Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Sejarah Perkembangan
Retorika guna memenuhi tugas mata Retorika Public Speaking yang diampu oleh Umi Kalsum
Minangsih, M.A
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah senantiasa memberikan syafaat kepada kita semua.
Makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, kami
ucapkan terima kasih pada pihak yang telah berkenan membantu dalam proses penyelesaian
makalah ini.
Kami menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu,
kritik dan saran kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Harapan kami semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kami khususnya.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan
Dalam makalah ini, kami, kami berharap dapat mencapai tujuan makalah kami dalam
menuliskan makalah tentang Sejarah Perkembangan Retorika guna untuk menjawab dan
menjelaskan dari semua rumusan masalah diatas dan bisa dipahami secara jelas.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada waktu itu, retorika memiliki beberapa fungsi (Sunarjo, 1983:55), yakni untuk
mencapai kebenaran/kemenangan bagi seseorang atau golongan dalam masyarakat;
untuk meraih kekuasaan, yakni mencapai kemenangan seseorang atau kelompok
dengan pemeo ‘siapa yang menang dialah yang berkuasa’; sebagai alat persuasi yang
digunakan untuk mempengaruhi manusia lain.
Tokoh tokoh di bidang retorika
Georgias (dari kaum sofisme). Dia yang mengatakan bahwa kebenaran suatu pen-
dapat hanya dapat dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam pembicaraan. Georgias ini
merupakan guru retorika yang pertama. Ia membuka sekolah retorika yang mengajarkan
dimensi bahasa yang puitis dan teknik ber- bicara impromptu (berbicara tanpa persiapan).
Ia meminta bayaran mahal, sekitar 10.000 dollar per mahasiswa. Georgias bersama
Protagoras menjadi ‘dosen terbang’ yang mengajar berpindah dari satu kota ke kota lain
(Rakhmat, 1994:4). Sekolah tersebut dibuka dalam rangka memenuhi ‘pasar’ akan
kemampuan berpikir yang jernih dan logis serta berbicara yang jelas dan persuasif.
a.memisahkan pemikiran salah dari yang tepat, yakni dengan jalan berpikir men-
dalam dan memperhatikan suatu persoal- an dengan sungguh-sungguh agar dapat
menemukan suatu ‘nilai universal’ yang ada dalam masyarakat. Nilai ini yang
dipergunakan untuk memecahkan per- soalan tersebut,
Orang Yunani hidup dalam berkelompok dengan sistem kemasyarakatan yang teratur
disebut Polis atau negara kota. Polis merupakan lembaga politik yang meliputi kekuasaan secara
otonimi, swasembada dan kemerdekaan. Dari faktor ketiga inilah melatarbelakangi kebebasan
untuk berfikir dan membantu munculnya filsafat. Di zaman Yunani berlaku kalau orang lain mau
memiliki sebuah kedudukan untuk jabatan negeri, maka diadakan pemilihan yang dilakukan oleh
rakyat. Itulah mengapa dengan sendirinya tiap orang Yunani mempelajari Retorika supaya
mendapakan suara yang banyak dari saingannya. Jamaluddin Adinegoro mengemukakan bahwa
Prikles (500-429 SM) adalah seorang ahli retorika. Prikles terpilih setiap tahun selama 15 tahun
menjadi presiden di Athena karena bisa berpidato. Dengan itu masa kepemimpinannya di zaman
keemasan Yunani
Di zaman Yunani sudah mengalami perkembangan yang cukup cepat, dengan berbagai tokoh
Filosof, diantaranya Socrates, Plato dan Aristoteles.
Teori retorika Aristoteles sangat sistematis dan komprehensif. Pada satu sisi, retorika telah
memperoleh dasar teoretis yang kokoh. Namun pada sisi lain, uraiannya yang lengkap dan
persuasif telah membungkam para ahli retorika yang datang sesudahnya. Orang-orang Romawi
selama dua ratus tahun setelah De Arte Rhetorica tidak menambahkan apa-apa yang berarti bagi
perkembangan retorika. Buku Ad Herrenium, yang ditulis dalam bahasa Latin kira-kira 100 SM,
hanya mensistematisasikan dengan cara Romawi warisan retorika gaya Yunani. Orang-orang
romawi bahkan hanya mengambil segi-segi praktisnya saja. Walaupun begitu, kekaisaran Romawi
bukan saja subur dengan sekolah-sekolah retorika; tetapi juga kaya dengan orator-orator ulung:
Antonius, Crassus, Rufus, Hortensius. Yang disebut terakhir terkenal begitu piawai dalam
berpidato sehingga para artis berusaha mempelajari gerakan dan cara penyampaiannya.
Sejak zaman Yunani sampai zaman Romawi, retorika selalu berkaitan dengan
kenegarawanan. Para orator umumnya terlibat dalam kegiatan politik. Ada dua cara untuk
memperoleh kemenangan politik: talk it out (membicarakan sampai tuntas) atau shoot it out
(menembak sampai habis). Retorika subur pada cara pertama, cara demokrasi. Ketika demokrasi
Romawi mengalami kemunduran, dan kaisar demi kaisar memegang pemerintahan,
“membicarakan” diganti dengan “menembak”. Retorika tersingkir ke belakang panggung. Para
kaisar tidak senang mendengar orang yang pandai berbicara.
Abad pertengahan sering disebut abad kegelapan, juga buat retorika. Ketika agama kristen
berkuasa, retorika dianggap sebagai kesenian jahiliah. Banyak orang kristen waktu itu melarang
mempelajari retorika yang dirumuskan oleh orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah
berhala. Bila orang memeluk agama Kristen, secara otomatis ia akan memiliki kemampuan untuk
menyampaikan kebenaran. St. Agustinus, yang telah mempelajari retorika sebelum masuk Kristen
tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu. 2
Suatu abad kemudian, di Timur muncul peradaban baru. Seorang Nabi menyampaikan firman
Tuhan
1
https://www.academia.edu/10371936/RETORIKA_ZAMAN_ROMAWI
2
Jalaludin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, … p. 10
ظ هُ ْم َو ق ُ ْل ل َ هُ ْم ف ِ ي أ َنْ ف ُ ِس ِه ْم
ْ ض عَ نْ هُ ْم َو ِع ْ َ ك ال َّ ِذ ي َن ي َ عْ ل َ مُ َّللاَّ ُ َم ا ف ِ ي ق ُ ل ُ و ب ِ ِه ْم ف َ أ
ْ ع ِر َ ِ أ ُو َٰل َ ئ
ق َ ْو اًل ب َ لِ ي غ ا ا
“Berilah mereka nasihat dan berbicaralah kepada mereka dengan pembicaraan yang menyentuh
jiwa mereka” (Alquran 4:63).
Muhammad SAW bersabda, memperteguh firman Tuhan ini, “Sesungguhnya dalam kemampuan
berbicara yang baik itu ada sihirnya”. 3
Ia sendiri seorang pembicara yang fasih dengan kata-ata singkat yang mengandung makna
padat. Para sahabatnya bercerita bahwa ucapannya sering menyebabkan pendengar berguncang
hatinya dan berlinang air matanya. Tetapi ia tidak hanya menyentuh hati, ia juga mengimbau akal
para pendengarnya. Ia sangat memperhatikan orangorang yang dihadapinya, dan menyesuaikan
pesannya dengan keadaan mereka. Ada ulama yang mengumpulkan khusus pidatonya dan
menamainya Madinat al-Balaghah (kota Balaghah). Salah seorang sahabat yang paling
dikasihinya, Ali bin Abi Thalib, mewarisi ilmunya dalam berbicara. Seperti dilukiskan Thomas
Carlyle, “every antagonist in the combats of tongue or of sword was subdited by his eloquence an
valor”. Pada Ali Bin Abi Thalib, kefasihan dan kenegarawanan bergabung kembali. Khotbah-
khotbahnya dikumpulkan dengan cermat oleh para pengikutnya dan diberi judul Nahj al-Balaghah
(Jalan Balaghah).
Balaghah menjadi disiplin ilmu yang menduduki status yang mulia dalam peradaban islam.
Kaum muslim menggunakan balaghah sebagai pengganti retorika. Tetapi warisan retorika Yunani,
yang dicampakkan di Eropa abad pertengahan, dikaji dengan tekun oleh para ahli balaghah.
Sayang, sangat kurang sekali studi berkenaan dengan kontribusi Balaghah pada retorika modern.
Balaghah, beserta ma’ani dan bayan, masih tersembunyi di pesantren-pesantren dan lembaga-
lembaga pendidikan islam tradisional. 4
E. Retorika Abad Moderen
Abad pertengahan berlangsung selama seribu tahun (400-1400). Di Eropa, selama periode
panjang itu, warisan peradaban Yunani diabaikan. Aliran pertama retorika dalam masa modern,
yang menekankan proses psikologis, dikenal dengan aliran epistemologis. Epistemologi
membahas “teori pengetahuan”, asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia.
Para pemikir epistemologis berusaha mengkaji retorika klasik sorotan perkembangan psikologi
kognitif (yakni, yang membahas proses mental).
George Campbell (1719-1796), dalam bukunya yang berjudul The Philosophy of Rhetoric,
menelaah tulisan milik Aristoteles, Cicero, dan Quintillianus dengan pendekatan psikologi fakultas
(bukan fakultas psikologi). Psikologi fakultas berusaha menjelaskan sebab-musabab perilaku
manusia pada empat fakultas atau kemampuan jiwa manusia: pemahaman, memori, imajinasi,
perasaan, dan kemauan. Retorika menurut definisi Campbell, haruslah diarahkan kepada upaya
“mencerahkan pemahaman, menyenangkan imajinasi, menggerakkan perasaan, dan
mempengaruhi kemauan”.
Richard Whately mengembangkan retorika yang dirintis Campbell. Ia mendasarkan teori
retorikanya juga pada psikologi fakultas. Hanya saja ia menekankan argumentasi yang tepat dan
mengorganisasikannya secara baik. Baik Whately maupun Campbell menekankan pentingnya
menelaah proses berpikir khalayak. Karena itu retorika yang beorientasi pada khalayak (audience-
centered) berutang budi pada kaum epistemologis – aliran pertama retorika modern.
Aliran retorika modern kedua dikenal sebagai gerakan belles lettres (Bahasa Prancis:
tulisan yang indah). Retorika belletris sangat mengutamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis
pesan, kadang-kadang dengan mengabaikan segi informatifnya. 5
Aliran pertama (epistemologi) dan kedua (belles lettres) teruatam memusatkan perhatian
meraka pada persiapan pidato pada penyusunan pesan dan penggunaan bahasa. Aliran ketiga
disebut gerakan elokusionis justru menekankan teknik penyampaian pidato. Dalam
perkembangan, gerakan elokusionis dikritik karena perhatian dan kesetiaan yang berlebihan
kepada teknik. Ketika mengikuti kaum elokusionis, pembicara tidak lagi berbicara dan bergerak
secara spontan. Gerakannya menjadi artifisal. Walaupun begitu, kaum elokusionis telah berjaya
dalam melakukan penelitian empiris sebelum merumuskan “resep-resep” penyampaian pidato.
Retorika kini tidak lagi ilmu berdasarkan semata-mata “otak-atik otak” atau hasil
prenungan rasional saja. retorika seperti disiplin yang lain, dirumuskan dari hasil penelitian
empiris.6 Pada abad kedua puluh, retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu
pengetahuan modern khususnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika
pun mulai digeser oleh speech, speech communication, atau oral communication atau publik
speaking. Di bawah ini diperkenalkan sebagian dari tokoh-tokoh retorika mutakhir
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Retorika dapat diartikan sebagai seni berpidato atau mengarang/membuat naskah dengan
baik. retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam
proses komunikasi antar manusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti lancar
tanpa jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi, suatu kemampuan untuk berbicara dan
berpidato jelas, padat dan mengesankan. Retorika sudah ada sejak manusia lahir namun
sebagai seni yang dipelajari dimulai abad 5 sebelum Masehi (SM) ketika kaum sofis di yunani
mengembara dari satu tempat lain untuk mengajarkan pengetahuan tentang politik dan
pemerintahan dengan penekanan terutama pada kemampuan berpidato
B. Saran
Demikian makalah ini disusun sebagai tugas makalah mata kuliah Retorika Public
SPeaking. Semoga ini bisa menanamkan jiwa sosial kepada kita, memberikan contoh
kerjasama yang baik akan menumbuhkan generasi dengan jiwa sosial yang tinggi.
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Oleh karena itu, kami sangat
terbuka atas kritik dan saran oleh pembaca. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat untuk pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Internet
https://www.academia.edu/10371936/RETORIKA_ZAMAN_ROMAWI Diakses
pada tanggal 8 September 2021 pukul 23.33 WIB