Anda di halaman 1dari 16

PENYUSUNAN TEKS PIDATO

: Dosen Pengampu
Yuni hariyati, M.S.I

Disusun Oleh :
Muhammad Thariq
NIM : 442021326096
Yusup Mulani
NIM : 422021326139

i
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Marilah kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang melimpah kan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya kepada kita sehingga pada kesempatan kali ini saya dapat
menyelesaikan makalah tentang Penyusunan Teks Pidato.

Saya sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang sederhana ini dan
saya berharap makalah ini dapat menambahkan pengetahuan tentang penyusunan teks pidato.

Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik, tak lepas dari sumber-sumber yang terkait
dengan makalah ini. Saya pun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.

Semoga makalah sederhana ini dapat di pahami bagi siapapun yang membacanya
dan makalah yang saya buat dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu bagi kita semua. Sebelumnya saya
mohon maaf apabila ada terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan, oleh sebab itu
saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat
untuk kedepannya.

Magelang, 28 Agustus 2021

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah pengada retorika. Dalam kehidupan sehari-hari
manusia dituntutberetorika karena untuk berbicara baik dalam bermasyarakat.
Manusia perlu beretorikaagar bertahan hidup bahkan melawan. Oleh karenanya
dibutuhkan sebuah teknik berbicaraagar manusia mampu menjadi retoris yang
baik.Adapun salah santu bentuk pengaplikasian retorika adalah dengan berpidato.
Tidaksedikit orang yang pandai berpidato, namun tidak begitu pandai
menerapkan retorikadalam sebuah pidato yang akan dan telah disampaikan. Pidato
yang baik adalah pidato yang sudah dipersiapkan dengan matang, mengenaiproses
pembuatan naskah pidato, penyusunan naskah pidato dan teknik
penyampaianpidato. Dalam makalah ini, akan sedikit dijelaskan tentang penyusunan
naskah/teks pidato,yang nantinya dapat kita terapkan ketika akan berpidato.

B. RUMUSAN MASALAH

Hal-hal yang akan kita bahas adalah

1. Definisi pidato.
2. Retorika dan Komposisi.
3. Penyusunan gagasan dalam menyusun teks pidato.

C. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mendeskripsikan retorika dan komposisi
teks pidato secara teoritis serta cara menyusun gagasannya. Adapun manfaat dari makalah
ini adalah dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat
yang diharapkan dari hasil makalah ini adalah agar dapat memberikan pengetahuan dan
pengalaman baru bagi mahasiswa dalam penyusunan teks pidato.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI PIDATO
Pidato adalah pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan
kepada orang banyak.
Pidato adalah suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang
banyak. Pidato juga berarti kegiatan seseorang yang dilakukan di hadapan orang banyak
dengan mengandalkan kemampuan bahasa sebagai alatnya.
Berpidato pada dasarnya merupakan kegiatan mengungkapkan pikiran dalam bentuk
kata-kata (lisan) yang ditujukan kepada orang banyak dalam sebuah forum. Seperti
pidato kenegaraan, pidato menyambut hari besar, pidato pembangkit semangat, pidato
sambutan acara atau event, dan lain sebagainya.
Pidato adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum atau berorasi untuk menyatakan
pendapatnya, atau memberikan gambaran tentang suatu hal. Pidato biasanya dibawakan
oleh seorang yang memberikan orasi-orasi, dan pernyataan tentang suatu hal atau
peristiwa yang penting dan patut diperbincangkan.
Menurut Emha Abdurrahman dalam bukunya tehnik dan pedoman berpidato, pidato
adalah penyampaian uraian secara lisan tentang sesuatu hal (masalah) dengan
mengutarakan keterangan sejelas-jelasnya di hadapan massa atau orang yang banyak pada
suatu waktu tertentu.
Menurut KBBI naskah adalah karangan yang masih ditulis dengan tangan yang belum
diterbitkan,Suatu naskah atau manuskrip (bahasa Latin manuscript: manu scriptus ditulis
tangan), secara khusus, adalah semua dokumen tertulis yang ditulis tangan, dibedakan
dari dokumen cetakan atau perbanyakannya dengan cara lain. Kata 'naskah' diambil dari
bahasa Arabnuskhatum yang berarti sebuah potongan kertas.

FUNGSI PIDATO
Pidato umumnya melakukan satu atau beberapa hal berikut ini :
1. Mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan yang disarankan dengan
suka rela,
2. Menyampaikan informasi dan atau suatu pemahaman kepada pendengarnya,
3. Membuat orang lain senang dengan pidato yang menghibur sehingga orang lain
senang dan puas dengan ucapan yang disampaikan,
4. Mendidik,
5. Propaganda,
6. Penyambung lidah seseorang.
Dengan melihat beberapa fungsi pidato diatas maka seseorang dapat dengan lebih jelas
menentukan sikap pada saat akan atau ketika sedang berpidato, bahkan dengan mengetahui
manfaat tersebut seseorang yang berpidato dapat mengukur sendiri, apakah pidato yang
dibawakannya itu berhasil ataukah gagal.

2
B. RETORIKA DAN KOMPOSISI
Retorika memegang peranan penting dalam kegiatan berbicara. Hal ini sudah lama
disadari di belahan bumi bagian Barat. Berdasarkan peninggalan tertulis bangsa Yunani
ternyata masalah ini sudah dikenal sejak abad ke-5 sebelum Masehi. Studi Retorika ini
akhirnya mempengaruhi perkembangan kebudayaan Eropa dari zaman ke zaman sampai
dengan abad ke-7 Masehi. Bertahun-tahun Retorika dianggap negatif oleh sebagian ilmuwan
karena seolah-olah Retorika hanya seni propaganda saja, dengan kata-kata yang bagus
bunyinya tetapi disangsikan kebenaran isinya. Padahal, arti asli dari Retorika jauh lebih
mendalam, yakni pemekaran bakat-bakat tertinggi manusia, yakni rasio dan cita rasa lewat
bahasa selaku kemampuan untuk berkomunikasi dalam medan pikiran (to be victorious lords
in the battle of minds). Retorika menjadi mata ajar poros demi emansipasi manusia menjadi
tuan dan puan (Rakhmat, 2007: v). Kemampuan bicara bisa merupakan bakat. Namun,
kepandaian bicara yang baik memerlukan pengetahuan dan latihan. Orang sering
memperhatikan cara dan bentuk pakaian yang dikenakannya, agar kelihatan pantas, tetapi ia
sering lupa memperhatikan cara dan bentuk pembicaraan yang diucapkannya supaya
kedengaran baik. Retorika sebagai “ilmu bicara” sebenarnya diperlukan semua orang.
Menyadari penting dan manfaat retorika dalam keterampilan berbahasa, Retorika dimasukkan
ke dalam Kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) pada
tahun ajaran 1994/1995. Sampai dengan sekarang mata kuliah ini masih eksis sebagai mata
kuliah pokok yang wajib diikuti oleh mahasiswa.
Istilah Retorika muncul pertama kali di Yunani sekitar abad ke-5 Sebelum Masehi.
Saat itu merupakan masa kejayaan Yunani sebagai pusat kebudayaan barat dan para filsufnya
saling berlomba untuk mencari apa yang mereka anggap sebagai kebenaran. Pengaruh
kebudayaan Yunani ini menyebar sampai ke dunia timur seperti Mesir, India, Persia,
Indonesia, dan lain-lain. Retorika mulai berkembang pada zaman Socrates, Plato, dan
Aristoteles. Selanjutnya, Retorika berkembang menjadi suatu ilmu pengetahuan dan yang
dianggap sebagai guru pertama dalam ilmu Retorika adalah Georgias (480–370 S.M.). Uraian
sistematis Retorika yang pertama diletakkan oleh orang Syracuse, sebuah koloni Yunani di
Pulau Sicilia. Bertahun-tahun koloni itu diperintah para tiran. Tiran, di mana pun dan pada
zaman apa pun, senang menggusur tanah rakyat. Kira-kira tahun 465 S.M., rakyat
melancarkan revolusi. Diktator ditumbangkan dan demokrasi ditegakkan. Pemerintah
mengembalikan lagi tanah rakyat kepada pemiliknya yang sah. Untuk mengambil haknya,
pemilik tanah harus sanggup meyakinkan dewan juri di pengadilan. Waktu itu, tidak ada
pengacara dan tidak ada sertifikat tanah. Setiap orang harus meyakinkan mahkamah dengan
pembicaraan saja. Sering orang tidak berhasil memperoleh kembali tanahnya, hanya karena ia
tidak pandai bicara. Untuk membantu orang memenangkan haknya di pengadilan, Corax
menulis makalah Retorika, yang diberi nama Techne Logon (seni kata-¬kata). Walaupun
makalah ini sudah tidak ada, dari para penulis se¬zaman, kita mengetahui bahwa dalam
makalah itu ia berbicara tentang teknik kemungkinan. Bila kita tidak dapat memastikan
sesuatu, mulailah dari kemungkinan umum. Misalnya, seorang kaya mencuri dan dituntut di
pengadilan untuk pertama kalinya. Dengan teknik kemungkinan kita bertanya, "Mungkinkah
seorang yang berkecukupan mengorbankan kehormatannya dengan mencuri? Bukankah,
sepanjang hidupnya, ia tidak pernah diajukan ke pengadilan karena mencuri." Contoh lain,
seorang miskin mencuri dan diajukan ke pengadilan untuk kedua kalinya. Kita bertanya, "la

2
pernah mencuri dan pernah dihukum. Mana mungkin ia berani melakukan lagi pekerjaan
yang sama". Akhirnya, Retorika me¬mang mirip “ilmu silat lidah". Tokoh-tokoh Retorika
klasik yang menonjol antara lain adalah Gorgias, Lycias, Phidias, Protogoras, dan Isocrates.
Kelompok ini menyebut aliran Retorika mereka sebagai kaum Sofis. Menurut aliran ini
Retorika merupakan alat untuk memenangkan suatu kasus lewat bertutur seperti kepandaian
memainkan ulasan, kefasihan berbahasa, pemanfaatan emosi penanggap tutur, dan
keseluruhan tutur harus ditujukan untuk mencapai kemenangan.
Aristoteles memberikan pengertian yang berbeda dan berlawanan dengan kaum Sofis.
Menurut filsuf terkenal ini, Retorika adalah ilmu yang mengajarkan orang keterampilan
menemukan secara persuasif dan objektif. Aliran pertama Retorika dalam masa modern, yang
menekankan proses psikologis, dikenal sebagai aliran epistemologis. Epistemologi membahas
"teori pengetahuan"; asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia. Para
pemikir epistemologis berusaha mengkaji Retorika klasik dalam sorotan perkembangan
psikologi kognitif (yakni, yang membahas proses mental). George Campbell (1719-1796),
dalam bukunya The Philosophy of Rhetoric, menelaah tulisan Aristoteles, Cicero, dan
Quintillianus dengan pendekatan psikologi fakultas (bukan fakultas psikologi). Psikologi
fakultas berusaha menjelaskan sebab-musabab perilaku manusia pada kemampuan jiwa
manusia: pemahaman, memori, imajinasi, perasaan dan kemauan. Retorika, menurut definisi
Campbell, haruslah diarahkan kepada upaya "mencerahkan pemahaman, menyenangkan
imajinasi, menggerakkan perasaan, dan mempengaruhi kemauan". Aliran Retorika modern
kedua dikenal sebagai gerakan belles lettres (bahasa Prancis: tulisan yang indah). Retorika
belletris sangat meng¬utamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis pesan, kadang-kadang
dengan mengabaikan segi informatifnya. Hugh Blair (1718-1800) me¬nulis Lectures on
Rhetoric and Belles Lettres. Di sini ia menjelaskan hu¬bungan antara Retorika, sastra, dan
kritik. Ia memperkenalkan fakultas citarasa (taste), yaitu kemampuan untuk memperoleh
kenikmatan dari pertemuan dengan apa pun yang indah. Karena memiliki fakultas cita¬rasa,
Anda senang mendengarkan musik yang indah, membaca tulisan yang indah, melihat
pemandangan yang indah, atau mencamkan pidato yang indah. Citarasa, kata Blair, mencapai
kesempurnaan ketika kenikmatan inderawi dipadukan dengan rasio dan ketika rasio dapat
menjelaskan sumber-sumber kenikmatan. Pada abad kedua puluh, Retorika mengambil
manfaat dari perkem¬bangan ilmu pengetahuan modern, khususnya ilmu-ilmu perilaku
seperti psikologi dan sosiologi. Istilah Retorika pun mulai digeser oleh speech, speech
communication, atau oral communication, atau public speak¬ing. Konsep Retorika Retorika
adalah suatu gaya atau seni berbicara, baik yang dicapai berdasarkan bakat alami (talenta)
maupun melalui keterampilan teknis. Seni berbicara ini bukan hanya berarti berbicara secara
lancar tanpa jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk
berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika modern
mencakup ingatan yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang
tepat dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat. Beretorika juga harus dapat
dipertanggungjawabkan disertai pemilihan kata dan nada bicara yang sesuai dengan tujuan,
ruang, waktu, situasi, dan siapa lawan bicara yang dihadapi.
Retorika dapat diartikan secara “etimologi” dan “terminologi”. Secara etimologi (asal kata),
Retorika berasal dari bahasa latin (Yunani kuno) yaitu Rhetorica yang artinya seni berbicara
dan dari bahasa Inggris Rhetoric yang berarti kepandaian berpidato atau berbicara. Secara
terminologi (istilah) dalam bahasa Inggris Retorika dikenal dengan istilah “the art of

2
speaking” yang artinya seni di dalam berbicara atau bercakap. Dengan demikian, secara
sederhana dapat dikemukakan Retorika adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari atau
mempersoalkan tentang bagaimana cara berbicara yang mempunyai daya tarik yang
mempesona, sehingga orang yang mendengarkannya dapat mengerti dan tergugah
perasaannya. Berikut ini definisi yang dikemukakan oleh beberapa pakar di bidang Retorika:
1. Richard mengatakan bahwa Retorika adalah ilmu yang mengajarkan bagaimana
kita menggarap wicara-tutur kata secara epistomologi untuk membina saling
pengertian dan kerja sama;
2. Socrates mengemukakan bahwa Retorika mempersoalkan tentang bagaimana
mencari kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya, karena dengan dialog
kebenaran dapat timbul dengan sendirinya;
3. Plato mengungkapkan bahwa Retorika adalah kemampuan di dalam
mengaplikasikan bahasa lisan yang merupakan jalan bagi seseorang untuk
memperoleh pengetahuan yang luas dan sempurna;
4. Kertapati mengartikan Retorika sebagai kemampuan seseorang untuk menyatakan
pikiran dan perasaannya dengan menggunakan lambang-lambang bahasa (Agung,
1989:3).
Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli terlihat semuanya mengacu dan memberi
penekanan kepada kemampuan menggunakan bahasa lisan (berbicara) yang baik dengan
memberikan sentuhan gaya (seni) didalam penyampaiannya dengan tujuan untuk
memikat/menggugah hati pendengarnya dan mengerti dan memahami pesan yang
disampaikannya. Salah satu yang dipelajari dalam Retorika adalah bagaimanana seseorang
memahami persepsi. Persepsi adalah proses yang terintegrasi dalam individu yang terjadi
sebagai reaksi atas stimulus yang diterimanya. Sebuah konsensus (kesamaan persepsi kolektif
pada satu isu tertentu) yang tercapai melalui diskusi sosial akan menimbulkan opini publik,
sedangkan pada diri individu sendiri, opini bisa bersifat laten atau manifes. Opini yang
bersifat laten disebut sikap. Sikap adalah suatu predisposisi terhadap sesuatu objek, yang di
dalamnya termasuk sistem kepercayaan, perasaan, dan kecenderungan perilaku terhadap
obyek tersebut. Sikap bisa dipelajari, bersifat stabil, melibatkan aspek kognisi dan afeksi, dan
menunjukkan kecenderungan perilaku. Asal konsep Retorika adalah persuasi. Definisi
persuasi adalah;
1. Tindakan untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang dengan menggunakan
kata-kata lisan/tertulis,
2. suatu usaha untuk menanamkan opini baru, dan
3. Suatu usaha yang dilakukan secara sadar, untuk mengubah sikap, kepercayaan,
dan perilaku orang dengan transmisi pesan.
Titik tolak Retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat
kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya
memberikan informasi atau memberi informasi). Berbicara adalah salah satu kemampuan
khusus pada manusia. Oleh karena itu, pembicaraan setua umur bangsa manusia. Bahasa dan
pembicaraan ini muncul, ketika manusia mengucapkan dan menyampaikan pikirannya
kepada manusia lain. Retorika modern adalah gabungan yang serasi antara pengetahuan,

2
pikiran, kesenian, dan berbicara. Dalam bahasa percakapan atau bahasa populer, Retorika
berarti pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, atas cara yang lebih efektif,
mengucapkan kata-kata yang tepat, benar dan mengesankan. Ini berarti orang harus dapat
berbicara jelas, singkat dan efektif, jelas supaya mudah dimengerti, singkat untuk menghemat
waktu dan sebagai tanda kepintaran, dan efektif karena apa gunanya berbicara kalau tidak
membawa efek. Dalam konteks ini sebuah pepatah cina mengatakan”, orang yang menembak
banyak, belum tentu seorang penembak yang baik. Orang yang berbicara banyak tidak selalu
berarti seorang yang pandai bicara” (Hendrikus, 1999:7). Keterampilan dan kesanggupan
untuk menguasai seni berbicara ini dapat dicapai dengan mencontoh para atau tokoh-tokoh
yang terkenal dengan mempelajari dan mempergunakan hukum-hukum Retorika dan dengan
melakukan latihan yang teratur. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan tahapan
berikut:
1. Inventio (penemuan) Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan meneliti
khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Bagi Aristoteles,
Retorika tidak lain merupakan "kemampuan untuk menentukan, dalam kejadian
tertentu dan situasi tertentu, metode persuasi yang ada". Dalam tahap ini juga,
pembicara merumuskan tujuan dan mengumpulkan bahan (argumen) yang sesuai
dengan kebutuhan khalayak. Aristoteles menyebut tiga cara untuk mempengaruhi
manusia. Pertama, Anda harus sanggup menunjukkan kepada khalayak bahwa
Anda memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, dan status
yang terhormat (ethos). Kedua, Anda harus menyentuh hati khalayak perasaan,
emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang mereka (pathos). Kelak, para ahli
Retorika modern menyebutnya imbauan emotional (emotional appeals). Ketiga,
Anda meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan
sebagai bukti. Di sini Anda mendekati khalayak lewat otaknya (logos). Di
samping ethos, pathos, dan logos, Aristoteles menyebutkan dua cara lagi yang
efektif untuk mempengaruhi pendengar yaitu entimem dan contoh. Entimem
(Bahasa Yunani: "en" di dalam dan "thymos" pikiran) adalah sejenis silogisme
yang tidak lengkap (sebagian premis dihilangkan), tidak untuk menghasilkan
pembuktian ilmiah, tetapi untuk menimbulkan keyakinan.
2. Dispositio (penyusunan) Pada tahap ini, pembicara menyusun pidato atau
mengorganisasikan pesan. Aristoteles menyebutnya taxis, yang berarti
pembagian. Pesan harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang berkaitan secara
logis. Susunan berikut ini mengikuti kebiasaan berpikir manusia: pengantar,
pernyataan, argumen, dan epilog. Menurut Aristoteles, pengantar berfungsi
menarik perhatian, menumbuhkan kredibilitas (ethos), dan menjelaskan tujuan.
3. Elocutio (gaya) Pada tahap ini, pembicara memilih kata-kata dan menggunakan
bahasa yang tepat untuk "mengemas" pesannya. Aristo¬teles memberikan
nasihat, “gunakan bahasa yang tepat, benar, dan dapat diterima; pilih kata-kata
yang jelas dan langsung; sampaikan kalimat yang indah, mulia, dan hidup; dan
sesuaikan bahasa dengan pe¬san, khalayak, dan pembicara.”
4. Pronuntiatio (penyampaian) Pada tahap ini, pembicara menyampai¬kan pesannya
secara lisan. Di sini, akting sangat berperan. Demos¬thenes menyebutnya
hypocrisis (boleh jadi dari sini muncul kata hipo¬krit). Pembicara harus

2
memperhatikan olah suara (vocis) dan gerakan¬-gerakan, anggota badan (gestus
moderatio cum venustate).
KOMPOSISI PIDATO
Pada dasarnya saat ini banyak sekali jenis pidato yang populer baik dikalangan
remaja, hingga orang tua, dimana semuanya menggunakan gaya dan tujuan retorika yang
sangat kompleks. Namun pada intinya prinsip dalam menyusun pidato sama satu sama
lainnya, hanya dalam pembawaannya saja yang berbeda-beda tergantung pada siapa yang
membawakannya.
Banyak cara menyusun pesan pidato, namun yang terpenting adalah semuanya harus
didasari dengan tiga prinsip komposisi menyusun pidato. Prinsip-prinsip ini mempengaruhi
seluruh organisasi pesan. These three great rhetorical principles, kata Raymond S. Ross,
dalam buku Jalaluddin Rakhmat have a profound bearing upon how we should organize
massages. Prinsip-prinsip tersebut adalah kesatuan (unity), pertautan (coherence) dan titik-
berat (emphasis).
Semuanya akan dijabarkan satu persatu, untuk memberikan pemahaman mengenai
prinsip yang harus diperhatikan dalam menyusun naskah pidato.

1. KESATUAN (UNITY)
Penyusunan pidato terdiri dari tujuan, isi kandungan, dan bagiamana sifat dari pesan
pidato tersebut. Dalam hal tujuan, sebuah pidato harus memiliki satu tujuan yang pasti dan
jelas, jangan sampai dari audiens setelah mendengar pidato yang disampaikan justru
mempunyai persepsi yang berbeda-beda.
Aristoteles yaitu pernah membandingkan komposisi sebagai satu tubuh. Seluruh
gubahan harus merupakan kesatuan yang tidak dapat dicerai beraikan. Anggota yang satu
melengkapi anggota yang lain. Hilangnya satu bagian anggota tubuh menyebabkan bentuk
yang rusak dan tidak lengkap. Komposisi yang baik harus merupakan kesatuan yang utuh. Ini
meliputi kesatuan dalam isi, tujuan dan sifat(mood).
Dalam isi, harus ada gagasan tunggal yang mendominasi seluruh uraian, yang
menentukan dalam pemilihan bahan-bahan penunjang. Bila tema kita ialah Pembuktian Ada
Tuhan Secara Filosofis, maka kita tidak membicarakan sifat-sifat Tuhan, macam-macam
Tuhan, atau dalil-dalil agama tentang adanya Tuhan. Di sini kita mungkin hanya
membicarakan argumentasi ontologis, teleologis, kosmologis dan moral (dari Immanuel
Kant).
Komposisi juga harus mempunyai satu macam tujuan. Satu di antara yang tiga
menghibur, memberitahukan, dan mempengaruhi harus dipilih. Dalam pidato mempengaruhi
(persuasif) boleh saja kita menyampaikan cerita-cerita lucu, sepanjang cerita lucu menambah
daya persuasi pembicaraan. Bila cerita lucu itu tidak ada hubungannya dengan persuasi,
betapa pun menariknya ia harus kita buang;. Dalam pidato informatif, anekdot dipergunakan
dengan pertimbangan dapat memperjelas uraian.
Kesatuan juga harus tampak dalam sifat pembicaraan (mood). Sifat ini mungkin
serius, informal, formal, anggun, atau bermain-main. Kalau anda memilih sifat informal,

2
maka suasana formalitas harus mendominasi seluruh uraian. Ini menentukan pemilihan
bahan, gaya bahasa atau pemilihan kata-kata. Misalnya dalam suasana informal, gaya pidato
seperti bercakap (conversational) dan akrab (intimate).
Untuk mempertahankan kesatuan ini bukan saja diperlukan ketajaman pemikiran,
tetapi juga kemauan kuat unhrk membuang hal-hal yang mubazir. Sering kali orang digoda
untuk memasukkan bahan yang menarik, walaupun kurang berfaedah. Kurangnya kesatuan
akan menyebabkan pendengar menggerutu, ngawur bertele-tele, tidak jelas apa yang
dibicarakan, meloncat-loncat.

2. PERTAUTAN (COHERENCE)
Pertautan merupakan urutan bagian dari uraian yang berkaitan antara kalimat satu
dengan kalimat yang lainnya. Dimana antara satu dengan yang lain berhubungan untuk
menjelaskan pokok masalah, sehingga keseluruhan masalah atau pembicaraan dapat
dimengerti dengan jelas oleh orang lain. Tetapi, yang perlu diperhatikan adalah jika pertautan
kalimat satu dengan yang lainnya terlalu jauh bedanya bahkan penyampaiannya tidak jelas,
maka tidak akan didapatkan kejelasan yang baik. Gagasan yang diuraikan tanpa pertautan
yang jelas tidak dapat dipahami dan dimengerti dengan jelas oleh orang lain.
Prinsip susunan pidato “pertautan” ini harus didasari oleh pikiran yang kreatif, kritis
dan inovatif serta serius dalam perencaan. Jika dalam perencaan tidak serius, tidak tahu
pokok yang ingin dibicarakan apa, maka akan terjadi kebingungan dalam menyampaikan
apalagi dengan yang mendengarkan. Pidato berarti kita sedang berdiri di depan khalayak, ada
dua kemungkinan yang akan terjadi yaitu, pertama : kita merasa sebagai seorang orator ulung
seperti bung Karno, atau kedua : tiba-tiba lemas, seluruh tubuh mati rasa, hafalan yang sudah
dihafalkan hilang.
Dalam bahasa Indonesia seperti majas pertautan yaitu kata-kata berkias yang
bertautan (berasosiasi) dengan gagasan, ingatan atau kegiatan panca indera pembicara atau
penulisnya. Terdapat berbagai macam bentuk majas pertautan:

a. Metominia atau netonimia


Adalah ungkapan yang menyatakan suatu pengertian dengan kata-kata yang sebenarnya
dengan kata yang ditautkan atau yang berhubungan dengan kata tersebut. Contoh
i. si kaos merah berusaha mencetak gol. (Orang yang berkaos merah)
ii. si kulit bundar ditendang ke ujung lapangan
iii. Atlet andalan kita mendapatkan perak.

b. Sinekdok
Adalah majas pertautan yang menyatakan pengertian yang bersifat meluas atau menjadi
sempit. Sinekdok menjadi dua:
i. Sinekdok pars prototo

2
Yaitu majas pertautan yang mengucapkan sebagian tetapi mencakup
keseluruhan.
Contoh : Sudah 2 hari ia tidak menunjukkan batang hidungnya. (dirinya)

ii. Sinekdok Totem Proparte


Yaitu majas pertautan yang menyebutkan keseluruhan tapi hanya sebagian
yang dimaksud.
Contoh : Indonesia kembali mempertahakan piala Thomas. (Tim Bulu
Tangkis).

c. Alusio
Adalah majas pertautan yang berupa penunjukan secara langsung atau sindiran tentang suatu
peristiwa, hal , tokoh berdasakan ucapan umum (ungkapan pantun peribahasa dan lain-lain)
Yang ada kalanya tidak diselesaikan.
Contoh : Kalau tidak tahu jangan diam. Malu bertanya….

Marcus Tillius Cicero ( 106-43 SM), menyatakan ada 6 cara untuk menyusun retorika,
pertama pembukaan, kedua narasi, ketiga pembagian keadaan topic, keempat menghadirkan
bukti, kelima mencari kekeliruan apa yang terjadi, keenam penutup. Pertautan ini sendiri
sangat membantu 6 cara penyusunan pidato ini.
Contohnya adalah ketika seseorang ingain menyampaikan tentang islam multicultural
di Indonesia, bisa pake latar belakang dulu untuk mempertautakan dengan pokok
pembahasan.
“keberagaman merupakan sebuah keniscayaan yang harus dihargai sekaligus dipelihara,
sebagai khazannah membangun kebersamaan. Karena keberagaman ini merupakan kenyataan
yang telah ditetapkan oleh tuhan yang maha esa. Harus diakui bahwa mutikutural kebangsaan
Indonesia belum sepenuhnya dipahami oleh segenap warga Indonesia, sebagai anugrah
terindah tuhan, setiap manusia lahir dengan berbeda fisik maupun non fisik. Multicultural
tidak secara otomatis diiringi dengan penerimaan positif, sangat memperihatinkan ketika kita
saksikan konflik yang terjadi hanya dipersoalkan tidak bisa saling menghargai dan
memahami yang berbeda. Untuk itu sangat penting sekali membangun kesadaran nersama
bahwa kita ( bhineka tunggal ika) berbeda namun tetap satu juga. Jangan kita merasa paling
hebat disbanding yang lainnya. Seperti Afatheid Afrika selatan yang menganggap ras kaos
kasoid lebih mulia disbanding ras negroid. Fasisme Jepang ajaran Hirohito menganggap
bangsanya lebih pantas memimpin dunia. Doktrin James Monrou “Amerika is on Amerika”
menganggap bahwa Amerika paling baik dari bangsa lain. Alhasil faham-faham tersebut
tidak menghargai adanya pluralistas dan multicultural. Namun islam sangat menghargai san
menjujung tinggi multicultural. Maka tertarik hati ingin menyampaikan pidato yang berjudul
“islam multicultural di Indonesia” .”

2
3. MENITIKBERATKAN (EMPHASIS)
Pembicaraan dalam suatu pidato agar mudah diikuti dan dipahami oleh para
pendengar harus bisa menunjukkan pada mereka, bagian mana yang penting atau hal-hal
yang harus diperhatikan.
Hal-hal yang harus dititikberatkan bergantung pada isi pidato itu, tetapi pokok-
pokoknya hampir sama. Gagasan utama, pemikiran baru, perbedaan pokok, hal-hal yang
harus dipikirkan khalayak adalah contoh-contoh bagian yang harus dititikberatkan atau
ditekankan.
Sebagai tanda untuk memperjelaskan hal-hal yang dititikberatkan bisa diberi keterangan
penjelas, dalam uraian lisan dapat dinyatakan dengan hentian, tekanan suara yang
dinaikkan,perubahan nada,isyarat, dan sebagainya. Bisa dengan diberi keterangan penjelas,
contoh : “saudara-saudara sekalian, maka hal-hal yang terpenting yang harus kita perhatikan
adalah…. “ atau akhirnya sampailah kepada inti pembicaraan saya…” dan keterangan ini
memperjelas secara lisan, sedangkan secara tertulis bisa dengan huruf miring. Ditebalkan
atau bergaris bawah.

C. PENYUSUNAN GAGASAN DALAM MENYUSUN TEKS PIDATO


Sebelum menyusun naskah pidato, yang harus diperhatikan ialah bahan pidato yang akan
dibahas. Memilih bahan yang tepat dimaksudkan untuk menyesuaikan materi dengan situasi
dan kondisi saat pidato berlangsung.[8]menulis naskah pidato harus melalui tiga kegiatan
yaitu, mengumpulkan bahan, membuat kerangka, dan menguraikan isi naskah pidato secara
terperinci. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

a. Mengumpulkan Bahan
bahan-bahan menulis pidato dapat diperoleh dari Buku-buku, perturan-peraturan, majalah-
majalah, dan surat kabar merupakan sumber informasi yang kaya yang dapat digunakan
sebagai bahan dalam rangka menguraikan isi pidato.

b. Membuat Kerangka Pidato


Kerangka dasar dapat dibuat sebelum mencari bahan-bahan, yaitu dengan menentukan
pokok-pokok yang akan dibicarakan, sedangkan kerangka yang terperinci baru dapat dibuat
setelah bahan-bahan selesai kumpulkan. Dengan bahan-bahan itu dapat menyusun pokok-
pokok yang paling penting dalam tata urut yang baik. Contoh Kerangka Pidato. Inti dari
kerangka pidato adalah: (1) pendahuluan, (2) isi, dan (3) penutup

2
1) Pendahuluan: bagian pendahuluan memuat salam pembuka, ucapan terima kasih
(bila ada yang diberi ucapan), dan kata pengantar untuk menuju kepada isi pidato;

2) Isi: bagian ini memuat uraian pokok yang terdiri atas topik atau pokok utama dan
sub-subtopik yang memperjelas atau menghubungkan dengan topik utama;

3) Penutup: bagian penutup memuat kesimpulan, harapan (bila ada), dan salam
penutup.

c. Menguraikan isi pidato


Dengan menggunakan kerangka yang telah dibuat, ada dua hal yang harus dilakukan: (1)
dapat mempergunakan kerangka tersebut untuk berpidato, yaitu berpidato dengan
menggunakan metode ekstemporan, dan (2) menulis atau meyusun naskah pidato secara
lengkap yang dibacakan atau dihafalkan.

d. Struktur Isi Pidato


Struktur isi pidato adalah rangkaian isi pidato dari awal hingga akhir. Rangkaian ini disusun
agar pidato berlangsung menarik dan tujuan pidato tercapai dengan baik. Ada beberapa cara
merangkai isi pidato, antara lain: (1) mengikuti alur dasar pidato, dan (2) mengikuti pola
organisasi pidato.

Alur dasar pidato, yaitu rangkaian isi pidato yang mengikuti alur dasar pidato yang bergerak
melalui tiga tahap: (a) tahap perhatian, yaitu tahap pertama yang dilakukan pembicara dengan
baik; (b) tahap kebutuhan, yaitu tahap yang dilakukan pembicara dalam menjelaskan
pentingnya masalah yang akan dibicarakan sehingga pendengar akan berusaha memahami
masalah atau hal-hal penting yang disampaikan pembicara. (c) tahap penyajian, yaitu
merupakan tahap pembicara menyajikan materi pidato yang telah dipersiapkan melalui
naskah kerangka pidato.[9]

e. Menyunting Naskah Pidato


Seperti halnya naskah makalah atau artikel, naskah pidato pun perlu disunting. Baik isi,
bahasa, maupun penalarannya. Isi naskah perlu dicermati kembali naskah itu telah sesuai
tidaknya dengan tujuan pidato, calon pendengar, dan kegiatan yang digelar. Selain itu isinya
juga harus dipastikan apakah benar, representatif, dan mengandung informasi yang relevan
dengan konteks pidato.

2
Sementara itu penyuntingan teradap bahasa diarahkan pada pilihan kosa kata, kalimat, dan
satuan-satuan gagasan dalam paragraf menjadi perhatian utama dalam kegiatan penyuntingan
ini. Penalaran dalam naskah pidato juga perlu disunting untuk memastikan apakah isi dalam
naskah pidato telah dikembangkan dengan menggunakan penalaran yang tepat, misalnya
dengan pola induktif, deduktif, dan campuran.

f. Menyempurnakan Naskah Pidato


Setelah disunting, baik oleh penulis sendiri maupun orang lain, perlu dilakukan tindak lanjut
berupa penyempurnaan naskah. Penyempurnaan itu diarahkan pada aspek isi, bahasa, dan
penalarannya sebagaimana yang telah disunting di atas. Penyempurnaan aspek bahasa
dilakukan dengan mengganti kosakata yang lebih tepat dan menyempurnakan kalimat dengan
memperbaiki struktur dan gagasannya. Sementara itu, penyempurnaan paragraf dilakukan
dengan memperbaiki koherensi dan kohesi paragraf. Untuk itu penambahan kalimat,
penyempurnaan kalimat, dan penghilangan kalimat perlu dilakukan.[10]

Pada dasarnya menulis teks pidato, ceramah, atau khitobah itu sama. Berikut teknik menulis
pidato saja, beberapa sistematika yang harus diketahui dalam menulis pidato adalah sebagai
berikut:

1. Mencantumkan salam pembuka dan sapaan kepada hadirin.


2. Memaparkan pendahuluan dalam bentuk ucapan terima kasih atau rasa syukur.
3. Menggunakan isi atau inti pokok pidato dengan menggunakan kalimat yang lugas dan
jelas serta gaya bahasa yang menarik.

4. Menentukan simpulan isi pidato , sekaligus harapan berbentuk anjuran atau gerakan.
5. Mencantumkan salam penutup.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pidato adalah suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang
banyak. Pidato juga berarti kegiatan seseorang yang dilakukan di hadapan orang banyak
dengan mengandalkan kemampuan bahasa sebagai alatnya, Suatu naskah atau manuskrip

2
(bahasa Latin manuscript: manu scriptus ditulis tangan), secara khusus, adalah semua
dokumen tertulis yang ditulis tangan,

Jenis pidato ditentukan oleh beberapa faktor seperti situasi, tempat, tujuan dan isi
pembicaraan. Faktor-faktor yang menjadi patokan untuk menentukan jenis pidato adalah:
Bidang Politik, Kesempatan Khusus, Kesempatan Resmi, Pertemuan Informatif,

2
3

Anda mungkin juga menyukai