Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH CYBER ETHICS 4.

0
Serving Humanity with Values

Disusun oleh :

Anggita Sarasati 210310180065


Azzahra Izaty F. R. 210310180046
Jemima Devina 210310180056
Nandyanatakanestri M. A. 210310180061
Raihani Farhatul Aisy Herman 210310180071
Ribka Marisi 210310180050

JURUSAN HUBUNGAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas akhir mata kuliah Etika Profesi
Humas mengenai Cyber Ethics 4.0 Serving Humanity with Values. Penulisan laporan ini
bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh desen pengampu mata kuliah Etika
Profesi Humas, Program Sutdi Hubungan Masyarakat, Fakultas Ilmu Komunikasi,
Universitas Padjadjaran.

Laporan ini ditulis dari hasil studi pustaka dan diskusi kelompok yang sudah
disepakati bersama. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Etika Profesi Humas atas bimbingan dan arahan dalam penulisan laporan ini, dan juga
kepada teman-teman yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya laporan ini.

Kami berharap, dengan membaca laporan ini dapat memberi manfaat, menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai Pelanggaran Etika di era 4.0. Laporan ini masih jauh
dari sempurna, maka kami selaku penyusun mengharapkan masukan dan saran dari pembaca
demi perbaikan yang lebih baik.

Jatinangor, November 2019


Hormat kami,

Penyusun
PART I
ETHICS IN THE CYBER SPACE AN OVERVIEW

BAB 1
CYBER SOCIETY : Core Values and Vistues

1.1 Definitions

Cyber adalah singkatan dari kata cybernetics yang memiliki definisi bahwa
virtual reality diciptkan teknologi komputer. Virtual reality, diciptakan oleh dunia
cyber, yang sebenernya juga dianggap sebagai realita, akan tetapi tidak berwujud
seperti realita fisik.
Cyber space atau ruang cyber adalah keseluruhan ruang global dari virtual
reality, realitas yang paralel dunia ke dunia fisik, dengan interaksi yang terhitung
dengan dunia fisik. Cyber society berarti semua aspek masyarakat modern yang
terhubung ke ruang cyber dan terpengaruhi. Hari ini, semua.
Cyber society atau komunitas maya adalah semua aspek komunitas online
yang terhubung dengan ruang cyber. Sekarang, semua sektor yang ada di seluruh
dunia terhubung dengan dunia maya. Walaupun kita sedang tidak memakai komputer
atau pun telfon genggam dikehidupan pribadi, ruang cyber tetap ada melalui staelit,
teknologi informasi, big data, dan masih banyak lagi.
Data sendiri adalah representasi dari sebuah informasi, fakta, konsep yang
dikumpulkan di suatu sistem yang disimpan di hardware.
Big data adalah kumpulan data yang bermemori besar sehingga tidak bisa
diproses secara manual. Big data diproses melalui teknologi digital.
Intelegensi artifisial adalah termasuk dalam bagian teknologi informasi,
kemampuan sistem komputer dalam memproduksi keceradasan dan perilaku
berdasarkan pemrosesan sejumlah big data.
Etika adalah petunjuk tentang benar dan salah, baik dan buruk, berdasarkan
norma, filosofi, dan pandangan masyarakat pada umumnya.
Etika Dunia Maya memberikan petunjuk tentang benar dan salah, baik dan
buruk, yang berkaitan dengan dunia maya. Hal ini berusaha mengadopsi nilai-nilai
yang sudah ada di masyarakat dan menggabungkan hal-hal baru yang ada berkaitan
dengan komunitas dunia maya
1.2 Specificities of the Cyberspace
Terdapat hal penting yang harus diperhatikan dalam Dunia Maya, antara lain:
- Waktu : Kapan saja bisa dibuka. Waktu dalam dunia ruang maya cepat dan
tidak terikat.
- Ruang : Ruang dunia maya tanpa batas.
- Ukuran : Dunia maya adalah produksi massal.
- Virtual : Bentuknya digital, tidak terdapat bentuk fisik.
- Anonim : Dunia maya dapat membuat kita memiliki banyak identitas.
- Uang : Dunia maya isinya sebagian tidak perlu diakses tanpa
mengeluarkan uang.
- Kekuasaan : Dunia maya lebih menjadi tempat yang demokratis, semua
orang berperan, dan saling terbuka

1.3 Dimensions of Cyber Ethics in Cyber Society

Etika dunia maya didalamnya terdapat banyak berbagai aspek. Etika dunia
maya sebagai etika lingkungan berkaitan dengan pengaruh teknologi kepada
lingkungan. Etika dunia maya yang berhubungan dengan politik biasanya akan
berkaitan dengan perubahan sistem politik, kebutuhan dan batasan peraturan dunia
maya dalam lingkup internasional maupun nasional. Apabila membahas tentang
ekonomi, ekita dunia yang berkaitan adalah dampak postif dan negatif dampak dunia
maya pada pertumbuhan ekonomi. Selebihnya juga dengan budaya dan agama.
Dengan hal ini, etika dunia maya harus memasukan semua aspek yang ada.
Karena dunia maya mempunyai terkaitan dengan perkembangan teknologi, politik,
ekonomi, dan lain-lainnya.

1.4 Fourth Industrial Revolution

Setiap revolusi teknologi mencakup peluang dan mengarah ke revolusi umum.


Revolusi industri pertama terjadi pada abad 19 yang membawa banyak keuntungan
dari mesin uapnya, rel kereta, dan pada revolusi ini juga adalah awal mulanya terdapat
listrik. Revolusi industri kedua terjadi pada awal abad 20 yang ditandai dengan
perakitan otomasi untuk mobil yang ditemukan oleh Henry Ford. Revolusi industri
keempat sedang terjadi pada masa ini, revolusi ini melibatkan cyber society, revolusi
digital, dan artificial intelligence. Revolusi yang terjadi sekarang membawa kita
kepada dua hal yaitu perkembangan teknologi yang cepat dan di waktu yang sama
membwa kita kepada perubahan sosial yang signifikan. Karena hal ini terjadi banyak
pihak yang sekarang juga turut memperhatikan efek yang dihasilkan untuk alam dan
manusia sendiri agar tidak berdampak negatif.

1.5 Users’ Motivations in Cyber-Space


Motivasi pengguna dalam menggunakan cyberspace baik negatif maupun positif
1. Mencari informasi tentang banyak hal
2. Mencari sarana hiburan berupa game dan lain sebagaikanya
3. Mencari keuntungan dalam bidang ekonomi
4. Menjadi tempat untuk balas dendam
5. Untuk afirmasi diri dan ego

1.6 Core Values and Virtues

Terdapat nilai sebagai orientasi untuk dalam bersikap di dunia maya. Nilai-
nilai yang ada di kehidupan nyata dan maya tidak jau berbeda.

Poin yang berjumlah 22 ini sangat berhubungan dengan satu sama lain.
Masalah besar dalam etika adalah upaya manusia dalam memaksimakkan satu nilai
dan mengaibaikan yang lainnya yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan.
1.7 Nilai-nilai Lama atau Pandangan Eskatologikal?
Perkembangan nilai etik dapat dilihat dari nilai-nilai lama yang telah
diterapkan. Sebagai umat manusia kita pasti memiliki kebutuhan pokok seperti
keamanan (perlindungan), komunitas, martabat, identitas dan juga kehidupan yang
sejahtera. Nilai-nilai ini telah ada sejak ribuan tahun lalu dan akan terus ada. Hal ini
berarti dalam era cyber-ethics 4.0 kita tidak menciptakan nilai-nilai baru, tetapi
mengimplementasikan nilai-nilai lama tersebut pada situasi terkini. Sehingga, dapat
dijelaskan bahwa perkembangan nilai-nilai etik sebagai umat manusia tidaklah statis
melainkan dinamis, yang dipengaruhi oleh interaksi antara manusia dengan mesin.
Pandangan lain daripada nilai-nilai lama adalah pandangan eskatologikal.
Eskatologikal adalah pola pikir dan tindakan yang didasarkan dari prediksi
(bayangan) tentang masa depan. Berbeda dengan cara pandang dari nilai lama (yaitu,
bagaimana nilai-nilai lama memengaruhi situasi sekarang ini), cara pandang
eskatologikal ini lebih menitik beratkan pada bayangan (gambaran) seperti apa yang
kita inginkan ke depannya. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah gambaran
mengenai kemanusiaan, dari cara pandang tersebut maka akan ditentukan bagaimana
etika yang berlaku dalam kehidupan manusia untuk mencapai gambaran (prediksi)
tersebut. Contoh dari etika berdasarkan cara pandang eskatologikal yang dapat kita
lihat sekarang ini adalah usaha pengimplementasian SDG’s .

1.8 Etika Siber Berdasarkan Norma, Hukum dan Hubungan


Apa hubungannya antara nilai-nilai etik dengan norma hukum? Nilai-nilai etik
dapat dibentuk dan/atau ditegakkan dengan norma hukum, asas ataupun berdasarkan
hubungan. Hal ini tergantung dari kecenderungan budaya yang berlaku. Jika manusia
tidak dapat mempertahankan nilai-nilai etik hanya dengan rasa tanggung jawab diri,
maka diperlukan norma hukum sebagai penegak nilai-nilai etik tersebut. Selain itu,
ada beberapa budaya yang lebih mengedepankan nilai etik berdasarkan hubungan
(perasaan) dibanding dengan norma hukum.
Dalam nilai etik terdapat hierarki norma yang terdiri dari 4 tingkatan.
Tingkat pertama (yang paling bawah) adalah fundamental premise, berlanjut
pada tingkat fundamental values, lalu di tingkat ketiga terdapat contextual
values dan pada tingkat teratas adalah discretionary decisions. Contoh dari
tingkatan teratas ini adalah SDG’s, pada tingkatan ini tahap implementasinya
lebih spesifik dan lebih kompleks seperti kode etik dari AI.

1.9 Sustainable Development Goals SDGs dari PBB

Kerangka kerja peraturan internasional dan berbasis nilai yang jelas untuk
ruang siber dan cyber-ethics adalah proyek Sustainable Development Goals SDGs
(2015-2030) yang dikeluarkan dan disetujui oleh PBB pada tahun 2015.
Semua yang berhubungan dengan aktivitas siber harus dipertimbangkan
berdasarkan SDGs. Berbagai perkembangan teknologi, seperti AI (kecerdasan buatan)
harus diciptakan untuk mencapai tujuan SDGs. SDGs sendiri merupakan proyek yang
berisikan 17 tujuan pembangunan berkelanjutan yang berdasarkan pada nilai-nilai etik
yang mendasar, seperti :
1. Menjamin kebutuhan pokok manusia seperti makanan, minuman,
kesehatan, dan pendidikan.
2. Kesetaraan antara seluruh umat manusia, termasuk kesetaraan gender
dan segala bentuk diskriminasi.
3. Keadilan dalam memberikan perlakuan dan akses yang sama (setara).
4. Kebebasan dalam bertindak dan memilih.
5. Penyertaan, semua orang dapat tergabung dalam sebuah komunitas.
6. Keberlanjutan dalam pengembangan lingkungan.
7. Kedamaian.

1.10 Kode Etik Kecerdasan Buatan: “AI for Good”


Topik hangat mengenai AI dan etika saat ini adalah realisasi dari cyber space
yang membantu tujuan SDGs, yaitu ICT4SDG. Pada tanggal 7-9 Juni 2018, ITU
(Agen PBB khusus untuk telekomunikasi dan penanganan isu-isu siber) mengadakan
konferensi internasional di Geneva dengan tema “AI for Good Global Summit: How
Artificial Intelligence can Boost Sustainable Development”. Dalam konferensi ini
ditekankan bahwa adalah hal penting untuk mendukung fungsi-fungsi positif dari
tekonologi yang ada, seperti AI untuk kesehatan, pendidikan, makanan, air,
kependudukan, kedamaian, dan sebagainya. Namun, dalam konferensi ini juga
ditekankan bahwa diperlukan pengembangan mengenai pembatasan, regulasi, dan
hukum untuk mencegah adanya penyalahgunaan teknologi, seperti cybercrime. Selain
daripada ITU, terdapat beberapa unit ataupun komisi yang dibangun untuk bergerak di
bidang siber khususnya pengembangan AI dengan tujuan membantu tercapainya
tujuan SDGs. Unit-unit tersebut muncul dari berbagai macam Negara seperti The
United Nations Global Pulse, EU Comission, The European AI Allience, dan yang
terkini adalah pengembangan AI yang dilakukan oleh Negara China.

1.11 Kapitalisme Siber: Cyber-Ethics sebagai Etika Bisnis


Dalam bisnis terdapat tiga faktor produksi utama, yaitu sumber daya alam,
modal, dan tenaga kerja. Namun, dalam ranah Cyber Society terdapat satu faktor
utama tambahan, yaitu data. Data yang dimaksudkan disini adalah data yang berskala
besar yang didapat dari jaringan internet, alat-alat analisis dan juga algoritma.
Teknologi cyber ini seringkali berhubungan dengan bidang ekonomi, karena
untuk pengembangan teknologi ini dibutuhkan investasi modal yang cukup tinggi dan
kerap kali investasi modal ini dimotori oleh perusahaan-perusahaan besar atau
beberapa institusi riset akademik. Pada saat ini dua Negara yang sedang bersaing ketat
dalam bisnis cyber ini adalah USA dan China.
Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa cyber-ethics ada era ini sudah menjadi
dasar dari berbagai macam kode etik, tidak hanya teknologi saja tetapi dapat meliputi
etika ekonomi, etika politik, bahkan etika militer.

1.12 Recommendation (Rekomendasi)


Artikel ini telah mengembangkan nilai-nilai dan kebajikan yang mendasar,
hubungan keduanya, hubungan dengan standar-standar, norma-norma dan dalil-dalil
hukum serta pengaplikasian pada Sustainable Development Goald (SDGs). Izinkan
kami merekomendasikan bidang kesuasaan yang terpilih sebagai kesimpulan.

Edukasi

1. Menerapkan nilai-nilai dan kebajikan yang ada pada etika pada sikap berdunia
maya: kebebasan, tidak kekerasan dalam berkomunikasi, keadilan, kesetaraan,
keberlanjutan, kepedulian dan kebaikan seperti hormat, kejujuran,
transparansi, integritas, dan sebagainya.
2. Memperluas edukasi dalam bermedia dari kemampuan teknis hingga edukasi
mengenai nilai dan kebajikan dalam bermedia, dan edukasi yang berstandar
tinggi.
3. Menguatkan rasa tanggung jawab para pengguna dunia maya, dari komunikasi
melalui ponsel hingga melalui media sosial, internet secara umum hingga
berinteraksi dengan mesin otomatis. Pakar dan filsuf cyber Jerman Ingo
Radermacher merumuskan dua belas aturan perangsang (maksim) bagaimana
menghadapi dunia digital:
1. Menjadi pengguna yang tekun dan terpelajar
2. Menjadi paruh waktu ilmuwan komputer
3. Belajar, bagaimana cara belajar
4. Menyederhanakan
5. Berbahasa dengan serius
6. Mengembangkan kekuatan untuk mengalahkan kelemahan
7. Berwenang dan berkompetensi dalam isu keamanan
8. Mencari keseimbangan antara ketangkasan dan stabilitas
9. Membedakan inovasi-inovasi
10. Kepemimpinan berarti “Herding cats” atau “menggiring kucing”
11. Perdalam pemahaman dalam kemanusiaan dan dunia
12. Berikutserta didalamnya.

Regulasi

1. Menyetujui secara internasional dalam struktur pemerintahan untuk teknologi


dunia yang berhubungan dengan dunia maya, terutama pemerintahan yang
bergerak pada bidang Artificial Intelligence (AI) dan Financial Techologies
(fintech). Meskipun dengan trend perlindungan dan keraguan mengenai
multilateralisme terkini, peraturan pemerintahan secara global sangat
dibutuhkan yang mana tidak mengenal batasan tapi tetap saja peraturan
tersebut sangat dibutuhkan.
2. Formalisasi komisi etika sebagai badan regulasi dunia maya nasional maupun
internasional.
3. Melengkapi para polisi dan para pengadilan dengan pelatihan yang cukup dan
spesifik dalam kejahatan dan keamanan dunia maya, terutama pada negara-
negara maju.

Politik

1. Menjamin Hak Asasi Manusia pada dunia maya seperti kebebasan dalam
berekspresi, dalam menata relasi, keamanan, keluasan pribadi, kebebasan
dalam beragama, dan sebagainya
2. Membersihkan polisi dan peradilan dari pelaku-pelaku yang melakukan
korupsi yang kemudian akan melemahkan efektifitas dalam mengukur dan
memantau kejahatan pada dunia maya
3. Melawan kekerasan dalam keamanan dunia maya dan kebijakan antikorupsi
sebagai pembenaran dalam kewenangan mengontrol masyarakat dan
melanggar hak asasi manusia
4. Agen intelejen yang mengontrol aktivitas pada keamanan dunia maya, oleh
parlemen dan pemerintah, kode dan etika-etika para agen intelejen.

Ekonomi

1. Menentukan harga: apa saja model pada masa depan yang didorong oleh nilai
pembiayaan? akses terbuka, secara gratis? milik negara dan didukung? dibiayai
iklan? dibiayai klien? didukung filantropi? campuran dari mana semua ini?
2. Riset pembiayaan: inovasi pada teknologi butuh sumber modal yang disediakan
oleh perusahaan swasta. Hal itu pun harus diseimbangi dengan riset
keterbukaan secara publik dan juga riset standar etika untuk segi pribadi dan
juga publik.
3. Ekonomi pada dunia maya didominasikan oleh cyber-raksasa di Amerika
Serikan dan Cina dengan perusahaan dan hubungan.
BAB II
CYBER LAW AND CYBER ETHICS:
HOW THE TWINS NEED EACH OTHER
(Hukum dan Etika Bermedia Sosial: Bagaimana Keduanya Memerlukan Satu
sama Lain)

2.1 Peran Penting Hukum Bermediasosial


Seperti yang sudah diprediksi dari beberapa tahun yang lalu, bahwa pada
tahun 2020 angka pengguna kata kunci oleh manusia dan mesin di seluruh dunia akan
mencapai 300 milyar. Peningkatan yang signifikan dan kedatangan dalam dunia maya
sudah secara langsung membawa angka yang besar pada hukum, kebijakan, dan
regulasi yang kompleks perihal isu dunia maya. Hal itu menjadi alasan mengapa
hukum dan peraturan pada dunia maya telah berkembang secara luas pada 2 dekade
belakangan ini.
Hukum pada dunia maya yang pertama adalah hukum cyber yang ada di State
of Utah, Amerika Serikat. Setelah itu, berlangsung perjalanan yang cukup panjang
ketika negara-negara lain muncul dengan hukum nasional yang berbeda-beda. Setiap
negara bukan hanya memiliki kebijakan yang berbeda namun juga kerangka hukum
yang luas mengenai kejahatan dunia maya pada pemerintah, keamanan data,
kebebasan pribadi, dan lainnya.

2.2 Signifikansi dalam Etika Dunia Maya


Tidak heran apabila pada seluruh perkembangan ekosistem dunia maya, etika
cyber menjadi hal yang penting dan signifikan. Faktanya, internet mulai menjadi
hutan tak berhukum dan bebas, dan banyak masyarakat yang percaya bahwa internet
merupakan tempat yang bebas dari hukum. Namun, setelah berjalannya waktu, hukum
pada dunia maya dan internet sudah berkembang serta mengubah perspektif lama.
Internet kini merupakan wadah dan tempat orang-orang berkumpul, maka dari itu
penting untuk mengapresiasi prinsip etika, dimana seluruh manusia yang berkegiatan
dalam internet harus disetarakan dalam pengaplikasian hukum-hukum tersebut.
Etika cyber sendiri merupakan aturan baru yang berkembang dengan melihat
berbagai aspek etika dan dampak pada perlakuan, perbuatan dan hal-hal lain yang
dilakukan di dunia maya. Etika dunia maya merupakan cabang yang mengaplikasikan
etika yang menunjukan moral, hukum, dan isu sosial pada hubungannya dengan
komputer atau teknolohi informasi dan komunikasi. Bidang ini terkadang disebut
dengan etika Internet, etika komputer, etika informasi. Menurut beberapa orang, etika
dunia maya dapat didefinisikan sebagai menggunakan etika perlakuan serta sadar
akan hak asasi dan tanggung jawab yang pantas dan berhubungan dengan lingkungan
online dan media digital.
Tidak heran apabila etika ini telah di dinyatakan sebagai cara menggunakan
moral dan etika pribadi sembari menggunakan komputer untuk tujuan yang berbeda-
beda. Hal itu berisi dari semua peraturan yang akan diaplikasikan agar tidak
menyalahgunakan informasi atau data yang bukan milik kita pribadi atau milik orang
lain. Ketika dilihat dari definisi yang berbeda-beda, sangat jelas bahwa ahli yang
berbeda mencari penjelasan dengan Bahasa dan cara mereka masing-masing, salah
satu darinya menjelaskan bahwa pemegang wewenang yang berbeda telah
menggambarkan serta menguraikan aspek dan fitur yang berbeda pada etika dunia
maya.
Setelah memeriksa fitur-fitur dari etika dunia maya, sangat terlihat bahwa
etika dunia maya memiliki hubungan langsung dengan hukum dunia maya. Etika
memberikan dasar etika yang mencerminkan standar etika pada peradaban manusia,
sementara hukum dan perundang-undangan yang disahkan pada berbagai negara
memberikan sanksi, validitas, dan keberlakuan terhadap berbagai prinsip terkait
perilaku etis di dunia maya.

2.3 Kejahatan Dunia Maya Merupakan Pelanggaran Etika dan Hukum


Perkembangan peran pada etika dunia maya kini menjadi lebih signifikan,
terutama dikarenakan bertambahnya kriminal atau kejahatan yang ada pada dunia
maya. Kebutuhan untuk menggabungkan dan menghubungkan etika dan hukum
dalam mengatur kegiatan dunia maya tidak dapat terlalu ditekankan. Ini sangat
penting untuk mengekang ancaman kejahatan dunia maya yang telah merambah ke
dalam masyarakat. Teknologi informasi telah menjadikan dunia sebagai desa global
dan telah meningkatkan setiap bidang dan sektor masyarakat seperti sektor ekonomi,
perdagangan, sosial dan pendidikan.
Ada kebutuhan khusus untuk etika dunia maya untuk diperkuat oleh Hukum
dunia maya. Berbagai Hukum Cyber di berbagai belahan dunia telah berusaha untuk
menegaskan kembali dan memperkuat prinsip-prinsip etika mengenai perilaku etis di
dunia maya. Ketika seseorang melihat meningkatnya jumlah Hukum dunia maya di
dunia termasuk hukum keamanan dunia maya, semakin jelas bahwa kerangka hukum
tersebut menggabungkan prinsip dan standar etika dunia maya, misalkan tindakan
tidak meretas sistem komputer adalah prinsip etis.
Dewasa ini, terjadi peningkatan fokus masyarakat pada keamanan dan
pemeliharaan kebebasan dan data pribadi telah mengedepankan kebutuhan untuk
secara efektif mengodifikasi pertimbangan etis yang berkaitan dengan perlindungan
privasi. Lebih lanjut, Hukum dunia maya telah menetapkan bahwa seseorang, yang
tidak mengikuti prinsip-prinsip etis sosial dan perilaku yang diharapkan mengenai
kegiatan di dunia maya, akan dimintai konsekuensi hukumDemikian pula, menjaga
privasi pengguna lain merupakan etika untuk menghormati data pribadi orang
tersebut.

2.4 Edukasi Mengenai Etika Mempunyai Dampak yang Baik


Pertama-tama, penting untuk dicatat bahwa pengetahuan dan pendidikan
tentang etika dunia maya memiliki dampak langsung pada perilaku manusia. Kini,
terdapat teknologi baru yang menjanjikan untuk sepenuhnya memengaruhi cara
bagaimana seseorang beraktivitas dan upaya manusia akan berkembang seiring
berjalannya waktu. Ini termasuk teknologi yang muncul seperti Artificial Intelligence
(AI), Internet of Things dan Blockchain, teknologi-tekonologi ini secara langsung
membawa tantangan baru tentang persimpangan antara Hukum dan etika dunia maya
yang perlu ditangani secara tepat oleh kerangka kerja dan tindakan legislasi dan
hukum yang memadai di masa mendatang.
Etika adalah upaya yang berkelanjutan dan dinamis. Ketika teknologi baru
muncul, ada kekhawatiran untuk melakukan semua etika terlebih dahulu. Atau, seperti
yang terkadang disarankan, lakukan penundaan pengembangan teknologi sampai
ketika etika tercapai. Tidak heran, telah ditunjukkan bahwa ethics and AI
berhubungan dan terkait pada beberapa level, termasuk yang berikut ini:

1. Etika oleh model;


2. Etika di model;
3. Etika untuk model.
2.5 Perlunya Regulasi Dunia Maya/Sosial Media Berdasarkan Etika Dunia Maya
Seiring dengan berkembangnya zaman tentunya diiringi dengan
perkembangan pada teknologi. Salah satuya ialah dunia maya yang menjadi dampak
itu sendiri. Pada masa ini dapat dikatakan bahwa merupakan suatu masa dan
perkembangan yang sangat menarik dalam kehidupan. Dengan adanya dunia maya
tentunya memudahkan setiap orang dalam berinteraksi, mendapatkan informasi,
menambah pengetahuan dan wawasan, saling menjalin hubungan dan masih banyak
hal lainnya. Seiring dengan begitu banyknya hal positif yang dihasilkan oleh dunia
maya tentunya juga diikuti dengan dampak negartif yang juga dapat ditimbulkan dari
efek dunia maya itu sendiri. Oleh sebab itu, tentunya diperlukan sebuah kebijakan
public yang harus di tetapkan oleh pemerintah disetiap negara. Kebijakan itu
mengatur setiap orang, profesi, organisasi dan segala hal yang berhubungan dengan
penggunaan dunia maya tersebut. Sehingga, dengan adanya kebijakan atau regulasi
yang ditetapkan segala informasi global dapat dicakup dengan cara yang baik, sesuai
dan benar.
Hukum dunia maya yang ditetapkan tersebut juga perlu diiringi dengan etika.
Dapat diketahui bahwa etika merupakan sebuah norma atau aturan yang menjadi
dasar atau pedoman dalam berprilaku pada kehidupan. Etika mampu memberikan
batasan agar tidak terjadinya sebuah perilaku negative. Dapat diketahui bahwa dunia
maya merupakan sebuah wadah atau alat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam
ruang likup yang sangat besar, oleh karena hal tersebut tentunya diperlukan etika
dalam menjaga agar komunikasi yang terjadi tidak menybabkan hal buruk seperti
cyberbullying dan lainnya.
Sehingga dalam membuat regulasi diperlukan etika yang menjadi aturan dan
norma utama pedoman berprilaku. Dengan demikian kedua hal tersebut merupakan
sebuah hal yang memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Menurutt penelitian yang
dilakukan hukum dan etika dunia maya memiliki 65 kecocokan dan 77 hal berkaitan
dengan penerapannya. Etika dunia maya memberi dasar bagi prinsip-prinsip dalam
dunia maya, kemudia memberikan perlindungan bagi setiap data yang dapat diakses
dalam dunia maya serta upaya manusia dalam kehidupan dunia maya. Etika dunia
maya sangat berperan dalam suatu disiplin ilmu seiring berkembangnya substansi.
Hukum dunia maya dan etika juga merupakan sebuah bentuk tanggung jawab,
validitas , hal yang menunjukan penegakan hukum serta sebagai landasan dari setiap
sanksi dari pelanggaran juga kejahatan yang dilakukan dalam dunia maya
2.6 Waktu yang Sangat Berbahaya
Perkembangan dunia maya yang terus meningkatkan menimbulkan
terbuntuknya kejahatan dunia maya yang terus mengalami peningkatan juga, yang
tentunya dapat kita lihat dari angka-angka yang telah diproyeksikan. Dengan adanya
hal tersebut dapat menggambarkan kehidupan dalam dunia maya yang semakin
berbahaya. Diprediksi pada tahun 2020 angka kejahatan pada dunia maya akan
meningkat 4 kali lipat dari masa ini yang berarti lebih buruk dari keadaan saat ini.
Dihitung bahwa terdapat 668 cabang pelanggaran yang dikompromikan, 22.408.258
rekor pada 1 Januari dan 2 July 2018 menurut Laporan Pusat Sumber aaaaadaya
Pencurian Identitas. Selanjutnya, telah ditunjukkan bahwa biaya total dari
pelanggaran mencapai 3,86 juta dollar, rata-rata kemungkinan pelanggaran global
dalam 2 tahun kedepan yaitu sebesar 27,9% dan pengurangan biaya pelanggaran rata-
rata pelanggaran untuk organisasi yang menggunakan keamanan otomatis adalah 1,55
juta dollar menurut Laporan Ponemon 2018.
Dalam paradigm yang terus berkembang ini, kegiatan dalam dunia maya perlu
diperketat lebih lagi dngan melakukan penyebaran informasi tetntag standarisasi
pelikau etis berkaitan dengan perilaku yang dilakukan dalam dunia maya. Dalam hal
ini Hukum Dunia Maya sangat dibutuhkan dan berfungsi sangat besar.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hokum dan etika merupakan sebuah hal yang
diperlukan dalam mendasri setisp perilaku yang dilakukan dalam dunia maya. Hukum
dan etika dumia maya sangat menarik dalam potensi jurispensi di masa yang akan
mendatang. Dengan bergantunganya setiap negara pada prinsip-prinsip hukum dan
etika dalam dunia maya akan membentuk sebuah ruang siber yang aman dan lebih
aman.
BAB III
ETIKA DALAM PUBLIK INFORMASI

Dalam teks ini membahas mengenai etika informasi masyrakat dan


pengetahuan yang menyerukan keputusan dan tindakan yang berbasiskan dengan
nilai-nilai untuk mengembangkan informasi. Hal ini didasari pada tujuh nilai inti
yaitu : keadilan, kebebasan, kepedulian dan kasih saying. Nilai tersebut di contohkan
pada Sembilan topik inti masyarakat informasi yaitu prinsip, partisipasi, orang,
profesi, privasi, pembajakan, perlindungan, kekuasaan dan kebijakan. Dewan
Yayasan Globethics.net telah mengakui makalah inipada tanggal 5 Mei 2013 dan
mengundang semua orang dan juga lembaga yang tertarik dalam membahasanya.

PENGANTAR

10 Tahun setelah lebih dari 11.000 peserta bekumpul di Jenewa pada 2003
Sepuluh tahun setelah lebih dari 11.000 peserta berkumpul di Jenewa pada 2003
untuk sesi pembukaan KTT Dunia tentang Masyarakat Informasi (WSIS), pertemuan
UNESCO di Paris pada akhir Februari 2013 bertemu untuk mengetahui apa yang telah
dicapai sejak itu dan untuk menetapkan tantangan di masa depan. Rekomendasi dari
pertemuan peninjauan WSIS +10 pertama ini akan menjadi bahan pertimbangan lebih
lanjut PBB dan peninjauan Tujuan Pembangunan Milenium. WSIS - yang bertemu
dalam dua sesi di Jenewa (2003) dan Tunis (2005) - bertujuan untuk mempromosikan
akses ke informasi dan pengetahuan melalui teknologi komunikasi baru dan untuk
mengatasi kesenjangan digital global yang memisahkan belahan utara dari belahan
Selatan global. Gagasan untuk Globethics.net lahir selama WSIS pada tahun 2003
oleh Christoph Stückelberger, yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal
badan pengembangan “Bread for all”, menjadi ahli etika dan terlibat dalam WSIS.
Perwakilan dari global Selatan mengidentifikasi kebutuhan untuk memperkuat
institusi etis, terutama di negara berkembang dan transisi, melalui penguatan produksi
dan penyebaran, dan akses ke, informasi dan pengetahuan menggunakan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK). Etika dalam Masyarakat Informasi sistem politik
pemerintah dan masyarakat politik yang berorientasi kelembagaan. Pada saat yang
sama, penelitian yang ditugaskan untuk pertemuan UNESCO di Paris
menggarisbawahi bahwa etika informasi perlu mengatasi tantangan dan implikasi
masyarakat informasi di daerah berkembang, terutama dalam hal etika informasi antar
budaya. Globethics.net menekankan bahwa sebagian besar.

3.1 Prinsip Nilai Etis


Pengetahuan masyrakat dapat berkelanjutan, koheren, inovatif dan integrative.
Hal ini tidak hanya didasarkan pada peluang pragmatis atau kepentingan politik atau
keuangan, tetapi juga pada nila-nilai etika. Dalam duniaa multikural yang meliputi
globalisasi, nilai-nilai ini harus menjadi sebuah nilai global dan harus saling
menghormati adanya keanekaragaman dalam nilai-nilai kontekstual.
Globalethics.net Principles dalam Berbagi Nilai Lintas Budaya dan Agama
menyatakan bahwa Etika Global merupakan pendekatan inklusif terhadap sebuah
nilai-nilai yang mengikat bersama, prinsip, panduan, sikap pribadi dan tindakan
bersama lintas budaya, agama, system politik dan ekonomi serta ideology. Etika
global didasarkan pada pengakuan etika atas martabat manusia yang tidak dapat
dicabut, kebebasan dalm mengambil sebuah keputusan, tanggung jawab dan keadaan
pribadi juga social. Dengan adanya etika global mendorong kesadaran public akan
nilai dan prinsip mendasar tersebut.

Melayani Kemanusiaan dengan Nilai-Nilai


Kasus dalam pembahasan berkaitan dengan hak asasi manusia. Hak asasi
manusia adalah ekspresi yang paling nyata dan mengikat secara hukum dari visi etis
ini. Etika global menumbuhkan kepercayaan di antara manusia dan memperkuat
kepedulian dan tindakan untuk perlindungan lingkungan global. Etika kontekstual
menganggap serius identitas orang dan lembaga dalam konteks lokal, budaya, agama,
ekonomi, dan politik mereka. Etika global harus bersifat lokal dan kontekstual agar
dapat berdampak pada tindakan individu dan struktur sosial.
Selain itu terdapat juga etika kontekstual. Etika kontekstual merupakan sebuah
menghargai dan menghormati keanekaragaman dalam berbagai bentuknya sebagai
sosial, politik, budaya, agama, dan keanekaragaman hayati. Dengan hal ini dapat
mengurangi kerentanan dan menjadi sumber keberlanjutan. Etika kontekstual sangat
berkontribusi pada etika global. Kedua hal tersebut dapat menimbulkan kesatuan
dalam keanekaragaman. Etika kontekstual sangat menghargai dan menghormati
keanekaragaman dalam berbagai bentuknya sebagai sosial, politik, budaya, agama,
dan keanekaragaman hayati. Begitu pula selanjutnya.
Nilai-nilai mendasar untuk pengetahuan masyarakat adalah:
 Keadilan / keadilan didasarkan pada martabat manusia yang tidak dapat dicabut
dari setiap manusia dan pada kesetaraan mereka.
 Kebebasan akses ke informasi, ekspresi, kepercayaan dan keputusan adalah inti
untuk martabat manusia dan pengembangan manusia.
 Perawatan dan kasih sayang adalah kemampuan untuk empati, rasa hormat dan
dukungan dari yang lain. Hal ini mengarah ke solidaritas.
 Partisipasi adalah hak dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat dan dalam mengambil keputusan.
 Berbagi mengarah pada, memungkinkan, dan mempertahankan hubungan antara
manusia dan memperkuat komunitas.
 Keberlanjutan sebagai perspektif jangka panjang untuk teknologi hijau.
 Tanggung jawab adalah pertanggung jawaban atas tindakan sendiri.

3.2 Partisipasi: Akses Terhadap Pengetahuan Untuk Semua


Akses terhadap informasi, komunikasi, pendidikan dan pengetahuan adalah
hak dasar dan milik publik. Akses terbuka secara gratis atau dengan biaya yang
terjangkau memungkinkan partisipasi semua orang dalam pengembangan masyarakat.
Kesenjangan digital antara global Utara dan Selatan dapat dikatakan menyempit,
tetapi sebaliknya terdapat "kesenjangan akses" terhadap sumber daya pengetahuan
yang semakin baik. Perkembangan teknis dalam beberapa tahun terakhir telah
meningkat terutama di Asia,Amerika Latin dan Afrika, meskipun masih ada
perbedaan besar dengan Utara global. Namun, teknologi saja tidak cukup. Faktanya,
hak atas pendidikan termasuk hak atas informasi, komunikasi dan pengetahuan dapat
dilihat sebagai satu hak asasi manusia karena saling terkait. Namun,, pengelolaan
sumber daya pengetahuan terus dimonopoli oleh Utara global seperti melalui penerbit
komersial besar, khususnya di bidang jurnal akademik. Dengan hal ini perlunya
meningkatkan akses untuk pengetahuan melalui promosi menggunakan informasi
yang dilakukan dari Utara ke Selatan. Beberapa tahun ini sejumlah perkembangan
telah ditawarkan oleh teknologi informasi dan komunikasi dalam meningkatkan akses
pengetahuan. Akses terbuka tersebut dilakukan dengan melalui jalur emas maupun
repository kelembagaan. Dengan hal ini tentunya dapat meningkatkan akses
pengetahuan bagi setiap global baik Utara maupun Selatan. Langkah lain menuju
peningkatan akses ke pengetahuan adalah meningkatnya popularitas Kursus Massive
Open Online (MOOCs). Namun, mereka juga dapat memperkuat dominasi sekolah
besar di Utara global.
Rekomendasi: Globethics.net menghimbau
• Pemerintah dan organisasi internasional untuk memperkuat akses bebas dan
adil terhadap pengetahuan bagi negara-negara berkembang;
• Pemerintah untuk memasukkan dukungan untuk repositori akses terbuka
dalam Bantuan Pembangunan Resmi, termasuk pelatihan dan dukungan serta
infrastruktur;
• Regulator untuk mendukung pengembangan hub regional yang mengindeks
repositori akses terbuka, membedakan antara repositori teks lengkap dan yang
menawarkan hanya metadata;
• Aktor publik dan swasta untuk mengembangkan akses terbuka dan inisiatif
penerbitan terbuka bekerja sama dengan institusi di Selatan global yang
mencakup visibilitas global, aksesibilitas, mekanisme peringkat baru,
membangun metrik faktor dampak dan atribusi nilai lokal

3.3 Orang: Komunitas, Identitas, Gender, Generasi, Pendidikan


Orang, manusia, sebagai pengirim dan penerima adalah aktor utama dari
informasi, komunikasi dan pengetahuan. Bagaimana cara menyaring, mencerna, dan
mengasimilasi informasi dan pengetahuan? Bagaimana menggunakannya untuk
pengayaan dan bukan kebingungan, untuk membangun identitas dan bukan hilangnya
identitas, untuk menghormati keragaman dan tidak meningkatkan keseragaman, untuk
kesetaraan yang lebih banyak, dan bukannya lebih banyak ketidaksetaraan? Apakah
pengetahuan terutama digunakan untuk memenangkan orang lain di pasar yang sangat
kompetitif, untuk menindas orang lain atau untuk membangun komunitas?
Pengetahuan dalam masyarakat harus menghormati enam aspek yang ada:
Berbasis nilai: Masyarakat dipertimbangkan di mana orang, kelompok dan
lembaga berbagi pengetahuan dalam keadilan, kesetaraan, kebebasan dan untuk
kepentingan merawat komunitas yang berkelanjutan: keluarga, komunitas dan negara
yang menghormati hak-hak individu, tetapi juga masyarakat,yang memperkuat
persatuan tetapi juga menghormati keanekaragaman budaya, bahasa, pandangan
dunia, agama, sistem ekonomi dan politik. Berpusat pada orang: Inovasi cepat dalam
TIK menjadikan teknologi pendorong utama pembangunan. Tetapi teknologi
bukanlah tujuan itu sendiri, itu harus melayani orang. Masyarakat informasi harus
berpusat pada orang. Berorientasi komunitas dan identitas. Kesadaran harus
ditingkatkan bahwa berurusan dengan informasi, komunikasi dan pengetahuan dapat
sama sulitnya dengan menangani bahan beracun atau mengendarai mobil yang kuat.
Oleh karena itu pendidikan untuk penggunaan etis dan transformasi pribadi informasi
tersebut menjadi pengetahuan bagi masyarakat menjadi sangat penting. Instrumen
adalah pendidikan dalam konsumsi media kritis termasuk penggunaan media sosial.
Berorientasi gender: Kesetaraan gender dalam akses ke informasi, komunikasi,
pengetahuan, dan pengambilan keputusan adalah dimensi penting dari masyarakat
yang inklusif dan berpusat pada masyarakat. Ini termasuk memastikan kesetaraan
dalam keterwakilan perempuan di tingkat tinggi dan pengambilan keputusan dalam
TIK.
3.4 Profesi: Etika dari Profesi yang terkait dengan Informasi
Profesi dalam bidang informasi, komunikasi dan penciptaan ilmu
pengetahuan, proses, penyebaran, kontrol, pembaharuan, pelestarian, pengarsipan, dan
pembuatan kebijakan memiliki etika dan tanggung jawab yang spesial dalam
mengimplementasikan nilai yang pokok.
Jurnalis, ahli perpustakaan, ahli pengarsipan, guru, blogger, ahli filsafat,
ilmuwan, ahli IT dan pengembang software, pengembang kurikulum, tokoh agama,
pengguna media sosial, politisi dan masih banyak lagi profesional di bidang informasi
dan komunikasi yang memiliki dampak yang besar untuk opini publik maupun pribadi
sejak dahulu. Mereka memiliki dampak yang terlebih di zaman sekarang.
Pengembangan berdasarkan nilai dan hak asasi manusia membutuhkan
penegakan etika dan hak asasi manusia untuk kondisi kerja para profesional tersebut.
Hal ini melingkupi kebebasan dan ruang berdasarkan nilai, bebas korupsi, jurnalisme
yang jujur, dan perlindungan untuk profesional yang bekerja di bidang informasi dan
komunikasi dari ancaman.
Profesional di bidang informasi dan komunikasi ini juga harus menegakan
nilai, kebajikan, dan hak diri mereka sendiri melalui kerja profesional mereka. Hal ini
melingkupi adil, jujur, transparan, bebas korupsi, dan jurnalisme yang berdasarkan
integritas. Kode etika profesional merupakan hal yang penting untuk menambah
tanggung jawab profesional yang bekerja di bidang informasi dan komunikasi.
Asosiasi dari profesional yang bekerja di bidang informasi dan komunikasi
harus memastikan bahwa terjadi penegakan dan promosi dari kode etik profesional
tersebut dan pemerintah harus memastikan untuk menyediakan ruang bekerja yang
bebas korupsi dan jurnalisme yang jujur. Pemerintah dan masyarakat juga harus saling
bahu membahu untuk melindungi informasi yang diberikan profesional yang bekerja
di bidang informasi dan komunikasi dan juga melindungi profesional yang bekerja di
bidang informasi dan komunikasi itu sendiri dari ancaman yang mengancam
kebebasan berpendapat.

3.5 Privasi: Martabat, Penambangan Data, Keamanan


Privasi merupakan salah satu hak asasi manusia. Ancaman terhadap privasi
secara konstan timbul di masyarakat. Perlindungan terhadap privasi merupakan hak
asasi manusia yang diakui dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB pada tahun 1942
dalam Pasal 12. Hal ini bersifat mutlak dan bukan merupakan konsesi yang
dikabulkan atas permintaan suatu pihak. PBB mengatakan bahwa privasi adalah hak
semua orang, namun hak privasi harus diseimbangkan dengan hak komunitas.
Menurut George Orwell, ancaman terbesar terhadap kebebasan individual
berasal dari negara atau pemerintah itu sendiri. Terlebih dengan adanya internet yang
membuka kesempatan untuk organisasi swasta dan organisasi pemerintahan untuk
menambang data individual dalam jumlah yang besar dan menyalahgunakan data
tersebut demi kepentingan mereka sendiri. Mereka bahkan bisa melacak keberadaan
kita ataupun mengambil data kita tanpa seizin kita melalui handphone kita.
Hal ini menjadi perdebatan karena bisa saja kita melakukan sesuatu hal karena
secara teknis itu memungkinkan untuk dilakukan walaupun belum tentu apa yang kita
lakukan ini baik atau buruk. Hal ini mengabaikan etika dan prinsip privasi walaupun
kadang hal ini terpaksa dilakukan untuk tujuan diplomasi atau tujuan bermasyarakat.
Setiap negara memiliki sistem politik yang berbeda - beda terkait kebijakan
privasi, contohnya masyarakat Amerika lebih prihatin soal pemerintah yang menjajah
privasi individu, masyarakat Eropa lebih prihatin soal perusahaan mengontrol hidup
masyarakat, dan masyarakat Cina soal pejabat yang memiliki idealisme
individualisme kebaratan - baratan.
Pemerintah harus bisa melindungi keamanan masyarakatnya walaupun perang
di dunia maya bisa mengancam keamanan masyarakat. Perusahaan juga harus bisa
menghargai privasi seseorang terlepas dari harus mengejar keuntungan duniawi.
Privasi sama sama diancam oleh pihak swasta maupun pihak pemerintah, namun
kedua pihak harus bisa bertanggung jawab terhadap individu atau organisasi terkait.

3.6 Pembajakan: Kekayaan Intelektual, Kejahatan Dunia Maya


Pembajakan merupakan masalah yang sudah ada sejak dahulu namun bedanya
sekarang hadir dalam wujud yang berbeda —elektronik—, pembajakan merupakan
hal yang mengancam eksistensi bisnis inovatif dan kreatif. Pembajakan terjadi karena
adanya pengguna potensial yang menganggap konten - konten terlalu mahal.
Pembajakan di zaman sekarang bukan lagi mencuri harta atau uang, melainkan
mencuri ide dan informasi secara elektronik dengan pertumbuhan digital media dan
kecanggihan internet yang membuat mencuri ide dan informasi jauh lebih mudah.
Namun di sisi lain, secara paradoks teknologi baru juga membantu
memberikan solusi juga. Contohnya plagiarisme yang jauh lebih mudah dideteksi
dengan aplikasi. Jadi, tidak semua orang melawan pembajakan karena pasti di satu
titik hidup mereka, mereka pasti pernah melakukan atau terlibat dalam pembajakan,
seperti download musik secara ilegal. Pembajakan apabila tidak dikontrol akan
menciptakan krisis eksistensial terhadap bisnis yang memproduksi dan menyebarkan
konten atau karya. Hal inilah yang menjadi tantangan dimana kita harus
mengidentifikasi dan menemukan jalan tengah untuk diimplementasikan secara etis
dan efektif ke masyarakat luas supaya stakeholder tidak merasa dirugikan.

3.7 Perlindungan: Anak - Anak dan Remaja


Lewat akses internet di komputer, smartphone, dan tablet, remaja berhubungan
dengan satu sama lain dan dengan masyarakat yang lebih luas dengan cara yang
sebelumnya tidak pernah dibayangkan. Generasi anak - anak dan remaja sekarang
besar di dunia dimana mau tidak mau mereka akan berkaitan dengan dunia digital.
Namun, ada hal - hal yang harus diperhatikan dimana anak - anak dan remaja
mungkin akan dihadapi resiko atau bahaya, seperti eksploitasi secara seksual,
anonimitas, dan kecanduan terhadap media sosial.
Remaja yang besar dalam era digital sering merasa atau menemukan rasa
‘rumah’ di dunia digital. Hal ini tentu tidak dirasakan oleh orang tua. Dengan
ditemukannya rasa ‘rumah’ di dunia digital, remaja akan membangun strategi untuk
berhadapan dengan dunia online, seperti anonimitas, tersebarnya data pribadi, dan
verifikasi informasi yang ditemukan secara online. Namun, timbulah perhatian
dimana remaja ini akan berhadapan dengan cyberbullying, kekerasan seksual secara
online, dan juga kecanduan dengan games atau media sosial. Memang remaja lebih
mengetahui apa resiko yang akan mereka hadapi di dunia online, namun orang
dewasa juga harus tetap mengawasi dan mengedukasi tentang bagaimana hidup di
dunia online secara benar dan bijak.

3.8: Kekuasaan: Kekuasaan Ekonomis dari Teknologi, Media, dan Konsumen.


Produksi, proses, penyebaran, kontrol dan pengarsipan informasi, komunikasi,
dan pengetahuan membutuhkan kekuatan politik untuk menetapkan kerangka hukum
dan kekuatan ekonomis untuk menyediakan modal investasi yang diperlukan.
Kekuatan politik dan ekonomi bukan untuk diperebutkan atau mengalahkan satu sama
lain, melainkan untuk dibagi dengan yang lain dan digunakan sebagai layanan untuk
masyarakat dan pemerintah.
Rantai nilai dari pemasok produksi, proses, penyebaran, kontrol dan
pengarsipan informasi, komunikasi, dan pengetahuan itu amat sangat panjang,
kompleks, dan global. Produk dengan impact seluas ini untuk masyarakat adalah
layanan dengan urgensi yang berbeda dengan kebutuhan sehari - hari, seperti pakaian
dan makanan karena impactnya yang besar yang akan berdampak pada tingkah laku,
ideologi, mentalitas, pandangan terhadap dunia, identitas, kebudayaan, dan
pengembangan ekonomis dan politikal.
Aktor utamanya adalah investor dan manajer dari perusahaan dan institusi
informasi, komunikasi, dan pengetahuan. Aktor ini mempunyai tanggung jawab yang
spesifik melalui kekuasaan yang mereka punya. Semakin besar kekuasaan yang
mereka punya, semakin tinggi tanggung jawab dan akuntabilitas yang mereka punya.
Keuntungan harusnya dioptimalkan bukan dimaksimalkan karena keuntungan
bukan hanya sekedar tujuan, namun sebagai sarana untuk menyediakan layanan untuk
tujuan pengembangan yang berkelanjutan. Konsumen juga memiliki tanggung jawab
dalam menyeleksi informasi, komunikasi, dan pengetahuan suatu produk dan dalam
membayar harga yang setimpal untuk mereka.

3.9 Kebijakan: Etika Regulasi dan Kebebasan.


Parlemen, pemerintah, dan masyarakat sipil dibutuhkan untuk memastikan
bahwa regulasi menjadi patokan kebebasan berekspresi, kebebasan dalam berasosiasi
dalam teknologi informasi komunikasi, menerima dan memberi informasi dan ide
melalui media.
Teknologi informasi komunikasi merupakan fondasi dalam globalisasi karena
mengandung dan berkaitan dengan bidang ekonomi, kebudayaan, dan politik. ICT
menyarankan sebuah pendekatan global dibutuhkan untuk hal ini. Walaupun saat
melakukan keputusan bertaraf global akan dihadapi dengan peraturan internasional
yang dibutuhkan negosiasi antara pemerintah suatu negara dengan pemerintah suatu
negara lainnya.
Dalam konteks ini, parlemen, pemerintah, dan masyarakat sipil harus
menjalankan peran masing - masing dalam mempromosikan dan melindungi hak - hak
komunikasi, termasuk hak untuk semuanya terlibat dalam debat yang transparan,
informatif, dan demokratis. Ada keseimbangan yang harus dihadapi antara kebebasan
Internet —berisiko memperburuk ketidakadilan dan akses yang tidak merata, dan
mempromosikan kesetaraan akses yang memerlukan regulasi— karena struktur
peraturan saat ini untuk teknologi informasi dan komunikasi berisiko mendukung
regulasi swasta yang ekonomis sehingga merugikan kepentingan masyarakat luas dan
masyarakat umum.
PART II
DISRUPTIVE CYBER TECHNOLOGIES AND ETHICS
(Perubahan Kejahatan Teknologi dan Etika )

4. Algoritma : Tantangan bagi Teologi dan Etika dari Kecerdasan Buatan )

Banyak orang yang takut masa depannya tergantikan oleh kecerdasan buatan.
Faktanya saat ini, mereka sudah dikelilingi oleh berbagai kecerdasan buatan dan
berbagai peralatan yang menunjang dan mempermudah kehidupan sehari-hari.

4.1 Buatan : Stigma Moral yang Buruk?


"Artifisial" dimaknai sebagai kata oleh seseorang di Gereja Katolik dan untuk
memperkenalkan perbedaan di bidang-bidang yang sensitif secara moral seperti
pembuahan atau kontrasepsi, bekerja dengan tekanan sehingga terdapat perasaan yang
tidak nyaman. Ketika sampai pada pembicaraan etis dalam sehari-hari kata tersebut
memiliki makna salah, imitasi, berpura-pura atau bahkan palsu – Menurut kamus
Bahasa Jerman, hal ini juga berarti seperti "gefakt" yang berarti berbunga-bunga,
dibuat-buat, berliku-liku, tidak alami, penuh drama.
Penggambaran arti kata "Artificial" dalam sehari-hari sering menunjukkan
penilaian moral yang negative ternyata terdapat sesuatu yang mengubah serta
bermakna lain. Di bidang kedokteran dan ilmu lain, kata tersebut digunakan untuk
menggambarkan sebuah penemuan dan perubahan, misalnya, keadaaan fungsi organ
biologis dengan kondisi ginjal buatan. Namun kata tersebut juga diartikan sebagai
kata benda yaitu "seni". Para dokter melakukan seni penyembuhan untuk mengakali
penyakit yang ada dalam tubuh. Selain itu, “Artificial” terbarukan seperti adanya gigi
tiruan yang dapat menyesuaikan sehingga dapat masuk di mulut dan kita tidak
khawatir terlepas saat berbicara. Selain itu, penemuan pada kacamata dan lensa
sehingga dapat membeantu kita melihat lebih jelas.

4.2 Buatan : Inovasi Etik yang Baik?


Dalam sehari-hari, “Artificial” ini juga memperhatikan dan mempertahankan
hal-hal etika. Seperti halnya sebelum seorang pasien akan dilakukan tindakan oleh
dokter dengan memasukan salah satu hasil dari “Artificial” ini, harus melewati
diskusi, mengkoordinasikan bahkan mendaptkan persetujuan, sehingga sebagai mana
hebatnya “seni buatan” dalam dunia kedokteran tentu tetap memperhatikan etika.
Sebagai upaya untuk menumbuhkan kesan yang baik pada “Artificial” tersebut maka
dalam dunia kedokteran lebih senang menyebutnya sebagai hal “baru”. Seperti, lutut
baru, dengan gigi baru atau alat pacu jantung baru, menuai manfaat serta memiliki
fungsi yang pulih dan sama.
Arti kata “Artificial” terdengar menggoda, orang bermimpi ingin dapat
terbang, namun sekarang dengan adanya “Artificial” jutaan orang dapat terangkut
terbang. Bahkan dalam kurung lima belas tahun terakhir, orang ingin terkoneksi tanpa
harus melibatkan bertemu fisik dan ternyata sekarang dapat terkoneksi dalam
hitungan detik. Dunia akan terus bergerak dan berinovasi untuk mengambil langkah
baru. Tetapi setiap kali kita mengambil langkah baru, tampaknya belum semua
elemen siap menerima sehingga hanya sebagian orang yang memiliki rencana untuk
merencanakan perubahan baru.
Duden, seorang Etimologi Jerman mengatakan bahwa "buatan" ("künstlich")
pada awalnya berarti "bijak atau pintar" ("klug oder geschickt") dan dengan demikian
merujuk kita kembali ke "kemampuan" khusus manusia. Selain itu, para filsuf kuno
juga berpendapat bahwa hal yang menjadi dasar utamanya adalah kehati-hatian
(phrónesis).
Para filsuf yakin bahwa sesuatu yang baik sebagai sikap yang mendorong
orang untuk mengambil tindakan melalui akal, sehingga akan memiliki tujuan baru
kearah yang lebih baik.. Menurut Hannah Arendt, terkait dalam sejarah budaya, kita
hidup dalam masyarakat yang mengasimilasi orang sesuai dengan aturannya sendiri.
Di bawah "aturan siapa pun", kita tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi hidup
karena dikonsumsi dan untuk dikonsumsi.

4.3 Kecerdasan : Orientasi pada Kemampuan Tindakan


Kecerdasan buatan (Artificial Intellegence), memiliki arti sebagai seuatu
bentuk tindakan baik berupa kemampuan mengingat bahkan melayani yang bertujuan
untuk membantu manusia di era yang dituntut serba cepat sekarang ini. Duden
berpendapat bahwa, kecerdasan disini memiliki makna : "Kemampuan [manusia]
untuk berpikir secara abstrak menggunakan akal dan mengambil darinya dari tindakan
yang bertujuan.", sehingga Duden menyimpulkan bahwa kecerdasan merupakan
kemampuan praktis dan berorientasi pada tindakan.
Seperti yang dinyatakan Duden, kecerdasan yang berbasis tujuan tidak hanya
untuk manusia dan manusia, tetapi juga non-manusia (ekonomi, teknologi) dan sistem
(jaminan sosial), sehingga harus ditekankan bahwa terdapa perbedaan antara
kecerdasan dan akal. Konsep kecerdasan buatan dengan demikian tidak terdefinisi dan
dapat berdiri sebagai pengganti bagi banyak hal. Meskipun belum ada penelitian yang
dapat menjelaskan secara teologi. Namun dengan adanya evolusi dari kecerdasan
buatan tersebut dapat membawa perubahan pada sesuatu yang baru.

4.4 Creation Story : Tanggung Jawab Manusia


Kitab suci umat manusia yang diturunkan dan didalamnya mengandung
makna bahwa Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan kepercayaan terhadap
manusia untuk menjaga dan bertanggung jawab atas bumi dan seisinya. Dalam buku
berjudul “Homo Deus” tahun 2017 menyebutkan bahwa agama adalah sebuah
humanism. Harari menggambarkan bagaimana humanism tersebut dapat menjelaskan
sebuah ilmu biologi manusia dapat mengungkapkan keberadaan terdalam mereka, ego
mereka, sebagai sebuah kisah yang diciptakan. Semuanya adalah informasi - seperti
halnya manusia itu sendiri. Itu tidak tergantung pada potongan data individu, tetapi
pada aliran data di mana masing-masing data mendapatkan tujuan.
Namun, pendekatan teologis-antropologis ini terdengar tidak masuk akal dan
abstrak. Di dalam kecerdasan buatan, kita bersinggungan dengan aplikasi individual
tertentu. Bagaimana seharusnya mobil bereaksi ketika harus membuat keputusan
tentang siapa yang dilindungi dan siapa yang terpapar bahaya dalam keadaan darurat?
Bagaimana seharusnya antarmuka otak-komputer, yang menghubungkan tangan palsu
dengan otak pemakainya, misalnya, bereaksi jika mereka ingin menggunakan
kekuatan baru ini untuk mencekik seseorang hingga mati? Bagaimana seharusnya alat
pacu jantung yang dikendalikan dari jarak jauh bereaksi ketika diretas?
Sehingga dalam dunia sains dan industri, segala sesuatu dalam mengambil
keputusan dan tindakan yang diambil serta yang bersinggungan dengan kecerdasan
buatan harus dapat mengendalikan diri mereka sendiri, karena kunci utama yang
dijunjung adaah moralitas yang serta dapat menjawab pertanyaan tindakan benar atau
salah, baik secara umum atau khusus.
4.5 Kecerdasan Buatan dan Kewajiban Mencintai
Mesin yang diciptakan tidak lagi bersifat linier, ia menjadi sebuah alternative
kecerdasan baru walaupun bukan tersusun atas saraf saraf yang terkoneksi seperti otak
kita. Namun, alih-alih memberikan makna sebagai sesuatu pemecah masalah, namun
hal tersebut justru disikapi sebagai suatu aturan yang akan diciptakan terus-menerus
oleh manusia dengan tidak boleh terdapat kesalahan dan harus lebih baik dari
manusia.
Melihat hal tersebut, dibutuhkan suatu moralitas yang dapat membedakan apa
yang benar dan salah tanpa paksaan sedikitpun. Sehingga dalam bertindak dan
mengambil keputusan harus dapat memetakan dan penuh komitmen. Tindakan
moralitas bukanlah proses alami, namun merupakan sebuah seni pemikiran, karena
kecerdasan buatan di masa depan juga akan mampu memiliki kemampuan berpikir
dan berdebat, dan melibatkan emosi dan perasaan, bakhan dapat memiliki akses ke
tulisan-tulisan Aristoteles, Immanuel Kant, John Rawls, dan Martha Nussbaum, serta
menggambar membangun koneksi yang sama sekali baru. Sebagai manusia, harus
mampu memiliki suatu tindakan untuk memutuskan moralitasseperti apa yang akan
digunakan, sehingga akan berpengaruh bagi kecerdasan buatan secara emosiaonal
dalam bertindak. Kekerasan melahirkan kekerasan, cinta melahirkan cinta.

Anda mungkin juga menyukai