Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SINEMATOGRAFI

Diajukan Untuk Memenuhi Makalah

Mata Kuliah Fotografi dan Cinematografi

Oleh:

Moch Zainul (NIM: A92215044)

M. Miftahul Ulum (NIM: A92215045)

M. Lukmanul Hakim (A92215046)

Afran Dicki Tribowo (A922150 )

Dosen Pengampu:

Dra. Lailatul Huda, M. Hum

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah sinematografi sangat panjang, melalui perkembangan teknologi informasi dan
komunikas. Kemajuan teknologi akan terus berkembang, demikian juga dengan teknologi
sinematografi, sehingga kini dikenal dengan sinematografi digital. Kemajuan ini tentu saja akan
lebih memudahkan para sineas dalam berkarya. Sebelum lebih lanjut membahas sinematografi,
baiknya kita fahami dulu makna dari sinematografi itu sendiri. Sinematografi adalah kata serapan
dari bahasa Inggris cinematograhyy ang berasal dari bahasa latin kinema ‘gambar‘.
Sinematografi sebagai ilmu serapan merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik
menangkap gambar dan menggabung gabungkan gambar tersebut hingga menjadi rangkaian
gambar yang dapat menyampaikan ide.
Sinematografi memiliki objek yang sama dengan fotografi yakni menangkap pantulan
cahaya yang mengenai benda. Karena objeknya sama maka peralatannya pun mirip.
Perbedaannya fotografi menangkap gambar tunggal, sedangkan sinematografi menangkap
rangkaian gambar. Penyampaian ide pada fotografi memanfaatkan gambar tunggal, sedangkan
pada sinematografi memanfaatkan rangkaian gambar.Jadi sinematografi adalah gabungan antara
fotografi dengan teknik rangkaian gambar atau dalam senematografi disebut montase atau
montage

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah sinematografi?
2. Bagaimana perkembangan sinematografi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah sinematografi.
2. Untuk mengetahui perkembangan sinematografi.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah Sinematografi
Sinematografi secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu; Kinema (gerak), Photos
(cahaya), Graphos (lukisan/ tulisan). Jadi sinematografi dapat diartikan sebagai aktivitas melukis
gerak dengan bantuan cahaya. Menurut Kamus Ilmiah Serapan Bahasa Indonesia Sinematografi
diartikan sebagai ilmu dan teknik pembuatan film atau ilmu, teknik, dan seni pengambilan
gambar film dengan sinematograf. Sinematograf itu sendiri bararti kamera untuk pengambilan
gambar atau shooting, dan alat yang digunakan untuk memperoyeksikan gambar-gambar film.
Sedangkan sinema (cinema) diartikan sebagai gambar hidup, film, atau gedung bioskop.
Sinematografi adalah segala perbincangan mengenai sinema ( perfilman ) baik dari estetika,
bentuk, fungsi, makna, produksi, proses, maupun penontonnya. Jadi seluk beluk perfilmam
dikupas tuntas dalam sinematografi.
Sinematografi adalah ilmu terapan yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan
sekaligus menggabung-gabungkan gambar tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang
memililki kemampuan menyampaikan ide dan cerita.
Selanjutnya mengenai Sinematografer adalah orang yang bertanggung jawab semua
aspek Visual dalam pembuatan sebuah film. Mencakup Interpretasi visual pada skenario,
pemilihan jenis Kamera, jenis bahan baku yang akan dipakai, pemilihan lensa, pemilihan jenis
filter yang akan dipakai di depan lensa atau di depan lampu, pemilihan lampu dan jenis lampu
yang sesuai dengan konsep sutradara dan cerita dalam skenario. Seorang sinematografer juga
memutuskan gerak kamera, membuat konsep Visual, membuat floorplan untuk ke efisienan
pengambilan gambar. Artinya seorang sinematografer adalah orang yang bertanggung jawab
baik secara teknis maupun tidak teknis di semua aspek visual dalam film.
Sinematografer harus mendukung visi dari sutradara dan skenario, karena bagaimanapun
yang akan di sampaikan ke pada penonton adalah semua informasi dalam bentuk Visual yang
sesuai dengan visi sutradara dan visi skenario walaupun di beberapa kasus, sutradara bisa
mengubah jalan cerita dalam skenario demi keindahan bercerita yang sudah merupakan gaya
sutradara tersebut
Film (movie atau cinema) merupakan produk atau buah karya dari kegiatan sinematografi.
Film sebagai karya sinematografi merupakan hasil perpaduan antara kemampuan seseorang atau
sekelompok orang dalam penguasaan teknologi, olah seni, komunikasi, dan manajemen
berorganisasi.
Memasuki dunia perfilman berarti memasuki dunia pemahaman estetik melalui paduan
seni akting, fotografi, teknologi optik, komunikasi visual, industri perfilman ide, cita-cita dan
imajinasi yamg sangat kompleks. Pemahaman estetik dalam seni (secara luas), bentuk
pelaksanaannya merupakan apresiasi. Apresiasi seni merupakan proses sadar yang dilakukan
penghayatan dalam menghadapi karya seni (termasuk film). Apresiasi tidak identik dengan
penikmatan, karena mengapresiasi adalah proses untuk menafsirkan sebuah makna yang
terkandung dalam sebuah karya seni.
Sinematografi adalah salah satu upaya manusia untuk menggambarkan kepada orang lain,
melalui penggunaan teknik yang menggabungkan gambar gerak dan teks, dunia dan pesan
tersebut mengalihkan karena ini dipahami oleh seniman. Dengan sinematografi panjang, satu
hari ini menjelaskan disiplin membuat pilihan pencahayaan dan kamera saat merekam gambar
foto untuk digunakan bioskop. Berdasarkan dua kata Yunani, sinematografi etimologis berarti
"menulis dalam gerakan" dan diperkenalkan sebagai teknik baru untuk merekam gambar orang
dan benda-benda saat mereka bergerak dan proyek mereka pada jenis layar. Dikombinasikan
dengan patung, lukisan, tari, arsitektur, musik, dan sastra, sinematografi saat ini dianggap
menjadi seni ketujuh.
Hal ini sangat sulit bagi seorang peneliti untuk menemukan dan menentukan individu yang
bisa diberi nama "bapak" sinematografi, menerima bahwa kata melambangkan suatu teknik yang
digunakan untuk pembuatan gambar gerak. Tapi, jelas bahwa manusia telah bereksperimen,
sangat awal dalam sejarah manusia, dengan metode yang berbeda yang akan memungkinkan dia
untuk merekam gerakan gambar. Sangat erat kaitannya dengan masih fotografi, yang telah
menjadi katalis untuk perkembangan sinematografi sejak pertengahan abad ke-19, teknik yang
akan memungkinkan gambar yang akan direkam sementara di gerak telah dipelajari secara
ekstensif. Salah satu upaya pertama untuk menganalisis unsur gerakan dengan bantuan mesin
foto dibuat oleh Edward Muybridge fotografer Inggris pada tahun 1878. Setelah berhasil
mengembangkan metode baru menghasilkan gambar foto berturut-turut, ia mencatat gerakan
kuda berjalan. Melalui film yang diproduksi, ia berhasil membuktikan bahwa ada contoh ketika
kuda sedang berjalan yang tidak ada kakinya menyentuh tanah. Sekitar sama periode, fisikawan
Perancis Etienne Mare berhasil menangkap, juga dengan menggunakan mesin foto yang bisa
merekam 12 gambar per detik, gerakan burung terbang.
Berdasarkan perkembangan awal 1880-an dalam mengungkap gambar pada elemen peka
cahaya, dihubungkan dengan pionir seperti Thomas Edison dan Lumiere bersaudara antara lain,
bentuk seni baru film memperkenalkan jenis baru estetika yang menangkap perhatian orang yang
ingin mengeksplorasi aplikasi dan menciptakan karya seni. Salah satu yang pertama
cinematographers yang memutuskan untuk memeriksa dimensi gambar bergerak adalah Maries-
George-Perancis Jean Mlis yang menjadi salah satu direktur bioskop pertama. Dengan, Trip
filmnya ke Bulan (Le pelayaran dans la lune) pada tahun 1901, ia menciptakan sebuah cerita
fantastis perjalanan ke bulan menggunakan gambar gerak. Dia juga salah satu yang
memperkenalkan teknik pewarnaan dalam film oleh setiap lukisan salah satu frame dengan
tangan.
Selama tahap bayi gambar gerak, sinematografer itu peran ganda, bertindak sebagai
direktur dan orang yang memegang dan memindahkan kamera. Seperti tahun-tahun disisipkan,
bentuk seni baru dikembangkan lebih lanjut oleh alat-alat teknologi baru yang diperkenalkan.
Baru art terkait profesi muncul dan karena kemampuannya bioskop untuk menangkap perhatian
besar penonton di seluruh dunia, dengan menarik lebih dari satu panca indera, sinematografi
muncul untuk apa yang dikenal hari ini sebagai industri multi-miliar dolar dan salah satu bentuk
seni favorit di dunia.

2. Perkembangan Sinematografi
Seorang Sinematografer yang baik harus juga mengenal dengan baik atau memahami alat
yang akan dipakai dalam pembuatan sebuah film. Karena Kamera hanyalah “alat Bantu” atau
Tools saja maka seperti alat Bantu yang lainnya juga kita sebagai Sinematografer yang
memindahkan semua ilmu dan pengetahuan kita lewat kamera tersebut. Artinya kamera harus
menuruti kemauan kita yang sudah menjadi visi sutradara dan visi cerita atau skenario.
Untuk memahami kamera kita harus membaca buku prtunjuk dari setiap kamera yang akan
kita gunakan karena setiap industri kamera mempunyai tekhnologinya sendiri-sendiri. Pada
prinsipnya semua kamera sama dan hanyalah alat Bantu kita mewujudkan gambar yang sesuai
dengan yang di inginkan akan tetapi alangkah baiknya jika pengguna sudah memahami kamera
tersebut secara teknis dalam petunjuk di bukunya (manual book).
Pada masa sekarang kamera secara garis besar terbagi dalam tiga jenis dilihat dari
penggunaan bahan baku. Yaitu:
a. Motion Picture Camera atau kamera dengan bahan baku seluloid baik 35 mm/16mm. Contoh
kamera: Arriflex 435 Xtreme – 35 mm camera
b. Video Camera atau kamera dengan bahan baku video tape. Contoh kamera: Sony HDV Video
Camcorder
c. Digital camera atau kamera dengan bahan baku digital/tapeless. Biasanya menggunakan CF
card atau SD card bisa juga dengan cakram seperti DVD. Contoh kamera: Sony EX3 – Digital
Camcorder.
Perkembangan sinematografi dapat dibagi menjadi tiga era, yaitu :
 Era Teknologi Film Seluloide
a. Tahun 1864 film masih merupakan embrio. Film sebagai embrio merupakan gabungan dari
penemuan: teknologi mekanik, kimia, dan optik (lensa photografi). Para pelopornya antara
lain; Louis Ducos du Houron, Leonardo da Vinci, Thomas Alfa Edison.
b. Thomas Alfa Edison berhasil menciptakan sebuah alat kinetoscope atau kotak berisi rangkaian
gambar bergerak yang cara pengoperasiannya dengan mengintip melalui lubang kecil pada
salah satu sisinya.
c. Auguste & Louis Lumiere (Lumiere bersaudara) berhasil menciptakan Cinematographe yaitu
kamera film seluloide yang juga berfungsi sebagai proyektor. Alat ini hasil modifikasi dari alat
ciptaan Thomas Alfa Edison yaitu Cinematographe. Hal ini menandai dimulainya era
pertunjukan film untuk orang banyak.
d. Tanggal 28 Desember 1895 pertama kali di dunia puluhan orang berada dalam satu ruangan
guna menonton film yang diproyeksikan ke sebuah layar lebar. Lumiere bersaudara menyewa
Grand Cafe sebuah ruangan bilyard tua di bawah tanah di Boulevard Des Capucines Paris yang
kemudian dikenal sebagai ruang bioskop pertama di dunia.
e. Gedung Bioscope I di Amerika disebut Nickel-odeon. Artinya (5 sen dolar – Arena
pertunjukan). Tahun 1907 Leede Forest menemukan Audion (tabung triode elektron) sebagai
pelengkap peralatan proyektor.
f. Tahun 1926 Film berwarna (bisu) pertama berjudul Black Pirate dengan sistem technicolour-
trademark. Dalam era film bisu, pertunjukan film umumnya diiringi musik secara langsung
(live music performance). Jadi sebenarnya film itu disajikan dengan suara, tidak sepenuhnya
hening.
g. Tahun 1927 dibuat film bersuara (backsound) berjudul “Don Juan”. Film real audio pertama
berjudul “The Jazz Singer” (Sutradara: Alan Crosland, 1927, hitam putih) dengan pemeran Al
Johnson sutrada Alan Crosland. Inilah film pertama di dunia yang menyajikan secara lengkap
musik, dialog dan nyanyian.
h. Film cerita panjang pertama di dunia yang dibuat dengan sistem Technicolor adalah Black
Pirate (Sutradara: Albert Parker, 1928, bisu) Technocolor kemudian berkembang menjadi
merk dagang dan digunakan sebagian besar film berwarna sesudahnya. Dalam tahun 1920-
1930 an film “bicara” belum tentu berwarna dan sebaliknya.
i. Film “bicara” pertama di Indonesia adalah “Terpakasa Menikah” (Sutradara, Penanata
Fotografi dan Suara: G. Krugners, 1932). Film itu dipromosikan sebagai berikut: “100% bitjara
dan njanji, lebih terang, bagoes, kocak dan ramai dari Njai Dasima.....”
j. Tahun 1952 menandai awal produksi film berwarna pertama di Indonesia Rodrigo de Villa
(Sutradara Gregorio Fernandez, Rempo Urip) seluruhnya dikerjakan di Studio LVN Manila
Filipina. Mulai tahun 1968 baru muncul “musim warna” dalam produksi film Indonesia, semua
film diproduksi dengan full color hingga sekarang.

 Era Teknologi Video


Teknologi produksi film telah berkembang pesat hingga saat ini. Ditemukannya pita video
tahun 1970-an telah mengungguli film dari segi kemudahan pembuatan (biaya produksi) sekaligus
penyajiannya. Video dapat merekam gambar dan suara sekaligus, sedangkan film seluloide hanya
dapat merekam gambar. Untuk merekam suara pada film seluloide digunakan medium rekam lain
semisal DAT (digital audio tape) secara terpisah.
Kelebihan lainnya adalah bobot kamera video yang relatif lebih ringan dan mudah
dioperasikan. Orang tidak harus mahir mengoperasikan kamera film atau kamera video profesional
(yang besar dan berat). Saat ini, hanya dengan kamera handycam sebuah produk film bisa dengan
mudah diciptakan.
Ada tiga jenis kamera video sebagai alat perekam. Masing-masing tipe menggunakan bahan
perekam yang berbasis pita (kaset) video dengan kualitas yang berbeda, yaitu: Pada teknologi video,
dikenal dua format yang sudah menjadi standar internasional yaitu format PAL dan format NTSC.
Kedua format ini tidak kompatible satu sama lain sebab satuan frame tiap detiknya (frame per
second/fps) berbeda. Format NTSC jumlah frame tiap detiknya antara 29-30 sedangkan format PAL
jumlah frame tiap detiknya 25 buah. Hal ini harus diperhatikan terutama pada saat akan mengeditnya
maupun menayangkannya dalam player tertentu, di mana tidak semua perangkat elektronik
kompatible satu format dengan format lainnya.

 Era Teknologi Digital


Pada saat ini hampir semua produk media elektronik sudah menggunakan sistem teknologi
digital, demikian halnya dengan produk kamera video. Digitalisasi kamera video yaitu proses
mengubah sinyal gambar yang ditangkap lensa menjadi kode binner (pasangan angka 0 dan 1 yang
membangun sistem komputer seluruh dunia). Bahan perekam film yang digunakan tidak lagi
menggunakan pita kaset video tapi sudah dalam bentuk piringan cakram optik dalam format CD,
DVD, atau dalam bentuk stick/ disk memory hingga hardisk. Format file out put video yang
dihasilkan tidak hanya dalam bentuk .avi dan .dat, tapi sudah berkembang secara variatif diantaranya
.mpg1, mpg2, mov, flv, dan sebagainya.
Pada era digital ini, proses pengambilan (perekaman) gambar dan suara video tidak selalu
menggunakan kamera video shooting tetapi cukup melalui pesawat handphone atau digital kamera
foto yang memiliki fasilitas kamera video, juga bisa menggunakan kamera web (webcam), kamera
tersembunyi (hidden camera) dalam bentuk kamera CCTV, kancing baju, bollpoint, bross, dan
sebagainya.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Sinematografi secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu; Kinema (gerak), Photos
(cahaya), Graphos (lukisan/ tulisan). Jadi sinematografi dapat diartikan sebagai aktivitas
melukis gerak dengan bantuan cahaya. Menurut Kamus Ilmiah Serapan Bahasa,
Sinematografi diartikan sebagai ilmu dan teknik pembuatan film atau ilmu, teknik, dan
seni pengambilan gambar film dengan sinematograf. Sinematograf itu sendiri bararti
kamera untuk pengambilan gambar atau shooting, dan alat yang digunakan untuk
memperoyeksikan gambar-gambar film. Sedangkan sinema (cinema) diartikan sebagai
gambar hidup, film, atau gedung bioskop. Film (movie atau cinema) merupakan produk
atau buah karya dari kegiatan sinematografi. Film sebagai karya sinematografi
merupakan hasil perpaduan antara kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam
penguasaan teknologi, olah seni, komunikasi, dan manajemen berorganisasi.
2. Sejarah perkembangan Sinematografi sebenarnya sudah dimulai sejak manusia
menggunakan media visual untuk berkomunikasi. Ditemukannya lukisan-lukisan dalam
gua-gua purba telah menunjukkan bahwa sejak ribuan, bahkan jutaan tahun yang lalu
manusia sudah mampu menuangkan idenya dalam bentuk gambar. perkembangan
sinematografi ada sejak pertengahan abad ke-19. Salah satu upaya pertama untuk
menganalisis unsur gerakan dengan bantuan mesin foto dibuat oleh Edward Muybridge
fotografer Inggris pada tahun 1878. Kemudian pada awal 1880-an muncul pengungkapan
gambar pada elemen peka cahaya, dihubungkan dengan pionir seperti Thomas Edison
dan Lumiere bersaudara antara lain, bentuk seni baru film memperkenalkan jenis baru
estetika yang menangkap perhatian orang yang ingin mengeksplorasi aplikasi dan
menciptakan karya seni. Diatas juga dijelaskan perkembangan sinematografi terbagi
menjadi 3 era yaitu era teknologi film seluloide, era teknologi video, dan era teknologi
digital.
DAFTAR PUSTAKA

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/estu-miyarso

mpd/peran%20penting%20sinematografi.pdf (Diakses pada18 Maret 2018)

http://dunia-sinematografi.blogspot.com/ (Diakases pada 18 Maret 2018)

http://id.wikipedia.org/wiki/Sinematografi. (Diakses pada 18 Maret 2018)

Anda mungkin juga menyukai