KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kajian Berbicara
a. Definisi berbicara
7
8
kata yang tepat sesuai dengan makna informasi yang akan disampaikan. (4)
kefasihan, kemudahan dan kecepatan berbicara. (5) isi pembicaraan. (6)
pemahaman. (Cahayanti Novianti Ayu, 2017: 1573) Dalam melatih
keterampilan berbicara guru harus bisa menciptakan situasi pembelajaran
yang aktif bagi siswa, selain itu guru wajib untuk mengarahkan atau
membimbing siswanya agar mampu berbahasa dengan baik dan benar.
Seorang guru dapat menggunakan berbagai metode dan media
pengajaran yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran khususnya
pada pembelajaran Bahasa Indonesia sehingga dapat terciptanya suasana
belajar yang baik untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
b. Tujuan dan fungsi berbicara
Para ahli bahasa sepakat bahwa berbicara merupakan kemampuan
yang dimiliki oleh mahluk hidup sebagai alat interaksi dengan sesama
mahluk hidup lainnya, untuk mengekspresikan diri, sebagai eksisteni. Selain
itu, keterampilan berbicara juga mampu melahirkan generasi masa depan
yang kritis karena mereka memiliki kemampuan untuk mengekspresikan
gagasan, pikiran, atau perasaan kepada orang lain secara runtut dan
sistematis.
Keterampilan berbicara juga mampu melahirkan generasi masa
depan yang berbudaya karena sudah terbiasa dan terlatih untuk
berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan materi dan situasi tutur
pada saat berbicara. Berbicara sebagai keterampilan berbahasa berhubungan
dengan keterampilan berbahasa yang lain. Kemampuan berbicara
berkembang pada kehidupan siswa apabila didahului dengan keterampilan
menyimak. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan dan fungsi berbicara
adalah untuk mengekspresikan perasaan, gagasan, menambah daya kritis,
mengubah peradaban dalam ilmu pengetahuan, menjadikan seseorang
berbudaya, dan berkomunikasi. Jauh dari pada itu tujuan dan fungsi
berbicara dalam
9
lain yaitu menggerakan jari kanan dan jari kiri secara bersamaan dengan pola
memutar, mengedipkan mata, menggerakkan kepala, atau menggunakan
pilihan kata tertentu dimana hanya seseorang itu dan tim lainnya saja yang
memahami hal tersebut. Selain menggunakan simbol-simbol tersebut juga
bisa menggunakan anggota tubuh lainnya sebagai sebuah simbol seperti
kaki, mimik wajah, gestur tubuh dan semiotika lainnya.
c. Dimensi teologis
Menyampaikan ajaran agama, mengutip dalil atau kitab-kitab yang
dianggap menjadi rujukan utama. Dimensi teologis mengacu secara akurat
pada penukilan sebuah ajaran agama berdasarkan rujukan dari kitab suci
agama tersebut. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan jati diri secara
kepercayaan dan sebagai legitimasi terhadap apa yang disampaikan sehingga
seorang akan menuruti apa yang dikatakan sebab dalil dari sebuah agama,
letak atau posisi dari penukilan dalil ini biasanya berada di awal sebuah
percakapan yang dibangun, pada bagian isi dan penutup. Adapun
penggunaan dimensi teologi ini biasanya berada dalam acara atau ucapara
pidato keagamaan, ceramah atau khutbah dan acara lainnya yang terikat
berdasarkan keyakinan ajaran agama.
Jadi, secara keseleruhuan beberapa dimensi dalam retorika tersebut
ada untuk memudahkan seseorang cakap dalam mempelajari keterampilan
berbicara atau seni retorika. Dimensi filosofis, teknis dan teologis
merupakan cara yang sederhana tetapi sangat berpengaruh ketika diterapkan
dalam berbicara di depan umum. Secara singkat dimensi filosofis berbicara
mengenai ranah privasi dari lawan bicara yang kemudian akan sangat
menguntungkan jika dipergunakan dalam ranah perdebatan dalam diskusi
karena kita bisa menjatuhkan lawan bicara dengan cara membuat isu negatif
tentang masa lalunya berdasarkan rekam jejak pendidikan, budaya dan lain
sebagainya. Dimensi teknis berbicara terkait semiotika atau tanda yang
bertujuan untuk mempermudah dalam komunikasi sedang dimensi teologis
13
mengacu pada penukilan dalil atau argumen berdasarkan ajaran agama, hal
ini bertujuan agar apa yang disampaiakan memiliki legitimasi yang kuat dan
dapat diikuti oleh para pendengar.(Yusuf Zainal Abidin, 2013:57).
Pandangan atau teori dari Yusuf Zaenal Abidin terkait dimensi dalam
retorika inilah yang nantinya akan dijadikan sebuah pisau bedah dalam
menganalisis retorika Najwa Shihab berdasarkan metode dan gaya bahasa
yang ada di acara Mata Najwa dengan judul “Menguji Ujian Nasional”
6. Tujuan dan Fungsi Retorika
a. Tujuan retorika
Tujuan retorika adalah mengajak, mengajak orang lain untuk
meyakini kebenaran dalam hal gagasan tanpa ada paksaan, artinya ada
semacam pengertian yang menumbuhkan kedamaian dalam kehidupan
bermasyarakat melalui kegiatan bertutur.
b. Fungsi retorika
Untuk mengambil keputusan yang tepat, artinya dalam situasi
genting seseorang harus mengambil sebuah keputusan dalam sebuah
permasalahan yang sedang dihadapi mempertahankan prinsip dan kebenaran
melalui argumen atau pemikiran yang rasional dan masuk akal.
7. Metode Retorika
a. Exordium (Pendahuluan)
Fungsinya adalah pengantar kearah pokok-pokok pembahasan
sebagai upaya memberi mental para hadirin dan membangkitkan perhatian,
berbagai cara yang dapat ditampilkan untuk memikat perhatian para hadirin.
Selain memiliki fungsi tersebut exordium atau pendahuluan biasanya
dibungkus dengan tempo retorika yang cenderung pelan dan tidak tergesa-
gesa, menggunakan bahasa yang mudah dipahami sehingga akan terlihat
jelas oleh pendengar dan banyak disukai karena kesederhanaan dalam
pemilihan diksi.
14
pengamat dan oposisi. Bahasa yang digunakan dalam argumentasi atau isi ini
biasanya menggunakan bahasa yang sangat ilmiah dan mengacu pada
referensi yang jelas lengkap dengan data dan fakta serta intonasi yang tidak
teratur artinya kadang terkesan cepat dan kadang terkesan lambat hal itu bisa
dipahami sebab pada sesi ini merupakan sesi debat atau adu argumen.
d. Conclusion (Kesimpulan)
Penegasan hasil pertimbangan yang mengandung pembenaran, pada
bagian ini segala persoalan yang disajikan dari awal dan akhir di simpulkan
berdasarkan keputusan terbaik yang mengacu pada data dan fakta. Secara
struktur kesimpulan memuat beberapa pendapat pada bagian argumentasi
atau isi untuk kemudian dibuatkan sebuah sintesis dan menjadikan sebuah
hasil yaitu kesimpulan (Yusuf Zainal Abidin, 2013:59) Kesimpulan biasanya
menggunkan bahasa yang halus dan bernuansa positif sebab pada bagian ini
persoalan dalam pembahasan sudah menemukan titik terang atau sudah
terjawab oleh beberapa argumentasi pada sesi sebelumnya, secara tempo
pada bagian kesimpulan cenderung lebih pelan dan terdengar jelas serta
pemilihan diksi yang positif hal ini bertujuan untuk memberitau pada
pendengar bahwa persoalan yang sedang terjadi sudah selesai dan menemui
titik terang.
Jadi, dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa metode retorika yaitu
mengupas secara teknis dilihat dari pembagian dan perbedaan dari isi
masing- masing bagian tersebut, hal ini dilakukan untuk mengetahui bagian
awal, tengah dan akhir sehingga dalam menentukan bahasa atau pemilihan
diksi dan tempo dapat dipelajari dengan mudah. Teori metode dalam retorika
inilah yang kemudian akan dijadikan sebagai pisau bedah dalam
menganalisis metode dan gaya bahasa retorika Najwa Shihab pada acara
Mata Najwa dengan judul “Menguji Ujian Nasional”
16
Exordium (Pendahuluan)
Argumentasi (Isi)
Conclusion (Kesimpulan
2) Sindiran
(a) Sinisme, sindiran secra langsung
Perkataanmu sangat tidak baagus, tidak pantas diucapkan
oleh pelajar sepertimu!
3) Pertentangan
(a) Paradox, yaitu majas yang menggambarkan sesuatu yang
bertentangan dengan fakta.
Api itu terasa dingin walau sudah kugenggam!
4) Penegasan
(a) Repetisi, pengulangan kata-kata sebagai penegasan
Aku yakin dia akan kembali kepadaku, aku yakin!
satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya
memuat seperangkat pengalaman belajar dengan terencana dan didesain untuk
membantu peserta didik menguasai materi belajar, dan evaluasi.
Adapun menurut Diknas yang dikutip oleh Prastowo (2013: 104) modul
diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik
dapat belajar secara mandiri tanpa bantuan pendidik. Beberapa pengertian
menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa modul adalah bentuk
dari bahan ajar cetak yang dimanfaatkan untuk membantu pendidik dan peserta
didik dalam proses pembelajaran. Modul mencakup beberapa komponen yang
perlu diperhatikan, yaitu: tujuan yang harus dicapai, materi pokok yang sesuai
dengan kompetensi dasar, latihan-latihan, dan evaluasi (Robert Rizki Yono &
Mimi Mulyani, 2017).
a. Adapun kelebihan pembelajaran dengan modul yaitu.
1. Modul dapat memberikan umpan balik sehingga pebelajar mengetahui
kekurangan mereka dan segera melakukan perbaikan
2. Dalam modul ditetapkan tujuan pembelajaran yang jelas sehingga kinerja
siswa belajar terarah dalam mencapai tujuan pembelajaran
3. Modul yang didesain menarik, mudah untuk dipelajari, dan dapat
menjawab kebutuhan tentu akan menimbulkan motivasi siswa untuk
belajar
4. Modul bersifat fleksibel karena materi modul dapat dipelajari oleh siswa
dengan cara dan kecepatan yang berbeda
5. Kerjasama dapat terjalin karena dengan modul persaingan dapat
diminimalisir dan antara pebelajar dan pembelajar
6. Remidial dapat dilakukan karena modul memberikan kesempatan yang
cukup bagi siswa untuk dapat menemukan sendiri kelemahannya
berdasarkan evaluasi yang diberikan (Ismu Fatikhah&Nurma Izzati, 2015:
49-51)
27
kritis. Selain itu, demikian fleksibilitas tema bahasan yang diangkat juga bisa
dilebarkan untuk mengakomodasi para penonton.
Kemampuan seorang Najwa Shihab juga menjadi sorotan para
penonton, hal ini dibuktian ketika Najwa Shihab menanyakan permasalahan
dalam suatu topik pada acara tersebut dengan pertanyaan yang membuat
narasumber tidak bisa mengelak sehingga kemampuannya tak dapat diragukan
lagi dalam dunia jurnalistik dan beretorika. Najwa Shihab acapkali
memancing narasumber dengan narasi yang sangat menyindir para
narasumber sehingga narasumber menjawab narasi yang Najwa sajikan tetapi
kemudian Najwa mampu menjawab argumen narasumber dengan retorika
yang menyudutkan sehingga narasumber tak diberi kesempatan untuk
mengelak pertanyaannya. Hal lain yang menjadi kemampuannya adalah
seringkali dia juga mengadu antarnarasumber untuk bertikai dalam
argumentasi sehingga para penonton mampu mncerna argumen dari
narasumber dan dapat menilai kapasitas dari narasumber dalam hal berdebat
dan beretorika. Dari retorika Najwa Shihab tersebutlah yang akhirnya akan
dijadikan analisis retorika yang kemudian hasil akhirnya adalah modul
pembelajaran analisis retorika berdasarkan metode dan gaya bahasa Najwa
Shihab.
B. Penelitian Relevan
Hasil penelitian relevan sebelumnya dilakukan oleh Leiza Sixmansyah
(2014) tentang retorika dakwah K.H Muchammad Syarif Hidayatullah. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan memakai
pendekatan deskriptif dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk mngetahui
karakteristik pendakwah berdasarkan gaya retorikanya. Keselarasan pada
penelitian ini adalah sama-sama mengkaji retorika tetapi dari segi tujuan berbeda,
penelitian sebelumnya bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari objek yang
diteliti sedang pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanana
metode retorika dari Najwa Shihab.
29
Kurangnya rasa
percaya diri, malu, dan
tidak memiliki
pengalaman
umum atau ilmu berbicara retorika. Hal inilah yang kemudian menjadi
kekhawatiran bahwa siswa SMA rendah dalam berbicara, faktor yang
mempengaruhi hal itu diantaranya adalah kurangnya rasa percaya diri atau malu
untuk mengemukakan pendapat sebab mereka menyimpan asumsi-asumsi negatif
entah tidak akan didengar, ditertawakan dan dianggap tidak penting yang menjadi
kekhawatiran juga bahwa pemahaman bahasa sangatlah penting oleh karenanya itu
penelitian ini meunjang agar siswa dapat memiliki kemampuan berbicara yang baik
dan benar dalam hal ini peran seorang pengajar sangatlah penting agar kemudian
mengetahui psikologi dengan siswa sebab jika seorang guru mampu menguasai
disiplin ilmu psikologi maka pendekatan kepada siswa cenderung baik dan akan
terjalin kedekatan emosional yang baik pula (Syaifullah, 2019: 37)