Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya kepada Saya, sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
"Kalimat Isim" ini.
Tidak lupa juga kami sebagai penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Terutama Ibu Kalsum
Minangsih M.A. selaku dosen mata kuliah Ilmu Khitobah dan Retorika yang telah
membimbing kami untuk penugasan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika
tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, saya dengan
rendah hati menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar saya dapat
memperbaiki makalah ini. Kami berharap semoga makalah yang disusun ini memberikan
manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
BAB II
PEMBAHASAN
Retorika berkembang pada masa Yunani. Rakhmat (2007) menjelaskan bahwa pada masa
inilah retorika mengalami masa kejayaan. Pada masa inilah retorika mengalami masa kejayaan.
Pada masa ini orang Yunani banyak memperkuat kemuliaan hidupnya dengan seni dan buah
pikiran. Ilmu pengetahuan pun berkembangan yang ditujukan untuk mencari kebenaran sehingga
lahirlah filsafat.
Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan hal-hal yang abstrak secara jernih dan jelas.
Kemampuan menggunakan bahasa menjadi incara bagi orang-orang yang ingin masuk dalam
jajaran elit politik Yunani. Keterampilan menggunakan bahasa mendapat perhatian dari penguasa
pada masa itu untuk merebut kekuasaan dan melebarkan pengaruhnya. Bahkan para penguasa
menyewa agigator untk memperkuat pengaruh mereka di mata masyarakat. Ada yang menyebut
agigator ini sebagai kaum Sophis yang artinya menggunakan argumen-argumen yang tidak sah.
Para sophis ini berkeliling dari satu tempat ke tempat lain sambil berbicara di depan umum.
Dalam perkembangannya Sophis menjadi ejekan atau sebutan bagi mereka yang pandai
bersilat lidah dan memainkan kata-kata dalam berbicara. Representasinya adalah agigator yang
dibayar sehingga muncul konotasi yang negatif. Mereka berjasa mengembangkan retorika dan
mempopulerkannya. Retorika bagi mereka bukan hanya ilmu pidato, tetapi meliputi pengetahuan
sastra, garamatika, dan logika. Mereka tahu bahwa rasio tidak cukup untuk meyakinkan orang.
Mereka mengajarkan teknik-teknik manipulasi emosi dan menggunakan prasangka untuk
menyentuh hati pendengar. Berkah kaum Sophis, abad keempat sebelum Masehi adalah abad
retorika. Banyak orang pandai berpidato dan bertanding pidato. Bila ada pertandingan, masyarakat
menikmati hal itu seperti menonton pertandingan tinju. Dalam perkembangan selanjutnya kaum
sophis mendapat citra negatif karena hal itu, namun demikian peran kaum Sophis dalam
mempopulerkan retorika tidak dapat di abaikan.
Georgias yang merupakan tokoh retorika pada masa Yunani dari kaum Sofisme. Ia
mengatakan bahwa kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan jika tercapai kemenangan
dalam pembicaran. Ia menekankan tentang pentingnya bunyi bahasa sebagai unsur yang
1
memperkuat tuturan atau pengungkapan dengan bahasa. Unsur bunyi itu antara lain: pertautan
bunyi (aliterasi), pengulangan bunyi pada pada konsonan (disonasi), anitesis, dan paralelisme.
Menurutnya, penggunaan unsur bunyi itu akan dapat memperkuat persuasi dalam ungkapan.
Gorgias merupakan guru retorika yang pertama. Ia membuka sekolah retorika yang
mengajarkan dimensi bahasa puitis dan teknik berbicara impromptu (berbicara tanpa persiapan).
Gorgias bersama dengan protagoras menjadi ‘dosen terbang’ yang mengajar berpindah dari satu
kota ke kota lainnya (Rakhmat, 1994). Kelompok mereka disebut dengan sophistai. Retorika bagi
mereka bukan hanya ilmu pidato, tetapi meliputi pengetahuan sastra, gramatika, dan logika.
Tokoh lainnya adalah Isokrates. Ia mendirikan sekolah retorika dengan menitikberatkan pada
pendidikan pidato publik. Menurutnya, hakikat pendidikan adalah kemampuan untuk membentuk
pendapat-pendapat yang tepat mengenai masyarakat. Isokrates mencuatkan retorika dengan
penekanan pada proses kreatif dalam penggunaan bahasa yang dapat menimbulkan keindahan
penggunaan bahasa yang dapat menimbulkan bahasa yang ketat akan kaidah-kaidah bahasa.
Perhatiannya yang besar terhadap penggunaan bahasa dalam retorika, dapat kita lihat melalui
pandangan-pandangannya sebagai berikut:
Plato mengemukakan pandangan yang amat ekstrem terhadap retorika. Di satu pihak, ia
mencela retorika sebagai keterampilan membual, omong kosong, dan mengutamakan keindahan.
Di pihak lain, ia memuji retorika sebagai keterampilan untuk keberhasilan komunikasi.
Pandangannya yang mencela retorika antara lain:
2
c. Retorika tidak ada hubungannya dengan seni berbicara, tetapi merupakan alat untuk
membujuk.
Bagi Plato retorika memegang perana penting bagi persiapan untuk menjadi pemimpin.
Retorika penting sebagai model pendidikan, sarana mencapai kedudukan dalam pemerintahan, dan
mempengaruhi rakyat. Aristoteles yang merupakan murid Plato palin cerdas. Pada usia 17 tahun
ia sudah mengajar di akademi yang didirikan Plato.
Ia menulis tiga jilid buku berjudul De Arte Rhetorica, yang di antaranya berisi lima tahap
penyusunan satu pidato atau lima hukum Retorika (The Five Canons of Rhetorica) yang terdiri
dari Inventio (penemuan), Dispositio (penyusunan), Elocuttio (gaya), Memoria (memori), dan
Pronounciatio (penyampaian).
a. Inventio (penemuan)
Pada tahap ini pembicara menggali topik dan menelitik khalayak untuk mengetahui
metode persuasi yang paling tepat. Aristoteles menyebut tiga cara untuk
mempengaruhi manusia. Pertama, Anda harus sanggup menunjukkan kepada
khalayak bahwa Anda memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang
terpercaya, dan status yang terhormat (ethos). Kedua, Anda harus menyentuh hati
3
khalayak: perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang mereka (pathos).
Kelak, para ahli retorika modern menyebutnya imbauan emosional (emotional
appeals). Ketiga, Anda meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti atau
kelihatan sebagai bukti.
b. Dispositio (penyusunan)
Pada tahap ini pembicara menyusun pidato atau mengorganisasikan pesan.
Aristoteles menyebutnya taxix, yang berarti pembagian. Pesan harus dibagi ke
dalam beberapa bagian yang berkaitan secara logis. Susunan berikut ini mengikuti
kebiasaan berpikir manusia: pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog. Menurut
Aristoteles, pengantar berfungsi menarik perhatian, menumbuhkan kredibilitas
(ethos), dan menjelaskan tujuan.
c. Elocuttio (gaya)
Pada tahap ini, pembicara memilih kata-kata dan menggunakan bahasa yang tepat
untuk “mengemas” pesannya. Gunakan bahasa yang tepat, benar, dan dapat
diterima, pilih kata-kata yang jelas dan langsung, sampaikan kalimat yang indah,
mulia, hidup dan sesuaikan bahasa dengan pesan, khayalak, dan pembicara.
d. Memoria (memori)
Pada tahap ini pembicara harus mengingat apa yang ingin disampaikannya, dengan
mengatur bahan-bahan pembicaraannya.
e. Pronountiatio (penyampaian)
Pada tahap ini pembicara menyampaikan pesannya secara lisan. Di sini, akting
sangat berperan. Demosthenes menyebutnya dengan hypocrisis. Pembicara harus
memperhatikan olah suara (vocis) dan gerakan-gerakan anggota badan.
Perkembangan retorika pada zaman ini terjadi setelah romawi menguasai Yunani terjadilah
kontak antara kaum cendikiawan Romawi dan Yunani yang kemudian mengajar retorika di
Romawi. Orang-orang Romawi mempelajari kebudayaan Yunani termasuk didalamnya
4
mempelajari retorika, saat itulah ilmu retorika mulai diberikan di sekolah- sekolah di romawi, salah
seorang pengajarnya orang Yunani Livius Andronicus (284-204SM).1
Teori retorika Aristoteles sangat sistematis dan komprehensif 2 . Pada satu sisi, teori
Aristoteles dapat dikatakan telah memberikan dasar-dasar teoretis yang kokoh bagi retorika, dan
pada sisi lain, uraiannya yang lengkap dan persuasif mengenai retorika berhasil membungkam para
ahli retorika generasi sesudah Aristoteles. 3
Aristoteles terkenal dengan karyanya Rhetorica. Tulisan-tulisan di dalam buku ini sampai
sekarang menjadi acuan dan rujukan secara teoretis maupun untuk teknis pidato. Karyanya ini
ditulis secara sistematis mendasarkan pada logika formal, yakni dasar yang tepat bagi pidato yang
jujur dan efektif dalam dewan legislatif maupun di pengadilan.
1. Pidato yudisial (legal) atau forensik, yakni pidato mengenai perkara di pengadilan, apa yang
telah terjadi dan tidak pernah terjadi. Pendengarnya adalah para hakim atau yuri dalam makalah
pengadilan.
2. Pidato deliberatif atau politik (suasoria) yaitu pidato yang berisi nasihat yang disampaikan.
Pendengarnya anggota badan legislatif atau eksekutif.
3. Pidato epideitik atau pidato demonstratif yaitu pidato-pidato untuk pementasan, upacara-
upacara ibadah, maupun bukan, yang berisi kecaman atau pujian mengenai hal-hal yang terjadi
sekarang.
Orang-orang Romawi selama dua ratus tahun tidak menambahkan apa-apa yang berarti
bagi perkembangan retorika. Buku Ad Herrenium, yang ditulis dalam bahasa Latin kira-kira pada
tahun 100 SM, hanya disistematisasikan dengan cara Romawi sebagai warisan retorika gaya
Yunani. Orang-orang Romawi bahkan hanya mengambil segi-segi praktisnya. Walaupun
1
DRS. H. SUISYANTO, MPD. (2020). RETORIKA DAKWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN. Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga. Hlm.18
2
Komprehensif berasal dari bahasa Inggris, yaitu “comprehensive” yang artinya luas, menyeluruh, teliti dan
meliputi banyak hal.
3
Dr. M. Mukhtasar Syamsuddin.(2014). Ruang Lingkup Retorika. Jakarta: Universitas Terbuka Jakarta. Hlm.19
4
Rajiyem.(2005). Sejarah dan Perkembangan Retorika. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Hlm.148
5
demikian, kekaisaran Romawi tidak saja subur dengan sekolah-sekolah retorika tetapi juga kaya
dengan orator-orator ulung seperti Antonius, Crassus, Rufus, dan Hortensius. Tokoh yang disebut
terakhir terkenal piawai dalam berpidato sehingga para seniman berusaha mempelajari gerakan
dan cara penyampaian pidatonya.
Caesar, penguasa Romawi yang ditakuti, Cicero merupakan orator ulung pertama dari
kalangan bangsa Romawi dengan bukunya yang berjudul ”De Oratore”. Jika Cicero berpidato, ia
telah benar-benar mempelajarinya dengan baik, tentang isi dan cara membawakannya. Seperti
yang dituliskan oleh Cicero dalam bukunya, inti pidato harus mencerminkan kebenaran dan
kesusilaan, seorang orator harus bisa meyakinkan pendengarnya. Teknik yang digunakan oleh
Cicero biasa digunakan oleh orang-orang Yunani Kuno yaitu dialog dan drama.
Pengalaman Cicero dalam bidang politik adalah ia pernah menjadi konsul dan mencegah
perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Catilina. Pada tahun 60 SM, ia bertentangan dengan tida
serangkai, yaitu Pompeyus, Caesar, dan Crassus, yang menyebabkan dirinya dibuang. Karena
tindakannya yang selalu menentang akhirnya ia dibunuh. Pidato-pidatonya yang terpenting ialah
In Verrem yaitu pidato yang ditujukan kepada Verres yang melakukan pemerasan, In Catilinam
5
DRS. H. SUISYANTO, MPD. (2020). RETORIKA DAKWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN. Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga. Hlm.18
6
yang ditujukan kepada Catilina dengan maksud untuk menentangnya, Philippica yaitu pidato yang
ditujukan untuk menentang Antonius.6
Perkembangan retorika dibagi menjadi beberapa zaman, salah satunya adalah pada abad
pertengahan. Sedikit informasi abad pertengahan sering disebut abad kegelapan, juga buat retorika.
Ketika agama Kristen berkuasa, retorika dianggap sebagai kesenian jahiliah. Banyak orang Kristen
waktu itu melarang mempelajari retorika yang dirumuskan oleh orang-orangYunani dan Romawi,
para penyembah berhala. Bila orang memeluk agama Kristen, secaraotomatis ia akan memiliki
kemampuan untuk menyampaikan kebenaran. St. Agustinus 7 , yang telah mempelajari retorika
sebelum masuk Kristen tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu.
Retorika pada zaman ini ditandai dengan perubahan sistem pemerintahan yang
berubah dari pemerintahan yang berbentuk republik menjadi pemerintahan dengan kekuasaan
absolute. Kekuasaan berada di tangan Kaisar. Dengan sistem pemerintahan yang demikian
membuat kebebasan berpikir dan berbicara untuk mempersoalkan dan memperdebatkan hal-hal
yang berhubungan dengan kebijaksanaan pemerintahan tidak ada lagi. Hal itu terjadi pula dalam
sistem peradilan, yaitu berubah menjadi lebih bersifat teknik dan terbatas. Peranan retorika
yang masih penting dan semakin menonjol adalah dalam bidang pertunjukan dan
pengembangan agama Kristen. Sehubungan dengan pengembangan agama Kristen, Agustine
menerangkan bahwa seorang ahli retorika Kristen yang baik adalah seorang yang mempertahankan
kebenaran, memerangi dan membetulkan kesalahan, dan menjelaskan ayat-ayat dalam kitab suci.
Mereka harus memikirkan serta menyusun ceramah agama dan doa-doa dengan baik. Untuk
kepentingan itu mereka harus menguasai retorika. Jadi, retorika menjelang abad
pertengahan kehilangan peranan utama, terutama dalam bidang pemerintahan dan bidang
peradilan.
6
Dhanik Sulistyarini, dkk. (2020). Buku Ajar Retorika. Penerbit CV. AA RIZKY, Banten. Hlm.27-29
7
Agustinus dari Hippo, juga dikenal sebagai Santo Agustinus, atau Saint Augustine dan Saint Austin dalam bahasa
Inggris, Beato Agustinus, dan Doktor Rahmat, adalah seorang filsuf dan teolog Kristen awal yang tulisannya
mempengaruhi perkembangan Kekristenan Barat dan filsafat Barat
7
1. Retorika dimasukkan ke dalam jenis seni liberal dan menjadi bagian dari Trivium. Trivium
merupakan seni yang diajarkan di sekolah-sekolah sebagai keterampilan skolastik yang sangat
penting. Trivium memiliki tiga bagian, yakni :
3. Retorika dikaitkan dengan kemampuan menulis. Pada abad ini ada kecenderungan
tidak mengutamakan kemampuan berpidato kecuali untuk kotbah-kotbah di gereja. Wacana
politik, pemerintah dan kemasyarakatan banyak dilakukan dalam bentuk wacana tulis. Karena itu
retorika menjadi amat penting dalam kegiatan menulis. Kemampuan menulis`dibina pada
masa ini. Penggunaan retorika dalam bidang menulis merupakan perkembangan penting retorika
pada abad pertengahan ini.
8
Reka cipta, juga disebut sebagai invensi, adalah suatu bentuk, komposisi materi, peranti, atau proses yang baru.
Sebagian penemuan didasarkan pada bentuk-bentuk, komposisi, proses, atau gagasan-gagasan yang sudah ada
sebelumnya.
8
4. Retorika hanya menjadi alat utama yang paling penting dalam kotbah-kotbah dan doa-doa
gereja. Teori retorika dalam kotbah cenderung bebas, baik teori retorika klasik maupun
teori yang berkembang pada masa itu.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa retorika pada abad pertengahan semakin tereduksi
dan kerdil. Hal ini menimbulkan atau memunculkan sebuah aliran baru, yaitu aliran Manerisme
(manerism). Aliran ini sangat mengutamakan gaya bahasa. Retorika bagi aliran ini tidak lebih dari
penggunaan bahasa dengan gaya bahasa yang indah. 9
Abad pertengahan berlangsung selama seribu tahun (400-1400). Di Eropa, selama periode
panjang tersebut, warisan peradaban Yunani diabaikan. Pertemuan orang Eropa dengan Islam yang
menyimpan dan mengembangkan khazanah Yunani dalam perang Salib menimbulkan
Renaissance. Salah seorang pemikir Renaissance yang menarik kembali minat orang pada retorika
adalah Peter Ramus. Ia membagi retorika pada dua bagian: invention dan dispositio dimasukkan
ke bagian logika. sedangkan retorika hanya berkaitan dengan elocution dan pronuntiatio saja.
1. Epistomologis adalah aliran pertama dalam retorika modern yang menekankan pada
proses psikologis. Epistomologis membahas “teori pengetahuan”, asal-usul, sifat,
metode, dan batas-batas pengetahuan manusia. Para pemikir epistomologis berusaha
mengkaji retorika klasik dalam sorotan perkembangan psikologi kognitif, yang
membahas proses mental.
9
Wahyu Aji,dkk, “Retorika Abad Pertengahan”, Universitas Jambi, 2015, hal 1-3
9
2. Aliran kedua dikenal dengan belles letters (tulisan yang indah). Retorika bellestris
sangat mengutamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis pesan, kadang-kadang
dengan mengabaikan segi informatifnya. Aliran epistomologis dan belles letters
terutama memusatkan perhatian pada persiapan pidato, pada penyusunan pesan dan
penggunaan bahasa.
3. Aliran ketiga disebut gerakan elokusionis, menekankan pada teknik penyampaian
pidato. Misalnya Gilberts Austin memberikan petunjuk praktis penyampaian pidato,
seperti mengenai bagaimana pembicara mengarahkan kontak mata kepada pendengar,
bagaimana pembicara mengatur suaranya.
Pada abad ke-20 retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan
modern, khususnya ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun mulai digeser
oleh istilah-istilah lainnya seperti speech, speech communication, atau public speaking.
1. James A. Winans
Ia adalah perintis penggunaan psikologi modern dalam pidatonya. Bukunya, Public
Speaking, terbit tahun 1917 menggunakan teori psikologi dari William James dan
E.B. Tichener. Sesuai dengan teori James bahwa tindakan ditentukan oleh
perhatian, Winans, mendefinisikan persuasi sebagai “proses menumbuhkan
perhatian yang memadai baik dan tidak terbagi terhadap proposisi-proposisi”. Ia
menerangkan pentingnya membangkitkan emosi melalui motif-motif psikologis
seperti kepentingan pribadi, kewajiban sosial dan kewajiban agama. Cara berpidato
yang bersifat percakapan (conversation) dan teknik-teknik penyampaian pidato
merupakan pembahasan yang amat berharga. Winans adalah pendiri Speech
Communication Association of America (1950).
2. Charles Henry Woolbert
Ia pun termasuk pendiri The Speech Communication Association of America.
Baginya proses penyusunan pidato adalah kegiatan seluruh organisme. Pidato
merupakan ungkapan kepribadian. Logika adlah dasar utama persuasi.
3. William Noorwood Brigance
10
Berbeda dengan Woolbert yang menitikberatkan logika, Brigance menekankan
faktor keinginan (desire) sebagai dasar persuasi.
4. Alan H Monroe
Bukunya, Principles and types of speech, banyak digunakan dalam buku Rakhmat
(2007). Jasa Monroe yang terbesar adalah cara organisasi pesan.
BAB III
KESIMPULAN
1. Retorika berkembang pada masa Yunani. Rakhmat (2007) menjelaskan bahwa pada masa
inilah retorika mengalami masa kejayaan. Pada masa inilah retorika mengalami masa
kejayaan. Pada masa ini orang Yunani banyak memperkuat kemuliaan hidupnya dengan
seni dan buah pikiran. Ilmu pengetahuan pun berkembangan yang ditujukan untuk mencari
kebenaran sehingga lahirlah filsafat.
2. Caesar, penguasa Romawi yang ditakuti, Cicero merupakan orator ulung pertama dari
kalangan bangsa Romawi dengan bukunya yang berjudul ”De Oratore”. Cicero muncul
sebagai negarawan dan cendekiawan. Pernah hanya dalam dua tahun (45-44 SM) ia
menulis banyak buku filsafat dan lima buah buku retorika. Dalam teori, ia tidak banyak-
banyak menampilkan penemuan baru.
3. Abad pertengahan sering disebut juga abad kegelapan, termasuk bagi perkembangan
retorika. Ketika agama Kristen berkuasa, retorika dianggap sebagai kesenian jahiliah.
Banyak orang Kristen pada saat melarang mempelajari retorika yang dirumuskan oleh
orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah berhala.
4. Abad pertengahan berlangsung selama seribu tahun (400-1400). Di Eropa, selama periode
panjang tersebut, warisan peradaban Yunani diabaikan. Renaissance mengantarkan kita
kepada retorika modern, yang menghubungkan Renaissance dengan retorika modern
adalah Roger Bacon (1214-1219). Pada abad ke-20 retorika mengambil manfaat dari
perkembangan ilmu pengetahuan modern, khususnya ilmu perilaku seperti psikologi dan
sosiologi. Istilah retorika pun mulai digeser oleh istilah-istilah lainnya seperti speech,
speech communication, atau public speaking.
11
DAFTAR PUSTAKA
Aji, Wahyu, Andi Haerani, Fadhel Robi,Gita Wulandari, Leonardo Sangap G. (2015). “Retorika
Abad Pertengahan”. Universitas Jambi.
Sulistyarini, Dhanik, MComm&MediaSt dan Dr. Anna Gustina Zainal. (2020). Buku Ajar
Retorika. Penerbit CV. AA RIZKY, Banten.
Rajiyem. (2005). Sejarah dan Perkembangan Retorika. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Syamsuddin, Mukhtasar. (2014). Ruang Lingkup Retorika. Jakarta: Universitas Terbuka
Jakarta.
SUISYANTO. (2020). RETORIKA DAKWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN.
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
12