Anda di halaman 1dari 8

Etika Netizen Indonesia dalam Menggunakan Media Sosial

Ariel Alvi Zahry

Fakultas Syari’ah
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Email: arielalvii@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan media sosial di era globalisasi
yang tidak menutup kemungkinan dapat diakses oleh semua kalangan baik dari anak usia dini
hingga orang tua. Media sosial atau social media adalah sebuah media daring yang digunakan
oleh para penggunanya agar mudah untuk berpartisipasi, berinteraksi, berbagi satu sama lain, dan
menciptakan isi blog, jejaring sosial, Wikipedia, forum dan dunia virtual tanpa dibatasi oleh
ruang dan waktu. Dengan tidak dibatasinya oleh ruang dan waktu tersebut, berakibat pada
kebebasan pengguna dalam mengaplikasikannya. Media sosial yang seharusnya memberikan
kemudahaan dan manfaat di masa sekarang, terkadang malah menjadikan sebagai pemicu
permasalahan. Sehingga, media sosial dalam penggunaanya perlu dikaji lebih lanjut agar tidak
disalah gunakan oleh para penggunanya.

Kata Kunci: Media Sosial, Netizen, Etika, Komunikasi, Hoax

Abstract
This study aims to determine the effectiveness of the use of social media in the era of
globalization which does not rule out the possibility that it can be accessed by all groups, from
early childhood to the elderly. Social media or social media is an online media that is used by
each other and its users can easily participate, interact, share, and create content for blogs,
social networks, Wikipedia, forums and the virtual world without being limited by space and
time. By not being limited by space and time, it results in the user's freedom to apply it. Social
media, which is supposed to provide convenience and benefits in the present, sometimes even
triggers problems. Thus, social media in its use needs to be studied further so that it is not
misused by its users.
Keywords: Social Media, Netizens, Ethics, Communication, Hoax

PENDAHULUAN
Sebagai Negara yang tergolong dengan tarif internet termurah di dunia, jumlah pengguna
internet di Indonesia sangat tinggi, mengingat jumlah pengguna ponsel pintar atau smartphone
sebanyak 167 juta orang atau 89% dari total peduduk di Indonesia.
Jika di tinjau berdasarkan usia, rata-rata pengguna ataupun pengakses media sosial di
Indonesia berkisar anatara usia 25-34 tahun. Akan tetapi, sejak kehadiran pandemi Covid-19
menyebabkan penurunan batas usia minimal pegguna media sosial di Indonesia. Hal ini tidak
lain merupakan akibat dari dilaksanakannya sekolah daring yang dimana para siswa dituntut
untuk cakap dalam menggunakan smartphone sebagai media untuk belajar termasuk anak usia 6
tahun sekalipun.
Selain efek dari sekolah daring, penyebab banyaknya pengakses media sosial di
Indonesia adalah harga smartphone yang ditawarkan sangatlah terjangkau sehingga hampir
semua penduduk di Indonesia dapat membelinya. Jika kita lihat, pengguna smartphone dan
pengakses sosial media sekarang ini sudah tidak lagi mengenal usia. Entah itu seorang anak kecil
atau bahkan lansia sekalipun. Fitur aplikasi yang ditawarkan menjadi daya tarik tersendiri,
Misalkan aplikasi tiktok.
TikTok merupakan sebuah jaringan sosial dan platform video yang dimana penggunanya dapat
membuat, mengedit, dan berbagi klip video pendek lengkap dengan filter dan disertai musik
sebagai pendukung. Tiktok sendiri diluncurkan pada awal September tahun 2016 oleh seorang
pengusaha bernama Zhang Yiming yang sekaligus pendiri dari sebuah perusahaan berbasis
teknologi yaitu ByteDance.
Aplikasi ini memberikan kebebasan para penggunanya untuk mengedit, mengupload,
serta mengakses video yang bahkan jangkaunnya sampai ke luar negeri. Dengan kebebasan ini,
ditambah pola pikir masyarakat Indonesia yang belum maju menjadikan Indonesia mendapatkan
predikat Negara dengan Netizen paling tidak sopan Se-Asia Tenggara.
Dalam bermedia sosial, kebanyakan masyarakat Indonesia tidak memikirkan kembali atas
apa yang akan dilakukan seperti berkomentar yang menggiring opini negative. Rendahnya
toleransi serta menghargai antar sesama juga menjadikan masyarakat Indonesia dicap sebagai
Netizen paling tidak sopan. Bagaimana tidak, ketika berkomentar di dalam postingan seseorang
di media sosial, netizen Indonesia sudah tidak memikirkan akibat yang akan ditimbulkan
nantinya.
Rendahnya tingkat literasi dan tingkat Pendidikan di Indonesia juga menyebabkan akan
hal ini. Lantas apa saja yang harus kita lakukan sebagai generasi penerus bangsa mengenai
fenomena ini dan bagaimana cara mengatasi serta bagaimana cara kita untuk mengembalikan
image baik Negara ini.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat “Deskriptif” yaitu metode penelitian yang digunakan untuk
memcahkan masalah yang disesusaikan dengan keadaan yang ada berdasarkan pokok
pembahasan pada saat ini. Dengan kata lain, metode yang digunakan adalah metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan Reflektif Kontekstual, yaitu teori menganalisis permasalahan yang
diteliti di dalam buku. Untuk memperoleh sebuah data, diperlukan metode penelitian
kepustakaan (Library Research), yaitu dengan Teknik membaca buku, majalah, dan mencari
referenshi karya ilmiah guna untuk menemukan dasar-dasar teoritis yang dapat mendukung data
penelitian.

Pembahasan
Pengertian Etika
Etika (Yunani Kuno: “ethikos”, berarti timbul dari kebiasaan) adalah hal mengenai
dimana dan bagaimana cabang utama dari filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang
menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Dengan arti lain, etika adalah aturan,
norma, kaidah, ataupun tata cara yang biasa digunakan sebagai pedoman atau asas suatu individu
dalam melakukan perbuatan dan tingkah laku. Menurut Aristoteles seorang ahli filsuf asal
Yunani, etika dibagi menjadi 2 pengertian, yakni Terminius Technicus dan Manner and Cutom.
Terminius Technicus merupakan etika sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari problema
tingkah laku atau perbuatan individu (manusia), sedangkan Manner and Cutom merupakan
pengkajian etika yang berkaitan dengan tata cara dan adat yang melekat dalam diri individu,
serta terkait dengan baik dan buruknya tingkah laku, perbuatan, ataupun perilaku individu
tersebut.
Ruang Lingkup Etika
Etika mencakup sebuah analisis dan penerapan konsep seperti benar atau salah, baik dan
buruk, serta tanggung jawab. Secara metodologis, tidak semua hal menilai perbuatan dapat
dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan
refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu dan tingkah laku manusia sebagai objeknya.
Etika harus diterapkan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Diantara penerapannya
adalah dalam bermedia sosial. Ruang lingkup media sosial tidak terbatas oleh ruang dan waktu,
Sehingga sangat diperlukannya sebuah etika dalam berkomunikasi. Etika berkomunikasi di
internet dikenal dengan sebutan Netiket. Nettiquette atau Netiket yang merupakan singkatan dari
“network etiquette” atau “internet etiquette” adalah etika dalam berkomunikasi melalui internet.
Netiket mempunyai fungsi yang sama dengan etika yang ada di dalam lingkungan sosial manusia
yang berkaitan dengan tata karma atau sopan santun yang harus diperhatikan dalam praktik
pergaulan.

Undang-Undang Yang Mengatur


Penerapan etika berinternet sangat diperlukan dalam praktiknya, dikarenakan untuk
mengatur perilaku dan perbuatan seseorang dalam beinternet. Bahkan etika berinternet di atur
dalam undang-undang, yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang terdiri atas beberapa bab di dalamnya dan
membahas segala hal terkait dengan informasi melalui elektronik. Salah satu bab yang ada di
dalam UU tersebut adalah Bab VII yang membahas tentang perbuatan yang dilarang dalam
penyebaran informasi dan transaksi elektronik, khususnya pasal 27 sampai dengan pasal 33.
Dengan demikian, aktivitas masyarakat pengguna sosial media perlu di tekankan untuk
mematuhi segala aturan yang dituangkan dalam UU ITE ini.

Pelanggaran UU ITE
Meskipun UU ITE sudah diterapkan di Indonesia, tidak menutup kemungkinan
bertambahnya pelaku pelanggaran etika berkomunikasi. Dalam kurun waktu beberapa tahun
terakhir, terdapat beberapa kasus yang dianggap melanggar etika berkomunikasi di dunia maya.
Seperti kasus pasangan gay di Thailand yang menerima komentar negatif dari netizen Indonesia
atas pernikahan mereka.
Hal itu bermula ketika salah satu pasangan gay Thailand mengunggah foto pernikahan
mereka di salah satu platform media sosial Facebook. Setelah foto mereka terunggah di platform
Facebook, tak disangka momen bahagia pernikahan mereka mendapat hujatan hingga ancaman
mati dari netizen Indonesia. Suriya Koedsang, salah satu mempelai, mengungkapkan bahwa
mayoritas warganet menyebut pernikahan mereka “dilarang oleh Tuhan” hingga menyebutkan
bahwa perbuatan seperti itu “bakal membuat dunia kiamat”.
Insiden ini ikut memancing reaksi keras warganet Thailand. Di Thailand sendiri,
pernikahan sesama jenis memang tidak diakui oleh hukum, tetapi di sana sudah banyak pasangan
gay ataupun pernikahan sesama jenis sudah sering menggelar upacara pernikahan tanpa
mengalami masalah.
Meskipun demikian, komentar negatif yang dilontarkan oleh netizen Indonesia telah
melewati batas. Pengamat media sosial media sekaligus pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik (Fisip) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Yohannes Widodo menyebutkan
bahwa pola bersosial media netizen Indonesia sebenarnya merupakan representasi dari sikap di
dunia nyata. Perilaku yang dimana tidak memperhatikan etika dan sopan santun di media sosial
sangat sesuai dengan keadaan nyata pada saat ini.
Disisi lain, pengamat budaya dan komunikasi digital Universitas Indonesia (UI), Firman
Kurniawan menyebut bahwa buruknya etika bermedia sosial netizen Indonesia disebabkan oleh
kelompok masyarakat yang menggunakan sosial media sebagai wadah untuk menyampaikan
pendapat yang tidak dapat disampaikan secara langsung pada dunia nyata. Selain itu, Pandemi
Covid-19 yang berdampak pada kondisi sosial ekonomi juga mempengaruhi kasus ini.
Media sosial tak hanya menjadi ruang untuk menyampaikan komunikasi atau pesan,
tetapi juga sebagai sarana penampungan frustasi yang tidak terwadahi. Sehingga, dalam
penggunaanya sering disalah gunakan oleh warganet. Netizen Indonesia menempati urutan
terbawah se-Asia Tenggara sebagai warganet paling tidak sopan di wilayah tersebut. Tingkat
kesopanan warganet Indonesia memburuk delapan poin ke angka 76, yang di mana semakin
tinggi angkanya, tingkat kesopanan semakin memburuk.
Hal tersebut tidak terlepas dari ulah warganet Indonesia dalam menggunakan media
sosial. Deskriminasi dan Intoleransi juga terdapat di dalamnya yang mana dapat merusak citra
bangsa. Tentu hal ini sangat tidak sesuai dengan penerapan netiket yang seharusnya berjalan
sesuai dengan prosedur. Penerapan netiket sangat penting untuk dijadikan acuan dalam
berinternet. Netiket terdiri atas pengetahuan mengenai hoax, ujaran kebencian, dan konten
negatif lainnya.

Panduan dalam Menggunakan Media Sosial


Ada beberapa point yang harus dijadikan panduan dalam ber media sosial, yang
diantaranya: (1) Menghormati antar sesama, (2) Mengikuti panduan standar Komunikasi di dunia
nyata, (3) menghargai waktu dan data dari orang lain.
Meskipun pemerintah telah membuat aturan dalam berkomunikasi di media sosial yang
berbentuk UU ITE, pada faktanya masih banyak kalangan yang melanggarnya. Tentu hal ini
menjadi pr untuk kita semua terutama pemerintah, bagaimana cara untuk memperbaiki citra
“Paling Tidak Sopan Netizen Indonesia”. Hal termudah yang dapat dilakukan adalah
memulainya dari diri sendiri untuk berkontribusi meningkatkan kesantunan dalam berinternet.
Yang selanjutnya, pemerintah harus lebih tanggap terhadap kasus-kasus seperti ini,
dengan cara membentuk tim khusus untuk pemantauan kebebasan dalam berinternet. Bukan
untuk tujuan melanggar privasi seseorang, melainkan demi kebaikan bersama terutama citra
negara. Kasus-kasus seperi ini jika dibiarkan akan berakibat kepada perpecahan dan permusuhan,
bahkan berpotensi kepada peperangan. Kemampuan literasi juga sangat dibutuhkan agar
terhindarnya berita palsu atau hoax yang dpaat menimbulkan suatu permasalahan.

KESIMPULAN
Sebagai negara yang dicap memiliki netizen paling tidak sopan se-Asia Tenggara,
Indonesia perlu menegaskan kembali etika berkomunikasi di internet sesuai dengan UU ITE
yang berlaku. Dalam berkomunikasi baik secara langsung ataupun melalui media sosial, etika
sangat diperlukan sebagai pedoman atas ketidak terbatasan ruang lingkup komunikasi. Dalam
bermedia sosial, seorang pengguna harus memperhatikan etika dan pedoman yang berlaku agar
tidak terjadinya permasalahan dan kasus-kasus yang dapat ditimbulkan atas perbuatan dari
kebebasan bermedia sosial. Dalam hal ini, perlunya kesadaran untuk membatasi diri dan
memikirkan secara matang sebelum bertindak. UU ITE yang telah di tetapkan oleh pemerintah
harus dijadikan acuan dalam bermedia sosial agar tidak menimbulkan suatu permasalahan.
Pemerintah juga seharusnya lebih waspada dengan mengambil langkah preventif untuk
mengawasi dan membatasi warganet dalam menggunakan media sosial yang tidak menutup
kemungkinan akan mencoreng citra dari bangsa sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.bbc.com/indonesia/majalah-47482884
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika
https://www.gramedia.com/best-seller/pengertian-etika/
Afriani, F. and Azmi, A. (2020) ‘Penerapan Etika Komunikasi di Media Sosial : Analisis Pada
Grup WhatsApps Mahasiswa PPKn Tahun Masuk 2016 Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Padang’, Journal of Civic Education, 3(3), pp. 331–338.

http://repository.untagsby.ac.id/9036/1/1461800033_Arif%20Nur%20Rochman_ETI_D_Tugas
%20ETS%20Lampiran.pdf

http://pustaka.ut.ac.id/pdfartikel/FIS10302.pdf  

 http://sofyana-life.blogspot.co.id/2011/06/uu-ite-dalam-mengatur-etika.html

https://www.kompas.com/global/read/2021/04/13/104655670/pasangan-gay-thailand-ini-
menikah-dapat-ancaman-mati-netizen-indonesia?page=all

https://www.suara.com/lifestyle/2021/04/13/213109/sempat-dihujat-netizen-indonesia-pasangan-
gay-thailand-akhirnya-buka-suara

https://www.industry.co.id/read/90680/cegah-hoax-penerapan-netiket-menjadi-penting-sebagai-
acuan-berinternet

Anda mungkin juga menyukai