
yang selama ini membebani keuangan perusahaan. Bagi perusahaan media massa
yang sudah terlanjur memiliki percetakan, maka percetakan miliknya tersebut bisa
dialihkan untuk mencetak berbagai barang cetakan di luar suratkabar atau dijual untuk
menambah chas-flow perusahaan.
(3) Biaya distribusi tidak ada. Koran digital tidak memerlukan distribusi sebagaimana
suratkabar konvensional yang harus mendistribusikan koran berbagai kota yang
memerlukan biaya tinggi. Selama ini, biaya ditribusi menjadi salah satu komponen
yang juga memberatkan keuangan perusahaan, terlebih bagi suratkabar berskala
nasional sebab harus mendistribusikan koran ke kota-kota besar dengan transportasi
darat, laut, dan udara. Pengalaman mendistribusikan barang cetakan yang sudah lama
terbina tersebut selanjutnya dapat dialihfungsikan dengan membuat anak perusahaan
yang bergerak di bidang ekspedisi pengiriman barang cetakan dan noncetakan.
(4) Meningkatkan jumlah pembaca. Dengan koran digital, jumlah pembaca suratkabar
dapat ditingkatkan melampaui jumlah oplah suratkabar konvensional. Sampai tahun
2013, jumlah oplah suratkabar di Indonesia adalah sekitar 9.500.000 orang yang
dihasilkan dari 394 suratkabar harian yang terbit di seluruh Indonesia (SPS, 2013).
Dengan asumsi satu koran rata-rata dibaca tiga orang pembaca, maka jumlah manusia
yang membaca koran di Indonesia tidak sampai 30.000.000 orang. Dengan pengguna
internet di Indonesia yang mencapai 82 juta orang, maka potensi untuk menjaring
9
pembaca suraktabar digital, jauh lebih banyak dibanding dengan potensi pembaca
koran konvensional.
(5) Kendala yang dihadapi. Sejauh ini masih ada sejumlah kendala yang ditemui
perusahaan pers dalam mengoperasikan media digital, antara lain masih terbatasnya
infrastruktur telekomunikasi di berbagai daerah, selain masih lambannya koneksi
internet. Kondisi itu membuat suratkabar digital hanya bisa di akses di kota-kota besar
sedangkan di kota-kota kecil maupun daerah terpencil koran digital tidak dapat
diakses dengan baik.
Daftar Pustaka
Baran, Stanley J. (2012). Pengantar Komunikasi Massa: Melek Media dan Budaya
McQuail, D. (2012). Teori Komunikasi Massa McQuail Edisi 6 Buku 1. Jakarta: Salemba
Humanika.
Syam, P. N. (2012). Sosiologi Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media.
Straubhaar, Joseph dan Robert LaRose. (2002). Media Now: Communication Media in the
Vivian, John. 2008. TeoriKomunikasi Massa (ed. Terjemahan). Jakarta: Prenada Media
Grup.
Internet
10
Koran Tempo.co. (2012). Newsweek Tutup Edisi Cetak Akhir Tahun Ini. Diakses 5 Mei
2016, dari http://koran.tempo.co/konten/2012/10/19/289434/Newsweek-Tutup-Edisi- Cetak-
Akhir-Tahun-ini.
Vivanews.com. (2009). Satu Lagi Koran di AS Segera Tutup Usia. Diakses 5 Mei 2016, dari
http://dunia.news.viva.co.id/news/reda/41186.
Vivanews.com. (2011). Mayoritas Netter Indonesia Akses via Ponsel. Diakses 5 Mei 2016 ,
dari http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/212654-mayoritas-netter-indonesiaakses- via-
ponsel.
11