Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Sejarah Perkembangan Retorika


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Retorika Public Speaking

Dosen Pengampu : Kalsum Minangsih, M.A

Disusun Oleh Kelompok 2 :


Daffa Haikal Nurfajri 11180510000143

Ahmad Alfi Mazaya 11190510000003


Devina Putri Zakiya 11190510000071

Silfia Rahmah Harahap 11190510000083


Annisa Nadia Maharani 11190510000175
Dimas Raihan Hidayat 11190510000256

Adillah Olive. A 11190510000285

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Sejarah Perkembangan
Retorika guna memenuhi tugas mata Retorika Public Speaking yang diampu oleh Umi Kalsum
Minangsih, M.A

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah senantiasa memberikan syafaat kepada kita semua.

Makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, kami
ucapkan terima kasih pada pihak yang telah berkenan membantu dalam proses penyelesaian
makalah ini.

Kami menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu,
kritik dan saran kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Harapan kami semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kami khususnya.

Jakarta, 22 Maret 2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 1


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 2
BAB I ..................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 3
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 3
C. Tujuan ........................................................................................................................................ 3
BAB II .................................................................................................................................................... 4
A. Sejarah Perkembangan Retorika .............................................................................................. 4
B. Sejarah Retorika Zaman Yunani Kuno .................................................................................... 6
C. Retorika Zaman Romawi Kuno ................................................................................................ 7
D. Retorika Abad Pergtengahan .................................................................................................... 9
BAB III ................................................................................................................................................ 13
PENUTUP............................................................................................................................................ 13
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 13
B. Saran ........................................................................................................................................ 13
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Berkomunikasi merupakan kebutuhan hidup paling mendasar bagi manusia.


Sebelum seorang manusia bisa berbuat apa-apa di dunia, ketika ia baru saja keluar dari
perut ibunya, yang pertama kali dilakukannya adalah berkomunikasi, ini suatu bukti
bahwa berkomunikasi dapat dikatakan kebutuhan hidup paling mendasar bagi manusia. 1
Berkomunikasi yang dibahas adalah komunikasi bersifat lebih khusus kepada
komunikasi yang menggunakan lisan. Berkomunikasi yang menggunakan lisan biasanya
disebut dengan retorika, walaupun arti retorika secara mendalam tidak hanya terkhusus
kepada komunikasi menggunakan lisan saja.
.
B. Rumusan Masalah
1. Kapan Pemikiran Retorika Munul
2. Perkembangan Retorika Zaman Yunani & Romawi
3. Perkembangan Reotika Di Zaman Moderen

C. Tujuan
Dalam makalah ini, kami, kami berharap dapat mencapai tujuan makalah kami dalam
menuliskan makalah tentang Sejarah Perkembangan Retorika guna untuk menjawab dan
menjelaskan dari semua rumusan masalah diatas dan bisa dipahami secara jelas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Retorika

Berkomunikasi merupakan kebutuhan hidup paling mendasar bagi manusia.


Sebelum seorang manusia bisa berbuat apa-apa di dunia, ketika ia baru saja keluar dari
perut ibunya, yang pertama kali dilakukannya adalah berkomunikasi, ini suatu bukti
bahwa berkomunikasi dapat dikatakan kebutuhan hidup paling mendasar bagi manusia.
Berkomunikasi yang dibahas adalah komunikasi bersifat lebih khusus kepada
komunikasi yang menggunakan lisan. Berkomunikasi yang menggunakan lisan
biasanya disebut dengan retorika, walaupun arti retorika secara mendalam tidak hanya
terkhusus kepada komunikasi menggunakan lisan saja.
Retorika dapat diartikan sebagai seni berpidato atau mengarang/membuat naskah
dengan baik. Dalam Webster's World College Dictionary disebutkan bahwa retorika
adalah "the art of speaking or writing with correctness, clearness and strength", yakni
seni berpidato atau mengarang dengan benar, teliti, jelas, dan kuat. Retorika juga
diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang dicapai berdasarkan bakat alam
(talenta) dan keterampilan teknis (arts, techne).
Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang
dipergunakan dalam proses komunikasi antar manusia. Kesenian berbicara ini bukan
hanya berarti lancar tanpa jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi, suatu kemampuan untuk
berbicara dan berpidato jelas, padat dan mengesankan.
Sistematis retorika yang pertama diletakkan oleh orang Syracuse, sebuah koloni
Yunani di Pulau Sicilia. Bertahun-tahun koloni-koloni itu diperintah para tiran. Tiran
di mana pun pada zaman apapun, senang menggusur tanah rakyat. Kira-kira tahun
465 SM, rakyat melancarkan revolusi. Diktator ditumbangkan dan demokrasi
ditegakkan. Pemerintah mengembalikan lagi tanah rakyat kepada pemiliknya yang
sah.3 Maka dari itu dalam makalah ini penulis membahas sejarah perkembangan
retorika terdapat perekmabangan dari Yunani Kuno, Romawi Kuno, Abad pertengahan
dan perkembangan retorika modern.
Retorika sudah ada sejak manusia lahir namun sebagai seni yang dipelajari dimulai abad
5 sebelum Masehi (SM) ketika kaum sofis di yunani mengembara dari satu tempat lain
untuk mengajarkan pengetahuan tentang politik dan pemerintahan dengan penekanan
terutama pada kemampuan berpidato. Pemerintah perlu usaha untuk mengajarkan
pengetahuan tentang politik dan pemerintahan perlu usaha membujuk rakyat demi
kemenangan dalam pemilihan berkembanlah seni pidato yang membenarkan pemutar
balikan kenyataan demi tercapainya tujuan.

Pada waktu itu, retorika memiliki beberapa fungsi (Sunarjo, 1983:55), yakni untuk
mencapai kebenaran/kemenangan bagi seseorang atau golongan dalam masyarakat;
untuk meraih kekuasaan, yakni mencapai kemenangan seseorang atau kelompok
dengan pemeo ‘siapa yang menang dialah yang berkuasa’; sebagai alat persuasi yang
digunakan untuk mempengaruhi manusia lain.
Tokoh tokoh di bidang retorika

Georgias (dari kaum sofisme). Dia yang mengatakan bahwa kebenaran suatu pen-
dapat hanya dapat dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam pembicaraan. Georgias ini
merupakan guru retorika yang pertama. Ia membuka sekolah retorika yang mengajarkan
dimensi bahasa yang puitis dan teknik ber- bicara impromptu (berbicara tanpa persiapan).
Ia meminta bayaran mahal, sekitar 10.000 dollar per mahasiswa. Georgias bersama
Protagoras menjadi ‘dosen terbang’ yang mengajar berpindah dari satu kota ke kota lain
(Rakhmat, 1994:4). Sekolah tersebut dibuka dalam rangka memenuhi ‘pasar’ akan
kemampuan berpikir yang jernih dan logis serta berbicara yang jelas dan persuasif.

Protagoras. Dia menyatakan bahwa kemahiran berbicara bukan untuk kemenang-


an melainkan demi keindahan bahasa. Sokrates menyatakan bahwa retorika adalah demi
kebenaran. Dialog adalah tekniknya, karena dengan dialog kebenaran akan timbul dengan
sendirinya (Susanto, 1975: 236). Teknik dialog Sokrates mengikuti jalan deduksi, yaitu
menarik kesimpulan-kesimpul- an untuk hal-hal yang khusus setelah me- nyelidiki hal-hal
yang berlaku pada umum- nya. Metode Sokrates mengenai retorika ini adalah:

a.memisahkan pemikiran salah dari yang tepat, yakni dengan jalan berpikir men-
dalam dan memperhatikan suatu persoal- an dengan sungguh-sungguh agar dapat
menemukan suatu ‘nilai universal’ yang ada dalam masyarakat. Nilai ini yang
dipergunakan untuk memecahkan per- soalan tersebut,

b.bertanya (dialog) dan menyelidiki argu- mentasi-argumentasi yang diberikan


kepadanya dengan harapan dapat mem- buat suatu definisi tentang apa yang
diketemukannya (definisi ini berdasarkan hasil penemuan dari masyarakat).

B. Sejarah Retorika Zaman Yunani Kuno

Orang Yunani hidup dalam berkelompok dengan sistem kemasyarakatan yang teratur
disebut Polis atau negara kota. Polis merupakan lembaga politik yang meliputi kekuasaan secara
otonimi, swasembada dan kemerdekaan. Dari faktor ketiga inilah melatarbelakangi kebebasan
untuk berfikir dan membantu munculnya filsafat. Di zaman Yunani berlaku kalau orang lain mau
memiliki sebuah kedudukan untuk jabatan negeri, maka diadakan pemilihan yang dilakukan oleh
rakyat. Itulah mengapa dengan sendirinya tiap orang Yunani mempelajari Retorika supaya
mendapakan suara yang banyak dari saingannya. Jamaluddin Adinegoro mengemukakan bahwa
Prikles (500-429 SM) adalah seorang ahli retorika. Prikles terpilih setiap tahun selama 15 tahun
menjadi presiden di Athena karena bisa berpidato. Dengan itu masa kepemimpinannya di zaman
keemasan Yunani

Pemikiran Filosof Yunani tenang Retorika

Di zaman Yunani sudah mengalami perkembangan yang cukup cepat, dengan berbagai tokoh
Filosof, diantaranya Socrates, Plato dan Aristoteles.

1. Socrates (469-399 SM)


Socrates sendiri sangat disayangkan tidak mempunyai buku dan berbagai tulisannya. Tapi
pikiran-pikiran yang dapat diketahui secara tidak langsung melalui tulisan-tulisan dari
cukup banyak pemikir Yunani, termasuk dari muridnya yaitu Plato. Socrates tertarik
dengan kekuatan sebuah kata dan seni berbicara, dengan itu metode yang digunakan adalah
dialektika, yaitu mode ini ditekankan pada teknik membuat pertanyaan dan menyiapkan
jawaban yang sesuai dengan persoalan.
2. Plato (427-345 SM)
Plato adalah murid Socrates. Plato lebih menekankan pada logika, karena menurutnya
retorika dapat digunakan untuk sebuah kebenaran dan harus disajikan dengancara yang
dapat diterima oleh pendengar. Ia menganjurkan agar retorika memiliki term-term tertentu
(logical arrangement) dan mempunyai keseimbangan (proportion and balance). Plato
telah mengubah retorika dengan sekumpulan teknik dan menjadi wacana ilmiah
3. Aristoteles (384-323 SM)
Pikiran Aristoteles dikembangkan oleh alhli retorika klasik. Mereka menyusun lima tahap
penyusunan pidato yang terkenal sebagai lima hukum retorika (the five canons of rhetoric).
a. Inventio (penemuan), yaitu tahap bagi pembicara menggali topik dan meneliti khalayak
untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat Aristoteles menyebut tiga cara
untuk mempengaruhi manusia, pertama, harus sanggup menunjukkan kepada khalayak
bahwa anda memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, dan dan
status yang terhormat (ethos). Kedua, harus mampu menyentuh hati khalayak:
perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang (pathos). Ahli retorika modern
menyebutnya imbauan emosional (emotional appeals). Ketiga, Meyakinkan khalayak
dengan mengajukan yang kelihatan sebagai bukti.
b. Dispesitio (penyusunan), yaitu tahap dimana pembicara menyusun pidato atau
mengorganisasikan pesan. Aristoteles menyebutnya taxis, yang berarti pembagian.
Pesan harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang berkaitan secara logis.
c. Eloqutio (gaya bahasa), pada tahap ini pembicara memilih kata-kata dan menggunakan
bahasa yang tepat untuk “mengemas” pesannya. Aristoteles memberi nasehat gunakan
bahasa yang tepat, benar dan dapat diterima, pilih katakata yang jelas dan langsung,
sampaikan kalimat yang indah, mulia, dan hidup.
d. Memoria (ingatan), yaitu pembicara harus mengingat apa yang ingin disampaikannya
dengan mengatur bahan-bahan pembicaraannya.
e. Pronuntiatio (cara penyampaian pesan), pada tahap ini pembicara menyampaikan
pesannya secara lisan. Disini akting sangat berperan. Pembicara harus memperhatikan
olah suara (vocis) dan gerakan-gerakan anggota badan.

C. Retorika Zaman Romawi Kuno


Setelah Yunani runtuh simbol kejayaan digantikan oleh kerajaan Romawi Kuno. Retorika
termasuk hal yang diboyong oleh Romawi atas kemenangan ekspansi militer mereka ke Yunani.
Oleh karena itu, retorika berbumi di Romawi. Retorika berkembang subur. Salah satu sebab adalah
sistem pemerintahan Romawi yang berbentuk republik memiliki senat, yaitu badan yang mewakili
wewenang untuk memutuskan kebijakan- kebijakan penting. Kondisi ini menyadarkan para
senator memperlengkapi diri dengan kecakapan berpidato atau retorika. Hal itulah yang
menyebabkan sekolah-sekolah retorika, buku retorika dan pamor guru retorika menjadi semakin
terhormat di tengah-tengah masyarakat Romawi. Di Romawi lahir dua retorika legendaris, yaitu
Cicero dan Quintilianus. Kedua retorika ini dianggap mewakili perkembangan retorika di Romawi.

Teori retorika Aristoteles sangat sistematis dan komprehensif. Pada satu sisi, retorika telah
memperoleh dasar teoretis yang kokoh. Namun pada sisi lain, uraiannya yang lengkap dan
persuasif telah membungkam para ahli retorika yang datang sesudahnya. Orang-orang Romawi
selama dua ratus tahun setelah De Arte Rhetorica tidak menambahkan apa-apa yang berarti bagi
perkembangan retorika. Buku Ad Herrenium, yang ditulis dalam bahasa Latin kira-kira 100 SM,
hanya mensistematisasikan dengan cara Romawi warisan retorika gaya Yunani. Orang-orang
romawi bahkan hanya mengambil segi-segi praktisnya saja. Walaupun begitu, kekaisaran Romawi
bukan saja subur dengan sekolah-sekolah retorika; tetapi juga kaya dengan orator-orator ulung:
Antonius, Crassus, Rufus, Hortensius. Yang disebut terakhir terkenal begitu piawai dalam
berpidato sehingga para artis berusaha mempelajari gerakan dan cara penyampaiannya.

Kemampuan Hortensius disempurnakan oleh Cicero. Karena dibesarkan dalam keluarga


kaya dan menikah dengan istri yang memberinya kehormatan dan uang, Cicero muncul sebagai
negarawan dan cendikiawan. Pernah hanya dalam dua tahun (45-44 SM), ia menulis banyak buku
filsafat dan lima buah buku retorika. Dalam teori, ia tidak banyak menampilkan penemu baru. Ia
banyak mengambil gagasan dari Isocrates. Ia percaya bahwa efek pidato akan baik, bila yang
berpidato adalah orang baik juga. The good man speaks well. Dalam praktek, Cicero betul-betul
orator yang sangat berpengaruh. Caesar, penguasa Romawi yang ditakuti, Memuji Ciocero, “Anda
telah menemukan semua khazanah retorika, dan Andalah orang pertama yang menggunakan
semuanya. Anda telah memperoleh kemenangan yang lebih disukai dari kemenangan para
jenderal. Karena sesungguhnya lebih agung memperluas batas-batas kecerdassan manusia
daripada memperluas batas-batas kerajaan Romawi”1 Cicero sendiri adalah seorang negarawan
sekaligus cendekiawan. Sejarah tentang dirinya mencatat bahwa pernah hanya dalam dua tahun
(45-44 SM), Cicero menulis banyak buku filsafat dan lima buah buku retorika meskipun melalui
teori-teori yang dikembangkannya tidak banyak menampilkan penemuan baru.

D. Retorika Abad Pergtengahan

Sejak zaman Yunani sampai zaman Romawi, retorika selalu berkaitan dengan
kenegarawanan. Para orator umumnya terlibat dalam kegiatan politik. Ada dua cara untuk
memperoleh kemenangan politik: talk it out (membicarakan sampai tuntas) atau shoot it out
(menembak sampai habis). Retorika subur pada cara pertama, cara demokrasi. Ketika demokrasi
Romawi mengalami kemunduran, dan kaisar demi kaisar memegang pemerintahan,
“membicarakan” diganti dengan “menembak”. Retorika tersingkir ke belakang panggung. Para
kaisar tidak senang mendengar orang yang pandai berbicara.

Abad pertengahan sering disebut abad kegelapan, juga buat retorika. Ketika agama kristen
berkuasa, retorika dianggap sebagai kesenian jahiliah. Banyak orang kristen waktu itu melarang
mempelajari retorika yang dirumuskan oleh orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah
berhala. Bila orang memeluk agama Kristen, secara otomatis ia akan memiliki kemampuan untuk
menyampaikan kebenaran. St. Agustinus, yang telah mempelajari retorika sebelum masuk Kristen
tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu. 2

Dalam On Christian Doctrine (426), ia menjelaskan bahwa para pengkhotbah harus


sanggup mengajar, menggembirakan, dan menggerakkan yang oleh Cicero disebut sebagai
kewajiban orator. Untuk mencapai tujuan Kristen, yakni mengungkapkan kebenaran, kita harus
mempelajari tekhnik penyampaian pesan.

Suatu abad kemudian, di Timur muncul peradaban baru. Seorang Nabi menyampaikan firman
Tuhan

1
https://www.academia.edu/10371936/RETORIKA_ZAMAN_ROMAWI
2
Jalaludin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, … p. 10
‫ظ هُ ْم َو ق ُ ْل ل َ هُ ْم ف ِ ي أ َنْ ف ُ ِس ِه ْم‬
ْ ‫ض عَ نْ هُ ْم َو ِع‬ ْ َ ‫ك ال َّ ِذ ي َن ي َ عْ ل َ مُ َّللاَّ ُ َم ا ف ِ ي ق ُ ل ُ و ب ِ ِه ْم ف َ أ‬
ْ ‫ع ِر‬ َ ِ ‫أ ُو َٰل َ ئ‬
‫ق َ ْو اًل ب َ لِ ي غ ا ا‬
“Berilah mereka nasihat dan berbicaralah kepada mereka dengan pembicaraan yang menyentuh
jiwa mereka” (Alquran 4:63).

Muhammad SAW bersabda, memperteguh firman Tuhan ini, “Sesungguhnya dalam kemampuan
berbicara yang baik itu ada sihirnya”. 3

Ia sendiri seorang pembicara yang fasih dengan kata-ata singkat yang mengandung makna
padat. Para sahabatnya bercerita bahwa ucapannya sering menyebabkan pendengar berguncang
hatinya dan berlinang air matanya. Tetapi ia tidak hanya menyentuh hati, ia juga mengimbau akal
para pendengarnya. Ia sangat memperhatikan orangorang yang dihadapinya, dan menyesuaikan
pesannya dengan keadaan mereka. Ada ulama yang mengumpulkan khusus pidatonya dan
menamainya Madinat al-Balaghah (kota Balaghah). Salah seorang sahabat yang paling
dikasihinya, Ali bin Abi Thalib, mewarisi ilmunya dalam berbicara. Seperti dilukiskan Thomas
Carlyle, “every antagonist in the combats of tongue or of sword was subdited by his eloquence an
valor”. Pada Ali Bin Abi Thalib, kefasihan dan kenegarawanan bergabung kembali. Khotbah-
khotbahnya dikumpulkan dengan cermat oleh para pengikutnya dan diberi judul Nahj al-Balaghah
(Jalan Balaghah).

Balaghah menjadi disiplin ilmu yang menduduki status yang mulia dalam peradaban islam.
Kaum muslim menggunakan balaghah sebagai pengganti retorika. Tetapi warisan retorika Yunani,
yang dicampakkan di Eropa abad pertengahan, dikaji dengan tekun oleh para ahli balaghah.
Sayang, sangat kurang sekali studi berkenaan dengan kontribusi Balaghah pada retorika modern.
Balaghah, beserta ma’ani dan bayan, masih tersembunyi di pesantren-pesantren dan lembaga-
lembaga pendidikan islam tradisional. 4
E. Retorika Abad Moderen

Abad pertengahan berlangsung selama seribu tahun (400-1400). Di Eropa, selama periode
panjang itu, warisan peradaban Yunani diabaikan. Aliran pertama retorika dalam masa modern,
yang menekankan proses psikologis, dikenal dengan aliran epistemologis. Epistemologi
membahas “teori pengetahuan”, asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia.
Para pemikir epistemologis berusaha mengkaji retorika klasik sorotan perkembangan psikologi
kognitif (yakni, yang membahas proses mental).

George Campbell (1719-1796), dalam bukunya yang berjudul The Philosophy of Rhetoric,
menelaah tulisan milik Aristoteles, Cicero, dan Quintillianus dengan pendekatan psikologi fakultas
(bukan fakultas psikologi). Psikologi fakultas berusaha menjelaskan sebab-musabab perilaku
manusia pada empat fakultas atau kemampuan jiwa manusia: pemahaman, memori, imajinasi,
perasaan, dan kemauan. Retorika menurut definisi Campbell, haruslah diarahkan kepada upaya
“mencerahkan pemahaman, menyenangkan imajinasi, menggerakkan perasaan, dan
mempengaruhi kemauan”.
Richard Whately mengembangkan retorika yang dirintis Campbell. Ia mendasarkan teori
retorikanya juga pada psikologi fakultas. Hanya saja ia menekankan argumentasi yang tepat dan
mengorganisasikannya secara baik. Baik Whately maupun Campbell menekankan pentingnya
menelaah proses berpikir khalayak. Karena itu retorika yang beorientasi pada khalayak (audience-
centered) berutang budi pada kaum epistemologis – aliran pertama retorika modern.
Aliran retorika modern kedua dikenal sebagai gerakan belles lettres (Bahasa Prancis:
tulisan yang indah). Retorika belletris sangat mengutamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis
pesan, kadang-kadang dengan mengabaikan segi informatifnya. 5

Aliran pertama (epistemologi) dan kedua (belles lettres) teruatam memusatkan perhatian
meraka pada persiapan pidato pada penyusunan pesan dan penggunaan bahasa. Aliran ketiga
disebut gerakan elokusionis justru menekankan teknik penyampaian pidato. Dalam
perkembangan, gerakan elokusionis dikritik karena perhatian dan kesetiaan yang berlebihan
kepada teknik. Ketika mengikuti kaum elokusionis, pembicara tidak lagi berbicara dan bergerak
secara spontan. Gerakannya menjadi artifisal. Walaupun begitu, kaum elokusionis telah berjaya
dalam melakukan penelitian empiris sebelum merumuskan “resep-resep” penyampaian pidato.

Retorika kini tidak lagi ilmu berdasarkan semata-mata “otak-atik otak” atau hasil
prenungan rasional saja. retorika seperti disiplin yang lain, dirumuskan dari hasil penelitian
empiris.6 Pada abad kedua puluh, retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu
pengetahuan modern khususnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika
pun mulai digeser oleh speech, speech communication, atau oral communication atau publik
speaking. Di bawah ini diperkenalkan sebagian dari tokoh-tokoh retorika mutakhir
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Retorika dapat diartikan sebagai seni berpidato atau mengarang/membuat naskah dengan
baik. retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam
proses komunikasi antar manusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti lancar
tanpa jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi, suatu kemampuan untuk berbicara dan
berpidato jelas, padat dan mengesankan. Retorika sudah ada sejak manusia lahir namun
sebagai seni yang dipelajari dimulai abad 5 sebelum Masehi (SM) ketika kaum sofis di yunani
mengembara dari satu tempat lain untuk mengajarkan pengetahuan tentang politik dan
pemerintahan dengan penekanan terutama pada kemampuan berpidato
B. Saran
Demikian makalah ini disusun sebagai tugas makalah mata kuliah Retorika Public
SPeaking. Semoga ini bisa menanamkan jiwa sosial kepada kita, memberikan contoh
kerjasama yang baik akan menumbuhkan generasi dengan jiwa sosial yang tinggi.
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Oleh karena itu, kami sangat
terbuka atas kritik dan saran oleh pembaca. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat untuk pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Jalalludin Rakhmat; Retorika Modern; Pendektan Praktis, Penerbit: PT.


Remaja Rosdakarya , Bandung, Cetakan kesembilan, September 2004.
Susandi, S. 2018. Pengantar Retorika. Malang: Pitaloka Jogjakarta.
Tamrin Sikumbang, Ahmad, Kontribusi Filsafat Barat, (Sumatra Utara:
Analytica Islamica, Vol. 2, No. 1, 2013)

Internet
https://www.academia.edu/10371936/RETORIKA_ZAMAN_ROMAWI Diakses
pada tanggal 8 September 2021 pukul 23.33 WIB

Anda mungkin juga menyukai