Anda di halaman 1dari 2

Menakar Strategi PR Nestle dan Tesco untuk Redam Kasus Daging Kuda

Skandal daging kuda menyisakan agenda komunikasi krisis. Nestle mengumumkan telah menarik produk makanannya yang tercemar daging kuda di sejumlah negara Eropa termasuk Asia. Namun menarik semua produk hanyalah sebuah langkah kecil. Persoalan sesungguhnya adalah bagaimana Nestle menjelaskan kenapa kasus bisa terjadi. Selanjutnya, perlu komitmen dari Nestle agar tidak terulang kasus serupa. Iklan permintaan maaf Tesco Terhadap tuntutan tersebut, seorang juru bicara Nestle mengatakan, hasil tes menunjukkan ada jejak DNA kuda dalam produk tersebut. Tingkat DNA kuda yang ditemukan sangat rendah, tetapi di atas 1 persen sehingga produk yang tercemar harus ditarik. Sepekan sebelumnya Nestle mengklaim produknya tidak mengandung daging kuda. Berdasarkan hasil tes dan ternyata diketahui ada jejak DNA kuda dalam produknya, akhirnya perusahaan memutuskan untuk menarik kembali produknya dari pasaran. Perusahaan berbasis di Swiss ini telah menghentikan pengiriman produk yang mengandung daging dari pemasok di Jerman. Koran lokal The Financial Times bahkan telah mengidentifikasi pemasok sebagai HJ Schypke. Mark Ritson dalam tulisannya di Marketing Week yang berjudul Nagging doubts over crisis management menyebutkan perlunya mengenali masalah, jujur, mengambil tindakan cepat dan tegas serta mempertahankan kepercayaan pelanggan adalah tindakan yang harus ditempuh dalam kasus ini. Ketika skandal daging kuda (horsemeat) pertama pecah, sebagian besar pemasar mengangkat bahu dan diasumsikan ini adalah masalah kecil. Ternyata asumsi tersebut keliru karena kasusnya semakin marak. Hal ini karena tidak pernah terpikirkan tentang respon terhadap krisis, ujarnya. Masalah PR yang paling penting bagi perusahaan adalah bahwa mereka tidak benar-benar memahami merek. Selama ini hanya berpedoman pada kasus yang ada selama dalam rentang waktu 30 tahun. Seperti diketahui, pada 1982, ketika tujuh orang meninggal akibat menelan pil sianida dimasukkan ke dalam botol Tylenol, tim manajemen di Johnson & Johnson (J&J). Langkah penting dari J&J adalah menarik 32 juta botol Tylenol di seluruh AS. Langkah ini sukses sehingga kasusnya tidak sampai berlarut-larut. Setelah mengumumkan penarikan semua produknya, tim J & J meneliti masalahnya dengan menggali informasi dari berbagai sumber. Tim akhirnya menemukan bahwa peristiwa akibat botol yang bersegel baru sehingga produk berbeda segel dapat kembali ke rak toko. Apa yang dialami J&J tentu saja berbeda dengan Nestle yang dihadapkan kasus daging kuda. Menurut Mark, tantangan yang sebenarnya dihadapi Nestle tidak mengikuti jalur generik teliti masalah tapi lebih dilihat sebagai brand. Semenara brand Nestle sendiri sudah tersebar global. Ada kasus lain yang menarik. Ketika Southwest Airlines mengeluarkan sutradara Kevin Smith dari salah satu penerbangan di tahun 2010, publik sempat melakukan protes. Tim maskapai kemudian melakukan penyelidikan dan akhirnya mengakui bahwa pihaknya benar telah megeluarkan Smith.

Maskapai tersebut mengajukan permintaan maaf dan menawarkan voucher $100 tapi ditolaknya. Akibat kejadian itu, image Southwest Airline jadi buruk. Padahal, sebelumnya Southwest Airline dianggap sebagai maskapai yang ramah kepada pelanggan. Bandingkan dengan Ryanair. Maskapai ini menolak menerapkan pajak gemuk pada penumpang berbobot besar dengan cara yang unik. Pelanggan tidak hanya ingin untuk pajak orang gemuk, tapi juga menyiksa mereka, ujar Kepala Eksekutif Michael OLeary. Saya tidak menyarankan Nestle mengikuti pendekatan Ryanair, tetapi harus mengikuti pendekatan PR generik, ungkap Mark. Memang, contoh-contoh dalam buku teks yang membahas tentang manajemen krisis yang efektif banyak. Akan tetapi, tak bayak yang bisa menerapkan. Salah satu penerapan yang mendapat pujian adalah yang dilakukan oleh Tesco ketika menanggapi kekhawatiran awal sekitar daging kuda di burger yang dijual di outletnya. Tsco menarik produknya. Ini secara langsung menunjukkan bahwa Tesco memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk menangani masalah ini. Seperti yang ada di buku teks, aran agar juru bicara perusahaan berbicara dengan media juga dilakukan Resco. Melalui media, mereka berkomunikasi dengan cepat menjelaskan posisi mereka kepada pelanggan. Itu dilakukan sebelum dibanjiri dengan pertanyaan dan opini orang lain yang mungkin malah merugikan. Tesco juga memasang iklan satu halaman penuh di surat kabar dengan mengatakan kami meminta maaf. Ini menunjukkan empatinya terhadap pelanggan. CEO Tesco Philip Clarke juga menggunakan blog-nya untuk berkomunikasi secara langsung dan cepat dengan pelanggan Tesco. Dalam posting itu ia mengatakan: Trust adalah sesuatu yang berat didapat, tetapi mudah hilang. Pelanggan kami percaya bahwa, jika terjadi kesalahan, Tesco akan pergi di atas dan melampaui apa yang diperlukan hanyalah untuk menjaga pelanggan dan melakukan hal yang benar, segera dan dengan sepenuh hati. Waitrose juga memahami nilai dari reputasi. Karena itu surat terbuka kepada pelanggan dari Direktur Pengelola Mark Price seakan mengulang pelajaran yang ditulis dalam buku teks. Pertama, yang dilakukan oleh Waitrose adalah melakukan komunikasi proaktif. Tanpa menunggu pertanyaan dari pelanggannya, Waitrose berinisiatuf mengeluarkan surat dan menunjukkan bahwa ia peduli. Bukan hanya itu, fakta bahwa surat itu berasal dari seorang Direktur Pengelola menunjukkan komitmen dan perhatian dari seorang senior eksekutif. Pesannya juga langsung. Email-email yang disampaikan oleh Price menguraikan fakta-fakta kejadian yang menimpa produk Waitrose. Mereka juga berbicara tentang tindakan segera yang mereka ambil termasuk pengembalian penuh atas pembayaran yang dilakukan oleh pelanggan tanpa ada pertanyaan menunjukkan profesionalisme dan tanggung jawab mereka. Perusahaan kemudian mengubah krisis menjadi peluang tidak hanya dengan menegaskan kembali komitmennya terhadap petani Inggris, tetapi juga mengumumkan peluncuran berbagai produk baru dari Waitrose yang menggunakan daging sapi dari Inggris. Ini adalah langkah bagus dan menunjukkan bahwa dengan pendekatan responsif dan sensitif, peluang dapat muncul dari krisis. Price juga membuka saluran khusus dan mengundang pelanggannya untuk menelepon bila memerlukan informasi atau tindakan dari manajemen. Tindakan yang dilakukan oleh baik Tesco dan Waitrose menunjukkan bahwa mereka benar-benar memahami nilai reputasi dan loyalitas pelanggan. Mereka tahu bahwa nilai-nilai yang mereka dukung di masa yang baik harus terlihat ketika mereka berhadapan dengan tantangan besar. Keduanya telah naik ke jenjang tantangan manajemen krisis dan keduanya tampaknya muncul dengan reputasi mereka yang tetap utuh sebagai hasil kerja mereka dalam melakukan komunikasi krisis.

Anda mungkin juga menyukai